Antara Hoax dan Realita docx
Antara Hoax dan Realita
Oleh : Ersandi Paputungan
Kini kita banyak menyimak dan mengkonsumsi hoax berlebihan, akibatnya otak kita mual –
mual dan muntah cibiran serta makian lewat mulut kita sendiri. Kayaknya kita sudah mulai
alergi ketika menghadapi isu – isu yang kurang uenak untuk didengar dan dibicarakan,
seakan baru sebentar saja dunia sudah diporak-porandakan oleh wacana – wacana murahan,
tidak beraturan dan saling berbenturan, sehingga kita jadi saling hasut dan bermusuhan.
Kalau menurut si mbah google salah, atau si ustad fulan bilang salah, atau juga si prof anu
blang salah, anggapnya sudah salah semuanya, walaupun kemungkinan besar informasinya
hanya kita baca lewat media yang mungkin tidak bisa dipercaya sepenuhnya.
Media, lewatnya kita bisa dibutakan dalam sekejap dengan racun – racun dan bahan
mematikan lainnya yang mungkin itu kita konsumsi sehari-hari. Baudrillard berargumen
bahwa, “televisi dan begitu pula media massa lainnya telah meninggalkan ruang yang
dimediasi demi menyimpan kehidupan ‘nyata’ di dalamnya dan mengubah dirinya sendiri
seperti layaknya yang dilakukan virus terhadap sel yang normal. Kita bergerak mengarungi
dunia dalam citra yang disintesasikan”. Yang demikian itu sagatlah fatal ketika kita tidak
mampu memfilter dan mengcounter apapun yang kita konsumsi lewat media. Tanpa disadari
ketika berkenalan dengan media sosial hubungan asmara denganya begitu cepat, dengannya
kita merasa menjadi Tuhan oleh karna ribuan pengikut dan tukang suka yang selalu memuja
dan memuji kita.
Hoax atau berita bohong yang tidak sesuai realita, kini menghegemoni dan menemukan
tempatnya yang nyaman di media, terlebih di Medsos (media sosial). Secara realitas kita
melihat paling banyak berita yang disebar melalui media sosial, berbagai macam pengguna
medsos yang tidak bertanggung jawab setiap harinya menyebar berita yang tidak valid. Ada
semacam kemauan diluar kehendak untuk terus melakukan kejahatan, daripada
menyampaikan informasi – informasi yang sejuk dan bermanfaat. Tangan serasa ringan
dalam menyebar fitnah, kebencian, dan provokasi di media sosial yang menurut mereka
adalah suatu kebanggan. Yang kemudian itu membentuk mental – mental yang hanya berani
di dunia maya saja. Sesuai kondisi dan situasi bagaimana membuat dan menyebar hoax.
Hal ini tentu membuat kita sering terperangkap dalam jebakan yang sudah didesain di dunia
maya oleh sebgian mereka yang banyak berkontribusi pada produk hoax. Bukan hanya di
kalangan masyarakat biasa yang banyak terperangkap dalam jebakan tersebut termasuk juga
sebagian kalangan akademisi. Kita sudah susah membedakan mana berita yang benar dan
berita yang tidak benar, saking banyaknya dan tersistematisnya gerakan–gerakan pembuat
dan penyebar hoax di media sosial.
Bijaksana dalam Membaca Berita
Banyak contoh kasus yang terjadi seperti, adanya broadcast pesan dengan dalih masuk surga
kalau tidak di sebarkan maka akan masuk neraka, atau pesan berhadiah jutaan rupiah, mama
minta pulsa dan lain sebagainya. Fenomena ini pada tingkatan tertentu sudah banyak tersebar
dan banyak memakan korban. Sehingga akan sangat berbahaya ketika kita sembarangan
percaya pada tulisan ataupun berita yang tidak jelas sumbernya. Yang kemudian ketika
dishare maka akan merubah mindset dari si pembaca, dan tidak menutup kemungkinan akan
sembarangan dalam berfatwa dan menuduh orang, entah itu saudara, kawan, keluarga bahkan
orang tua. Jangan sampai kita terpengaruh dengan berita – berita yang membuat kita
terprovokasi dan melakukan aksi diluar etika dan berperilaku yang tidak seharusnya. Intinya
bahwa harus hati – hati dalam menggunakan media sosial. Konkretnya bahwa ada aturan,
etika dan batasan tertentu yang harus kita perhatikan. Agar supaya kita tidak menambah
keresahan di masyarakat dalam menerima informasi yang mungkin bisa berkategori fatal
kalau dikonsumsi. Jadilah pengguna Medsos yang bijak dan tidak mengikuti kemauan nafsu
dalam bermedsos..
Oleh : Ersandi Paputungan
Kini kita banyak menyimak dan mengkonsumsi hoax berlebihan, akibatnya otak kita mual –
mual dan muntah cibiran serta makian lewat mulut kita sendiri. Kayaknya kita sudah mulai
alergi ketika menghadapi isu – isu yang kurang uenak untuk didengar dan dibicarakan,
seakan baru sebentar saja dunia sudah diporak-porandakan oleh wacana – wacana murahan,
tidak beraturan dan saling berbenturan, sehingga kita jadi saling hasut dan bermusuhan.
Kalau menurut si mbah google salah, atau si ustad fulan bilang salah, atau juga si prof anu
blang salah, anggapnya sudah salah semuanya, walaupun kemungkinan besar informasinya
hanya kita baca lewat media yang mungkin tidak bisa dipercaya sepenuhnya.
Media, lewatnya kita bisa dibutakan dalam sekejap dengan racun – racun dan bahan
mematikan lainnya yang mungkin itu kita konsumsi sehari-hari. Baudrillard berargumen
bahwa, “televisi dan begitu pula media massa lainnya telah meninggalkan ruang yang
dimediasi demi menyimpan kehidupan ‘nyata’ di dalamnya dan mengubah dirinya sendiri
seperti layaknya yang dilakukan virus terhadap sel yang normal. Kita bergerak mengarungi
dunia dalam citra yang disintesasikan”. Yang demikian itu sagatlah fatal ketika kita tidak
mampu memfilter dan mengcounter apapun yang kita konsumsi lewat media. Tanpa disadari
ketika berkenalan dengan media sosial hubungan asmara denganya begitu cepat, dengannya
kita merasa menjadi Tuhan oleh karna ribuan pengikut dan tukang suka yang selalu memuja
dan memuji kita.
Hoax atau berita bohong yang tidak sesuai realita, kini menghegemoni dan menemukan
tempatnya yang nyaman di media, terlebih di Medsos (media sosial). Secara realitas kita
melihat paling banyak berita yang disebar melalui media sosial, berbagai macam pengguna
medsos yang tidak bertanggung jawab setiap harinya menyebar berita yang tidak valid. Ada
semacam kemauan diluar kehendak untuk terus melakukan kejahatan, daripada
menyampaikan informasi – informasi yang sejuk dan bermanfaat. Tangan serasa ringan
dalam menyebar fitnah, kebencian, dan provokasi di media sosial yang menurut mereka
adalah suatu kebanggan. Yang kemudian itu membentuk mental – mental yang hanya berani
di dunia maya saja. Sesuai kondisi dan situasi bagaimana membuat dan menyebar hoax.
Hal ini tentu membuat kita sering terperangkap dalam jebakan yang sudah didesain di dunia
maya oleh sebgian mereka yang banyak berkontribusi pada produk hoax. Bukan hanya di
kalangan masyarakat biasa yang banyak terperangkap dalam jebakan tersebut termasuk juga
sebagian kalangan akademisi. Kita sudah susah membedakan mana berita yang benar dan
berita yang tidak benar, saking banyaknya dan tersistematisnya gerakan–gerakan pembuat
dan penyebar hoax di media sosial.
Bijaksana dalam Membaca Berita
Banyak contoh kasus yang terjadi seperti, adanya broadcast pesan dengan dalih masuk surga
kalau tidak di sebarkan maka akan masuk neraka, atau pesan berhadiah jutaan rupiah, mama
minta pulsa dan lain sebagainya. Fenomena ini pada tingkatan tertentu sudah banyak tersebar
dan banyak memakan korban. Sehingga akan sangat berbahaya ketika kita sembarangan
percaya pada tulisan ataupun berita yang tidak jelas sumbernya. Yang kemudian ketika
dishare maka akan merubah mindset dari si pembaca, dan tidak menutup kemungkinan akan
sembarangan dalam berfatwa dan menuduh orang, entah itu saudara, kawan, keluarga bahkan
orang tua. Jangan sampai kita terpengaruh dengan berita – berita yang membuat kita
terprovokasi dan melakukan aksi diluar etika dan berperilaku yang tidak seharusnya. Intinya
bahwa harus hati – hati dalam menggunakan media sosial. Konkretnya bahwa ada aturan,
etika dan batasan tertentu yang harus kita perhatikan. Agar supaya kita tidak menambah
keresahan di masyarakat dalam menerima informasi yang mungkin bisa berkategori fatal
kalau dikonsumsi. Jadilah pengguna Medsos yang bijak dan tidak mengikuti kemauan nafsu
dalam bermedsos..