Makanan dan Minuman Halal Sesuai Syariat

Makanan dan Minuman Halal Sesuai Syariat Islam dan
Higienis dalam Aspek Kesehatan

Putri Rafa Salihah
IAIN Palangka Raya
Putri_rafasalihah@yahoo.com
Abstract
Muslims are commanded to consume halal healthy food and drink agree with
Islamic syariat, which appropriate to al-Qur’an and al-Hadits. On the other hand,
most of muslims ignored a halal food and drink and health aspect which appear to
human health. As we know, that Almighty Allah has said” O ye people! Eat of
what is on earth, lawful and good and do not follow the footsteps of Satan, for he
is to you an avowed enemy.” This verse has explained that Islam far previously
has been ordered to consume halal food and drink. Everything will facilitate
lawful in activities and in worship to Almighty Allah.
Keywords: Food, drink, halal, Islam, and healthy.
Abstrak
Umat Islam diperintahkan untuk mengkonsumsi makanan dan minuman halal
dan sehat sesuai dengan syariat Islam, yang berpegang teguh pada al-Qur’an dan
al- Hadis. Namun, disisi lain umat Islam kebanyakan mengabaikan kehalalan
suatu makanan dan minuman serta aspek kesehatannya yang ditimbulkannya bagi

kesehatan tubuh manusia. Seperti yang kita ketahui, bahwa Allah SWT telah
berfirman “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” Ayat ini
menjelaskan bahwa Islam jauh-jauh sebelumnya telah memerintahkan untuk
untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal. Segala yang halal akan
memudahkan dalam beribadah dan aktifitas pada Allah SWT.
Kata Kunci: Makanan, minuman, halal, Islam, dan kesehatan

PENDAHULUAN
Asia merupakan benua dengan penduduk muslim terbanyak dibandingkan
benua lainnya. Produk-produk halal, seperti makanan dan minuman, obat-obatan,
serta kosmetik tentunya sudah sangat biasa digunakan dan diproduksi di negaranegara di Asia. Selain memang diwajibkan bagi para muslimin, produk- halal juga
baik digunakan dari segi kesehatan karena kandungannya yang aman dari zat-zat
yang merugikan tubuh, bersih dan berkualitas bagus (Pen, Ekspor, and Juli 2015).
Meruahnya makanan dan minuman yang kita temukan ditempat-tempat umum,
dengan berbagai jenis macam rasa, kekhasan dan kenikmatan tersendiri, mulai
dari rasa pedas manis, asam manis dan asin pun kita dapat temukan. Semuanya itu
ada yang telah dikemas rapi dan adapula tanpa kemasan, baik siap santap ataupun
instan atau siap saji. Kemasan rapi higienis, isi halal nan menarik merupakan

salah satu nilai jual yang menarik perhatian bagi para konsumen yang
membelinya, dan makanan serta minuman jajanan yang tidak terkemas dengan
rapi yang meninggalkan keghienisan dalam aspek kesehatan, barang tentu
berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia itu sendiri, meski halal aspek kesehatan
juga perlu diperhatikan. Terutama bagi umat Islam, kehalalan suatu makanan serta
kehigienisan dalam aspek kesehatan adalah hal yang dinomor satukan, dan
keharaman adalah mutlak dilarang dalam Islam yang tidak mengandung
kebermanfaatan dalam aspek kesehatan. Padahal apa yang masuk dalam darah
daging seorang muslim akan berpengaruh pada perilaku mereka dalam keseharian.
Sesungguhnya di dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging, apabila ia baik
maka baiklah seluruh tubuhnya dan jikalau ia rusak, maka rusaklah seluruh
tubuhnya, tidak lain dan tidak bukan itulah yang dikatakan hati. Segala sesuatu
yang Allah tidak melarangnya berarti halal, dengan demikian semua makanan dan
minuman diluar yang diharamkan adalah halal (Zulaekah et al. n.d.).
Menurut ulama fikih, yang dimaksud dengan halal adalah sesuatu yang
menunjukkan adanya kebolehan dan tidak menunjukkan adanya larangan,
sehingga sesuatu yang halal ini boleh dilakukan. Sedang yang dimaksud dengan
haram adalah sesuatu yang dilarang oleh pembuat hukum (Allah dan Rasulullah)
untuk dilakukan dengan larangan yang pasti, karena jika hal ini tidak diikuti akan
mendapatkan hukuman dari Allah tidak hanya di akhirat kelak, tetapi juga di

dunia sekarang ini. Di antara kedua hukum ini ada hukum yang berada di tengahtengah, yaitu makruh, yakni suatu larangan dari pembuat hukum yang tidak terlalu
kuat yang tidak sampai disiksa jika melakukannya. Derajatnya berada setingkat di
bawah hukum haram (Iv n.d.). Halal-haram menurut ulama’ fikih adalah
sebagaimana yang diterangkan oleh Allah dan rasul-Nya. Dalam pengertian ini
ada pemahaman bahwa yang berhak menentukan halal-haramnya sesuatu
hanyalah Allah SWT melalui Rasulnya (Ii and Halal-haram n.d.).
Al Quran dan Hadis dijadikan pedoman oleh umat Islam dalam
menentukan sesuatu makanan termasuk halal atau haram. Istilah halal dan haram
keduanya berasal dari bahasa Arab, halal yang artinya dibenarkan atau
dibolehkan, sedangkan haram berarti tidak dibenarkan atau dilarang (Sakr, 1991).
Makanan dikatakan halal apabila : a. Bukan terdiri atau mengandung bahan-bahan

dari binatang yang bagi orang Islam dilarang menurut hukum syarak untuk
memakannya atau tidak disembelih menurut hukum syariah. b. Tidak
mengandung bahan-bahan yang hukumnya najis menurut hukum syariah. c. Tidak
disiapkan atau diproses menggunakan bahan-bahan atau peralatan yang tidak
terbebas dari najis menurut hukum syariah. d. Dalam proses pengadaan,
pengolahan dan penyimpanannya tidak bersentuhan atau berdekatan dengan
bahan-bahan yang tidak memenuhi point a,b dan c atau bahan–bahan yang
hukumnya najis sesuai hukum syarak. (Zulaekah et al. n.d.)

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan;
Karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (Al
Baqarah : 168). Ayat ini merupakan seruan kepada manusia untuk mengkonsumsi
makanan yang halalan toyyiban. Halal dalam pandangan agama sebagaimana
dinaskan dalam Al Qur’an, sedangkan makanan yang toyyiban atau yang baik
adalah makanan yang mengandung unsur-unsur yang diperlukan oleh tubuh.
Kebutuhan gizi seseorang tentunya tidak bisa disama ratakan. seperti halnya
kebutuhan gizi atau makanan bagi mereka yang menderita sakit akan berbeda
kebutuhan gizinya dengan orang yang sehat. Sebagai contoh, daging yang
mengandung banyak vitamin dan lemak akan menjadi berbahaya jika dikonsumsi
oleh orang yang menderita darah tinggi, ataupun bahayanya gula jika dikonsumsi
mereka yang diabet. Makanan yang baik atau dalam istilah agama toyyiban selain
baik dari sudut pemenuhan kebutuhan gizi sesuai dengan kecukupan kebutuhan
gizi juga mengandung arti makanan yang diolah secara baik dengan
media baik serta dengan bahan campuran yang baik serta menggunakan bahan
penolong yang baik juga. Banyak diantara kita semua yang ketika membeli
sebuah produk hanya melihat masa kedalaursanya saja dan hanya sebagain kecil
yang memperhatikan labelisasi halal yang menjamin bahwa produk makanan atau
minuman yang kita beli halal untuk dikonsumsi, Padahal seperti juga batas

kedaluarsa, kehalalan makanan menjadi salah satu faktor yang sangat penting bagi
umat Islam. Labelisasi halal dalam makanan dan minuman adalah hasil produk
hukum yang dikeluarkan oleh Majlis Ulama Indonesia atau MUI sebagai upaya
perlindungan konsumen terhadap makanan minuman yang dikonsumsi agar
terhindar dari bahan atau zat yang mengandung unsur keharaman, yang hal
tersebut menjadi ranahnya LP POM MUI dan BP POM Dinas Kesehatan.
Regulasi tentang jaminan produk halal menjadi sangat penting sebagai jaminan
ketentraman umat Islam di Indonesia. Dan apabila terjadi pelanggaran atas
hukum positif pemerintah tentang pangan halal, maka hal tersebut akan menjadi
ranah hukum sebagaimana pelanggaran atas Undang-undang No 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen (No Title n.d.).
PENGERTIAN MAKANAN MINUMAN HALAL
Secara etimologi makanan adalah memasukkan sesuatu melalui mulut.
Dalam bahasa arab makanan berasal dari kata at-ta’am ( ‫ )اﻟﻄﻌﺎم‬dan jamaknya alatimah ( ‫ )اﻷطﻤﺔ‬yang artinya makan-makanan. Sedangkan dalam ensiklopedi
hukum Islam yaitu segala sesuatu yang dimakan oleh manusia, sesuatu yang

menghilangkan lapar. Halal berasal dari bahasa arab ( ‫ )اﻟﺤﻼل‬yang artinya
membebaskan, memecahkan, membubarkan dan membolehkan. Sedangkan dalam
ensiklopedi hukum Islam yaitu:segala sesuatu yang menyebabkan seseorang tidak
dihukum jika menggunakannya, atau sesuatu yang boleh dikerjakan menurut

syara’. Sedangkan menurut buku petunjuk teknis sistem produksi halal yang
diterbitkan oleh DEPAG menyebutkan bahwa; makanan adalah: barang yang
dimaksudkan untuk dimakan atau diminum oleh manusia, serta bahan yang
digunakan dalam produksi makanan dan minuman. Sedangkan halal adalah:
sesuatu yang boleh menurut ajaran Islam (Ii 2003). Yusuf Qardhawi (2000)
mendefinisikan istilah halal “sebagai segala sesuatu yang boleh
dikerjakan, syariat membenarkan dan orang yang melakukannya tidak dikenai
sanksi dari Allah SWT” . (News 2007)
Jadi dapat dipahami bahwa makanan halal adalah: makanan Minuman
yang baik, baik menurut Islam dan dalam aspek kesehatan, tanpa adanya batasan
yang membatasinya, dan hukumnya mubah atau boleh, tanpa adanya unsur
syubhad atau keragu-raguan didalamnya. Makanan minuman halal menurut Islam
sudah barang tentu pasti terjamin dalam spek kesehatannya yang tidak diragukan
lagi. Makanan minuman halal dan bergizi merupakan anjuran dalam Islam baik
menunjang untuk kesehatan jasmani maupun kesehatan rohani dalam fungsi
pangan. Fungsi pangan yaitu menjaga keberlangsungan hidup dan menjaga agar
makhluk hidup sehat lahir dan bathin. Kualitas makanan yang dikonsumsi dapat
berpengaruh terhadap kualitas hidup dan perilaku makhluk hidup itu sendiri. Oleh
karena itu, setiap makhluk hidup harus berusaha untuk mendapatkan makanan
yang baik seperti dinyatakan dalam FirmanNya: “wahai orang-orang yang

beriman, makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepadamu dan
bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya” (QS AlBaqarah: 172). “Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu
sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu
beriman kepada-Nya (QS Al- Maidah: 88). Maka makanlah yang halal lagi baik
dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan syukurilah nikmat Allah,
jika kamu hanya menyembah kepada-Nya” (QS al-Nahl: 114).Dari ayatayat
tersebut dapat disimpulkan bahwa makanan yang dikonsumsi harus halal dan baik
ditinjau dari berbagai aspek (No Title 2006).
DASAR HUKUM PERINTAH MAKANAN MINUMAN HALAL DALAM
ISLAM
Kepedulian Allah Swt sangat besar terhadap soal makanan dan aktifitas
makan untuk makhluknya. Hal ini tercermin dari firmannya dalam al Qur’an
mengenai kata tha’am yang berarti ”makanan” yang terulang sebanyak 48 kali
dalam berbagai bentuknya. Ditambah pula dengan kata akala yang berarti
”makan”sebagai kata kerja yang tertulis sebanyak 109 kali dalam berbagai
derivasinya, termasuk perintah ”makanlah” sebanyak 27 kali. Sedangkan kegiatan
yang berhubungan dengan makan yaitu ”minum” yang dalam bahasa Al-Qur’an
disebut syariba terulang sebanyak 39 kali. Betapa pentingnya makanan untuk
kehidupan manusia, maka Allah Swt mengatur bahwa aktifitas makan selalu


diikuti dengan rasa nikmat dan puas, sehingga manusia sering lupa bahwa makan
itu bertujuan untuk kelangsungan hidup dan bukan sebaliknya hidup untuk makan.
Pada dasarnya semua makanan dan minuman yang berasal dari tumbuh-tumbuhan
sayur-sayuran, buah-buahan dan hewan adalah halal kecuali yang beracun dan
membahayakan nyawa manusia (Ii 2003).
Sebagaimana dasar hukum al-Qur’ an akan makanan halal, firman Allah
SWT yang terkandung didalam beberapa ayat-ayat berikut ini:
QS. Al-Maidah : 03
            
             

               
              

        

3. diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[394], daging babi, (daging
hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul,
yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya[395], dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.

dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah[396], (mengundi nasib
dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini[397] orang-orang kafir
telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut
kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk
kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa[398] karena
kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.
[394] Ialah: darah yang keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut dalam surat Al
An-aam ayat 145.
[395] Maksudnya Ialah: binatang yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang
ditanduk dan yang diterkam binatang buas adalah halal kalau sempat disembelih
sebelum mati.
[396] Al Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. orang Arab
Jahiliyah menggunakan anak panah yang belum pakai bulu untuk menentukan
Apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau tidak. Caranya Ialah:
mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu. setelah ditulis
masing-masing Yaitu dengan: lakukanlah, jangan lakukan, sedang yang ketiga

tidak ditulis apa-apa, diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah.
bila mereka hendak melakukan sesuatu Maka mereka meminta supaya juru kunci

ka'bah mengambil sebuah anak panah itu. Terserahlah nanti Apakah mereka akan
melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang
diambil itu. kalau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, Maka
undian diulang sekali lagi.
[397] Yang dimaksud dengan hari Ialah: masa, Yaitu: masa haji wada', haji
terakhir yang dilakukan oleh Nabi Muhammad s.a.w.
[398] Maksudnya: dibolehkan memakan makanan yang diharamkan oleh ayat ini
jika terpaksa.
QS. Al-Maidah : 88
             
88. dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah
rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepadaNya.
QS. Al-Baqarah : 168
               
 

168. Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat
di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena
Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.
QS. Al-Anfal : 69

             
69. Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu,
sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah;
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Qs. An-Nahl : 114
             

114. Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah
kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja
menyembah.
Setidaknya ada bebera unsur yang harus diperhatikan dalam kita memilih
atau meneliti kehalalan toyyiban sebuah produk yang akan kita konsumsi.
PERTAMA adalah kelalalan sutu makanan yang telah dinaskan dalam Al Qur’an.
Surat Al Maidaah Ayat 3 yang artinya Diharamkan bagimu (memakan) bangkai,
darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah,
yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam
binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan
bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib
dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan.
Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu,
sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada
hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu. Maka
barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dalam kata lan, makanan yang
diharamkan secara syariat adalah :
Pertama, Bangkai yaitu hewan yang mati bukan karena disembelih atau
diburu. Hukumnya jelas haram dan bahaya yang ditimbulkannya bagi agama dan
badan manusia sangat nyata, sebab pada bangkai terdapat darah yang mengendap
sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan. Sekalipun bangkai haram hukumnya
tetapi ada yang dikecualikan yaitu bangkai ikan dan belalang berdasarkan hadits.
Dr. As Sayyid Al-Jamili dalam bukunya al-Ijaz ath Thibbi fi al-Qur’an
mengungkapkan bahwa keharaman bangkai secara ilmiah dikarenakan
membahayakan kesehatan yang diakibatkan oleh tertahannya darah di dalam
tubuh hewan tersebut. Darah yang membeku dalam tubuh bangkai tersebut
kemudian menjadi sarang tempat berkumpulnya mikroba yang berbahaya bagi
tubuh manusia. Lebih jauh Dr. Adil Abdil Khair dalam bukunya al ijtihadat fi at
Tafsir al ‘Ilmi menyebutkan beberapa penyakit berikut yang diakibatkan karena
memakan bangkai, yaitu radang dan pembusukan usus dan penyakit-penyakit
pencernaan seperti thypus, tetanus, keracunan darah dan sebagainya (Pendahuluan
et al. n.d.).
Kedua, Darah, Yaitu darah yang mengalir sebagaimana dijelaskan dalam
ayat lainnya "Atau darah yang mengalir" [QS6:145] Dikatakan oleh Ibnu Abbas
dan Sa'id bin Jubair bahwa orang-orang jahiliyyah dahulu apabila seorang diantara
mereka merasa lapar, maka dia mengambil sebilah alat tajam yang terbuat dari
tulang atau sejenisnya, lalu digunakan untuk memotong unta atau hewan yang
kemudian darah yang keluar dikumpulkan dan dibuat makanan/minuman. Oleh
karena itulah, Allah mengharamkan darah pada umat ini. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir
3/23-24].

Ketiga, Daging Babi, Babi, baik peliharaan maupun liar, jantan maupun
betina. Dan mencakup seluruh anggota tubuh babi sekalipun minyaknya. Tentang
keharamannya, telah ditandaskan dalam al-Qur'an, hadits dan ijma' ulama.
Keempat, Sembelihan untuk selain Allah, Setiap hewan yg disembelih
dgn selain nama Allah hukumnya haram. Oleh karenanya, apabila seorang tidak
mengindahkan hal itu bahkan menyebut nama selain Allah baik patung, taghut,
berhala dan lain sebagainya , maka hukum sembelihan tersebut adalah haram
dengan kesepakatan ulama.
Kelima, Hewan yang diterkam binatang buas, Yakni hewan yang
diterkam oleh harimau, serigala atau anjing lalu dimakan sebagiannya kemudia
mati karenanya, maka hukumnya adalah haram sekalipun darahnya mengalir dan
bagian lehernya yang kena. Semua itu hukumnya haram dengan kesepakatan
ulama.
Binatang Buas Bertaring, seperti harimau, singa, anjing, serigala dan
binatag buas sejenisnya.
Burung Yang Berkuku Tajam, Binatang yang berkuku tajam seperti
burung elang dan sejenisnya.
Khimar Ahliyyah yaitu sebangsa keledai Jinak. Serta binatang yang
menjijikan lainnya.
Al-Jallalah Maksud Al-Jalalah yaitu setiap hewan baik hewan berkaki
empat maupun berkaki dua yang makanan pokoknya adalah kotoran-kotoran
seperti kotoran manusia/hewan dan sejenisnya. (Fahul Bari 9/648). Ibnu Abi
Syaiban dalam Al-Mushannaf (5/147/24598) meriwayatkan dari Ibnu Umar
bahwa beliau mengurung ayam yang makan kotoran selama tiga hari. [Sanadnya
shahih sebagaimana dikatakan Al-Hafidz dalam Fathul Bari 9/648].
KEDUA Proses pengolahan atau pembuatan (penyembelihan, cara
mengolah, media yang digunakan, cara pembuatan) Selain binatang yang
dinaskan diatas, kita juga patut mengetahui unsur-unsur lain dalam makanan yang
hendak dikonsumsi apakah tercampur dengan unsur yang diharamkan, Tapi
apakah kita sudah tau unsur-unsur yang terkandung dalam makanan tersebut?
Apakah makanan yang dikonsumsi benar-benar makana yang tidak tercampur
dengan barang yang bernajis atau diharamkan, dan apakan kita sudah yakin kalau
daging atau makanan yang kita konsumsi telah disembelih sesuai dengan yang
disyariatkan oleh agama Islam? Kehalalan makanan modern saat ini sebenarnya
memiliki tingkat kerawanan yang sangat tinggi oleh karena diproduksi secara
masal.
Karena dalam penyembelihan hewan pun Allah SWT telah mensyariatka
dalam Al Qur’an Surat Al Hajj ayat 34. Yang artinya: Dan bagi tiap-tiap umat
telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama
Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka,

maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu
kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh
(kepada Allah).
Selain dalam hal penyembelihan binatang perlu juga diperhatikan apakah
bakan makanan yang akan diolah itu masih layak dikonsumsi atau masih layak
menjadi bahan pembuatan makanan, jangan sampai bahan dasar yang hendak
dijadikan bahan makanan adalah bahan yang sudah rusak, busuk ataupun sudah
kedaluarsa.
Dan yang KETIGA adalah bersih dan bebasnya suatu produk makanan
dan minuman dari bahan yang mengandung zat yang membahayakan tubuh,
karena Makanan toyyib dapat diartikan sebagai makanan yang mengandung zat
yang dibutuhkan oleh tubuh dan tidak mengandung zat yang membahayakan
tubuh dan pikiran. Dalam bahasa sederhana adalah makanan yang bergizi,
higienis, dan tidak beracun. Karena definisi ini isederhanakan, boleh jadi artinya
masih terlalu dangkal, tidak mencakup semua aspek seperti yang dimaksud oleh
Al Qur’an.
Dalam proses pembuatan makanan setidaknya ada istilah-istilah yang bisa
digunakan dalam produksi, antara lain Bahan Inti (bahan dasar) sebagai bahan
utama pembuatan makanan seperti contohnya tepung, gula, telur dalam
pembuatan roti. Selanjutnya Bahan tambahan yaitu bahan yang sengaja
ditambahkan untuk menjadikan hasil produksi lebih banyak atau lebih tahan lama,
jika bahan ini diambil dari bahan yang berbahaya tentunya akan menjadi
berbahaya juga bagi yang mengkonsumsi, seperti pengawet makanan
menggunakan formalin dan sejenisnya. Bahan penolong ( bahan yang dugunakan
untuk membantu proses pembuatan produk) contoh pewarna, pengembang, aroma
dll.
Bila diteliti, antara makanan haram dan halal sebenarnya banyaklah
makanan yang halal, oleh karenanya tidak ada alasan untuk kita mengkonsumsi
makanan yang diharamkan oleh Islam karena didalam larangan itu pastilah ada
rahasia Allah yang sudah barang tentu akan memberikan kebaikan kepada umat
manusia seluruh alam (No Title n.d.).
Jadi dapat disimpulkan bahwa syarat-syarat produk pangan halal menurut
syariat Islam adalah :
a. Halal dzatnya;
b. Halal cara memperolehnya;
c. Halal dalam memprosesnya;
d. Halal dalam penyimpanannya;
e. Halal dalam pengangkutannya;
f. Halal dalam penyajiannya (Ii 2003).

HIKMAH HARAMNYA MACAM-MACAM BINATANG DIATAS
Hikmah diharamkannya macam-macam bangkai binatang seperti tertera di
atas agak kurang begitu tampak di sini. Tetapi hikmah yang lebih kuat, ialah:
bahwa Allah s.w.t. mengetahui akan perlunya manusia kepada binatang,
kasihsayangnya dan pemeliharaannya. Oleh karena itu tidak pantas kalau manusia
dibiarkan begitu saja dengan sesukanya untuk mencekik dan menyiksa binatang
dengan memukul hingga mati seperti yang biasa dilakukan oleh penggembalapenggembala yang keras hati, khususnya bagi mereka yang diupah, dan mereka
yang suka mengadu binatang, misalnya mengadu antara dua kerbau, dua kambing
sehingga matilah binatang-binatang tersebut atau hampir-hampir mati. Dari ini,
maka para ulama ahli fiqih menetapkan haramnya binatang yang mati karena
beradu, sekalipun terluka karena tanduk dan darahnya mengalir dari tempat
penyembelihannya. Sebab maksud diharamkannya di sini, menurut apa yang saya
ketahui, yaitu sebagai hukuman bagi orang yang membiarkan binatang-binatang
tersebut beradu sehingga satu sama lain bunuh-membunuh. Maka diharamkannya
binatang tersebut adalah merupakan suatu hukuman ya ng paling tepat. Adapun
binatang yang disergap (dimakan) oleh binatang buas, didalamnya --dan yang
terpokok-- terdapat unsur penghargaan bagi manusia dan kebersihan dari sisa
makanan binatang buas. Dimana hal ini biasa dilakukan orang-orang jahiliah,
ya itu mereka makan sisa-sisa daging yang dimakan binatang buas, seperti
kambing, unta, sapi dan sebagainya, kemudian hal tersebut diharamkan Allah buat
orang-orang mu'min (Pandangan et al. n.d.).
MAKANAN HIGIENIS DALAM ASPEK KESEHATAN
Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks yang
saling berkaitan dengan masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Pemecahan
masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya di lihat dari segi kesehatannya sendiri,
tetapi harus di lihat dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah
“sehat sakit” atau kesehatan tersebut. Banyak faktor yang mempengaruhi derajat
kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat. Salah satunya
adalah hygiene dan sanitasi makanan (Menurut Depkes dalam “No Title,” 2004).
Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk melanjutkan
kehidupan. Makanan yang dibutuhkan harus sehat dalam arti memiliki nilai gizi
yang optimal seperti : vitamin, mineral, hidrat arang, lemak dan lainnya. Makanan
harus murni dan utuh dalam arti tidak mengandung bahan pencemar serta harus
hygiene. Bila salah satu faktor tersebut terganggu makanan yang dihasilkan akan
menimbulkan gangguan kesehatan dan penyakit bahkan keracunan makanan
(Menurut Farida, Yayuk dkk dalam “No Title,” 2004). Makanan adalah semua
substansi yang diperlukan oleh tubuh, kecuali air dan obat – obatan dan substansi
– substansi yang diperlukan untuk pengobatan (Menurut Anwar dalam Makanan,
2009). Makanan sehat merupakan makanan yang higienis dan bergizi
mengandung zat hidrat arang, protein, vitamin, dan mineral. Agar makanan sehat
bagi konsumen diperlukan persyaratan khusus antara lain cara pengolahan yang
memenuhi syarat, cara penyimpanan yang betul, dan pengangkutan yang sesuai

dengan ketentuan. Makanan sehat selain ditentukan oleh kondisi sanitasi juga di
tentukan oleh macam makanan yang mengandung karbohidrat, protein,
lemak,vitamin dan mineral (Menurut Mukono dalam Makanan, 2009).
Sedangkan Higiene sanitasi makanan merupakan bagian yang penting
dalam proses pengolahan makanan yang harus dilaksanakan dengan baik
(Menurut Fathonah dalam Makanan, 2009). Menurut Permenkes No. 942 Higiene
sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan
perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau
gangguan kesehatan (Makanan 2009).
Dari masing-masing pengertian diatas, sangatlah penting makanan sebagai
asupan tubuh untuk keberlangsungan hidup dalam proses tumbuh kembang setiap
manusia. Dan tidak kalah penting menjaga kehigienisan sebagai aspek kesehatan,
dengan menjaga kebersihan pangan yang dimakan, agar setiap aktifitas manusia
dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam mengemban amanah masing-masing
individu.
KESIMPULAN
Jadi dapat disimpulkan bahwa mengkonsumsi makanan minuman halal
lagi sehat adalah suatu keharusan bagi seluruh umat Islam, dalam kaitannya
mengemban berbagai macam amanah dan aktifitas dalam hidupnya termasuk
aktifitas beribadah pada sang maha pencipta yang telah menciptakan alam
semesta dan seisinya. Mengkonsumsi yang halal memberikan manfaat yang
sangat besar bagi keberlangsungan hidup, dan secara ilmiah Islam melarang
memakan makanan dan minuman haram sudah barang pasti memiliki nilai yang
buruk, baik bagi kesehatan dan berimbas pada perbuatan yang tercela. Islam telah
memberikan kedua pedoman hidup pada umatnya yaitu al-Qur’an dan al-Hadis
sebagai pedoman yang wajib diikuti dan diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari dan banyak hikmah positif yang dapat diambil dan dirasakan apabila
mengikuti aturan dan perintah kebaikan dunia dan akhirat dari Allah SWT untuk
kita semua. Aamiin

DAFTAR PUSTAKA
Ii, B A B. 2003. “Proyek Perguruan Tinggi Agama /IAIN Di Pusat Direktorat
Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam,.” : 16–30.
Ii, B A B, and A Pengertian Batasan Halal-haram. “Bagi Menusia. 1 Sesuatu
Menjadi Haram, Ketika Sudah Turun.” : 23–55.
Iv, B A B. “Dr. Marzuki, M.Ag. Dosen PKn Dan Hukum FIS UNY.” : 74–90.
Makanan, Pengertian. 2009. “BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian
Makanan.” (942): 8–33.
News, Antara. 2007. “Perilaku Konsumsi Muslim Dalam Mengkonsumsi
Makanan Halal Kasus: Muslim Banten ∗.” 2006: 1–15.

“No Title.” 2004.

———. 2006. (2005).
———.
Pandangan, Menurut et al. “No Title.”
Pen, Ditjen, Warta Ekspor, and Edisi Juli. 2015. “Hidup Sehat Dengan Produk
Halal.”
Pendahuluan, A, Saepul Anwar, S I Pd, and M Ag. “Saepul Anwar, S.Pd.I, M.Ag.
1.” : 1–14.
Zulaekah, Siti, Fakultas Ilmu, Kedokteran Universitas, and Muhammadiyah
Surakarta. “HALAL DAN HARAM MAKANAN DALAM ISLAM.” : 25–
35.