Etika Administrasi Negara dan Manusia In

Imas Qurhothul Ainiyah
1306383155
Tugas Etika – Administrasi Negara Kelas A
KONDISI MANUSIA INDONESIA
Manusia Indonesia merupakan hasil refleksi dari masyarakat Indonesia yang memiliki
karakteristik pluralis atau majemuk (Pasaribu, 2013). Pluralitas masyarakat Indonesia dapat
dilihat dari segi horizontal dan vertical (Pasaribu, 2013). Dari segi horizontal, pluralitas
masyarakat dilatarbelakangi adanya perbedan-perbedaan seperti perbedaan etnis, adat isitiadat,
bahasa daerah, agama, dan geografis. Sementara dari segi vertikal, pluralitas masyarakat
dilatarbelakangi adanya perbedan-perbedaan seperti perbedaan tingkat pendidikan, ekonomi dan
tingkat sosial budaya. Manusia Indonesia memiliki peran dalam rangka mencapai keselarasan
dan keseimbangan baik dalam hidup manusia sebagai pribadi maupun sebagai makhluk sosial
dalam hubungan manusia dengan masyarakat, sesama manusia, dengan alam, dan dengan
Tuhannya dalam mengejar kemajuan dan
kebahagiaan rohaniah.
Manusia Indonesia merupakan faktor yang menentukan arah dan perkembangan Bangsa
Indonesia (Pasaribu, 2013). Sumber daya manusia memegang kunci dalam berbagai proses
bangsa sehingga perlu perlu dipersiapkan secara terstruktur dan terencana. Sumber daya manusia
yang berkualitas dapat difungsikan sebagai ujung tombak untuk mencegah keterpurukan
antarbangsa. Menurut Alpha Amirrachman - Deklarator dan Direktur Riaet Indonesia Mendidik,
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia menunjukkan angka yang tidak maksimal yakni

hanya mampu menempati posisi ke 110 dari 188 negara (Putri, 2016). Hal ini dikarenakan
adanya kesenjangan gender dan kualitas pendidikan yang rendah. Selain itu, usia harapan hidup
masyarakat Indonesia juga rendah karena faktor kesehatan yang belum memadai.
Saat ini, rata-rata angka untuk masyarakat Indonesia sekolah baru mencapai 7,6 tahun
(Putri, 2016). Anak-anak perempuan hanya belajar selama 7 tahun dibandingkan dengan anak
laki-laki yang belajar selama 8,2 tahun (Putri, 2016). Pada segi kesenjangan gender dalam
pekerjaan, Alpha menyebutkan bahwa hanya sekitar 51% dari perempuan yang bekerja.
Sementara jumlah laki-laki yang bekerja sudah mencapai 84%. Kondisi tersebut perlu mendapat

perhatian dari pemerintah dan pemangku kepentingan serta memerlukan komitmen dan
konsistensi jangka panjang agar indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia dapat lebih baik.
Menurut Mochtar Lubis (dalam Dezellynda, 2015), manusia Indonesia memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Hipokritis atau munafik. Sifat munafik dilatarbelakangi oleh ketidakjujuran dalam
berbagai hal. Hal ini dapat terlihat ketika seseorang mengatakan sesuatu yang berbeda
dari fakta yang terjadi. Sifat munafik juga dapat disebabkan adanya paksaaan atau
tekanan yang membuat sesorang berkata tentang hal yang bukan sebenarnya. Sebagai
contoh adanya kasus pungutan liar yang dilakukan oleh petugas jembatan timbang di
Kabupaten Batang, Jawa Tengah (Ige, 2014). Pada kasus ini, para sopir dan kernet truk
memberikan uang secara langsung ke meja petugas jembatan timbang tanpa adanya

bukti struk yang sah. Akibat dari adanya pungutan liar ini adalah ruas jalan menjadi
cepat rusak karena truk-truk yang melintas melebihi muatan yang telah ditetapkan dan
nilai kerusakan itu mencapi Rp300 miliar (Ige, 2014). Hal tersebut memperlihatkan
bahwa adanya upaya ketidakjujuran yang dilakukan baik oleh masyarakat Indonesia
dalam hal ini sopir dan kernet truk maupun oleh petugas jembatan timbang.
2. Enggan bertanggung jawab atas perbuatan dan keputusannya. Sikap enggan
bertanggungjawab akan terlihat apabila terjadi suatu kesalahan dalam pekerjaan
sehingga antar pihak-pihak terkait akan saling lempar tanggung jawab atau saling
menyalahkan. Namun sebaliknya, saat ada kesuksesan setiap pihak akan mengklain
bahwa dirinya yang paling bertanggungjawab atas pekerjaan tersebut. Sebagai contoh,
pemerintah saling lempar tanggung jawab terkait penumpukan material bangunan di
badan jalan Lanto Daeng Pasewang tepatnya di depan kantor DPRD Maros (Bakrie, 21
September 2016). Sampah material yang menumpuk tersebut sering menyebabkan
kemacetan. Menurut pihak Dinas Kebersihan, masalah sampah material tersebut
seharusnya diselesaikan oleh kontraktornya. Sedangkan menurut Sekretaris DPRD, hal
itu seharusnya ditangani oleh Dinas Pekerjaan Umum. Akibatnya, masalah sampah
tersebut tidak langsung ditangani sehingga menyebabkan badan jalan menjadi kotor,
mengganggu pengguna jalan dan merusak pemandangan kota (Bakrie, 21 September
2016).
3. Berjiwa feodal. Jiwa feodal ini tercermin dalam hubungan antara penguasa dan

rakyatnya yaitu dimana segala keputusan ditetapkan oleh penguasa sementara rakyat

hanya mengikuti begitu saja keputusan tersebut. Sikap feodal ini akan terus mengakar
dalam kehidupan masyarakat Indonesia selama rakyat enggan melontarkan kritik
kepada penguasa dan penguasa enggan mendengarkan kritik dari rakyat. Sebagai
contoh, rendahnya partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan publik
seperti penetapan UMR. Hal ini dapat mengakibatkan keputusan yang diambil tidak
sesuai dengan kebutuhan hidup layak dari masyarakat.
4. Percaya takhayul. Masyarakat Indonesia mempercayai takhayul atau mitos-mitos
tertentu bersamaan dengan menganut religi. Hal itu ditunjukkan dengan adanya
berbagai simbol-simbol atau mantra untuk mendukung berbagai pekerjaannya. Sifat ini
diharapkan dapat dihilangkan agar masyarakat Indonesia bisa bergerak dan bertindak
secara lebih konkrit.
5. Artistik, yaitu manusia yang memiliki jiwa seni tinggi. Jiwa artistik yang dimiliki oleh
manusia Indonesia adalah ciri yang paling baik. Jiwa artistik membuat manusia
Indonesia dekat dan percaya dengan alam yang memiliki roh ,sukma ,dan jiwa.
Keindahan yang ada di alam lalu dituangkan dalam sebuah karya seni yang memiliki
nilai jual yang tinggi (Dezellynda, 2015). Contoh karya seni yang saat ini banyak dibuat
yaitu berupa webtoon baik yang bergenre komedi, romance, daily life maupun horror.
Karya seni yang dibuat oleh masyarakat dapat diikutsertakan dalam berbagai pameran

artistik baik dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini dapat mendorong peningkatan
kualitas manusia Indonesia dan memperkenalkan berbagai kreatifitas masyarakat
Indonesia.
6. Berwatak lemah, yaitu manusia Indonesia mudah sekali goyah terhadap sesuatu.
Penyebabnya adalah manusia Indonesia tidak berpegang teguh pada apa yang dirasa
benar dan sangat mudah terpengaruh hingga meninggalkan apa yang diyakininya. Sikap
manusia Indonesia yang seperti ini dilakukan untuk “survive” dalam perubahanperubahan yang terjadi di lingkungan.
Selain itu, Mochtar Lubis juga mengungkapkan terdapat beberapa karakteristik lain dari
manusia Indonesia diantaranya tidak suka bekerja keras, cenderung boros, tidak sabar, dan
mempunyai sifat iri dengki (dalam Dezellynda, 2015). Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa karakteristik manusia Indonesia menurut Mochtar Lubis cenderung
menonjolkan sisi-sisi negatif. Berbagai sisi negatif tersebut perlu segera dicarikan solusi untuk

mencapai terwujudnya manusia Indonesia yang berkualitas. Hal itu dapat dilakukan dalam
berbagai bentuk baik melalui pendidikan formal, informal maupun non formal.

Daftar Pustaka
Bakrie, Moehammad. (21 September 2016). Sampah Proyek Menumpuk Di Jalan, Pemerintah
Malah Saling Lempar Tanggung Jawab. http://news.inikata.com/read/2016/09/21 /
4189/sampah-proyek-menumpuk-di-jalan-pemerintah-malah-saling-lempar-tanggung

jawab/. Diakses 1 November 2016.
Dezellynda, Dea. (2015). Lubis: Realitas Manusia Indonesia. http://lsfcogito.org/lubis-realitasmanusia-indonesia/. Diakses 1 November 2016.
Ige, Edhie Prayitno. (28 April 2014). Temukan Pungli Di Jembatan Timbang, Gubernur Jateng
Marah Besar. http://m.liputan6,com/news/read/2042877/temukan-pungli-di-jembatantimbang-gubernur-jateng-marah-besar/. Diakses 1 November 2016.
Pasaribu, Rowland Bismark Fernando. (2013). Manusia dan Kebudayaan: Manusia Indonesia,
Nasionalisme, dan Simbolisme Kebudayaan. Jurnal Ilmu Budaya Dasar.
Putri, Winda Destiana. (07 Januari 2016). Indonesia Perlu Tingkatkan Kualitas Sumber Daya
Manusia. http://m.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/01/07/o0jz09359-indonesiaperlu-tingkatkan-kualitas-sumber-daya-manusia/. Diakses 1 November 2016.