Strategi Desain dan Perencanaan Ruang Te
san121212
Strategi Desain dan Perencanaan Ruang Terbuka Kota
dalam Konteks Perubahan Iklim
Fitria Aurora Feliciani1
1 PAKLIM GIZ Malang Jawa Timur
[email protected], [email protected]
ABSTRAK
Emisi gas rumah kaca (GRK) bertanggung jawab untuk perubahan iklim. Fenomena perubahan
iklim seperti kenaikan suhu, kenaikan muka air laut, meningkatkan cuaca ekstrim sudah terasa
perlu dan menjadi pertimbangan dalam desain dan perencanaan di masa depan. Lingkungan
binaan manusia juga turut bertanggung jawab untuk berkontribusinya terhadap perubahan
iklim. Bangunan khususnya secara global menyumbang 40% energi global dan sepertiga emisi
dunia. Emisi GRK berasal dari bangunan setelah bangunan beroperasi. Perlu diingat bahwa setiap
bangunan memiliki konsekuensi lingkungan seperti meningkatkan sampah dan transportasi yang
mana juga meruapakan sumber emisi GRK. Dengan demikian, desain dan perencanaan
lingkungan yang lebih baik dibangun memiliki kesempatan signifikan untuk mengurangi
pelepasan emisi gas rumah kaca. Ruang terbuka memainkan peran penting dalam perubahan
iklim untuk kedua adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim. Umumnya ruang ini dapat
mendukung upaya adaptasi dengan jalan pada pengurangan risiko bencana; dan upaya mitigasi
dapat menciptakan penyerap karbon, dan lebih jauh lagi, dengan desain dan perencanaan yang
baik memiliki kesempatan untuk mengurangi emisi dari transportasi. Mengingat pentingnya
peran ruang terbuka, dalam situasi perubahan iklim saat ini, strategi desain untuk ruang terbuka
di kontens perubahan iklim. Studi ini akan mengeksplorasi tentang strategi desain ruang terbuka
dalam konteks perubahan iklim (apa, kapan, siapa, mengapa, di mana, dan bagaimana). Ada
empat pendekatan utama yang dapat mempertimbangkan diantaranya (1) mengevaluasi status
saat ini ruang terbuka dan hubungan kepada lebih luas (2) memeriksa perubahan skenario iklim
iklim dan memeriksa kekuatan potensi dan kelemahan (3) mempertimbangkan baik adaptasi dan
mitigasi (4) mempertimbangkan untuk menerapkan pengetahuan lokal-kearifan mana yang
sesuai. Kearifan lokal dan pengetahuan atau lokalitas semakin dikenal sebagai salah satu respon
menanggapi perubahan iklim. Makalah ini juga akan secara singkat menyentuh pada bagaimana
ruang terbuka dapat berkelanjutan di masa depan.
Keywords: strategi desain dan perencanaan, ruang terbuka, perubahan iklim, adaptasi dan
mitigasi
1.
Latar Belakang
Emisi gas rumah kaca (GRK) merupakan penyebab utama perubahan iklim. Peningkatan GRK
melalui kegiatan manusia yang berlebihan telah mengakibatkan pemanasan tambahan permukaan
bumi (Nyong et al, 2006) dan berujung kepada perubahan iklim. Hal ini ditandai dengan empat (4)
fenomena perubahan iklim utama (Bappenas 2010) yaitu meningkatkan kenaikan permukaan laut,
peningkatan suhu global, curah hujan meningkat dan kejadian ekstrem telah menyebabkan dampak
yang cukup besar di Indonesia. Dampak fenomena perubahan iklim yang dijetahui dinataranya,
banjir, kekeringan, angin ribut, menurunnya produksi tanaman pangan, tidak dapat diprediksinya
penyakit dan musim. Beberapa dari dampak sudah terjadi dan mengancam pusat populasi manusia
seperti daerah perkotaan. Di Malang Raya misalnya, berdasarkan studi oleh Kementerian Lingkungan
Hidup (2010), perkiraan perubahan iklim yang akan terjadi adalah kenaikan suhu sebesar 0,5-0,7
dalam 25 tahun terakhir, variabilitas iklim dalam dua dekade terakhir akibat ENSO dan variabilitas
meningkat dalam kering dan basah musim dan curah hujan meningkat dalam 10 tahun terakhir
dengan antara 60-100 mm. Kota Malang sendiri sudah mengalami perubahan musim tidak menentu
san121212
dan kejadian peningkatan banjir dan badai longsor, lokal dan peningkatkan penyakit Demam
Berdarah (PAKLIM 2011).
Lingkungan binaan tidak hanya menerima dampak dari perubahan iklim. Lingkungan binaan
juga dianggap sebagai sektor penyumbang GRK. Bangunan bertanggung jawab atas lebih dari 40
persen dari penggunaan energi global dan sepertiga dari emisi GRK global, baik di negara maju dan
berkembang, jumlah ini setara dengan 2.500 juta t CO2oe setiap tahun (UNEP 2007, UNEP 2009).
Indonesia menyumbangkan jumlah tinggi emisson global. Pada tahun 2005, Indonesia
diperkirakan melepaskan di 2,3 Gt CO2e, dan menjadi salah satu penghasil emisi terbesar dunia
(Forest Climate Center 2009). Emisi Indonesia diperkirakan akan tumbuh 2% per tahun mencapai
2,8 Gt CO2e pada tahun 2020 dan 3,6 Gt CO2e pada tahun 2030. Sumber utama emisi meningkat
berasal dari lahan gambut, LULUCF, listrik, transportasi, sedangkan sektor lain meningkat hanya
sedikit atau tetap konstan. Indonesia memberikan kontribusi yang cukup rendah dalam membangun
sektor emisi dibandingkan dengan negara-negara lain. Indonesia sektor bangunan, pada tahun 2005
berasal dari emisi langsung 20 juta t CO2e, diperkirakan menjadi dua kali lipat pada tahun 2030
sebesar 40 juta t CO2e. Hal ini didorong oleh pertumbuhan konsumsi energi di sektor perumahan dan
komersial. Perubahan iklim merupakan fenomena global yang mana semua wilayah di dunia akan
terpengaruh.
Ruang terbuka memiliki posisi yang unik. Ruang terbuka bisa menjadi bagian solusi dari
perubahan iklim, baik upaya mitigasi dan adaptasi. Ruang terbuka dalam konteks perkotaan tidak
hanya melayani fungsi sosial tetapi juga dapat melayani fungsi lingkungan. Namun, ruang-ruang
terbuka perkotaan di daerah perkotaan di negara-negara berkembang di Indonesia sebagian besar
waktu tidak diabaikan dan menunjukkan tren negatif pada pengurangan oleh konversi lahan yang
cepat. Ruang yang lebih terbuka diubah menjadi ruang terbangun keras . Tulisan ini akan membahas
strategi desain ruang terbuka dalam konteks perubahan iklim. Bagaimana langkah-langkah
menanggapi perubahan iklim dalam desain dan perencanaan ruang terbuka khususnya di daerah
perkotaan. Studi ini juga akan membahas bagaimana ruang terbuka ini menjadi lebih tangguh dan
berkelanjutan.
2.
Emisi GRK, Perubahan Iklim dan Ruang Terbuka
2.1
Emisi gas rumah kaca dan lingkungan terbangun
Perubahan iklim pada awalnya mulai dari pelepasan emisi gas rumah kaca (GRK) ke atmosfer.
Emisi adalah pelepasan gas atmosfir baik disengaja ataupun tidak. Gas rumah kaca sendiri adalah gas
dari atmosfer, baik bersumber alam dan antropogenik, yang menyerap dan memancarkan radiasi
pada panjang gelombang tertentu dalam spektrum radiasi infra merah yang dipancarkan oleh
permukaan bumi, atmosfer dan awan. Uap air (H2O), karbon dioksida (CO2), nitrous oxide (N2O),
metana (CH4) dan ozon (O3) adalah gas rumah kaca utama di atmosfer bumi. Daftar emisi GRK
dikenal ditunjukkan dalam tabel 1. GRK dapat tinggal di atmosfer dalam jangka waktu bervariasi dari
jam sampai ribuan tahun.
Gas-gas ini menyebabkan efek rumah kaca dan gas rumah kaca sebetulnya diperlukan bumi untuk
mempertahankan suhu. Tapi ketika emisi GRK yang dilepaskan berlebihan, hal itu akan
menyebabkan pemanasan global.
Sebagai tingkat emisi gas rumah kaca meningkat di atmosfer, semakin banyak panas yang
terperangkap (efek rumah kaca) dan ini menyebabkan pemanasan global di bumi. Pemanasan global
mengacu pada peningkatan suhu permukaan bumi, termasuk udara, tanah dan air. Sebagian besar
peneliti sepakat bahwa, bumi telah menghangat signifikan sejak pertengahan abad ke-20 karena
peningkatan gas rumah kaca yang memerangkap panas di Bumi.
Tabel 1. Emisi GRK: jenis, sumber antropogenik, kehidupan rentang waktu di athmosphere dan
potensi pemanasan global
Greenhouse
Gas
Carbon
Dioxide
Chemical
Formula
CO2
Methane
CH4
Nitrous
Oxide
N2O
Tropospheric
O3
Anthropogenic Sources
Fossil-fuel combustion, Landuse conversion, Cement
Production
Fossil fuels,
Rice paddies,
Waste dumps
Fertilizer,
Industrial processes,
Combustion
Fossil fuel combustion,
Atmospheric
Lifetime1(years)
~1001
GWP2 (100 Year
Time Horizon)
1
121
25
1141
298
hours-days
N.A.
san121212
Greenhouse
Gas
Ozone
Chemical
Formula
CFC-12
CCL2F2
Anthropogenic Sources
Atmospheric
Lifetime1(years)
GWP2 (100 Year
Time Horizon)
100
10,900
12
3,200
1,810
22,800
Industrial emissions, Chemical
solvents
Liquid coolants,
Foams
Refrigerants
Dielectric fluid
HCFC-22
CCl2F2
Sulfur
SF6
Hexaflouride
(Sumber: http://www.c2es.org/facts-figures/basics/main-ghgs)
Lingkungan binaan memiliki dampak pada lingkungan, aktivitas-aktivitas melepaskan emisi GRK.
Keterkaitan antara lingkungan binaan dan kontribusi perubahan iklim secara umum, siklus hidup
bangunan terlihat dalam gambar 2. Emisi GRK langsung berasal dari kegiatan yang berasal dari
lingkungan binaan itu sendiri dan emisi GRK tidak langsung berasal dari kegiatan sampingan karena
adanya 'lingkungan binaan'.
Gambar 2. Hubungan antara siklus hidup bangunan dan kontribusinya terhadap perubahan iklim
(Sumber: Fitria A. Feliciani 2012)
Dilihat dari perspektif siklus produksi bangunan, dari ekstraksi bahan sampai dengan
pembongkaran bangunan, emisi gas rumah kaca secara terus menerus dilepaskan. Sedangkan dari
sudut siklus bangunan bisa diketahui bahwa tahap desain dan perencanaan awal menentukan
bagaimana lingkungan binaan nantinya dan cara mengoperasikan. Pada akhirnya juga akan
menentukan emisi GRK yang dilepaskan nantinya.
2.2
Adaptasi dan Mitigasi Perubahan iklim
Umumnya ada dua langkah utama untuk menanggapi perubahan iklim yaitu adaptasi dan
mitigasi. Keterkaitan terhadap lingkungan binaan dengan dua langkah ini terdapat pada gambar 3.
Adaptasi pada dasarnya mempersiapkan dampak-dampak perubahan iklim tak terelakkan. Adaptasi
memiliki hubungan yang kuat dengan risiko perubahan iklim dan dampak seperti banjir, gelombang
panas, dll. Beberapa solusi dari adaptasi seperti ruang hijau perkotaan yang mana hal ini dapat
membantu untuk meringankan konsekuensi dari perubahan iklim melalui: pendinginan skala
lingkungan, manajemen air, dan menyediakan habitat untuk keanekaragaman hayati.
Mitigasi adalah tindakan membatasi perubahan iklim lebih lanjut, utamanya usaha untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer. Meskipun sumber-sumber GRK
bervariasi, ruang hijau perkotaan dapat mengurangi dampak perubahan iklim melalui: penyerapan
polutan, termasuk gas rumah kaca, dan mempengaruhi perilaku masyarakat dalam rangka
mengurangi emisi gas rumah kaca.
san121212
Gambar 3. Hubungan antara lingkungan binaan (bangunan dan sekitarnya)
dalam konteks perubahan iklim
ATMOSFIR
MITIGASI
Dampak
perubahan
iklim:
mis, banjir,
longsor,
kekeringan air
Emisi langsung:
energi (listrik
dari sumber tidak
terbarukan) dan
sampah
ADAPTASI
(Sumber: Fitria A. Feliciani, 2012)
Dampak perubahan iklim tergantung pada lokasi dan situasi geografis sifatnya sangat
kontekstual. Dampak perubahan iklim dan risiko biasanya dalam konteks lokal dan dapat bervariasi
untuk satu bentuk lain, meskipun sumber emisi GRK dapat berasal dari mana saja di dunia. Dampakdampak ini bisa juga sebagian besar disebabkan karena situasi saat ini sudah cukup rentan dan
ditambah dengan adanya perubahan iklim membuat keadaan menjadi lebih buruk. Misalnya wilayah
kota Pasuruan sering mengalami banjir. Kondisi geografisnya yang di pesisir muara pantai dan
dilewati beberapa sungai. Pada kondisi biasa, Kota Pasuruan mendapatkan banjir rob dari pasang
surut dan pada saat yang bersamaan jika daerah hulu terkena hujan atau di dalam kota menerima
hujan deras. Dengan adanya tekanan perubahan curah hujan yang tinggi, frekuensi dan magnitude
banjir di Kota Pasuruan beresiko semakin tinggi (PAKLIM 2011).
2.3
Ruang Terbuka Kota: Jenis dan Fungsi
Ruang terbuka atau ruang terbuka komunal adalah penggunaan lahan zona hukum untuk
penyediaan fasilitas ruang dan rekreasi terbuka untuk masyarakat umum (Government of Hongkong,
2011). Dalam konteks ini, ruang terbuka atau ruang terbuka komunal adalah zona terbuka dengan
yang digunakan untuk publik melayani berbagai keperluan atau mewadahi aktivitas publik bersama.
Keberadaan ruang terbuka ini memberikan manfaat baik secara ekonomi, sosial dan lingkungan
(tabel 2).
Tabel 2. Rangkuman manfaat ruang terbuka dari sisi lingkungan, ekonomi dan sosial
Lingkungan
Perlindungan dan peningkatan
lanskap, keanekaragaman hayati
dan geodiversity.
Kontrol iklim mikro
Ekonomi
Inspirasi dan saya tarik untuk
menarik investasi.
Meningkatkan kualitas tempat
membantu meningkatkan nilai
properti dan tanah
Sosial
Menyediakan kesempatan untuk
meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan
Menyediakan kesempatan rekreasi
dan bersantai.
san121212
Lingkungan
Membantu menjaga kualitas air
dan manajemen banjir
Membantu penyerapan karbon
Efisien penggunaan lahan
Ekonomi
Kedekatan dengan lingkungan yang
menarik membantu meningkatkan
produktivitas tenaga kerja dan
mengurangi ketidakhadiran
Meningkatkan lapangan kerja
pariwisata menarik modal dan
mendukung
Peluang baru dan meningkatkan
ekonomi lokal.
Sosial
Menyediakan kesempatan belajar
dan pendidikan, termasuk
pembelajaran untuk orang dewasa.
Memfasilitasi kohesi masyarakat
dengan memberikan kesempatan
untuk memperkuat perasaan rasa
memiliki lokal dan rasa.
(Sumber: Glasglow City Council 2010)
Ruang terbuka sendiri bervariasi dari macam dan jenisnya yang mana pembagian secara spasial
bisa meliputi tingkatan dari kecamatan hingga skala regional, dengan kondisi dan fungsi yang
berbeda-beda. Ruang terbuka yang dimaksud dibatasi pada taman, plaza, jalur hijau dan jalan,
dengan deskripsi sebegai berikut (Byrne and Sipe 2010). Taman dapat beragam bentuknya seperti
taman kota, taman alam, taman lingkungan, taman untuk olahraga (golf), hutan kota dan sejenisnya.
Plaza adalah ruang terbuka tradisional yang sering bertindak sebagai focal point di ruang publik.
Umumnya berupa lahan dengan perkerasan di antara atau dikelilingi oleh gedung-gedung, dan
berfungsi sebagai tempat pertemuan dan sering mengambil bentuk persegi tetapi dapat sangat
bervariasi. Jalur hijau adalah koridor linier digunakan untuk berjalan jogging, bersepeda. Sedangkan
jalan, di sebagian besar kota jalan memiliki hirarki mulai dari gang-gang kecil hingga jalan besar.
Banyak dari jalan-jalan tidak dapat dianggap sebagai ruang terbuka karena berfungsi sebagai lalu
lintas utama untuk kendaraan. Tetapi beberapa jenis jalan seperti jalur pejalan kaki dan jalur jalan
pejalan kaki di suatu kawasan wilayah terbangun, misalnya mall dapat melakukan fungsi sebagai
ruang terbuka.
3.
Ruang Terbuka dan Perubahan Iklim
Seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya ruang terbuka kontribusi positif bagi kota dari sisi
lingkungan, ekonomi dan sosial. Dalam konteks perubahan iklim, ruang terbuka dianggap dari solusi
untuk mengatasi perubahan iklim, baik dari adaptasi dan mitigasi sisi.
Di daerah perkotaan di mana sudah terjadi urban heat island effect, panas yang disebabkan oleh
muka lingkungan tervbangun,misalnya dari fasade bangunan dan perkerasan di perkotaan.
Kenaikan suhu dirasakan lebih akut di daerah perkotaan karena kota cenderung menyimpan dan
mempertahankan panas matahari yang lebih banyak. Kenaikan suhu ini juga ditambahkan lagi
tekanan perubahan iklim dari emisi GRK. Di sisi mitigasi ruang terbuka seperti taman dan hutan kota
memberikan lahan untuk penyerapan karbon. Taman-taman ini juga dapat berfungsi sebagai
pengontrol iklim lokal. Menyediakan lebih banyak jalur-jalur hijau, seperti jalur untuk bersepada dan
pedestrian yang baik dan dapat diakses secara luas, dapat mendorong untuk pengurangan
pemakaian kendaraan pribadi. Nantinya dapat mengurangi pelepasan emisi GRK dari transportasi. Di
sisi lain, ruang terbuka untuk kontribusi beradaptasi dengan perubahan iklim, infrastruktur hijau
menawarkan potensi penting untuk beradaptasi dengan perubahan iklim yang tak terelakkan
melalui pengelolaan air, mempertahankan suhu yang nyaman dan berlindung dari angin, ruang
untuk kebun masyarakat dalam menanggapi isu ketahanan pangan.
Perlu disadari bahwa ruang terbuka saat ini juga terkena dampak perubahan iklim. Peningkatan
fenomenda dan dampak perubahan iklim secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi ruangruang terbuka kota. Ruang-ruang terbuka komunal perlu menyesuaikan diri untuk situasi iklim yang
baru. Perlunya mengevaluasi ruang terbuka saat ini dan/atau memasukkan pertimbangan perubahan
iklim untuk pembangunan ruang terbuka di masa yang akan datang. Aturan dan kebijakan mengenai
ruang terbuka secara lebih luas/skala kota perlu dilakukan evaluasi. Implementasi kebijakan dan
pemantauan untuk ruang terbuka juga diperlukan ruang untuk mengontrol perkembangan ruang
terbuka dan sekitarnya. Salah satu kondisi yang harus dipertimbangkan, tidak hanya berhenti sampai
perencanaan saja, namun benar-benar harus menerapkannya dalam realitas.
Kontribusi positif ruang terbuka untuk kehidupan secara umum sudah diketahui, tren ruang
terbuka di Indonesia tidak meningkat meskipun permintaan tinggi dari masyarakat, khususnya di
daerah perkotaan dan sekitarnya. Konversi lahan untuk berbagai keperluan manusia permukiman,
pusat komersial, Perkebunan sawit, dll. Bahkan, dalam konteks perubahan iklim berdasarkan studi
san121212
dari DNPI (2010) konversi lahan - LULUCF terus berlangsung dan berkontribusi dalam sebagian
besar emisi GRK Indonesia. Konversi lahan secara umum tidak hanya menciptakan masalah
degradasi lingkungan (hilangnya penyerapan karbon, polusi air dan tanah, keanekaragaman hayati
dan habitat satwa liar) dan masalah sosial konflik antara pengusaha dan masyarakat lokal.
Pembangunan negara dalam hal ekonomi mutlak dibutuhkan, namun juga perlu pengelolaan yang
akan memberikan manfaat juga bagi lingkungan dan masyarakat; tidak hanya pada masa sekarang
namun juga untuk generasi berikutnya.
Lahan di bumi terbatas dan tidak akan bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah manusia.
Manusia sendiri menggunakan lahan untuk berbagai kebutuhan hidupya mulai untuk tinggal, makan,
melakukan berbagai macam kegiatan. Tidak seperti yang sudah diyakini sebelumnya bahwa alam
tidak terbatas, melihat situasi perubahan iklim saat ini sudah jelas bahwa alam memiliki batas
kapasitas.
Desain dan perencanaan ruang terbuka, terkait dengan perencanaan kota dan regional perlu hatihati rencana sehingga akan mencegah konsekuensi yang tidak diinginkan di masa depan. Perlunya
mempertimbangkan mekanisme-mekanisme kompensasi ruang terbuka yang sudah hilang dan
pengesahan status ruang terbuka secara hukum yang sudah ada saat ini.
4.
Strategi Desain dan Perencanaan Ruang Terbuka Kota
Pendekatan strategi desain dan perencanaan ruang terbuka kota untuk evaluasi dan
pembangunan baru dalam konteks perubahan iklim adalah sebagai beikut. Pertama, mengevaluasi
status kondisi ruang terbuka saat ini dan hubungannya ke ruang terbuka kepada lebih luas dan
lingkungan sekitarnya. Di tahapan ini melihat lebih luas pada hubungan ruang terbuka dan kaitannya
dengan lingkungan sekitarnya dan fungsinya di masa yang akan datang. Beberapa pertanyaan yang
dapat membantu proses ini misalnya, apakah fungsi ruang terbuka yang saat ini diemban?
Bagaimanakah fungsi ruang terbuka ini di masa depan dalam perencanaan jangka panjang kota?
Apakah akan ada perubahan? Contoh ide yang bisa diterapkan antara lain ketika penyusunan
masterplan untuk perumahan baru misalnya, fokus pertama menciptakan hubungan elemen-elemn
lanskap - taman, sungai koridor - dan memperlakukan jalan sebagai elemen lanskap hijau
terintegrasi.
Kedua, perencana, desainer perkotaan, arsitek, dan pengembang harus mempertimbangkan iklim
diperkirakan lebih dari satu abad ini pada tahap desain dari setiap program pembangunan,
perbaikan atau regenerasi baru untuk membantu masyarakat beradaptasi terhadap perubahan iklim
(Shaw et. Al 2007). Dalam hal ini dilakukan dengan jalan memeriksa skenario iklim atau tren iklim
kota di masa yang akan datang. Hal ini bisa dilakukan dengan memeriksa hasil penelitian tentang
iklim makro-mikro dan tren perubahan iklim dari institusi terkait seperti BMKG, universitas lokal,
Badan PBB dan institusi lain yang terkait. Skenario iklim ini dijadikan pertimbangan sebagai masa
depan dalam merancang ruang terbuka. Misalnya dengan situasi hujan yang cukup deras di
permukiman tertentu, lebih efektif membangun embung yang dapat berfungsi sebagai fasilitas olah
raga publik daripada membangun rumah pompa. Di sini juga perlu juga di dalamnya melihat potensi
dan kelemahan dari skenario iklim yang mungkin terjadi. Saat ini, secara umum untuk proyeksi
skenario iklim tingkat lokal belum tersedia. Cara lain dapat dengan mengambil informasi data
historis iklim dan mengikuti sesuai dengan skenario iklim global dan regional yang sudah ada.
Ketiga, selalu mempertimbangkan adaptasi dan mitigasi. Cara termudah atau aturan praktis
adalah adaptasi berhubungan dengan dampak risiko perubahan iklim yang mungkin terjadi dan
menangani mitigasi pencegahan pelepasan emisi GRK yang umumnya dalam lingkup perkotaan
terkait dengan isu penghematan energi, transportasi pengurangan sampah dan limbah. Contoh ide
yang bisa dipertimbangkan di sini misalnya, bagaimana desain dan perencanaan ruang terbuka yang
membantu mengurnagi ketergantungan pada kendaraan pribadi; bagaimana desain dan perencanaan
ruang terbuka yang dapat beradaptasi sekaligus membantu menyerap air berlebih akibat dampak
banjir.
Strategi desain dan perencanaan dengan pendekatan ramah lingkungan biasanya sudah
memasukkan unsur adaptasi dan mitigasi. Misalnya, Ken Yeang memiliki EcoDesign sebagai integrasi
strategi empat (4) warna infrastruktur yang berbeda yaitu abu-abu, biru. merah dan hijau,.
san121212
Infrastruktur abu-abu mengacu pada infrastruktur yang sifatnya teknis. Infrastruktur ini dapat
difokuskan penggunaan teknologi bersih dan teknologi yang ramah lingkungan. Infrastruktur biru
untuk pengelolaan air, ditujukan membuat sistim drainase yang berkelanjutan, misalnya dengan
mengupayakan pengelolaan air kembali ke dalam ke tanah (closed loop) dan rainwater harvesting.
Infrastruktur merah mengacu infrastruktur yang berhubungan dengan manusia, hardscapes, produk
dan sistim aturan. Misalnya dalam hal pengelolaan sampah dan limbah, penggunaan air.
Infrastruktur hijau adalah mengacu pada keseimbangan keanekaragaman hayati dan hubungan
ekologis. Misalnya penanaman tipe flora tertentu yang ditanam sehingga akan menarik hewanhewan sehingga meningkatkan keanekaragaman hayati.
Keempat, memasukkan unsur-unsur lokalitas. Pengetahuan adat dipahami sebagai bentuk
pengetahuan lokal, terikat untuk masyarakat, tempat, dan cara hidup (Ross, Pickering Sherman et al
2011 di Cobb 2011.). 'Kelokalan' sebaiknya tidak dipahami dalam arti sempit sebagai merujuk pada
lokasi saja, melainkan sebagai pengetahuan yang budaya dan ekologis terletak (Bicker et al, 2004).
Lokalitas semakin lama dianggap memiliki kontribusi penting dalam perubahan iklim. Pengetahuan
lokal-pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan lingkungan tempat tertentu
langsung, menyiratkan relevansi yang lebih luas (Bicker et al, 2004). Lokalitas dalam konteks
perubahan iklim kini semakin menunjukkan kemiripan dengan metode ilmiah, banyak ide dalam
pengetahuan lokal yang sebelumnya dianggap sebagai primitif, kini dipandang sebagai yang tepat
dan canggih. Lebih jauh lagi dapat juga memasukkan input dari masyarakat lokal, khususnya terkait
dengan riwayat lingkungan. Contoh penerapannya dalam desain dan perencanaan ruang terbuka
yang paling mudah misalnya dengan penggunaan bahan-bahan lokal yang mudah tersedia. Perlu
diingat bahwa tidak semua pengetahuan lokal dapat sesuai diterapkan dan semuanya harus
ditimbang dengan baik. Ringkasan dari strategi ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Strategi desain dan perencaanaan dalam konteks perubahan iklim untuk ruang terbuka
Strategi
Kapan (waktu) dan
di mana (fase
desain bangunan)
Penanggungjawab
1 Evaluasi status ruang
terbuka saat ini
2 Memeriksa skenario dan
trend iklim ke depan
Pra desain dan
perencanaan
Desain dan
perencanaan
Arsitek dan klien
3 Mempertimbangkan
adaptasi dan mitigasi
Desain dan
perencanan
Arsitek dan insinyur
4 Memasukkan unsur lokal
Desain dan
perencanaan
Arsitek
Arsitek dan insinyur
Implementasi
Diskusi dengan klien,
peraturan pemerintah lokal
Mempelajari hasil
penelitian/pengamatan
skenario iklim lokal dari
BMKG atau instansi terkait
Pemilihan utilitas yang
rendah karbon, teknologi
sederhana, ramah lingkungan
Material lokal, vegetasi lokal,
teknik pembangunan lokal
(Sumber: Fitria A. Feliciani 2012)
5.
Ruang Terbuka Berkelanjutan dalam Konteks Perubahan Iklim
Ruang terbuka kota yang berkelanjutan dan tangguh memerlukan desain dan prencaan yang baik.
Contoh-contoh desain dan perencanaan ruang terbuka desain yang baik dengan sentuhan local
dibutuhkan. Namun, agar terus dapat bertahan membutuh lebih dari desain dan perencaan yang baik
Ruang terbuka memerlukan manajemen dan strategi (rencana operasi jangka panjang, monitoring
dan evaluasi, pendek-menengah-panjang).
Ruang terbuka dan keberlanjutannya memerlukan niat baik dan tata pemerintahan kota yang
baik. Di tahun 2011, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pekerjaan Umum meluncurkan
Green City Development Program (GCDP). Ini adalah sebagai mekanisme untuk kota-kota Indonesan
untuk memenuhi RTH 30% terbuka di kota. Dalam program ini mereka dirumuskan untuk
menggambarkan dalam rincian tertentu dari delapan (8) atribut kota hijau, yaitu hijau dan
perencanaan desain, komunitas hijau, ruang terbuka hijau, air hijau, limbah hijau, energi hijau,
san121212
transportasi hijau, dan green building (Kirmanto et al 2012). GCDP adalah pertama dan terutama
sebuah program kolaborasi antara kota / pemerintah daerah dengan masyarakat hijau, didukung
oleh pemerintah provinsi dan difasilitasi oleh Pemerintah Pusat melalui bantuan teknis dan
pengiriman insentif.
Partisipasi masyarakat dibutuhkan agar ruang terbuka tetap terjaga. Logikanya dengan
memberikan fasilitas ruang terbuka yang baik akan menciptakan dampak positif dan menumbuhkan
motivasi penduduk untuk meningkatkan skema melalui perubahan fisik dan pemeliharaan (Lay dan
Reis 2003). Hanya saja situasi di Indonesia saat ini, kesadaran masyarakat masih rendah. Agar
berkelanjutan, informasi, pendidikan dan peningkatan kesadaran bagi semua pihak perlu
ditingkatkan. Oleh karena itu masyarakat perlu diingatkan secara rutin dan berkala melalui kegiatankegiatan sosialisasi yang bersifat positif. Di tingkat pendidikan dasar perlunya memasukkan
kurikulum berbasis lingkungan sehingga meningkatkan kesadaran sejak dini.
Kolaborasi antara para pemangku kepentingan - pemerintah, masyarakat dan pihak lain (LSM
swasta dll). Jelas, ada potensi besar bagi pemerintah dan sektor publik untuk memimpin dengan
contoh. Pemerintah memiliki tiga alat: regulasi, insentif fiskal, dan pengadaan. Setiap tindakan oleh
sektor publik perlu dicocokkan dengan, dan dilakukan dalam kemitraan dengan, bisnis dan
masyarakat.
6.
Kesimpulan
Emisi GRK yang berlebihan dari sumber aktivitas manusia dilepaskan ke atmosfer merupakan
penyebab utama perubahan iklim. Karbon dioksida (CO2), nitrous oksida (N2O), metana (CH4) dan
ozon (O3) yang dikenal sebagai gas rumah kaca utama. Sebagian besar ilmuwan percaya bahwa
pemanasan dunia yang mengarah ke perubahan iklim sudah terjadi mulai dari abad ke-20.
Lingkungan yang dibangun bertanggung jawab atas pelepasan emisi gas rumah kaca ke atmosfer,
dari membangun produk sampai ke TPA, baik langsung maupun tidak langsung. Adaptasi dan
mitigasi adalah dua langkah utama untuk menanggapi perubahan iklim. Dalam Adaptasi pendek
adalah upaya menanggapi dampak perubahan iklim sedangkan mitigasi adalah upaya untuk
mengurangi pelepasan emisi gas rumah kaca ke atmosfer. Kedua langkah memiliki skala yang
berbeda. Adaptasi terutama dalam skala lokal, sedangkan mitigasi dalam skala global.
Ruang terbuka yang tidak terbangun daerah atau non-bangunan daerah akan penggunaan dan
manfaat bagi kepentingan umum. Beberapa contoh ruang terbuka taman, plaza, jalur hijau dan jalan
adalah beberapa ruang yang termasuk didalamnya. Dalam konteks perubahan iklim, ruang terbuka
dianggap dari solusi untuk mengatasi perubahan iklim dari kedua adaptasi dan mitigasi sisi. ruang
terbuka menyediakan sarana dan cara untuk mengurangi pelepasan emisi gas rumah kaca dari
transportasi dan menciptakan penyerap karbon, yang dianggap sebagai upaya mitigasi. Dari sisi
adaptasi, ruang terbuka dapat menyediakan untuk pengelolaan air banjir dan kebun masyarakat di
masalah makanan menanggapi keamanan. Ruang terbuka saat ini mungkin menderita dari dampak
perubahan iklim. Meningkatkan banjir, meningkatkan suhu secara langsung dan tidak langsung
mempengaruhi lingkungan dibangun saat ini dan ruang terbuka. Meskipun kontribusi positif untuk
lingkungan secara umum, tren ruang terbuka di Indonesia tidak menurun meskipun permintaan
tinggi dari masyarakat, khususnya di daerah perkotaan dan sekitarnya. Pembangunan benar-benar
diperlukan untuk pembangunan negara ekonomi, namun juga perlu mengelola dengan cara tertentu
yang akan memberikan manfaat juga bagi lingkungan dan masyarakat, tidak hanya hadir, tetapi juga
generasi berikutnya.
Desain strategi untuk merencanakan ruang terbuka dalam konteks perubahan iklim terdiri dari 4
tahap yaitu (1) mengevaluasi status saat ini ruang terbuka dan hubungan kepada lebih luas - ruang
daerah, (2) memeriksa skenario iklim / setiap studi penelitian tentang makro -mikro iklim
perubahan - membuat pertimbangan sebagai masa depan dalam merancang ruang terbuka.
Mengevaluasi potensi dan kelemahan dari skenario (3) selalu mempertimbangkan baik adaptasi dan
mitigasi, (4) mempertimbangkan untuk menerapkan pengetahuan lokal-kearifan mana yang sesuai.
Agar berkelanjutan dan tangguh untuk jangka panjang, ruang terbuka tidak hanya membutuhkan
desain yang baik dan perencanaan serta manajemen tetapi juga memerlukan partisipasi aktif dari
masyarakat, tata pemerinatah dan niat baik pemerintah lokal setempat dan kolaborasi antara
pemangku kepentingan terkait.
Referensi
A. Nyong Æ F. Adesina Æ B. Osman Elasha,
, The value of indigenous knowledge in climate change mitigation and
adaptation strategies in the African Sahel , Mitig Adapt Strat Glob Change
:
–797, [Online], Available:
http://ies.lbl.gov/iespubs/8nyong.pdf (November 2012)
san121212
Bappenas, 2010, Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap – ICCSR Scientific basis: Analysis and Projection of Sea Level
Rise and Extreme Weather
Bappenas, 2010,
Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap – ICCSR Scientific Basis: Analysis and Projection of
Temperature and Rainfall
Bicker A, Sillitoe P and Pottier J,
4, )nvestigating Local Knowledge; new directions new approaches , Ashgate
Byrne J and Sipe N,
, Green and open space planning for urban consolidation – A review of the literature and best
practice , [Online], Available : http://www.griffith.edu.au/__data/assets/pdf_file/0003/199128/urp-ip11-byrne-sipe2010.pdf (November 2012)
Cobb A, 2011, )ncorporating )ndigenous Knowledge Systems into Climate Change Discourse , [Online], Available:
http://cc2011.earthsystemgovernance.org/pdf/2011Colora_0130.pdf (November 2012)
DNPI (Dewan Nasional Perubahan Iklim, Indonesia ,
, )ndonesia s Greenhouse Gas Abatement Cost Curve , [Online],
Available : http://photos.mongabay.com/10/indonesia_ghg_cost_curve_english_sm.pdf (July 2012)
Forest climate center,
, Fact sheet – )ndonesia Greenhouse Gas Emission Cost Curve , [Online], Available :
http://forestclimatecenter.org/files/2009-08-27%20Fact%20Sheet%20%20Indonesia%20Greenhouse%20Gas%20Emission%20Cost%20Curve%20by%20Indonesia%20National%20Counci
l%20on%20Climate%20Change.pdf (July 2012)
Government of (ongkong,
, (ong Kong Planning and Standard Guidelines , [Online], Available :
http://www.pland.gov.hk/pland_en/tech_doc/hkpsg/full/ (November 2012)
Glasglow
City
Council,
2010,
Glasgow
Open
Space
Strategy ,
[Online],
Available:
http://www.glasgow.gov.uk/NR/rdonlyres/D2F0ABA1-662E-4D12-9C9199C37B6BD60B/0/110805_Glasgow_Open_Space_Strategy_Final_Nov.pdf (November 2012)
Kirmanto D, Ernawi IS, and Djakapermana RD,
, Indonesia Green City Development Program: an Urban Reform ,
[Online], Available: http://www.isocarp.net/Data/case_studies/2124.pdf (November 2012)
KL( Ministry of Environment )ndonesia ,
, Climate Change Risk and Adaptation Assesment: Greater Malang Raya
Synthesis Report
PAKL)M,
, Profil Resiko Perubahan )klim dan Usulan Rencana Aksi Adaptasi Kota Malang , Unpublished
PAKL)M,
, Profil Resiko Perubahan )klim dan Usualan Rencana Aksi Adaptasi Kota Pasuruan , Unpublished
Shaw, R., Colley, M., and Connell, R. (2007) Climate change adaptation by design: a guide for sustainable communities. TCPA,
London
UNEP,
,
Buildings
and
climate
change:
summary
for
policy
makers ,
[Online],
Available:
http://www.unep.org/sbci/pdfs/SBCI-BCCSummary.pdf (July 2012)
UNEP,
,
Guide to Greenhouse Gas emission reduction in UN organizations , [Online], Available:
http://www.greeningtheblue.org/sites/default/files/EmissionReductionGuide.pdf (July 2012)
Strategi Desain dan Perencanaan Ruang Terbuka Kota
dalam Konteks Perubahan Iklim
Fitria Aurora Feliciani1
1 PAKLIM GIZ Malang Jawa Timur
[email protected], [email protected]
ABSTRAK
Emisi gas rumah kaca (GRK) bertanggung jawab untuk perubahan iklim. Fenomena perubahan
iklim seperti kenaikan suhu, kenaikan muka air laut, meningkatkan cuaca ekstrim sudah terasa
perlu dan menjadi pertimbangan dalam desain dan perencanaan di masa depan. Lingkungan
binaan manusia juga turut bertanggung jawab untuk berkontribusinya terhadap perubahan
iklim. Bangunan khususnya secara global menyumbang 40% energi global dan sepertiga emisi
dunia. Emisi GRK berasal dari bangunan setelah bangunan beroperasi. Perlu diingat bahwa setiap
bangunan memiliki konsekuensi lingkungan seperti meningkatkan sampah dan transportasi yang
mana juga meruapakan sumber emisi GRK. Dengan demikian, desain dan perencanaan
lingkungan yang lebih baik dibangun memiliki kesempatan signifikan untuk mengurangi
pelepasan emisi gas rumah kaca. Ruang terbuka memainkan peran penting dalam perubahan
iklim untuk kedua adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim. Umumnya ruang ini dapat
mendukung upaya adaptasi dengan jalan pada pengurangan risiko bencana; dan upaya mitigasi
dapat menciptakan penyerap karbon, dan lebih jauh lagi, dengan desain dan perencanaan yang
baik memiliki kesempatan untuk mengurangi emisi dari transportasi. Mengingat pentingnya
peran ruang terbuka, dalam situasi perubahan iklim saat ini, strategi desain untuk ruang terbuka
di kontens perubahan iklim. Studi ini akan mengeksplorasi tentang strategi desain ruang terbuka
dalam konteks perubahan iklim (apa, kapan, siapa, mengapa, di mana, dan bagaimana). Ada
empat pendekatan utama yang dapat mempertimbangkan diantaranya (1) mengevaluasi status
saat ini ruang terbuka dan hubungan kepada lebih luas (2) memeriksa perubahan skenario iklim
iklim dan memeriksa kekuatan potensi dan kelemahan (3) mempertimbangkan baik adaptasi dan
mitigasi (4) mempertimbangkan untuk menerapkan pengetahuan lokal-kearifan mana yang
sesuai. Kearifan lokal dan pengetahuan atau lokalitas semakin dikenal sebagai salah satu respon
menanggapi perubahan iklim. Makalah ini juga akan secara singkat menyentuh pada bagaimana
ruang terbuka dapat berkelanjutan di masa depan.
Keywords: strategi desain dan perencanaan, ruang terbuka, perubahan iklim, adaptasi dan
mitigasi
1.
Latar Belakang
Emisi gas rumah kaca (GRK) merupakan penyebab utama perubahan iklim. Peningkatan GRK
melalui kegiatan manusia yang berlebihan telah mengakibatkan pemanasan tambahan permukaan
bumi (Nyong et al, 2006) dan berujung kepada perubahan iklim. Hal ini ditandai dengan empat (4)
fenomena perubahan iklim utama (Bappenas 2010) yaitu meningkatkan kenaikan permukaan laut,
peningkatan suhu global, curah hujan meningkat dan kejadian ekstrem telah menyebabkan dampak
yang cukup besar di Indonesia. Dampak fenomena perubahan iklim yang dijetahui dinataranya,
banjir, kekeringan, angin ribut, menurunnya produksi tanaman pangan, tidak dapat diprediksinya
penyakit dan musim. Beberapa dari dampak sudah terjadi dan mengancam pusat populasi manusia
seperti daerah perkotaan. Di Malang Raya misalnya, berdasarkan studi oleh Kementerian Lingkungan
Hidup (2010), perkiraan perubahan iklim yang akan terjadi adalah kenaikan suhu sebesar 0,5-0,7
dalam 25 tahun terakhir, variabilitas iklim dalam dua dekade terakhir akibat ENSO dan variabilitas
meningkat dalam kering dan basah musim dan curah hujan meningkat dalam 10 tahun terakhir
dengan antara 60-100 mm. Kota Malang sendiri sudah mengalami perubahan musim tidak menentu
san121212
dan kejadian peningkatan banjir dan badai longsor, lokal dan peningkatkan penyakit Demam
Berdarah (PAKLIM 2011).
Lingkungan binaan tidak hanya menerima dampak dari perubahan iklim. Lingkungan binaan
juga dianggap sebagai sektor penyumbang GRK. Bangunan bertanggung jawab atas lebih dari 40
persen dari penggunaan energi global dan sepertiga dari emisi GRK global, baik di negara maju dan
berkembang, jumlah ini setara dengan 2.500 juta t CO2oe setiap tahun (UNEP 2007, UNEP 2009).
Indonesia menyumbangkan jumlah tinggi emisson global. Pada tahun 2005, Indonesia
diperkirakan melepaskan di 2,3 Gt CO2e, dan menjadi salah satu penghasil emisi terbesar dunia
(Forest Climate Center 2009). Emisi Indonesia diperkirakan akan tumbuh 2% per tahun mencapai
2,8 Gt CO2e pada tahun 2020 dan 3,6 Gt CO2e pada tahun 2030. Sumber utama emisi meningkat
berasal dari lahan gambut, LULUCF, listrik, transportasi, sedangkan sektor lain meningkat hanya
sedikit atau tetap konstan. Indonesia memberikan kontribusi yang cukup rendah dalam membangun
sektor emisi dibandingkan dengan negara-negara lain. Indonesia sektor bangunan, pada tahun 2005
berasal dari emisi langsung 20 juta t CO2e, diperkirakan menjadi dua kali lipat pada tahun 2030
sebesar 40 juta t CO2e. Hal ini didorong oleh pertumbuhan konsumsi energi di sektor perumahan dan
komersial. Perubahan iklim merupakan fenomena global yang mana semua wilayah di dunia akan
terpengaruh.
Ruang terbuka memiliki posisi yang unik. Ruang terbuka bisa menjadi bagian solusi dari
perubahan iklim, baik upaya mitigasi dan adaptasi. Ruang terbuka dalam konteks perkotaan tidak
hanya melayani fungsi sosial tetapi juga dapat melayani fungsi lingkungan. Namun, ruang-ruang
terbuka perkotaan di daerah perkotaan di negara-negara berkembang di Indonesia sebagian besar
waktu tidak diabaikan dan menunjukkan tren negatif pada pengurangan oleh konversi lahan yang
cepat. Ruang yang lebih terbuka diubah menjadi ruang terbangun keras . Tulisan ini akan membahas
strategi desain ruang terbuka dalam konteks perubahan iklim. Bagaimana langkah-langkah
menanggapi perubahan iklim dalam desain dan perencanaan ruang terbuka khususnya di daerah
perkotaan. Studi ini juga akan membahas bagaimana ruang terbuka ini menjadi lebih tangguh dan
berkelanjutan.
2.
Emisi GRK, Perubahan Iklim dan Ruang Terbuka
2.1
Emisi gas rumah kaca dan lingkungan terbangun
Perubahan iklim pada awalnya mulai dari pelepasan emisi gas rumah kaca (GRK) ke atmosfer.
Emisi adalah pelepasan gas atmosfir baik disengaja ataupun tidak. Gas rumah kaca sendiri adalah gas
dari atmosfer, baik bersumber alam dan antropogenik, yang menyerap dan memancarkan radiasi
pada panjang gelombang tertentu dalam spektrum radiasi infra merah yang dipancarkan oleh
permukaan bumi, atmosfer dan awan. Uap air (H2O), karbon dioksida (CO2), nitrous oxide (N2O),
metana (CH4) dan ozon (O3) adalah gas rumah kaca utama di atmosfer bumi. Daftar emisi GRK
dikenal ditunjukkan dalam tabel 1. GRK dapat tinggal di atmosfer dalam jangka waktu bervariasi dari
jam sampai ribuan tahun.
Gas-gas ini menyebabkan efek rumah kaca dan gas rumah kaca sebetulnya diperlukan bumi untuk
mempertahankan suhu. Tapi ketika emisi GRK yang dilepaskan berlebihan, hal itu akan
menyebabkan pemanasan global.
Sebagai tingkat emisi gas rumah kaca meningkat di atmosfer, semakin banyak panas yang
terperangkap (efek rumah kaca) dan ini menyebabkan pemanasan global di bumi. Pemanasan global
mengacu pada peningkatan suhu permukaan bumi, termasuk udara, tanah dan air. Sebagian besar
peneliti sepakat bahwa, bumi telah menghangat signifikan sejak pertengahan abad ke-20 karena
peningkatan gas rumah kaca yang memerangkap panas di Bumi.
Tabel 1. Emisi GRK: jenis, sumber antropogenik, kehidupan rentang waktu di athmosphere dan
potensi pemanasan global
Greenhouse
Gas
Carbon
Dioxide
Chemical
Formula
CO2
Methane
CH4
Nitrous
Oxide
N2O
Tropospheric
O3
Anthropogenic Sources
Fossil-fuel combustion, Landuse conversion, Cement
Production
Fossil fuels,
Rice paddies,
Waste dumps
Fertilizer,
Industrial processes,
Combustion
Fossil fuel combustion,
Atmospheric
Lifetime1(years)
~1001
GWP2 (100 Year
Time Horizon)
1
121
25
1141
298
hours-days
N.A.
san121212
Greenhouse
Gas
Ozone
Chemical
Formula
CFC-12
CCL2F2
Anthropogenic Sources
Atmospheric
Lifetime1(years)
GWP2 (100 Year
Time Horizon)
100
10,900
12
3,200
1,810
22,800
Industrial emissions, Chemical
solvents
Liquid coolants,
Foams
Refrigerants
Dielectric fluid
HCFC-22
CCl2F2
Sulfur
SF6
Hexaflouride
(Sumber: http://www.c2es.org/facts-figures/basics/main-ghgs)
Lingkungan binaan memiliki dampak pada lingkungan, aktivitas-aktivitas melepaskan emisi GRK.
Keterkaitan antara lingkungan binaan dan kontribusi perubahan iklim secara umum, siklus hidup
bangunan terlihat dalam gambar 2. Emisi GRK langsung berasal dari kegiatan yang berasal dari
lingkungan binaan itu sendiri dan emisi GRK tidak langsung berasal dari kegiatan sampingan karena
adanya 'lingkungan binaan'.
Gambar 2. Hubungan antara siklus hidup bangunan dan kontribusinya terhadap perubahan iklim
(Sumber: Fitria A. Feliciani 2012)
Dilihat dari perspektif siklus produksi bangunan, dari ekstraksi bahan sampai dengan
pembongkaran bangunan, emisi gas rumah kaca secara terus menerus dilepaskan. Sedangkan dari
sudut siklus bangunan bisa diketahui bahwa tahap desain dan perencanaan awal menentukan
bagaimana lingkungan binaan nantinya dan cara mengoperasikan. Pada akhirnya juga akan
menentukan emisi GRK yang dilepaskan nantinya.
2.2
Adaptasi dan Mitigasi Perubahan iklim
Umumnya ada dua langkah utama untuk menanggapi perubahan iklim yaitu adaptasi dan
mitigasi. Keterkaitan terhadap lingkungan binaan dengan dua langkah ini terdapat pada gambar 3.
Adaptasi pada dasarnya mempersiapkan dampak-dampak perubahan iklim tak terelakkan. Adaptasi
memiliki hubungan yang kuat dengan risiko perubahan iklim dan dampak seperti banjir, gelombang
panas, dll. Beberapa solusi dari adaptasi seperti ruang hijau perkotaan yang mana hal ini dapat
membantu untuk meringankan konsekuensi dari perubahan iklim melalui: pendinginan skala
lingkungan, manajemen air, dan menyediakan habitat untuk keanekaragaman hayati.
Mitigasi adalah tindakan membatasi perubahan iklim lebih lanjut, utamanya usaha untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer. Meskipun sumber-sumber GRK
bervariasi, ruang hijau perkotaan dapat mengurangi dampak perubahan iklim melalui: penyerapan
polutan, termasuk gas rumah kaca, dan mempengaruhi perilaku masyarakat dalam rangka
mengurangi emisi gas rumah kaca.
san121212
Gambar 3. Hubungan antara lingkungan binaan (bangunan dan sekitarnya)
dalam konteks perubahan iklim
ATMOSFIR
MITIGASI
Dampak
perubahan
iklim:
mis, banjir,
longsor,
kekeringan air
Emisi langsung:
energi (listrik
dari sumber tidak
terbarukan) dan
sampah
ADAPTASI
(Sumber: Fitria A. Feliciani, 2012)
Dampak perubahan iklim tergantung pada lokasi dan situasi geografis sifatnya sangat
kontekstual. Dampak perubahan iklim dan risiko biasanya dalam konteks lokal dan dapat bervariasi
untuk satu bentuk lain, meskipun sumber emisi GRK dapat berasal dari mana saja di dunia. Dampakdampak ini bisa juga sebagian besar disebabkan karena situasi saat ini sudah cukup rentan dan
ditambah dengan adanya perubahan iklim membuat keadaan menjadi lebih buruk. Misalnya wilayah
kota Pasuruan sering mengalami banjir. Kondisi geografisnya yang di pesisir muara pantai dan
dilewati beberapa sungai. Pada kondisi biasa, Kota Pasuruan mendapatkan banjir rob dari pasang
surut dan pada saat yang bersamaan jika daerah hulu terkena hujan atau di dalam kota menerima
hujan deras. Dengan adanya tekanan perubahan curah hujan yang tinggi, frekuensi dan magnitude
banjir di Kota Pasuruan beresiko semakin tinggi (PAKLIM 2011).
2.3
Ruang Terbuka Kota: Jenis dan Fungsi
Ruang terbuka atau ruang terbuka komunal adalah penggunaan lahan zona hukum untuk
penyediaan fasilitas ruang dan rekreasi terbuka untuk masyarakat umum (Government of Hongkong,
2011). Dalam konteks ini, ruang terbuka atau ruang terbuka komunal adalah zona terbuka dengan
yang digunakan untuk publik melayani berbagai keperluan atau mewadahi aktivitas publik bersama.
Keberadaan ruang terbuka ini memberikan manfaat baik secara ekonomi, sosial dan lingkungan
(tabel 2).
Tabel 2. Rangkuman manfaat ruang terbuka dari sisi lingkungan, ekonomi dan sosial
Lingkungan
Perlindungan dan peningkatan
lanskap, keanekaragaman hayati
dan geodiversity.
Kontrol iklim mikro
Ekonomi
Inspirasi dan saya tarik untuk
menarik investasi.
Meningkatkan kualitas tempat
membantu meningkatkan nilai
properti dan tanah
Sosial
Menyediakan kesempatan untuk
meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan
Menyediakan kesempatan rekreasi
dan bersantai.
san121212
Lingkungan
Membantu menjaga kualitas air
dan manajemen banjir
Membantu penyerapan karbon
Efisien penggunaan lahan
Ekonomi
Kedekatan dengan lingkungan yang
menarik membantu meningkatkan
produktivitas tenaga kerja dan
mengurangi ketidakhadiran
Meningkatkan lapangan kerja
pariwisata menarik modal dan
mendukung
Peluang baru dan meningkatkan
ekonomi lokal.
Sosial
Menyediakan kesempatan belajar
dan pendidikan, termasuk
pembelajaran untuk orang dewasa.
Memfasilitasi kohesi masyarakat
dengan memberikan kesempatan
untuk memperkuat perasaan rasa
memiliki lokal dan rasa.
(Sumber: Glasglow City Council 2010)
Ruang terbuka sendiri bervariasi dari macam dan jenisnya yang mana pembagian secara spasial
bisa meliputi tingkatan dari kecamatan hingga skala regional, dengan kondisi dan fungsi yang
berbeda-beda. Ruang terbuka yang dimaksud dibatasi pada taman, plaza, jalur hijau dan jalan,
dengan deskripsi sebegai berikut (Byrne and Sipe 2010). Taman dapat beragam bentuknya seperti
taman kota, taman alam, taman lingkungan, taman untuk olahraga (golf), hutan kota dan sejenisnya.
Plaza adalah ruang terbuka tradisional yang sering bertindak sebagai focal point di ruang publik.
Umumnya berupa lahan dengan perkerasan di antara atau dikelilingi oleh gedung-gedung, dan
berfungsi sebagai tempat pertemuan dan sering mengambil bentuk persegi tetapi dapat sangat
bervariasi. Jalur hijau adalah koridor linier digunakan untuk berjalan jogging, bersepeda. Sedangkan
jalan, di sebagian besar kota jalan memiliki hirarki mulai dari gang-gang kecil hingga jalan besar.
Banyak dari jalan-jalan tidak dapat dianggap sebagai ruang terbuka karena berfungsi sebagai lalu
lintas utama untuk kendaraan. Tetapi beberapa jenis jalan seperti jalur pejalan kaki dan jalur jalan
pejalan kaki di suatu kawasan wilayah terbangun, misalnya mall dapat melakukan fungsi sebagai
ruang terbuka.
3.
Ruang Terbuka dan Perubahan Iklim
Seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya ruang terbuka kontribusi positif bagi kota dari sisi
lingkungan, ekonomi dan sosial. Dalam konteks perubahan iklim, ruang terbuka dianggap dari solusi
untuk mengatasi perubahan iklim, baik dari adaptasi dan mitigasi sisi.
Di daerah perkotaan di mana sudah terjadi urban heat island effect, panas yang disebabkan oleh
muka lingkungan tervbangun,misalnya dari fasade bangunan dan perkerasan di perkotaan.
Kenaikan suhu dirasakan lebih akut di daerah perkotaan karena kota cenderung menyimpan dan
mempertahankan panas matahari yang lebih banyak. Kenaikan suhu ini juga ditambahkan lagi
tekanan perubahan iklim dari emisi GRK. Di sisi mitigasi ruang terbuka seperti taman dan hutan kota
memberikan lahan untuk penyerapan karbon. Taman-taman ini juga dapat berfungsi sebagai
pengontrol iklim lokal. Menyediakan lebih banyak jalur-jalur hijau, seperti jalur untuk bersepada dan
pedestrian yang baik dan dapat diakses secara luas, dapat mendorong untuk pengurangan
pemakaian kendaraan pribadi. Nantinya dapat mengurangi pelepasan emisi GRK dari transportasi. Di
sisi lain, ruang terbuka untuk kontribusi beradaptasi dengan perubahan iklim, infrastruktur hijau
menawarkan potensi penting untuk beradaptasi dengan perubahan iklim yang tak terelakkan
melalui pengelolaan air, mempertahankan suhu yang nyaman dan berlindung dari angin, ruang
untuk kebun masyarakat dalam menanggapi isu ketahanan pangan.
Perlu disadari bahwa ruang terbuka saat ini juga terkena dampak perubahan iklim. Peningkatan
fenomenda dan dampak perubahan iklim secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi ruangruang terbuka kota. Ruang-ruang terbuka komunal perlu menyesuaikan diri untuk situasi iklim yang
baru. Perlunya mengevaluasi ruang terbuka saat ini dan/atau memasukkan pertimbangan perubahan
iklim untuk pembangunan ruang terbuka di masa yang akan datang. Aturan dan kebijakan mengenai
ruang terbuka secara lebih luas/skala kota perlu dilakukan evaluasi. Implementasi kebijakan dan
pemantauan untuk ruang terbuka juga diperlukan ruang untuk mengontrol perkembangan ruang
terbuka dan sekitarnya. Salah satu kondisi yang harus dipertimbangkan, tidak hanya berhenti sampai
perencanaan saja, namun benar-benar harus menerapkannya dalam realitas.
Kontribusi positif ruang terbuka untuk kehidupan secara umum sudah diketahui, tren ruang
terbuka di Indonesia tidak meningkat meskipun permintaan tinggi dari masyarakat, khususnya di
daerah perkotaan dan sekitarnya. Konversi lahan untuk berbagai keperluan manusia permukiman,
pusat komersial, Perkebunan sawit, dll. Bahkan, dalam konteks perubahan iklim berdasarkan studi
san121212
dari DNPI (2010) konversi lahan - LULUCF terus berlangsung dan berkontribusi dalam sebagian
besar emisi GRK Indonesia. Konversi lahan secara umum tidak hanya menciptakan masalah
degradasi lingkungan (hilangnya penyerapan karbon, polusi air dan tanah, keanekaragaman hayati
dan habitat satwa liar) dan masalah sosial konflik antara pengusaha dan masyarakat lokal.
Pembangunan negara dalam hal ekonomi mutlak dibutuhkan, namun juga perlu pengelolaan yang
akan memberikan manfaat juga bagi lingkungan dan masyarakat; tidak hanya pada masa sekarang
namun juga untuk generasi berikutnya.
Lahan di bumi terbatas dan tidak akan bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah manusia.
Manusia sendiri menggunakan lahan untuk berbagai kebutuhan hidupya mulai untuk tinggal, makan,
melakukan berbagai macam kegiatan. Tidak seperti yang sudah diyakini sebelumnya bahwa alam
tidak terbatas, melihat situasi perubahan iklim saat ini sudah jelas bahwa alam memiliki batas
kapasitas.
Desain dan perencanaan ruang terbuka, terkait dengan perencanaan kota dan regional perlu hatihati rencana sehingga akan mencegah konsekuensi yang tidak diinginkan di masa depan. Perlunya
mempertimbangkan mekanisme-mekanisme kompensasi ruang terbuka yang sudah hilang dan
pengesahan status ruang terbuka secara hukum yang sudah ada saat ini.
4.
Strategi Desain dan Perencanaan Ruang Terbuka Kota
Pendekatan strategi desain dan perencanaan ruang terbuka kota untuk evaluasi dan
pembangunan baru dalam konteks perubahan iklim adalah sebagai beikut. Pertama, mengevaluasi
status kondisi ruang terbuka saat ini dan hubungannya ke ruang terbuka kepada lebih luas dan
lingkungan sekitarnya. Di tahapan ini melihat lebih luas pada hubungan ruang terbuka dan kaitannya
dengan lingkungan sekitarnya dan fungsinya di masa yang akan datang. Beberapa pertanyaan yang
dapat membantu proses ini misalnya, apakah fungsi ruang terbuka yang saat ini diemban?
Bagaimanakah fungsi ruang terbuka ini di masa depan dalam perencanaan jangka panjang kota?
Apakah akan ada perubahan? Contoh ide yang bisa diterapkan antara lain ketika penyusunan
masterplan untuk perumahan baru misalnya, fokus pertama menciptakan hubungan elemen-elemn
lanskap - taman, sungai koridor - dan memperlakukan jalan sebagai elemen lanskap hijau
terintegrasi.
Kedua, perencana, desainer perkotaan, arsitek, dan pengembang harus mempertimbangkan iklim
diperkirakan lebih dari satu abad ini pada tahap desain dari setiap program pembangunan,
perbaikan atau regenerasi baru untuk membantu masyarakat beradaptasi terhadap perubahan iklim
(Shaw et. Al 2007). Dalam hal ini dilakukan dengan jalan memeriksa skenario iklim atau tren iklim
kota di masa yang akan datang. Hal ini bisa dilakukan dengan memeriksa hasil penelitian tentang
iklim makro-mikro dan tren perubahan iklim dari institusi terkait seperti BMKG, universitas lokal,
Badan PBB dan institusi lain yang terkait. Skenario iklim ini dijadikan pertimbangan sebagai masa
depan dalam merancang ruang terbuka. Misalnya dengan situasi hujan yang cukup deras di
permukiman tertentu, lebih efektif membangun embung yang dapat berfungsi sebagai fasilitas olah
raga publik daripada membangun rumah pompa. Di sini juga perlu juga di dalamnya melihat potensi
dan kelemahan dari skenario iklim yang mungkin terjadi. Saat ini, secara umum untuk proyeksi
skenario iklim tingkat lokal belum tersedia. Cara lain dapat dengan mengambil informasi data
historis iklim dan mengikuti sesuai dengan skenario iklim global dan regional yang sudah ada.
Ketiga, selalu mempertimbangkan adaptasi dan mitigasi. Cara termudah atau aturan praktis
adalah adaptasi berhubungan dengan dampak risiko perubahan iklim yang mungkin terjadi dan
menangani mitigasi pencegahan pelepasan emisi GRK yang umumnya dalam lingkup perkotaan
terkait dengan isu penghematan energi, transportasi pengurangan sampah dan limbah. Contoh ide
yang bisa dipertimbangkan di sini misalnya, bagaimana desain dan perencanaan ruang terbuka yang
membantu mengurnagi ketergantungan pada kendaraan pribadi; bagaimana desain dan perencanaan
ruang terbuka yang dapat beradaptasi sekaligus membantu menyerap air berlebih akibat dampak
banjir.
Strategi desain dan perencanaan dengan pendekatan ramah lingkungan biasanya sudah
memasukkan unsur adaptasi dan mitigasi. Misalnya, Ken Yeang memiliki EcoDesign sebagai integrasi
strategi empat (4) warna infrastruktur yang berbeda yaitu abu-abu, biru. merah dan hijau,.
san121212
Infrastruktur abu-abu mengacu pada infrastruktur yang sifatnya teknis. Infrastruktur ini dapat
difokuskan penggunaan teknologi bersih dan teknologi yang ramah lingkungan. Infrastruktur biru
untuk pengelolaan air, ditujukan membuat sistim drainase yang berkelanjutan, misalnya dengan
mengupayakan pengelolaan air kembali ke dalam ke tanah (closed loop) dan rainwater harvesting.
Infrastruktur merah mengacu infrastruktur yang berhubungan dengan manusia, hardscapes, produk
dan sistim aturan. Misalnya dalam hal pengelolaan sampah dan limbah, penggunaan air.
Infrastruktur hijau adalah mengacu pada keseimbangan keanekaragaman hayati dan hubungan
ekologis. Misalnya penanaman tipe flora tertentu yang ditanam sehingga akan menarik hewanhewan sehingga meningkatkan keanekaragaman hayati.
Keempat, memasukkan unsur-unsur lokalitas. Pengetahuan adat dipahami sebagai bentuk
pengetahuan lokal, terikat untuk masyarakat, tempat, dan cara hidup (Ross, Pickering Sherman et al
2011 di Cobb 2011.). 'Kelokalan' sebaiknya tidak dipahami dalam arti sempit sebagai merujuk pada
lokasi saja, melainkan sebagai pengetahuan yang budaya dan ekologis terletak (Bicker et al, 2004).
Lokalitas semakin lama dianggap memiliki kontribusi penting dalam perubahan iklim. Pengetahuan
lokal-pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan lingkungan tempat tertentu
langsung, menyiratkan relevansi yang lebih luas (Bicker et al, 2004). Lokalitas dalam konteks
perubahan iklim kini semakin menunjukkan kemiripan dengan metode ilmiah, banyak ide dalam
pengetahuan lokal yang sebelumnya dianggap sebagai primitif, kini dipandang sebagai yang tepat
dan canggih. Lebih jauh lagi dapat juga memasukkan input dari masyarakat lokal, khususnya terkait
dengan riwayat lingkungan. Contoh penerapannya dalam desain dan perencanaan ruang terbuka
yang paling mudah misalnya dengan penggunaan bahan-bahan lokal yang mudah tersedia. Perlu
diingat bahwa tidak semua pengetahuan lokal dapat sesuai diterapkan dan semuanya harus
ditimbang dengan baik. Ringkasan dari strategi ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Strategi desain dan perencaanaan dalam konteks perubahan iklim untuk ruang terbuka
Strategi
Kapan (waktu) dan
di mana (fase
desain bangunan)
Penanggungjawab
1 Evaluasi status ruang
terbuka saat ini
2 Memeriksa skenario dan
trend iklim ke depan
Pra desain dan
perencanaan
Desain dan
perencanaan
Arsitek dan klien
3 Mempertimbangkan
adaptasi dan mitigasi
Desain dan
perencanan
Arsitek dan insinyur
4 Memasukkan unsur lokal
Desain dan
perencanaan
Arsitek
Arsitek dan insinyur
Implementasi
Diskusi dengan klien,
peraturan pemerintah lokal
Mempelajari hasil
penelitian/pengamatan
skenario iklim lokal dari
BMKG atau instansi terkait
Pemilihan utilitas yang
rendah karbon, teknologi
sederhana, ramah lingkungan
Material lokal, vegetasi lokal,
teknik pembangunan lokal
(Sumber: Fitria A. Feliciani 2012)
5.
Ruang Terbuka Berkelanjutan dalam Konteks Perubahan Iklim
Ruang terbuka kota yang berkelanjutan dan tangguh memerlukan desain dan prencaan yang baik.
Contoh-contoh desain dan perencanaan ruang terbuka desain yang baik dengan sentuhan local
dibutuhkan. Namun, agar terus dapat bertahan membutuh lebih dari desain dan perencaan yang baik
Ruang terbuka memerlukan manajemen dan strategi (rencana operasi jangka panjang, monitoring
dan evaluasi, pendek-menengah-panjang).
Ruang terbuka dan keberlanjutannya memerlukan niat baik dan tata pemerintahan kota yang
baik. Di tahun 2011, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pekerjaan Umum meluncurkan
Green City Development Program (GCDP). Ini adalah sebagai mekanisme untuk kota-kota Indonesan
untuk memenuhi RTH 30% terbuka di kota. Dalam program ini mereka dirumuskan untuk
menggambarkan dalam rincian tertentu dari delapan (8) atribut kota hijau, yaitu hijau dan
perencanaan desain, komunitas hijau, ruang terbuka hijau, air hijau, limbah hijau, energi hijau,
san121212
transportasi hijau, dan green building (Kirmanto et al 2012). GCDP adalah pertama dan terutama
sebuah program kolaborasi antara kota / pemerintah daerah dengan masyarakat hijau, didukung
oleh pemerintah provinsi dan difasilitasi oleh Pemerintah Pusat melalui bantuan teknis dan
pengiriman insentif.
Partisipasi masyarakat dibutuhkan agar ruang terbuka tetap terjaga. Logikanya dengan
memberikan fasilitas ruang terbuka yang baik akan menciptakan dampak positif dan menumbuhkan
motivasi penduduk untuk meningkatkan skema melalui perubahan fisik dan pemeliharaan (Lay dan
Reis 2003). Hanya saja situasi di Indonesia saat ini, kesadaran masyarakat masih rendah. Agar
berkelanjutan, informasi, pendidikan dan peningkatan kesadaran bagi semua pihak perlu
ditingkatkan. Oleh karena itu masyarakat perlu diingatkan secara rutin dan berkala melalui kegiatankegiatan sosialisasi yang bersifat positif. Di tingkat pendidikan dasar perlunya memasukkan
kurikulum berbasis lingkungan sehingga meningkatkan kesadaran sejak dini.
Kolaborasi antara para pemangku kepentingan - pemerintah, masyarakat dan pihak lain (LSM
swasta dll). Jelas, ada potensi besar bagi pemerintah dan sektor publik untuk memimpin dengan
contoh. Pemerintah memiliki tiga alat: regulasi, insentif fiskal, dan pengadaan. Setiap tindakan oleh
sektor publik perlu dicocokkan dengan, dan dilakukan dalam kemitraan dengan, bisnis dan
masyarakat.
6.
Kesimpulan
Emisi GRK yang berlebihan dari sumber aktivitas manusia dilepaskan ke atmosfer merupakan
penyebab utama perubahan iklim. Karbon dioksida (CO2), nitrous oksida (N2O), metana (CH4) dan
ozon (O3) yang dikenal sebagai gas rumah kaca utama. Sebagian besar ilmuwan percaya bahwa
pemanasan dunia yang mengarah ke perubahan iklim sudah terjadi mulai dari abad ke-20.
Lingkungan yang dibangun bertanggung jawab atas pelepasan emisi gas rumah kaca ke atmosfer,
dari membangun produk sampai ke TPA, baik langsung maupun tidak langsung. Adaptasi dan
mitigasi adalah dua langkah utama untuk menanggapi perubahan iklim. Dalam Adaptasi pendek
adalah upaya menanggapi dampak perubahan iklim sedangkan mitigasi adalah upaya untuk
mengurangi pelepasan emisi gas rumah kaca ke atmosfer. Kedua langkah memiliki skala yang
berbeda. Adaptasi terutama dalam skala lokal, sedangkan mitigasi dalam skala global.
Ruang terbuka yang tidak terbangun daerah atau non-bangunan daerah akan penggunaan dan
manfaat bagi kepentingan umum. Beberapa contoh ruang terbuka taman, plaza, jalur hijau dan jalan
adalah beberapa ruang yang termasuk didalamnya. Dalam konteks perubahan iklim, ruang terbuka
dianggap dari solusi untuk mengatasi perubahan iklim dari kedua adaptasi dan mitigasi sisi. ruang
terbuka menyediakan sarana dan cara untuk mengurangi pelepasan emisi gas rumah kaca dari
transportasi dan menciptakan penyerap karbon, yang dianggap sebagai upaya mitigasi. Dari sisi
adaptasi, ruang terbuka dapat menyediakan untuk pengelolaan air banjir dan kebun masyarakat di
masalah makanan menanggapi keamanan. Ruang terbuka saat ini mungkin menderita dari dampak
perubahan iklim. Meningkatkan banjir, meningkatkan suhu secara langsung dan tidak langsung
mempengaruhi lingkungan dibangun saat ini dan ruang terbuka. Meskipun kontribusi positif untuk
lingkungan secara umum, tren ruang terbuka di Indonesia tidak menurun meskipun permintaan
tinggi dari masyarakat, khususnya di daerah perkotaan dan sekitarnya. Pembangunan benar-benar
diperlukan untuk pembangunan negara ekonomi, namun juga perlu mengelola dengan cara tertentu
yang akan memberikan manfaat juga bagi lingkungan dan masyarakat, tidak hanya hadir, tetapi juga
generasi berikutnya.
Desain strategi untuk merencanakan ruang terbuka dalam konteks perubahan iklim terdiri dari 4
tahap yaitu (1) mengevaluasi status saat ini ruang terbuka dan hubungan kepada lebih luas - ruang
daerah, (2) memeriksa skenario iklim / setiap studi penelitian tentang makro -mikro iklim
perubahan - membuat pertimbangan sebagai masa depan dalam merancang ruang terbuka.
Mengevaluasi potensi dan kelemahan dari skenario (3) selalu mempertimbangkan baik adaptasi dan
mitigasi, (4) mempertimbangkan untuk menerapkan pengetahuan lokal-kearifan mana yang sesuai.
Agar berkelanjutan dan tangguh untuk jangka panjang, ruang terbuka tidak hanya membutuhkan
desain yang baik dan perencanaan serta manajemen tetapi juga memerlukan partisipasi aktif dari
masyarakat, tata pemerinatah dan niat baik pemerintah lokal setempat dan kolaborasi antara
pemangku kepentingan terkait.
Referensi
A. Nyong Æ F. Adesina Æ B. Osman Elasha,
, The value of indigenous knowledge in climate change mitigation and
adaptation strategies in the African Sahel , Mitig Adapt Strat Glob Change
:
–797, [Online], Available:
http://ies.lbl.gov/iespubs/8nyong.pdf (November 2012)
san121212
Bappenas, 2010, Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap – ICCSR Scientific basis: Analysis and Projection of Sea Level
Rise and Extreme Weather
Bappenas, 2010,
Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap – ICCSR Scientific Basis: Analysis and Projection of
Temperature and Rainfall
Bicker A, Sillitoe P and Pottier J,
4, )nvestigating Local Knowledge; new directions new approaches , Ashgate
Byrne J and Sipe N,
, Green and open space planning for urban consolidation – A review of the literature and best
practice , [Online], Available : http://www.griffith.edu.au/__data/assets/pdf_file/0003/199128/urp-ip11-byrne-sipe2010.pdf (November 2012)
Cobb A, 2011, )ncorporating )ndigenous Knowledge Systems into Climate Change Discourse , [Online], Available:
http://cc2011.earthsystemgovernance.org/pdf/2011Colora_0130.pdf (November 2012)
DNPI (Dewan Nasional Perubahan Iklim, Indonesia ,
, )ndonesia s Greenhouse Gas Abatement Cost Curve , [Online],
Available : http://photos.mongabay.com/10/indonesia_ghg_cost_curve_english_sm.pdf (July 2012)
Forest climate center,
, Fact sheet – )ndonesia Greenhouse Gas Emission Cost Curve , [Online], Available :
http://forestclimatecenter.org/files/2009-08-27%20Fact%20Sheet%20%20Indonesia%20Greenhouse%20Gas%20Emission%20Cost%20Curve%20by%20Indonesia%20National%20Counci
l%20on%20Climate%20Change.pdf (July 2012)
Government of (ongkong,
, (ong Kong Planning and Standard Guidelines , [Online], Available :
http://www.pland.gov.hk/pland_en/tech_doc/hkpsg/full/ (November 2012)
Glasglow
City
Council,
2010,
Glasgow
Open
Space
Strategy ,
[Online],
Available:
http://www.glasgow.gov.uk/NR/rdonlyres/D2F0ABA1-662E-4D12-9C9199C37B6BD60B/0/110805_Glasgow_Open_Space_Strategy_Final_Nov.pdf (November 2012)
Kirmanto D, Ernawi IS, and Djakapermana RD,
, Indonesia Green City Development Program: an Urban Reform ,
[Online], Available: http://www.isocarp.net/Data/case_studies/2124.pdf (November 2012)
KL( Ministry of Environment )ndonesia ,
, Climate Change Risk and Adaptation Assesment: Greater Malang Raya
Synthesis Report
PAKL)M,
, Profil Resiko Perubahan )klim dan Usulan Rencana Aksi Adaptasi Kota Malang , Unpublished
PAKL)M,
, Profil Resiko Perubahan )klim dan Usualan Rencana Aksi Adaptasi Kota Pasuruan , Unpublished
Shaw, R., Colley, M., and Connell, R. (2007) Climate change adaptation by design: a guide for sustainable communities. TCPA,
London
UNEP,
,
Buildings
and
climate
change:
summary
for
policy
makers ,
[Online],
Available:
http://www.unep.org/sbci/pdfs/SBCI-BCCSummary.pdf (July 2012)
UNEP,
,
Guide to Greenhouse Gas emission reduction in UN organizations , [Online], Available:
http://www.greeningtheblue.org/sites/default/files/EmissionReductionGuide.pdf (July 2012)