Urgensi Integrasi Pendidikan Agama dan I

URGENSI PENGINTEGRASIAN PENDIDIKAN AGAMA DAN IPTEK DITENGAH
DIKOTOMI PENDIDIKAN DI INDONESIA
Misran, S.Pd
PASCASARJANA IAIN PALOPO
Pendahuluan
Wajah pendidikan Indonesia bisa dikatakan berada dalam dilemma, dimana terjadinya
dualitas pendidikan yang dianut oleh Indonesia. Dualitas yang dimaksud yaitu adalah adanya
pemisahan pendidikan, antara pendidikan agama yang mana berada dibawah naungan
Kementerian Agama dan dan juga pendidikan umum yang berada dibawah kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Dualitas pendidikan ini melahirkan dikotomi pendidikan yang
berkepanjangan dan berlangsung hingga saat ini.
Sejarah mencatat bahwa lahirnya dikotomi pendidikan di Indonesia tidak terlapas dari
sistem pendidikan yang diterapkan oleh kolonial Belanda saat menjajah Indonesia. Dikotomi
pendidikan ini lahir dari sistem pelitik etis dimana pemerintah Belanda mendirikan sekolahsekolah rakyat yang tak lain hanya untuk menciptakan para pekerja yang nantinya akan
dipergunakan sebagai pekerja untuk pemerintahnnya.
Saat pemerintah belanda mendirikan sekolah untuk rakyat, kurikulum yang diterapkan
hanya proses pengembangan ilmu pengetahuan yang diperlukan dalam dunia kerja.
Pendidikan agama pada sekolah-sekolah tersebut tidak diajarkan sehingga produk pendidikan
yang dihasilkan hanya sebagai pekerja yang tidak mengenal pendidikan agama kalaupun ada,
pendidikan itu hanya didapatkan dari pendidikan keluarga. Disisi lain, lembaga pendidikan
agama seperti pesantren juga lebih mengedepankan pendidikan agama ketimbang pendidikan

ilmu pengetahuan sehingga melahirkan dualism pendidikan atau dikotomi pendidikan pada
saat itu.
Di era moderen ini, dikotomi pendidikan pun masih berlangung di negeri ini.
Pendidikan tetap terbagi atas dua jenis yaitu pendidikan agama yang berada dibawah naungan
Kementerian Agama

yang

lebih

ditekankan

pada

pendidikan

agama

saja


dan

mengesampingkan ilmu pengetahuan walaupun tetap mengajarkan Ilmu pengetahuan umum
namun memiliki porsi yang sangat sedikit. Hal serupa juga dilakukan dilakukan di oleh
lembaga pendidikan umum yang berada dibawah naungan Kemnterian yang berbeda yakni
Kementerian Pendidikan Nasional. Di lembaga pendidikan umum, pendidikan ilmu
pengatahuan dan Teknologi (IPTEK) lebih ditekankan ketimbang pendidikan agama yang
memilik porsi jam ajar yang sangat sedikit.

Menanggapi hal tersebut, perlu ada terobosan baru yang harus lakukan baik itu
pemerintah maupun lembaga terkait dimana sistem pendidikan harus sudah mulai
menghilangkan pola pendidikan dikotomis antara Pendidikan Agama dan IPTEK.
Pengintegrasian pendidikan sudah sangat perlu untuk diterapkan sehingga produk pendidikan
nantinya tidak hanya akan melahirkan manusia-manusia pekerja yang handal dalam
pemanfaatn IPTEK tetapi juga bisa menghasilkan manusia-manusia yang beriman dan
bertakwa serta berkhlak mulia.
Pengintegrasian pendidikan senada dengan bunyi Undang-Undang Pendidikan dan
Kebudayaan pasal 31 ayat 5 yang berbunyi “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manulia”.1Bunyi pasal tersebut, sangat jelas

diterangkan bahwa tujuan pendidikan Indonesia tidak hanya menciptakan manusia-manusia
yang handa dalam memanfaatkan IPTEK namun juga menjadi manusia-manusia yang
memiliki nilai-nilai agama.
Sejarah Dikotomi Pendidikan Pendidikan
Perbincangan pada era moderen ini, tetap membahas tentang permasalahan dikotomi
antara kedua disiplin ilmu tersebut (Agama dan IPTEK). Sebelum melangkah lebuh jauh
perlu ditelaah apa yang dimksud dengan dikotomi pendidikan. Dalam tulisannya, Taufik
menjelaskan bahwa dikotomi merupakan pemisahan suatu ilmu pengetahuan menjadi dua
bagian yang satu sama lainnya saling memberikan arah dan makna berbeda dan tidak ada titik
temu antara kedua jenis ilmu tersebut2.
Sejarah mencatat bahwa terjadi dikotomi pendidikan trjadi ketika didunia Islam pada
saat itu yaitu sekitar abad 16 dimana diakalangan umat Islam terjadi perkembangan
pandangan Jabariah sehingga umat Islam pada waktu mengalami kemunduran pemikiran
dikarenakan banyak ulama dan pemikir Islam tidak lagi menggunakan bahkan sebagian yang
lain melarang penggunakan akal dalam proses mencari ilmu pengetahuan. Mereka
beranggapan bahwa segala Sesuatu yang terjadi di dunia sudah menjadi ketetapan Tuhan
sehingga manusia tidak memiliki kemampaun dalam melakukan sesuatu.

1 PRRI, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dan KetetapanMajelis Permusrawatan Rakyat Republik Indonesia, (Jakarta: Sekretariat Jendral MPR RI, 2014),

hal. 191.
2 Taufik, Peta PemikiranPendidikan Islam di Indonesia(Telaah Dikotomi Pendidikan), (Jurnal Hunafa
Vol. 7 No. 2 Desember 2010). hal. 147

Di Indonesia sendiri, dikotomi mulai muncul ketika pemerintah kolonial Belanda
menerapkan politik etis dengan anyak mendirikan sekoloah-sekolah rakyat atau yang
disningkat (SR). Kurikulum pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah kolonial saat itu
sama sakali tidak menerapkan ilmu agama didalamnya. Banyak kalangan masayarakat yang
tidak setuju dengan penerapan pendidikan yang demikian utamanya kalangan cendekiawan
Muslim dan para ulama pada saat itu sehingga mereka mendirikan sekolah-sekolah agama
dalam bentuk Pesantren yang menerapkan kurikulum berfokus hanya pada pendidikan agama
dan tidak memberikan pelajaran tentang ilmu pengetahuan umum dan tekhnologi.
Dengan terbentuknya kedua jenis lembaga pendidika tersebut (Sekolah Rakyat dan
Pesantren) mengakibatkan terjadinya dualitas pendidikan dimana suatu lembaga pendidikan
hanya menerapkan pendidikan IPTEK tanpa dibarengi dengan pendidikan agama dan disisi
lain juga terbentuk lembaga pendidikan yang hanya berfokus pada pendidikan agama tanpa
mempelajari IPTEK.
Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Dialam dunia Islam sendiri, banyak kalangan pemikir yang menerapkan pendidikan
integral antara pendidikan agama dan IPTEK diantaranya Ibnu Sina, Ismail al-Faruqi dan

beberapa yang lainnya. Awal munculnya gagasan tentang Islamsasi pengetahuan tidak
terlepas dari perkembngan ilmu pengetahuan di dunia barat. Perkembangan ilmu pengetahuan
barat yang tanpa batas dimana objek kajian baik itu manusia maupun benda hanya dianggap
sebagai objek semata sehingga terjadi eksploitasi. Perkwmbangan pengetahuan tersebut tidak
disertai dengan nilai-nilai agama dan budaya, bahkan agama dan budaya dianggap merupakan
pengahmbat dalam proses kemajuan tersebut.
Adapun alasan lain munculnya gagasan Islamisasi Pengetahuan adalah terjadinya
kemerosotan ilmu pengetahuan hampir disegala bidang baik itu, politik, ekonomi, sosial,
teknologi dan sebagainya dalam dunia Islam. Hal ini jugalah yang mendorong beberapa
pemikir Islam untuk melakukan terobosan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan di dunia
Islam. Proses Islamisasi ilmu atau Islamisasi sistem pendidikan Islam sekaligus bermakna
proses membaik pulih panca utama kepada kelemahan umat Islam dalam pelbagai kehidupan
tersebut.3
Upaya Islamisasi pengetahuan juga merupakan proses yang dilakukan untuk
menanamkan nilai nilai kemanusiaan yang dilandasi dengan ajaran Islam seperti yang
3 Muhd. Nasir Umar, Gagasan Islamisasi Ilmu, (Selangor: Utusan Publications & Distributions, 2015).
hal. 20.

dikemukakan oleh Muhammad Syafiq bahwa fungsi Islamisasi Ilmu adalah untuk
memperbaiki serta membina semula dsiplin kemanusiaan, sains social dan sains tabii dengan

suntikan dasar baru yang konsisten dengan ajaran Islam.4
Dalam proses Islamisasi Ilmu, ada prinsip-prinsip dalam menjalankannya seperti yang
dikemukakan oleh Ismail Raji Al-Faruqi diantaranya:
1. Ke-Esaan Allah (Tauhid)
Tauhid memberikan identitas kepada peradaban Islam yang mengikat semua unsurnya
bersama-sama dan menjadikan unsur-unsur tersebut sebagai suatu integral yang organis.
2. Kesatuan Alam
Alam semesta memunyai tata atau aturan yang berbeda-beda agar manusia
mengetahui tentang alam semesta. Selain itu, kesatuan alam ini mengandung makna adanya
suatu kosmik yang didalamnya terdapat berbagai objek, baik itu sebagai substansi-substansi,
kualitas-kualitas, hubungan-hubungan, maupun peristiwa-peristiwa.
3. Kesadaran kebenaran dan kesatuan pengetahuan.
Kebenaran sumber pada realitas jika semua realitas berasal dari sumber yang sama
yaitu tuhan maka kebenaran tidak mungkin lebih dari satu. Apa yang disampaikan melalui
wahyu tidak akan mungkin akan berbeda apalagi bertentangan dengan realitas yang ada,
karena Dia-lah yang menciptakan keduanya.
4. Kesatuan Hidup
Dalam hal ini, Al-Faruqi membagi atas beberapa poin diantaranya:
a. Amanah Tuhan; hanya manusia yang mampu memikul amanah dari tuhan;
b. Khalifah; khalifah merupakan prasyarat mutlak bagi tegaknya paradigma Islam dimuka

bumi ini; dan
c. Kelengkapan; kelengkapan yang dimaksud disini adalah syariah.
5. Kesatuan Umat manusia
Konsep ini mengajarkan bahwa setiap pengembangan ilmu harus berdasar dan
bertujuan untuk kepentingan kemanusiaan.5
Merujuk kepada kelima prinsip diatas, maka bisa disimpulkan bahwa ketika proses
dalam menggali ilmu pengetahuan maka harus dilandasi dengan nilai-nilai Islam dan
berdasarkan atas syariat sehingga tidak terjadi ekploitasi terhadap objek baik itu manusia
maupun benda.
Modernisme dalam Pandangan Islam
4 Ibid. hal.19.
5 Muaiyada, Pemikiran Islamisasi Ilmu Pengetahuan Menurut Ismail Rahi Al-Faruqi, (Surabaya: UIN
Sunan Ampel, 2016) hal. 31.

Sebelum melangkah kedalam pembahasan yang lebih dalam tentang modernisme,
perlu kita perhatikan terlebih dahulu tentang kata modernisme atau kata moderen yang
berasal dari kata modernus (latin) yang artinya “baru saja”.6 Jadi kata moderen bermkana
sebagi suatu hal yang baru saja terjadi sehingga modernisme bisa dipahami sebagai suatu hal
atau kejadian yang baru. Jadi dalam perkembangannya moderen adalah proses perkembangan
dari yang lama menjadi baru.

Modernisme merupakan perkembangan pemikiran, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan tersebut ditandai dengan berkembangnya industrialisasi di negeri barat seperti
Eropa dan Amerika. Berkembangnya pemikiran ini tidak tanpa masalah, dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat dan tidak dibarengi dengan
semangat spiritualitas sehingga pengetahuan terasa hampa dan meningkatnya tingkat
eksploitasi. Hal ini yang dikiritik oleh Nurcholis Madjid bahwa kehidupan telah kehilangan
spiritualitas dalam peradaban manusia. Hal ini terjadi karena dominasi nilai-nilai materialistic
yang bersifat semu dan sesaat.7
Modernisasi juga ditandai dengan berkembangnya pemikiran sekuler (sekulerisme).
Dimana dalam pemikirian ini membedakan atau memberikan jarak antara Agama dan ilmu
pengetahuan sehingga berdampak pada tumbuhnya individualisme dikalangan masyarakat.
Pemikiran sekuler (sekulerisme) bagi sebagian kalangan diidentikkan dengan sekulerisasi
namun dalam pandangan Nurcholis Madjid. Ia membedakan antara “sekulerisme” dengan
“sekulerisasi”. Sekulerisasi tidaklah dimaksudkan sebagai penerapan sekulerisme dan
mengubah kaum muslimin sebagai sekularis. Sekulerisasi yang dimaksudkan oleh Nurcholis
Madjid adalah sebuah proses pembebasan, yaitu menduniakan nilai-nilai yang semestinya
bersifat duniawi, dan melepaskan umat Islam dari kecenderungan mengukhrawikannya.8
Islam tidak menolak modernisasi atau proses perubahan kearah positif, dikarenakan
Islam bukanlah agama yang statif melainkan agama yang dinamis dan bisa beradaptasi
dengan segala tuntutan zaman. Allah berfirman: ‘Katakanlah: "Perhatikanlah apa yang ada

di langit dan di bumi. tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang
memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman".(Q.S. Yunus: 10)1. Ayat tersebut
mengisyaratkan agar kita memperhatikan segala ciptaan Allah dan menggunakan potensi akal
manusia agar memahami tentang gejala alam. Dalam proses mengekplorasi pengetahuan,
6 Ach. Firdaus Asyik, Konsep Modernisme Islam Menurut Fazlur Rahman, (Surabaya: IAIN Sunan
Ampel, 2010). hal 19.
7 Drs. Yasmadi, M.A, Modernisasi Pesantren: Kritik Nurcholis Madjid Terhadap Pendidikan Islam
Tradisional, (Jakarta: Ciputat Press, 2002). hal. 114.
8 Ibid. hal .31.

tidak bisa dipungkiri keharusan menggunakan teknologi dan hal itu tidak bertentangan
dengan ajaran Islam. Dan pada ayat selanjutnya yang berkenaan dengan hal tersebut diatas
dapat kita kaji pada surah berikut: Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak
memperhatikan? (Q.S. Az-Zariyat: 21)Ayat tersebut pun juga mengisyaratkan agar kita untuk
berfikir dan bisa manganalisa tanda-tanda kebesaran Allah bahkan dari diri kita sendiri.
Dalam proses tersebut, tentu diperlukan teknologi untuk lebih mengenal secara mendalam
terhadap gejala alam. Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa Islam tidak menolak IPTEK
bahkan justru menganjurkan it uterus mengembangkan ilmu pengetahun dan teknoligi.
Pada hakikatnya proses modernisasi tidak dilarang dalam agama Islam. Hanya saja
segala bentuk ekplorasi dan ekploitasi yang berlebihan itulah yang dilarang dalam Islam.

Agama Islam sangat sarat akat nilai (velue) dimana perkembangan ilmu pengetahuan dalam
Islam bertujuan untuk kemaslahatan ummat bukan untuk merusak alam dan peradaban.
Integrasi Pendidikan Agama dan IPTEK.
Di zaman moderen ini dimana pendidikan dibenturkan dengan tuntutan akan
tersedianya pekerja yang siap pakai setelah selesai dari jenjang pendidikan, banyak institusi
pendidikan baik formal maupun non formal hanya berfokus pada peningkatan life skill dalam
bidang IPTEK dan kurang memberikan perhatian terhadap pendidikan agama sehingga hasil
yang diciptakan hanya membentuk manusia-manusia yang layaknya robot, mampu bekerja
namun tidak memiliki kepekaan sosial. Pola pendidikan semacam ini, hanya akan
menhasilkan manusia-manusia individualis, apatis dan tanpa nilai-nilai kemanusiaan.
Pola pendidikan semacam ini, banyak diterapkan oleh sekolah-sekolah umum dimana
kurikulum pendidikannya hanya memberikan porsi lebih tehadap ilmu pengetahuan umum
dan penguasaan teknologi dan memberikan porsi yang sangat sedikit terahadap pendidikan
agama. Dikotomi pendidikan tidak hanya dilakukan oleh sekolah-sekolah umum, namun juga
dilakukan oleh sekolah-sekolah yang notabenenya merupakan sekolah agama itu sendiri.
Banyak sekolah agama juga hanya menfokuskan kepada pendidikan semata dan memberikan
porsi yang sangat sedikit terhadap pendidikan ilmu pengetahuan umum dan teknologi.
Pengintegrasian pendidikan sudah sangat perlu untuk dilakukan mengingat
pentingnya keduan ilmu tersebut (pendidikan agama dan IPTEK).


Sejarah

integrasi

pendidikan Islam dan IPTEK sudah terjadi sejak lama. Banyak tokoh-tokoh Islam yang
sangat berperan penting dalam peekembangan ilmu pengetahuan seperti Al-Buruni (1047 M/
262-440 H) ensiklopedis muslim, Ibnu Sina (980-1037) seorag filosuf dan ahli kedokteran,
Ibnu Haitan (w. 1039) seorang fisikawan, Ibnu Khaldun, Ibnu Al-Nafis Haryan (687 H/ 1288

M), Al-Khawarizmi, dan juga termasuk Mahmud Al-Kasghiri (abad 11) dan Al-Asma’I
(828).9
Dari fakta sejarah diatas, menunjukkan bahwa perkembnagan IPTEK dalam dunia
Islam bukanlah hal yang baru, melainkan sudah lama terintegrasi dalam dunia Islam. Hal ini
menunjukkan bahwa proses integrasi pendidikan bukanlah hal yang mustahil namun
sebaliknya.
Proses pendidikan integral, dewasa ini dianggap sangat perlu dalam menjawab
tantangan zaman. Terjadinya perkembangan yang terus menerus yang berimplikasi dengan
permintaan akan ketersediaan tenaga kerja siap pakai untuk menopang perekonomian
nasional. Namun pendidikan nasional juga harus didasarkan atas nilai-nilai agama khususnya
Islam sehingga mampu menghasilkan manusia-manusia yang handal dalam pemanfaatan
IPTEK sekaligus memiliki wawasan keilmuan agama yang mendalam dan juga bisa menjadi
manusia yang bermanfaat bagi sesama atas dasar agama Islam.
Dewasa ini, kita bisa melihat dikotomi terhadap pendidikan Agama khususnya Islam,
dan juga pendidikan umum (sekuler). Banyak institusi pendidikan baik formal maupun
nonformal hanya menerapkan sistem pendidikan yang memisahkan antara keduanya.
Pendidikan Agama dan IPTEK harusnya berjalan beriringan seperti yang diungkapkan oleh
H.O.S Tjokroaminoto bahwa keduniaan dan ilmu pengetahuan tentang agama Islam tidak
boleh dipisah-pisahkan. Dengan kata lain kehidupan dunia harus paralel dengan kehidupan
diakhirat.10 Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi dimana satu pihak memiliki pengetahuan
agama namun tidak memiliki pengetahuan tentang IPTEK sehingga tidak mampu menopang
kehidupannya didunia. Begitu pun sebaliknya dimana pihak yang lain memiliki pengetahuan
tentang ilmu pengetahuan dan IPTEK namun tidak dilandasi dengan pendidikan agama
sehingga terjebak pada kehidupan yang kosong dan perilaku yang diluar dari nilai-nilai
agama Islam.
Dalam mewujudkan integrasi pendidikan Agama dan IPTEK, jalan yang harus
ditempuh ialah harusnya tidak ada lagi dikotomi antara keduanya. Pendidikan harusnya
sudah mencakup kedua hal diatas. Pembinaan harus dilandasi dengan nilai-nilai Islam dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti konsep yang dikemukakan oleh
Muhammad Iqbal bahwa sistem pendidikan integratif adalah dimana ambivalensi dengan
sistem pendidikan yang berorientasi ukhrawi (agama murni) dengan sistem pendidikan yang
9 Muslih, Implementasi Integrasi Agama dan Sains (Studi Pembelajaran Ayat-Ayat Kauniyah di SMA
Transains Pesantren Tebuireng 2 Jombang), (Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016). hal. 35
10 Dr. H. Syarifuddin Daud, MA. Kompilasi Pemikiran Pendidikan H.O.S. Tjokroaminoto dan
Perspektif Islam, (Makassar: Alauddin Press, 2014).

berorientasi duniawi (umum/sekuler) dihilangkan.11 Dengan kata lain bahwa, Konsep
pendidikan Islam dan penanaman nilai-nilai luhur budaya harus dipandang sejajar dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan Teknologi dengan tidak memihak pada satu sisi saja.
Dalam praktiknya, pembinaan integrasi tidak bisa hanya dilakukan oleh sebagian
kalangan saja. Pembinaan yang terintegrasi dalam masyarakat harus dilakukan oleh semua
kalangan baik itu praktisi, pemerintah, dan juga kalangan budayawan. Hal ini perlu
mengingat hal ini bukanlah pekerjaan mudah yang bisa dilakukan dalam satu disiplin ilmu
namun melibatkan interdisiplin ilmu.
Saat ini sudah ada upaya yang dilakukan oleh beberapa organisasi massa seperti
Hidayatullah, Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah dengan penerapan pendidikan
integral baik tingkatan Madrasah Ibtidayah (MI), MTs Integral dan juga SMK Islam yang
menerapkan kurikulum berbasis pendidikan Integral Agama dan IPTEK. kemudian lembaga
pemerintah yang mulai mendirikan sekolah seperti MTs Model dan Madrasah Aliyah Negeri
yang mulai mengadopsi kurikulm bebasis agama dan pengetahuan umum. Meskipun lembaga
pendidikan tersebut masih berada dalam naungan lembaga pemerintah yang berbeda yakni
Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Budaya Nasional dan meskipun juga
didalam pengaplikasiannya dilapangan belum bisa dikatakan mkasimal namun langkah
tersebut sudah merupakah langkap awal dalam mengatasi permasalahan dualisme penidikan
di Indonesia.
Penutup
Perubahan paradigma pendidikan dan pembinaan saat ini sudah harus mulai
dilakukan. Mengingat bahwa pengintegrasian interdisiplin ilmu baik pendidikan agama, ilmu
pengetahuan dan teknologi sudah sangat penting untuk dilakukan. Perkembangan IPTEK
yang begitu pesat harus sudah dibarengi dengan penguatan ilmu-ilmu agama. Jika hal
tersebut bisa dilaksanakn secara maksimal tentu nantinya produk pendidikan akan
menghasilkan manusia-manusia yang tidak hanya berkualitas dimana selain memiliki ilmu
pengetahuan yang hebat dibidangnya dan penguasaan alat-alat teknologi namun juga akan
menciptakan manusia-manusia yang beriman dan bertakwa serta mampu menghargai nilainilai.
Daftar Pustaka
11 Dra. Hj. Naharia Rumpa, M.Pd.I, Konsep Integrasi Pendidikan Dalam Pemikiran Muhammad
Iqbal, (Palopo: STAIN Press, 2009). hal.117-118.

Asyik, Ach. Firdaus, Konsep Modernisme Islam Menurut Fazlur Rahman, Surabaya: IAIN
Sunan Ampel, 2010
Daud, Syarifuddin, Kompilasi Pemikiran Pendidikan H.O.S. Tjokroaminoto dan Perspektif
Islam, Makassar: Alauddin Press, 2014
MPRRI, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan KetetapanMajelis Permusrawatan Rakyat Republik Indonesia,
/Jakarta: Sekretariat Jendral MPR RI, 2014
Muaiyada, Pemikiran Islamisasi Ilmu Pengetahuan Menurut Ismail Rahi Al-Faruqi,
Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2016
Muslih, Implementasi Integrasi Agama dan Sains (Studi Pembelajaran Ayat-Ayat Kauniyah
di SMA Transains Pesantren Tebuireng 2 Jombang), Surabaya: UIN Sunan Ampel
Surabaya, 2016
Rumpa, Naharia, Konsep Integrasi Pendidikan Dalam Pemikiran Muhammad Iqbal, Palopo:
STAIN Press, 2009
Santoso, Tito Dwiki Putra, Apa Itu Budaya? http://skp.unair.ac.id/repository/webpdf/web_Apa_itu_Budaya_TITO_DWIKI_PUTRA_SANTOSO.pdf
diakses
10
oktober 2016.
Taufik, Peta PemikiranPendidikan Islam di Indonesia(Telaah Dikotomi Pendidikan), Jurnal Hunafa Vol. 7 No.
2 Desember 2010

Umar, Muhd. Nasir, Gagasan Islamisasi Ilmu, Selangor: Utusan Publications & Distributions,
2015
Yasmadi, Modernisasi Pesantren: Kritik Nurcholis Madjid Terhadap Pendidikan Islam
Tradisional, Jakarta: Ciputat Press, 2002