Program Kerja Sekjen Tahun 2015 setjen
RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL
TAHUN 2015-2035 DAN PROGRAM PRIORITAS
SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2015
Disampaikan oleh Sekretaris Jenderal
Dalam acara Rapat Kerja Kementerian Perindustrian tahun 2015
Jakarta, 5 Februari 2015
DAFTAR ISI
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
Pendahuluan
Visi, Misi, dan Strategi Pembangunan Industri
Sasaran dan Tahapan Pembangunan Industri
Bangun Industri Nasional
Pembangunan Sumber Daya Industri
Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri
Pemberdayaan Industri
Perwilayahan Industri
Kebijakan Afirmatif Industri dan Industri Menengah
Program Quick Wins Kemenperin 2015 ‐ 2019
Program Prioritas Sekretariat Jenderal Tahun 2015
I.
PENDAHULUAN
3
DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL
UU 17 TAHUN 2007
UU 3 TAHUN 2014
TTG PERINDUSTRIAN
PP
RIPIN
RPJPN
Arah Pembangunan Industri:
• Industri yang berdaya saing
• Keterkaitan dengan
pengembangan IKM
• Struktur Industri yang
sehat dan berkeadilan
• Mendorong perkembangan
ekonomi di luar Pulau Jawa
20 Thn
PERPRES
Pasal 9 Ayat 1 : RIPIN paling sedikit memperhatikan:
a. potensi sumber daya Industri;
b. budaya Industri dan kearifan lokal yang tumbuh di masyarakat;
c. potensi dan perkembangan sosial ekonomi wilayah;
d. perkembangan Industri dan bisnis baik nasional maupun
internasional;
e. perkembangan lingkungan strategis, baik nasional maupun
internasional;
f. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi, dan/atau Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota
PERPRES
KIN
RPJMN
5 Thn
PERPRES
RKP
Pasal 9 Ayat 2 : RIPIN paling sedikit meliputi:
a. visi, misi, dan strategi pembangunan Industri;
b. sasaran dan tahapan capaian pembangunan Industri;
c. bangun Industri nasional;
d. pembangunan sumber daya Industri;
e. pembangunan sarana dan prasarana Industri;
f. pemberdayaan Industri; dan
g. perwilayahan Industri.
RENCANA
PEMBANGUNAN
INDUSTRI PROPINSI
PERDA
RENCANA
PEMBANGUNAN
INDUSTRI KAB/KOTA
PERMEN
RENJA
PEMBANGUNAN
INDUSTRI
1 Thn
4
KINERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN NON MIGAS
1. Pertumbuhan dan Kontribusi sektor industri pengolahan non migas
Selama periode 2008-2013, sektor industri pengolahan non migas tumbuh rata-rata sebesar 5,16 persen. Pada periode
2008-2010, pertumbuhan sektor tersebut relatif rendah dan berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional
LAPANGAN USAHA
INDUSTRI PENGOLAHAN
a. Industri Migas
b. Industri Non Migas
1). Makanan, Minuman dan Tembakau
2). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki
3). Brg. kayu & Hasil hutan lainnya.
4). Kertas dan Barang cetakan
5). Pupuk, Kimia & Barang dari karet
6). Semen & Brg. Galian bukan logam
7). Logam Dasar Besi & Baja
8). Alat Angkut, Mesin & Peralatannya
9). Barang lainnya
PRODUK DOMESTIK BRUTO, Total
2008
2009
2010
2011
2012
2013
3.66
-0.34
4.05
2.21
-1.53
2.56
4.74
0.56
5.12
6.14
-0.94
6.74
5.74
-2.80
6.42
5.56
-1.81
6.10
2014
TW III
4.90
-1.08
5.30
2.34
11.22
2.78
9.14
7.57
3.34
8,80
-3.64
3.45
-1.48
0.60
-1.38
6.34
1.77
-3.47
1.67
7.52
0.35
1.40
4.27
-3.14
-4.75
10.5
0
7.80
5.86
7.03
-1.13
6.26
6.06
6.18
4.45
3,54
7,27
5,12
2.21
1,05
3.00
6.93
10.54
-0.70
5.78
1,20
3,13
4,70
10,77
5.11
4.46
1.64
4.70
3.95
-1.49
-2.05
9.79
-0.96
6.01
-0.51
-4.26
-2.87
3.19
4.63
2.18
2.38
10.38
3.00
6.22
7.19
13.06
6.81
1.82
6.49
Setelah mengalami penurunan pertumbuhan industri pada tahun 2008-2009, industri pengolahan non migas kembali
tumbuh cukup tinggi pada tahun 2010 dan pertumbuhan industri pengolahan berada di atas pertumbuhan ekonomi
dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 6,42 persen selama periode 2011-2013.
Pada periode 2010-2013, cabang industri yang tumbuh relatif tinggi adalah cabang Industri Alat Angkut, Mesin &
Peralatannya, Logam Dasar Besi & Baja, Makanan, Minuman dan Tembakau, Pupuk, Kimia & Barang dari karet, Semen
& Barang Galian bukan logam, serta Tekstil, Barang dari kulit & Alas kaki.
5
2.
PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR INDUSTRI NON-MIGAS SAMPAI OKTOBER TAHUN 2014
EKSPOR-IMPOR INDUSTRI NON-MIGAS (USD MILYAR)
160
139,71
140
120
100
122,18
98,01
126,09
116,14
131,4
110,7
113,02
101,11
98,43
93,21
103,9
80
60
40
20
0
-40
-3,91
-3,1
-20
-23,57
2010
2011
2012
Ekspor
-18,38
2013
Impor
-5,47
-17,49
Jan-Okt 2013
Jan-Okt 2014
Neraca
Pada periode Januari-Oktober 2014, nilai ekspor produk industri mencapai USD 98,43 milyar, dan nilai impor mencapai
USD 103,9 milyar. Neraca perdagangan industri non migas pada Januari-Oktober 2014 adalah USD -5,47 miliar (neraca
defisit).
* Sumber: BPS diolah Kemenperin
6
3.
Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri
JUMLAH TENAGA KERJA INDUSTRI NON‐MIGAS
15.500.000
15.000.000
14.500.000
14.000.000
13.500.000
13.000.000
12.500.000
12.000.000
11.500.000
2009
Tahun
Tenaga Kerja Sektor
Industri Non‐Migas
2010
2011
2012
2013
2014
2009
2010
2011
2012
2013
2014
12.839.800
13.824.251
14.122.407
14.452.333
14.959.804
15.254.674
Tenaga kerja di sektor industri non‐migas setiap tahun mengalami kenaikan, dengan rata‐rata
kenaikan 483 ribu orang per tahun, atau 3,5% per tahun.
7
II. VISI, MISI, DAN STRATEGI PEMBANGUNAN
INDUSTRI
8
A. VISI PEMBANGUNAN INDUSTRI
Menjadi Negara Industri Tangguh yang bercirikan:
1. Struktur industri nasional yang kuat, dalam, sehat dan berkeadilan
2. Industri yang berdaya saing tinggi di tingkat global
3. Industri yang berbasis inovasi dan teknologi
B. MISI PEMBANGUNAN INDUSTRI
1.
2.
3.
4.
meningkatkan peran industri nasional sebagai pilar dan penggerak perekonomian nasional;
memperkuat dan memperdalam struktur industri nasional;
meningkatkan daya saing industri yang mandiri dan berwawasan lingkungan;
menjamin kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah pemusatan atau
penguasaan industri oleh satu kelompok atau perseorangan yang merugikan masyarakat;
5. membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja;
6. meningkatkan persebaran pembangunan industri ke seluruh wilayah Indonesia guna
memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional; dan
7. meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan.
9
C. STRATEGI PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL
Strategi yang ditempuh untuk mencapai visi dan misi pembangunan industri nasional
adalah sebagai berikut:
1. mengembangkan industri hulu dan industri antara berbasis sumber daya alam;
2. pengendalian ekspor bahan mentah dan sumber energi;
3. meningkatkan penguasaan teknologi dan kualitas sumber daya manusia (SDM)
industri;
4. mengembangkan Wilayah Pengembangan Industri (WPI), Wilayah Pusat
Pertumbuhan Industri (WPPI), Kawasan Industri (KI), dan Sentra Industri Kecil dan
Menengah;
5. menyediakan langkah‐langkah afirmatif berupa perumusan kebijakan, penguatan
kapasitas kelembagaan dan pemberian fasilitas kepada industri kecil dan menengah;
6. pembangunan sarana dan prasarana Industri;
7. pembangunan industri hijau;
8. pembangunan industri strategis;
9. peningkatan penggunaan produk dalam negeri; dan
10. kerjasama internasional bidang industri.
10
III. SASARAN DAN TAHAPAN PEMBANGUNAN
INDUSTRI
11
A
SASARAN PEMBANGUNAN INDUSTRI
1. Sasaran Kualitatif Pembangunan Industri
a. meningkatnya pertumbuhan industri yang diharapkan dapat mencapai
pertumbuhan 2 (dua) digit pada tahun 2035 sehingga kontribusi industri
dalam Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 30% (tiga puluh persen);
b. meningkatnya penguasaan pasar dalam dan luar negeri dengan mengurangi
ketergantungan terhadap impor bahan baku, bahan penolong, dan barang
modal, serta meningkatkan ekspor produk industri;
c. tercapainya percepatan penyebaran dan pemerataan industri ke seluruh
wilayah Indonesia;
d. meningkatnya kontribusi industri kecil terhadap pertumbuhan industri
nasional;
e. meningkatnya pengembangan inovasi dan penguasaan teknologi;
f. meningkatnya penyerapan tenaga kerja yang kompeten di sektor industri;
dan
g. menguatnya struktur industri dengan tumbuhnya industri hulu dan industri
antara yang berbasis sumber daya alam.
12
2. Sasaran kuantitatif Pembangunan Industri
NO
Indikator Pembangunan Industri
Satuan
2014*
2015
2020
2025
2035
1
Pertumbuhan sektor industri nonmigas
%
5,7
6,8
8,5
9,1
10,5
2
Kontribusi industri nonmigas terhadap
PDB
%
20,8
21,2
24,9
27,4
30,0
3
Kontribusi ekspor produk industri
terhadap total ekspor
%
66,5
67,3
69,8
73,5
78,4
4
Jumlah tenaga kerja di sektor industri
Juta
orang
14,9
15,5
18,5
21,7
29,2
5
Persentase tenaga kerja di sektor
industri terhadap total pekerja
%
13,7
14,1
15,7
17,6
22,0
6
Rasio impor bahan baku sektor industri
terhadap PDB sektor industri nonmigas
%
43,5
43,1
26,9
23,0
20,0
7
Nilai Investasi sektor industri
Rp
Trilyun
210
270
618
1.000
4.150
8
Persentase nilai tambah sektor industri
yang diciptakan di luar Pulau Jawa
%
29,0
30,0
32,0
35,0
40,0
Sumber : Kementerian Perindustrian, 2014
* perkiraan realisasi
13
3. Asumsi Penentuan Sasaran Kuantitatif
a. stabilitas politik dan ekonomi yang mendukung peningkatan pertumbuhan
ekonomi nasional antara 6% (enam persen) sampai dengan 9% (sembilan persen)
per tahun;
b. perkembangan ekonomi global yang dapat mendukung pertumbuhan ekspor
nasional khususnya produk industri;
c. iklim investasi dan pembiayaan yang mendorong peningkatan investasi di sektor
industri;
d. ketersediaan infrastruktur yang dapat mendukung peningkatan produksi dan
kelancaran distribusi;
e. kualitas dan kompetensi SDM industri berkembang dan mendukung peningkatan
penggunaan teknologi dan inovasi di sektor industri;
f. kebijakan terkait sumber daya alam yang mendukung pelaksanaan program
hilirisasi industri secara optimal; dan
g. koordinasi antarkementerian/lembaga dan peran aktif pemerintah daerah dalam
pembangunan industri.
14
B
PENAHAPAN CAPAIAN PEMBANGUNAN INDUSTRI
Tahap III 2025‐2035
Tahap II 2020‐2024
Tahap I 2015‐2019
Indonesia sebagai Negara
Industri Tangguh
Keunggulan kompetitif
dan berwawasan
lingkungan
Meningkatkan nilai
tambah sumber daya alam
Catatan :
Pentahapan pembangunan industri prioritas sejalan dengan tahapan pembangunan
industri dalam RPJPN 2005-2025.
15
IV. BANGUN INDUSTRI NASIONAL
16
A
PENETAPAN INDUSTRI PRIORITAS
1.
2.
KRITERIA KUANTITATIF
(BERDASARKAN PAST
PERFORMANCE)
3.
4.
5.
6.
KRITERIA KUALITATIF
(BERDASARKAN VISI
KEDEPAN)
1.
2.
3.
Memenuhi kebutuhan dalam negeri dan substitusi impor (memiliki
potensi pasar yang tumbuh pesat di dalam negeri);
Meningkatkan kuantitas dan kualitas penyerapan tenaga kerja (
berpotensi dan/atau mampu menciptakan lapangan kerja
produktif);
Memiliki daya saing internasional (memiliki potensi untuk tumbuh
dan bersaing di pasar global);
Memberikan nilai tambah yang tumbuh progresif di dalam negeri (
memiliki potensi untuk tumbuh pesat dalam kemandirian);
Memperkuat, memperdalam, dan menyehatkan struktur industri;
dan
Memiliki keunggulan komparatif, penguasaan bahan baku, dan
teknologi.
Memperkokoh konektivitas ekonomi nasional.
Menopang ketahanan pangan, kesehatan dan energi.
Mendorong penyebaran dan pemerataan industri.
17
B
INDUSTRI PRIORITAS TAHUN 2015-2035
Industri Pangan
Industri Pembangkit Energi
Industri Farmasi, Kosmetik
dan Alat Kesehatan
Industri Barang Modal,
Komponen, Bahan
Penolong dan Jasa Industri
Industri Tekstil, Kulit, Alas
Kaki dan Aneka
Industri Hulu Agro
Industri Alat Transportasi
Industri Logam Dasar dan
Bahan Galian Bukan Logam
Industri Elektronika dan
Telematika / ICT
Industri Kimia Dasar
Berbasis Migas dan
Batubara
18
C
BANGUN INDUSTRI NASIONAL
VISI & MISI PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL
Industri Andalan
Industri
Pangan
Industri Farmasi,
Kosmetik dan
Alat Kesehatan
Industri Tekstil,
Kulit, Alas Kaki
dan Aneka
Industri Alat
Transportasi
Industri
Elektronika &
Telematika / ICT
Industri
Pembangkit
Energi
Industri Pendukung
Industri Barang Modal, Komponen, Bahan Penolong dan Jasa Industri
Industri Hulu
Industri Hulu Agro
Industri Logam Dasar dan Industri Kimia Dasar Berbasis
Migas dan Batubara
Bahan Galian Bukan Logam
Modal Dasar
Sumber Daya Alam
Sumber Daya Manusia
Teknologi, Inovasi & Kreativitas
Prasyarat
Infrastruktur
Kebijakan & Regulasi
Pembiayaan
19
D
PEMBANGUNAN INDUSTRI PRIORITAS
Jenis Industri yang menjadi prioritas untuk dikembangkan pada tahun
2015 – 2035 meliputi :
NO.
INDUSTRI PRIORITAS
JENIS INDUSTRI
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Industri Pengolahan Ikan
Industri Pengolahan Susu
Industri Bahan Penyegar
Industri Pengolahan Minyak Nabati
Industri Pengolahan Buah‐Buahan dan Sayuran
Industri Tepung
Industri Gula Berbasis Tebu
1.
Industri Pangan
2.
Industri Farmasi, Kosmetik dan a. Industri Farmasi dan Kosmetik
Alat Kesehatan
b. Industri Alat Kesehatan
3.
Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki, a. Industri Tekstil
b. Industri Kulit dan Alas Kaki
dan Aneka
c. Industri Furnitur dan Barang Lainnya Dari Kayu
d. Industri Plastik, Pengolahan Karet, dan barang
dari karet
20
NO.
INDUSTRI PRIORITAS
JENIS INDUSTRI
4.
Industri Alat Transportasi
a.
b.
c.
d.
Industri Kendaraan Bermotor
Industri Kereta Api
Industri Perkapalan
Industri Kedirgantaraan
5.
Industri Elektronika dan
Telematika/ICT
a. Industri Elektronika
b. Industri Komputer
c. Industri Peralatan Komunikasi
6.
Industri Pembangkit Energi
Industri Alat Kelistrikan
7.
Industri Barang Modal,
Komponen, Bahan Penolong
dan Jasa Industri
a.
b.
c.
d.
Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Komponen
Industri Bahan Penolong
Jasa Industri
8.
Industri Hulu Agro
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Industri Oleofood
Industri Oleokimia
Industri Kemurgi
Industri Pakan
Industri Barang dari Kayu
Industri Pulp dan Kertas
21
NO.
INDUSTRI PRIORITAS
JENIS INDUSTRI
9.
Industri Logam Dasar dan
Bahan Galian Bukan Logam
a. Industri pengolahan dan pemurnian besi dan
baja dasar
b. Industri pengolahan dan pemurnian Logam
dasar bukan besi
c. Industri logam mulia, tanah jarang (rare earth),
dan bahan bakar nuklir
d. Industri bahan galian non logam
10.
Industri Kimia Dasar Berbasis
Migas dan Batubara
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Industri Petrokimia Hulu
Industri Kimia Organik
Industri Pupuk
Industri Resin Sintetik dan Bahan Plastik
Industri Karet Alam dan Sintetik
Industri Barang Kimia Lainnya
22
V. PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI
23
A
PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) INDUSTRI
1. Pembangunan SDM industri difokuskan pada rencana pengembangan tenaga kerja
industri. Pembangunan tenaga kerja industri bertujuan untuk menyiapkan tenaga kerja
Industri kompeten yang siap kerja sesuai dengan kebutuhan perusahaan industri dan/atau
perusahaan kawasan industri, meningkatkan produktivitas tenaga kerja Industri,
meningkatkan penyerapan tenaga kerja di sektor Industri dan memberikan perlindungan
dan kesejahteraan tenaga kerja Industri.
2. Sasaran yang akan dicapai :
a. Meningkatnya penyerapan tenaga kerja industri rata‐rata sebesar 3,2 persen per
tahun selama periode 2015‐2035 dengan komposisi tenaga kerja manajerial sebesar
12 persen dan tenaga kerja teknis sebesar 88 persen.
b. Terbangunnya infrastruktur kompetensi yang meliputi tersedianya SKKNI bidang
industri, tersedianya asesor kompetensi dan asesor lisensi, terbangunnya Lembaga
Sertifikasi Profesi (LSP) dan Tempat Uji Kompetensi (TUK), serta terbangunnya
Lembaga Pendidikan atau akademi komunitas bidang industri berbasis kompetensi
3. Program Pengembangan :
a. Pembangunan infrastruktur kompetensi tenaga kerja industri
b. Pembangunan tenaga kerja berbasis kompetensi
c. Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan untuk melengkapi unit
pendidikan dan balai diklat melalui penyediaan laboratorium, teaching factory, dan
workshop.
24
PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM
B
1. Pemanfaatan sumber daya alam untuk Perusahaan Industri dan Perusahaan
Kawasan Industri diselenggarakan melalui prinsip tata kelola yang baik dengan
tujuan untuk:
a. pendalaman dan penguatan struktur Industri,
b. peningkatan nilai tambah melalui proses pengolahan sumber daya alam;
dan
c. memenuhi kebutuhan dan keberlangsungan kegiatan Industri
2. Untuk mencapai tujuan pemanfaatan sumber daya alam tersebut, maka
diproyeksikan kebutuhan dan pasokan sumber daya alam untuk industri hulu
berbasis mineral tambang, migas dan batubara, serta agro .
3. Program Pengembangan :
a. Pengelolaan sumber daya alam secara efisien, ramah lingkungan dan
berkelanjutan melalui penerapan tata kelola yang baik
b. Pelarangan atau pembatasan ekspor sumber daya alam
c. Jaminan Penyediaan dan Penyaluran Sumber Daya Alam
25
Proyeksi Kebutuhan dan Pasokan Sumber Daya Alam Industri Hulu
KEBUTUHAN DAN PASOKAN SUMBER DAYA ALAM
NO
KAPASITAS PRODUKSI
(ton per tahun)
KELOMPOK /
JENIS INDUSTRI
(1)
(2)
KEBUTUHAN BAHAN BAKU
(ton per tahun)
2015-2019
2020-2024
2025-2035
2015-2019
2020-2024
2025-2035
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
I
INDUSTRI HULU BERBASIS MINERAL TAMBANG
1
Besi Baja Dasar
2
12 juta
17 juta
25 juta
20 juta
28 juta
40 juta
Nikel
200 ribu
250 ribu
300 ribu
11 juta
14 juta
17 juta
3
Tembaga
500 ribu
750 ribu
1 juta
2 juta
3 juta
4 juta
4
Aluminium
300 ribu
600 ribu
1 juta
600 ribu
1,2 juta
2 juta
26
Proyeksi Kebutuhan dan Pasokan Sumber Daya Alam Industri Hulu
KEBUTUHAN DAN PASOKAN SUMBER DAYA ALAM
NO
KELOMPOK / JENIS
INDUSTRI
(1)
(2)
KAPASITAS PRODUKSI
(ton per tahun)
2015‐2019 2020‐2024 2025‐2035
(3)
(4)
KEBUTUHAN BAHAN BAKU
(ton per tahun)
2015‐2019
2020‐2024
2025‐2035
(5)
(6)
(7)
(8)
II
INDUSTRI HULU BERBASIS MIGAS DAN BATUBARA;
1
Industri Petrokimia Hulu
(olefin)
15,7 juta
20,5 juta
30 juta
Gas :
7,3 juta
Batubara :
12,4 juta
Gas :
13,5 juta
Batubara :
23 juta
Gas :
19,7 juta
Batubara :
33,5 juta
2
Industri Petrokimia Hulu
(aromatik)
3,5 juta
4,2 juta
5,6 juta
Minyak bumi :
71 juta
Minyak bumi :
82,3 juta
Minyak bumi :
105 juta
III INDUSTRI HULU BERBASIS AGRO
1
Industri Bahan Penyegar
(kakao)
0,80 juta
1,05 juta
1,37 juta
0,90 juta
1,42 juta
1,85 juta
2
Industri Oleofood,
Oleokimia dan Kemurgi
(kelapa sawit)
42,9 juta
59,5 juta
75 juta
25,3 juta
37,4 juta
47,5 juta
27
C
Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi Industri
1. Pengembangan, penguasaan dan pemanfaatan teknologi industri bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi, produktivitas, nilai tambah, daya saing dan kemandirian
industri nasional
2. Dalam rangka pengembangan, penguasaan dan pemanfaatan teknologi, maka perlu
dipetakan kebutuhan teknologi yang akan dikembangkan untuk masing‐masing
kelompok industri prioritas.
3. Program Pengembangan :
a. Peningkatan sinergi program kerjasama litbang antara balai‐balai industri
dengan lembaga riset pemerintah, lembaga riset swasta, perguruan tinggi, dunia
usaha dan lembaga riset untuk menghasilkan produk litbang yang aplikatif dan
terintegrasi.
b. Implementasi pengembangan teknologi baru melalui pilot plant atau yang
sejenis.
c. Pemberian jaminan resiko terhadap pemanfaatan teknologi yang dikembangkan
berdasarkan hasil litbang dalam negeri.
d. Pemberian insentif bagi industri yang melaksanakan kegiatan R&D dalam
pengembangan industri dalam negeri.
28
3. Program Pengembangan (lanjutan) :
e. Pemberian insentif dalam bentuk royalti kepada unit R&D dan peneliti yang hasil
temuannya dimanfaatkan secara komersial di industri
f. Peningkatan transfer teknologi melalui proyek putar kunci (turn key project)
apabila belum tersedia teknologi yang diperlukan di dalam negeri.
g. Mendorong relokasi unit R&D milik perusahaan industri PMA melalui skema
insentif pajak (double tax deductable) terutama bagi industri yang berorientasi
ekspor dan sifat siklus umur teknologinya singkat atau berubah cepat.
h. Meningkatkan kontribusi hasil kekayaan intelektual berupa desain, paten dan
merk dalam produk industri untuk meningkatkan nilai tambah.
i. Melakukan audit teknologi terhadap teknologi yang dinilai tidak layak untuk
industri antara lain boros energi, beresiko pada keselamatan dan keamanan,
serta berdampak negatif pada lingkungan.
j. Mendorong tumbuhnya pusat‐pusat inovasi (center of excellence) pada wilayah
pusat pertumbuhan industri.
k. Mendorong terjadinya transfer teknologi dari perusahaan atau tenaga kerja asing
yang beroperasi di dalam negeri.
l. Pemberian penghargaan bagi rintisan, pengembangan, dan penerapan teknologi
industri.
29
D
1.
2.
3.
Pengembangan dan Pemanfaatan Kreativitas dan Inovasi
Pengembangan dan pemanfaatan kreativitas dan inovasi dimaksudkan untuk memberdayakan budaya
Industri dan/atau kearifan lokal yang tumbuh di masyarakat terutama dalam rangka pengembangan
industri kreatif.
Ruang lingkup Pengembangan dan pemanfaatan kreativitas dan inovasi meliputi:
a.
Penyediaan ruang dan wilayah untuk masyarakat dalam berkreativitas dan berinovasi;
b. Pengembangan sentra Industri kreatif;
c.
Pelatihan teknologi dan desain;
d. Konsultasi, bimbingan, advokasi, dan fasilitasi perlindungan Hak Kekayaan Intelektual khususnya bagi
Industri kecil; dan
e.
Fasilitasi promosi dan pemasaran produk Industri kreatif di dalam dan luar negeri
Program Pengembangan:
a.
Penyediaan ruang dan wilayah untuk masyarakat dalam berkreativitas dan berinovasi (Pembangunan
techno park, pusat animasi dan pusat inovasi)
b. Pengembangan sentra Industri kreatif (Bantuan mesin peralatan dan bahan baku/penolong,
Pembangunan UPT, Bantuan desain dan tenaga ahli, serta Fasilitasi pembiayaan)
c.
Pelatihan teknologi dan desain (Pelatihan desain dan teknologi, dan Bantuan tenaga ahli)
d. Fasilitasi perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (Konsultasi, bimbingan, advokasi HKI, serta Fasilitasi
pendaftaran merk, paten, hak cipta dan desain industri)
e.
Fasilitasi promosi dan pemasaran produk Industri kreatif (Promosi dan pameran di dalam negeri,
Promosi dan pameran di luar negeri, dan Penyediaan fasilitas trading house di luar negeri)
30
E
Penyediaan Sumber Pembiayaan
1. Dalam rangka pencapaian sasaran pengembangan industri nasional dibutuhkan
pembiayaan investasi di sektor industri yang bersumber dari penanaman modal
dalam negeri dan penanaman modal asing, serta penanaman modal pemerintah
khususnya untuk pengembangan industri strategis.
2. Berdasarkan UU No 3 tahun 2014 tentang Perindustrian, pemerintah memfasilitasi
ketersediaan pembiayaan yang kompetitif untuk pembangunan industri melalui
pembentukan lembaga pembiayaan pembangunan industri yang berfungsi sebagai
lembaga pembiayaan investasi di bidang industri.
3. Untuk mencapai sasaran pembangunan industri 20 tahun kedepan diproyeksikan
kebutuhan pembiayaan untuk investasi di sektor industri rata‐rata tumbuh sebesar
15 persen per tahun dengan komposisi antara PMA dan PMDN yang berimbang.
31
VI. PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA
INDUSTRI
32
A
STANDARDISASI INDUSTRI
1. Standardisasi industri bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri dalam rangka
penguasaan pasar dalam negeri maupun ekspor, yang meliputi perencanaan, pembinaan,
pengembangan dan Pengawasan untuk Standar Nasional Indonesia (SNI), Spesifikasi Teknis
(ST) dan Pedoman Tata Cara (PTC)
2. Sasaran pengembangan standardisasi industri meliputi
a.
Terlaksananya penyusunan dan pemberlakuan SNI, Spesifikasi Teknis dan/atau
Pedoman Tata Cara sesuai kebutuhan industri prioritas,
b.
Tersedianya infrastruktur Standardisasi meliputi pembentukan Lembaga sertifikasi
produk, penyediaan Laboratorium penguji, lembaga inspeksi, laboratorium kalibrasi,
auditor/ asesor, petugas penguji, petugas inspeksi, dan petugas kalibrasi untuk
pelaksanaan penilaian kesesuaian, serta penyediaan Petugas Pengawas Standar
Industri (PPSI) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Industri (PPNS‐I) untuk pelaksanaan
pengawasan penerapan SNI, Spesifikasi Teknis dan/atau Pedoman Tata Cara
3. Program Pengembangan :
a.
Pengembangan standardisasi industri dalam rangka peningkatan kemampuan daya
saing industri
b.
Pengembangan infrastruktur untuk menjamin kesesuaian mutu produk industri
dengan kebutuhan dan permintaan pasar
33
B
INFRASTRUKTUR INDUSTRI
Infrastruktur yang diperlukan oleh industri, baik yang berada di dalam dan/atau di luar
Kawasan Peruntukan Industri, meliputi energi dan lahan kawasan industri.
1. Energi
Untuk mendukung pertumbuhan industri nasional yang ditargetkan, diperlukan penyediaan
energi baik yang bersumber dari listrik, gas maupun batubara.
Program penyediaan kebutuhan energi untuk industri meliputi:
a. Koordinasi antar kementerian/lembaga terkait dalam penyusunan rencana penyediaan
energi untuk mendukung pembangunan industri;
b. Pembangunan pembangkit listrik untuk mendukung pembangunan industri;
c. Pembangunan dan pengembangan jaringan transmisi dan distribusi;
d. Pengembangan sumber energi yang terbarukan;
e. Diversifikasi dan konservasi energi; dan
f. Pengembangan industri pendukung pembangkit energi.
Proyeksi Kebutuhan Energi untuk Industri Tahun 2014‐2035
No
1
2
3
Jenis Energi
Listrik (GWh)
Gas (Milyar MBTu)
Batubara (ribu ton)
Tahun
2014
70.777
482.937
33.571
2020
123.554
621.712
45.238
2025
178.845
782.691
58.571
2035
446.993
1.559.831
83.095
34
2. Lahan Industri
Tujuan pembangunan dan pengusahaan kawasan industri adalah
a. memberikan kemudahan dalam memperoleh lahan industri yang siap pakai dan/atau siap
bangun,
b. jaminan hak atas tanah yang dapat diperoleh dengan mudah,
c. tersedianya sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh investor, dan/atau
d. kemudahan dalam mendapatkan perizinan.
Program penyediaan lahan kawasan industri dan/atau kawasan peruntukan industri meliputi:
a. Koordinasi antar kementerian/lembaga terkait dalam penyelesaian aspek‐aspek yang
terkait pertanahan.
b. Penyusunan rencana pembangunan kawasan industri, termasuk analisis kelayakan dan
penyusunan rencana induk (masterplan).
c. Pembentukan kelembagaan dan regulasi bank tanah (Land Bank) untuk pembangunan
kawasan industri.
d. Koordinasi antar Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dengan kementerian/lembaga
terkait untuk penetapan kawasan peruntukan industri dalam RTRW Kabupaten /Kota.
e. Melakukan review terhadap pengembangan Kawasan Peruntukan Industri.
f. Penyediaan lahan melalui pembangunan kawasan industri didukung dengan infrastruktur
baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan industri.
g. Penyediaan lahan melalui pengembangan kawasan peruntukan industri yang didukung
dengan infrastruktur baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan peruntukan industri.
35
Proyeksi Kebutuhan Lahan Kawasan Industri dan Jumlah
Kawasan Industri Baru Tahun 2015‐2035
Uraian
Kebutuhan lahan kawasan industri (Ha)
Kebutuhan lahan non‐kawasan industri di
dalam Kawasan Peruntukan Industri (Ha)
Total Kebutuhan Lahan Industri (Ha)
Jumlah Kawasan Industri yang akan
dibangun (unit)
2015‐2020
6.000
Tahun
2020‐2025
9.000
2025‐2035
35.000
4.000
6.000
25.000
10.000
15.000
60.000
4
6
26
36
3. Sistem Informasi Industri Nasional
a.
Tujuan Pembangunan Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS) :
i.
Menjamin ketersediaan, kualitas, kerahasiaan dan akses terhadap data dan/atau informasi;
ii.
Mempercepat pengumpulan, penyampaian/pengadaan, pengolahan/ pemrosesan, analisis,
penyimpanan, dan penyajian data/informasi; dan
iii. Mewujudkan penyelenggaraan SIINAS yang meningkatkan efisiensi dan efektivitas, inovasi, dan
pelayanan publik.
b. Sasaran penyelenggaraan Sistem Informasi Industri Nasional meliputi:
i.
Terlaksananya penyampaian data industri dan data kawasan industri secara online.
ii.
Tersedianya data perkembangan dan peluang pasar, serta data perkembangan teknologi industri
yang sesuai dengan kebutuhan stakeholders.
iii.
Tersedianya infrastruktur teknologi informasi dan tata kelola yang handal.
iv.
Terkoneksinya SIINAS dengan sistem informasi yang dikembangkan oleh Instansi lain dalam rangka
pertukaran data.
v.
Tersedianya model sistem industri sebagai dasar dalam penyusunan kebijakan nasional.
vi.
Tersosialisasikannya SIINAS kepada seluruh stakeholders dan terpublikasikannya laporan hasil
analisis data industri secara berkala.
c. Tahapan pengembangan Sistem Informasi Industri Nasional
i.
Tahap Perencanaan (2015‐2016)
ii.
Tahap Pengembangan Sistem (2015‐2018)
iii. Tahap Pengolahan Data dan Penyebarluasan Informasi (2015‐2020)
iv. Tahap Pengembangan Interkoneksi (2016‐2020)
v.
Tahap Pemantapan Pengembangan Sistem Informasi Industri Nasional (2020‐2035)
37
VII. PEMBERDAYAAN INDUSTRI
38
A
INDUSTRI HIJAU
1. Pembangunan Industri Hijau bertujuan untuk mewujudkan Industri yang
berkelanjutan dalam rangka efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya
alam secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan
industri dengan kelangsungan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan
memberikan manfaat bagi masyarakat.
2. Lingkup penerapan industri hijau meliputi standarisasi industri hijau dan
pemberian fasilitas untuk industri hijau.
3. Strategi pengembangan industri hijau akan dilakukan yaitu:
a. mengembangkan industri yang sudah ada menuju industri hijau; dan
b. membangun industri baru dengan menerapkan standar industri hijau
5. Program yang dilakukan dalam rangka mewujudkan industri hijau :
a. Penetapan standar industri hijau
b. Pembangunan dan pengembangan lembaga sertifikasi industri hijau yang
terakreditasi serta peningkatan kompetensi auditor industri hijau
c. Pemberian fasilitas untuk industri hijau
39
B
INDUSTRI STRATEGIS
1. Industri strategis adalah Industri prioritas yang :
a. memenuhi kebutuhan yang penting bagi kesejahteraan rakyat atau menguasai hajat
hidup orang banyak;
b. meningkatkan atau menghasilkan nilai tambah sumber daya alam strategis; atau
c. mempunyai kaitan dengan kepentingan pertahanan serta keamanan negara
2. Industri strategis dikuasai oleh negara melalui :
a. pengaturan kepemilikan;
b. penetapan kebijakan;
c. pengaturan perizinan;
d. pengaturan produksi, distribusi, dan harga; dan
e. pengawasan.
3. Program pengembangan industri strategis sebagai berikut:
a. Pengkajian potensi industri strategis yang perlu dikembangkan.
b. Penyertaan modal seluruhnya oleh pemerintah pada industri strategis tertentu dengan
alokasi pembiayaan melalui APBN.
c. Pembentukan usaha patungan antara pemerintah melalui APBN dan swasta dalam
pembangunan industri strategis.
d. Pemberian Fasilitas kepada Industri Strategis yang melakukan:
i. pendalaman struktur;
ii. penelitian dan pengembangan teknologi;
iii. pengujian dan sertifikasi; atau
iv. restrukturisasi mesin dan peralatan.
40
C
PENINGKATAN PENGGUNAAN PRODUK DALAM NEGERI
1. Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) merupakan suatu kebijakan
pemberdayaan industri yang bertujuan untuk:
a. Meningkatkan penggunaan produk dalam negeri oleh pemerintah, badan usaha dan
masyarakat.
b. Memberdayakan industri dalam negeri melalui pengamanan pasar domestik,
mengurangi ketergantungan kepada produk impor, dan meningkatkan nilai tambah di
dalam negeri.
c.
Memperkuat struktur industri dengan meningkatkan penggunaan barang modal, bahan
baku, komponen, teknologi dan SDM dari dalam negeri.
2. Sasaran Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri meliputi:
a. Peningkatan penggunaan produk dalam negeri oleh Kementerian / Lembaga Negara,
Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Swasta maupun
masyarakat.
b. Peningkatan capaian nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
c.
Peningkatan jumlah produk yang tersertifikasi TKDN.
d. Peningkatan kecintaan dan kebanggaan masyarakat akan produk dalam negeri
Penggunaan belanja modal pemerintah untuk pengadaan barang/jasa produksi dalam negeri
ditargetkan meningkat secara bertahap mencapai 40 persen pada tahun 2035.
41
3. Program peningkatan penggunaan produk dalam negeri :
a. Sosialisasi kebijakan dan promosi P3DN melalui media elektronik, media
cetak, pameran dan talk show.
b. Pemberian insentif sertifikasi TKDN.
c. Program membangun kecintaan, kebanggaan dan kegemaran penggunaan
produk dalam negeri melalui pendidikan.
d. Pemberian insentif kepada badan usaha swasta yang konsisten menggunakan
produk dalam negeri.
e. Audit kepatuhan pelaksanaan kewajiban peningkatan penggunaan produk
dalam negeri.
f. Mendorong produk/barang yang ada dalam Daftar Inventarisasi Barang/Jasa
Produksi Dalam Negeri masuk ke dalam e‐Catalog pengadaan pemerintah.
g. Pemberian penghargaan Cinta Karya Bangsa.
h. Monitoring dan evaluasi dampak kebijakan P3DN bagi peningkatan daya saing
dan penguatan struktur industri.
42
E
KERJASAMA INTERNASIONAL DALAM BIDANG INDUSTRI
1. Kerjasama internasional bidang industri bertujuan untuk :
a. melindungi dan meningkatkan akses pasar produk industri dalam negeri;
b. membuka akses sumber daya industri yang mendukung peningkatan produktivitas dan
daya saing industri dalam negeri;
c. meningkatkan integrasi industri dalam negeri kedalam jaringan rantai suplai global,
dan;
d. meningkatkan investasi untuk mendukung pengembangan industri di dalam negeri.
2. Lingkup kerja sama internasional di bidang industri meliputi:
a. Pemanfaatan akses pasar produk industri;
b. Peningkatan kapasitas sumber daya industri;
c. Pemanfaatan rantai suplai global,
d. Peningkatan investasi industri, dan
e. Pengolahan data dari kegiatan industrial intelligence di Negara akreditasi.
3. Program yang dilaksanakan dalam rangka pencapaian sasaran Pengembangan Kerjasama
Internasional di Bidang Industri antara lain:
a. Perlindungan dan peningkatan akses pasar internasional produk industri
b. Peningkatan Akses Sumber Daya Industri yang dibutuhkan dalam mendukung
peningkatan produktivitas Industri Dalam Negeri
c. Pengembangan jaringan rantai suplai global
d. Peningkatan kerja sama investasi di sektor industri
43
VIII.PERWILAYAHAN INDUSTRI
44
A
TUJUAN DAN SASARAN PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN
INDUSTRI
Pengembangan perwilayahan industri dilaksanakan dalam rangka percepatan
penyebaran dan pemerataan industri ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dengan sasaran sebagai berikut:
1. Peningkatan kontribusi sektor industri pengolahan non‐migas luar Jawa
dibanding Jawa dari 28% : 72 % pada tahun 2013 menjadi 40% : 60% pada tahun
2035.
2. Peningkatan kontribusi investasi sektor industri pengolahan non‐migas di luar
Jawa terhadap total investasi sektor industri pengolahan non migas nasional.
3. Penumbuhan kawasan industri sebanyak 36 kawasan yang memerlukan
ketersediaan dengan lahan sekitar luas 50.000 Ha yang diprioritaskan berada di
luar Jawa sampai dengan tahun 2035.
4. Pembangunan Sentra IKM baru, sehingga setiap Kabupaten/Kota mempunyai
minimal satu Sentra IKM.
45
B
LINGKUP PERWILAYAHAN INDUSTRI
1. Wilayah Pengembangan Industri (WPI)
Wilayah Pengembangan Industri (WPI) dikelompokkan berdasarkan keterkaitan
backward dan forward sumberdaya dan fasilitas pendukungnya, serta memperhatikan
jangkauan pengaruh kegiatan pembangunan industri.
No.
Wilayah Pengembangan Industri
No
Provinsi
No.
1
2
3
Papua
Papua Barat
Sulawesi Bagian Utara dan
Maluku
Sulawesi Bagian Selatan
5
Kalimantan Bagian Timur
6
Kalimantan Bagian Barat
7
Bali dan Nusa Tenggara
Papua
Papua Barat
Sulawesi Utara
Gorontalo
Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara
Maluku
Maluku Utara
Sulawesi Barat
Sulawesi Selatan
Kalimantan Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Bali
Nusa Tenggara Barat
8
4
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Nusa Tenggara Timur
Wilayah Pengembangan
Industri
Sumatera Bagian Utara
No
19
20
21
22
23
9 Sumatera Bagian Selatan 24
25
26
27
28
10 Jawa
29
30
31
32
33
34
Provinsi
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Kep. Riau
Jambi
Bengkulu
Bangka Belitung
Sumatera Selatan
Lampung
Banten
Jawa Barat
DKI Jakarta
DI Jogjakarta
Jawa Tengah
Jawa Timur
46
2. Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI)
DEFINISI WPPI
Suatu wilayah dengan karakteristik tertentu yang berpotensi untuk menumbuhkan dan
mengembangkan industri tertentu yang akan berperan sebagai penggerak utama (prime
mover) bagi pengembangan wilayah tersebut serta membawa peningkatan pertumbuhan
industri dan ekonomi pada wilayah lain di sekitarnya dalam suatu wilayah regional atau
provinsi dengan batas-batas yang jelas.
KRITERIA WPPI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
potensi sumber daya alam (agro, mineral, migas);
ketersediaan infrastruktur transportasi;
kebijakan affirmatif untuk pengembangan industri ke luar pulau jawa;
penguatan dan pendalaman rantai nilai;
kualitas dan kuantitas SDM;
memiliki potensi energi berbasis sumber daya alam (batubara, panas bumi, air);
memiliki potensi sumber daya air industri;
memiliki potensi dalam pewujudan industri hijau; dan
kesiapan jaringan pemanfaatan teknologi dan inovasi.
47
DAERAH YANG DITETAPKAN SEBAGAI WPPI
No
1
Lokasi
Banda Aceh, Aceh Besar dan
Pidie -Bireun- Lhokseumawe
(termasuk KAPET BANDAR
ACEH DARUSSALAM)
Provinsi
Aceh
Medan-Binjai-Deli SerdangSerdang Bedagai - KaroSimalungun-Batubara
Sumatera Utara
3
Dumai-Bengkalis-Siak
Riau
4
Batam-Bintan
Kep. Riau
5
Banyuasin -Muara Enim
6
Lampung Barat-Lampung
Timur-Lampung TengahTanggamus-Lampung Selatan
Sumatera
Selatan
Lampung
7
Cilegon-Serang-Tangerang
Banten
8
Bogor-Bekasi-PurwakartaSubang-Karawang
Cirebon-IndramayuMajalengka
Kendal-Semarang-Demak
Jawa Barat
Tuban-Lamongan-GresikSurabaya-Sidoarjo-MojokertoBangkalan
Jawa Timur
2
9
10
11
No
Lokasi
Provinsi
12
Pontianak-Landak-SanggauKetapang –Sambas-Bengkayang
(sebagian KAPET Khatulistiwa)
Kalimantan Barat
13
Tanah Bumbu-Kotabaru (termasuk
KAPET BATULICIN)
Kalimantan
Selatan
14
Samarinda, Balikpapan, dan Kutai
Kertanegara -Bontang-Kutai Timur
(termasuk KAPET SASAMBA)
Kalimantan Timur
15
Tarakan -Nunukan
Kalimantan Utara
16
Bitung-Manado-Tomohon-MinahasaMinahasa Utara (termasuk KAPET
MANADO BITUNG)
Sulawesi Utara
17
Kendari-Konawe-Konawe UtaraKonawe Selatan-Kolaka-Morowali
(termasuk KAPET BANK
SEJAHTERA SULTRA)
Sulawesi
Tenggara
18
Palu-Donggala-Parigi Mountong-Sigi
(termasuk KAPET PALAPAS)
Sulawesi Tengah
Jawa Barat
19
Makassar-Maros-Gowa - TakalarJeneponto-Bantaeng
Sulawesi Selatan
Jawa Tengah
20
Halmahera Timur-Halmahera
Tengah - Pulau Morotai
Maluku Utara
21
Mimika
Papua
22
Teluk Bintuni
Papua Barat
48
3. Pengembangan Kawasan Peruntukan Industri
Industri penggerak utama untuk setiap WPPI dan industri lainnya haruslah
dibangun dalam Kawasan Peruntukan Industri (KPI). Pengembangan KPI
dilakukan dengan mengacu pada RTRW masing-masing kabupaten/kota. KPI
merupakan lokasi kawasan industri, dan lokasi industri di daerah yang
belum/tidak memiliki kawasan industri, atau telah memiliki kawasan industri
tetapi kavlingnya sudah habis. Bagi kabupaten/kota yang tidak termasuk dalam
WPPI dan tidak memungkinkan dibangun kawasan industri karena tidak layak
secara teknis dan ekonomis, pengembangan industrinya dapat dilakukan
sepanjang berada di dalam KPI.
49
4. Pembangunan Kawasan Industri
Pembangunan kawasan industri akan diprioritaskan pada daerah-daerah yang
berada dalam WPPI. Daerah-daerah di luar WPPI yang mempunyai potensi, juga
dapat dibangun kawasan industri yang diharapkan menjalin sinergi dengan
WPPI yang sesuai. Dalam rangka percepatan penyebaran industri keluar Pulau
Jawa, pemerintah membangun kawasan-kawasan industri sebagai infrastruktur
industri di WPPI. Pembangunan kawasan industri sebagai perusahaan kawasan
industri yang lebih bersifat komersial didorong untuk dilakukan oleh pihak
swasta.
50
5. Pengembangan Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah
Pengembangan Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah (Sentra IKM)
dilakukan pada setiap wilayah Kabupaten/Kota (minimal sebanyak satu sentra
IKM, terutama di luar Pulau Jawa) yang dapat berada di dalam atau di luar
kawasan industri. Bagi kabupaten/kota yang tidak memungkinkan dibangun
kawasan industri karena tidak layak secara teknis dan ekonomis, maka
pembangunan industri dilakukan melalui pengembangan Sentra IKM yang
perlu diarahkan baik untuk mendukung industri besar sehingga perlu dikaitkan
dengan pengembangan WPPI, maupun sentra IKM yang mandiri yang
menghasilkan nilai tambah serta menyerap tenaga kerja.
51
IX. KEBIJAKAN AFIRMATIF INDUSTRI KECIL DAN
INDUSTRI MENENGAH
52
A
LATAR BELAKANG
1. IKM memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional yang dapat
dilihat dari jumlah unit usaha yang berjumlah 3,4 juta unit dan merupakan lebih
dari 90 persen dari unit usaha industri nasional. Peran tersebut juga tercermin
dari penyerapan tenaga kerja IKM yang menyerap lebih dari 9,7 juta orang pada
tahun 2013 dan merupakan 65,4 persen dari total penyerapan tenaga kerja
sektor industri non migas.
2. pembangunan dan pemberdayaan Industri Kecil dan Industri Menengah untuk
mewujudkan Industri Kecil dan Industri Menengah yang berdaya saing; berperan
signifikan dalam penguatan struktur industri nasional; ikut berperan dalam
pengentasan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja; serta menghasilkan
barang dan/atau jasa Industri untuk diekspor.
53
B
SASARAN
Pengembangan IKM diharapkan akan meningkatkan jumlah unit usaha IKM rata‐rata
sebesar 1 persen per tahun atau sekitar 30 ribu unit usaha IKM per tahun dan
peningkatan penyerapan tenaga kerja rata‐rata sebesar 3 persen per tahun.
Sasaran Penguatan Kelembagaan dan Pemberian Fasilitas IKM
No
Sasaran
I
1
PENGUATAN KELEMBAGAAN
Penguatan Sentra IKM (sentra)
Revitalisasi dan pembangunan Unit Pelayanan Teknis
(UPT)
Penyediaan Tenaga Penyuluh Lapangan (orang)
Penyediaan Konsultan Industri kecil dan Industri
menengah (orang)
2
3
4
2015‐2020
Periode
2020‐2025
2025‐2035
1.090
1.305
2285
110
260
685
1.000
1.200
2.100
590
649
1282
54
Sasaran Penguatan Kelembagaan dan Pemberian Fasilitas IKM
No
Sasaran
II
1
2
PEMBERIAN FASILITAS
Peningkatan kompetensi SDM (Orang)
Pemberian bantuan dan bimbingan teknis (unit IKM)
Pemberian bantuan serta fasilitasi bahan baku dan bahan
3
penolong (unit IKM)
4 Pemberian bantuan mesin atau peralatan (unit IKM)
5 Pengembangan produk (unit IKM)
Pemberian bantuan pencegahan pencemaran lingkungan
6
hidup (unit IKM)
Pemberian bantuan informasi pasar, promosi, dan
7
pemasaran (unit IKM)
8 Fasilitasi akses pembiayaan (unit IKM)
Penyediaan Kawasan Industri untuk IKM yang berpotensi
9
mencemari lingkungan (Kawasan)
Fasilitasi kemitraan antara industri kecil, menengah dan
10
besar (unit IKM)
11 Fasilitasi HKI terhadap IKM (unit IKM)
Fasilitasi penerapan standar mutu produk bagi IKM (unit
12
IKM)
2015‐2020
Periode
2020‐2025
2025‐2035
545
8805
760
14290
1415
39350
600
975
2300
815
2065
1165
2650
2665
6390
85
135
365
1150
1500
2200
5200
6300
12600
10
10
15
145
280
790
1250
1500
3250
2500
3000
6000
55
C
KEBIJAKAN AFIRMATIF IKM
1. Dalam rangka keberpihakan terhadap Industri Kecil dan Menengah dalam negeri
ditetapkan bahwa Industri Kecil hanya dapat dimiliki oleh warga negara
Indonesia, Industri yang memiliki keunikan dan merupakan warisan budaya
bangsa hanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia, dan industri
menengah tertentu dicadangkan untuk dimiliki oleh warga negara Indonesia.
2. Dalam rangka penguatan struktur industri nasional, peran IKM perlu ditingkatkan
secara signifikan dalam rantai suplai industri prioritas.
3. Dalam upaya meningkatkan pembangunan dan pemberdayaan IKM, Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah melakukan perumusan kebijakan, penguatan
kapasitas kelembagaan, dan pemberian fasilitas bagi IKM.
56
D
STRATEGI PENGEMBANGAN IKM
1. Pemanfaatan potensi bahan baku.
2. Penyerapan tenaga kerja.
3. Pemanfaatan teknologi, inovasi dan kreativitas.
57
E
PROGRAM PENGEMBANGAN IKM
1. Pemberian insentif kepada industri besar yang melibatkan IKM dalam rantai nilai
industrinya
2. Meningkatkan akses IKM terhadap pembiayaan, termasuk fasilitasi pembentukan
Pembiayaan Bersama (Modal Ventura) IKM.
3. Mendorong tumbuhnya kekuatan bersama sehingga terbentuk kekuatan kolektif
untuk menciptakan skala ekonomis melalui standardisasi, procurement dan
pemasaran bersama.
4. Perlindungan dan fasilitasi terhadap inovasi baru dengan mempermudah pengurusan
hak kekayaan intelektual bagi kreasi baru yang diciptakan IKM.
5. Diseminasi informasi dan fasilitasi promosi dan pemasaran di pasar domestik dan
ekspor.
6. Menghilangkan bias kebijakan yang menghambat dan mengurangi daya saing industri
kecil.
7. Peningkatan kemampuan kelembagaan Sentra IKM dan Sentra Industri Kreatif, serta
UPT, TPL, dan Konsultan IKM;
8. Kerjasama kelembagaan dengan lembaga pendidikan, dan lembaga penelitian dan
pengembangan;
9. Kerjasama kelembagaan dengan Kamar Dagang dan Industri dan/atau asosiasi
industri, serta asosiasi profesi.
10. Pemberian fasilitas bagi IKM.
58
X. PROGRAM QUICK WINS KEMENPERIN 2015 - 2019
59
Pembangunan sektor industri tahun 2015 – 2019 akan diarahkan untuk mendukung Visi Misi Presiden RI
sebagaimana dinyatakan dalam 9 (sembilan) agenda prioritas Nawa Cita. Dukungan tersebut dilaksanakan
melalui 10 (sepuluh) Program Quick Wins Kementerian Perindustrian Tahun 2015 – 2019 yaitu :
1.
Pembangunan 14 Kawasan Industri di luar Pulau Jawa ((1) Bintuni ‐ Papua Barat; (2) Buli ‐ Halmahera Timur‐
Maluku Utara; (3) Bitung – Sulawesi Utara, (4) Palu ‐ Sulawesi Tengah; (5) Morowali ‐ Sulawesi Tengah; (6)
Konawe – Sulawesi Tenggara; (7) Bantaeng ‐ Sulawesi Selatan; (8) Batulicin ‐ Kalimantan Selatan; (9) Jorong ‐
Kalimantan Selatan; (10) Ketapang ‐ Kalimantan Barat; (11) Landak – Kalimantan Barat, (12) Kuala Tanjung,
Sumatera Utara, (13) Sei Mangke – Sumatera Utara; dan (14) Tanggamus, Lampung) melalui fasilitasi
Pemerintah dan Swasta serta fasilitasi pembangunan 22 Sentra IKM.
2.
Re‐disain Road Map Industrialisasi sejalan dengan Trisakti dan Nawa Cita melalui Penetapan RPP Rencana Induk
Pengembangan Industri Nasional (RIPIN) menjadi PP dan penetapan RPerpres tentang Kebijakan Industri
Nasional (KIN) yang sesuai dengan Visi‐Misi Presiden RI.
3.
Hilirisasi Hasil Tambang ke produk dan jasa industri antara lain :
a. Fasilitasinya Pembangunan Pilot Project Komersialisasi Logam Tanah Jarang untuk Industri.
b. Fasilitasi Pembangunan pabrik Paracetamol, amoxicilin, garam farmasi, Dextrose for infusion, Vitamin C,
dan Sefalosporin.
c. Fasilitasi Pembangunan Pilot Plant Enhanced Oil Recoevery (EOR).
d. Fasilitasinya pembangunan Pusat Pelatihan Tenaga Kerja Industri.
e. Pengembangan dan penumbuhan wirausaha baru IKM dalam rangka mendukung Hilirisasi Hasil Tambang
ke produk dan jasa industri.
f. Fasilitasi penyusunan FS Semen Kupang III, pilot plant bahan penolong berbasis silika untuk industri ban,
keramik dan kaca serta FS Industri Technical Textile.
60
4.
Hilirisasi produk‐produk pertanian menjadi produk agro industri antara lain :
a. Fasilitasi mentoring aplikasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dan V‐Legal pada
perusahaan pengolahan kayu dan keberterimaan SVLK di negara tujuan ekspor.
b. Pengembangan teknologi Industri hasil pertanian melalui bantuan mesin dan peralatan.
c. Peningkatan kompetensi SDM industri rumput laut, kakao serta pengolahan kayu dan rotan.
d. Pengembangan dan penumbuhan wirausaha baru IKM dalam rangka mendukung Hilirisasi
produk‐produk pertanian menjadi produk agro industri.
5.
Expo dan pemberian penghargaan terhadap inovasi produk‐produk industri melalui Expo
Inovasi Teknologi dan Industri Hijau serta fasilitasi promosi inovasi produk IKM melalui
partisipasi pameran di dalam dan luar negeri serta fasilitasi di Bali Creative Industry Center
(BCIC) Bali.
6.
Kampanye sistematis dan kreatif untuk menumbuhkan apresiasi terhadap kegiatan industri
dalam negeri melalui sosialisasi program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri
(P3DN), Sertifikasi dan verifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), Fasilitasi Penyusunan
MoU P3DN antara Menteri Perindustrian dengan Menteri terkait (sektor Pertanian, ESDM,
Pekerjaan Umum, Perhubungan, Kesehatan, Pendidikan dan Pertahanan) dan BUMN, serta
Penyusunan Business Matching dan pameran antara produsen dan pengguna.
7.
Peningkatan pendidikan dan skill antara lain Pelatihan bagi Calon Operator / Tenaga Kerja
Industri dengan Sistem three in one (Pelatihan, Sertifikasi, dan Penempatan) Berbasis
Spesialisasi dan Kompetensi sebanyak 9.000 Orang, Sertikasi Kompetensi calon tenaga kerja
dan tenaga kerja sektor industri sebanyak 16.000 Orang, Penetapan SKKNI bidang Industri, dan
pembentukan LSP dan TUK untuk sertifikasi Kompetensi bidang industri.
61
8. Fasilitasi terhadap industri dalam negeri dari dampak perjanjian‐perjanjian internasional
yang telah ditandatangani antara lain analisis dampak 3 perjanjian internasional dan
partisipasi aktif dalam perundingan kerjasama internasional.
9. Penurunan Rezim Impor melalui penyusunan Rekomendasi Pemberdayaan Produk
Industri Dalam Negeri untuk Penurunan Rezim Impor.
10. Penguatan struktur industri melalui keterkaitan antara industri hulu (dasar), industri
intermediate dan industri hilir (light) antara lain :
a.
Revitalisasi Pusat Desain dan Rekayasa Kapal Nasional (PDRKN).
b.
Revitalisasi industri galangan kapal di 9 lokasi (Pembangunan/Renovasi, Bantuan
Alat, Peningkatan SDM bersertifikasi).
c.
Fasilitasi Pembangunan Bufferstock Bahan Baku Kapas (logistic base for cotton) di
Jawa Barat dan Bufferstock Kulit (material center) di Jawa Timur.
d.
Pemban
TAHUN 2015-2035 DAN PROGRAM PRIORITAS
SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2015
Disampaikan oleh Sekretaris Jenderal
Dalam acara Rapat Kerja Kementerian Perindustrian tahun 2015
Jakarta, 5 Februari 2015
DAFTAR ISI
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
Pendahuluan
Visi, Misi, dan Strategi Pembangunan Industri
Sasaran dan Tahapan Pembangunan Industri
Bangun Industri Nasional
Pembangunan Sumber Daya Industri
Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri
Pemberdayaan Industri
Perwilayahan Industri
Kebijakan Afirmatif Industri dan Industri Menengah
Program Quick Wins Kemenperin 2015 ‐ 2019
Program Prioritas Sekretariat Jenderal Tahun 2015
I.
PENDAHULUAN
3
DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL
UU 17 TAHUN 2007
UU 3 TAHUN 2014
TTG PERINDUSTRIAN
PP
RIPIN
RPJPN
Arah Pembangunan Industri:
• Industri yang berdaya saing
• Keterkaitan dengan
pengembangan IKM
• Struktur Industri yang
sehat dan berkeadilan
• Mendorong perkembangan
ekonomi di luar Pulau Jawa
20 Thn
PERPRES
Pasal 9 Ayat 1 : RIPIN paling sedikit memperhatikan:
a. potensi sumber daya Industri;
b. budaya Industri dan kearifan lokal yang tumbuh di masyarakat;
c. potensi dan perkembangan sosial ekonomi wilayah;
d. perkembangan Industri dan bisnis baik nasional maupun
internasional;
e. perkembangan lingkungan strategis, baik nasional maupun
internasional;
f. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi, dan/atau Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota
PERPRES
KIN
RPJMN
5 Thn
PERPRES
RKP
Pasal 9 Ayat 2 : RIPIN paling sedikit meliputi:
a. visi, misi, dan strategi pembangunan Industri;
b. sasaran dan tahapan capaian pembangunan Industri;
c. bangun Industri nasional;
d. pembangunan sumber daya Industri;
e. pembangunan sarana dan prasarana Industri;
f. pemberdayaan Industri; dan
g. perwilayahan Industri.
RENCANA
PEMBANGUNAN
INDUSTRI PROPINSI
PERDA
RENCANA
PEMBANGUNAN
INDUSTRI KAB/KOTA
PERMEN
RENJA
PEMBANGUNAN
INDUSTRI
1 Thn
4
KINERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN NON MIGAS
1. Pertumbuhan dan Kontribusi sektor industri pengolahan non migas
Selama periode 2008-2013, sektor industri pengolahan non migas tumbuh rata-rata sebesar 5,16 persen. Pada periode
2008-2010, pertumbuhan sektor tersebut relatif rendah dan berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional
LAPANGAN USAHA
INDUSTRI PENGOLAHAN
a. Industri Migas
b. Industri Non Migas
1). Makanan, Minuman dan Tembakau
2). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki
3). Brg. kayu & Hasil hutan lainnya.
4). Kertas dan Barang cetakan
5). Pupuk, Kimia & Barang dari karet
6). Semen & Brg. Galian bukan logam
7). Logam Dasar Besi & Baja
8). Alat Angkut, Mesin & Peralatannya
9). Barang lainnya
PRODUK DOMESTIK BRUTO, Total
2008
2009
2010
2011
2012
2013
3.66
-0.34
4.05
2.21
-1.53
2.56
4.74
0.56
5.12
6.14
-0.94
6.74
5.74
-2.80
6.42
5.56
-1.81
6.10
2014
TW III
4.90
-1.08
5.30
2.34
11.22
2.78
9.14
7.57
3.34
8,80
-3.64
3.45
-1.48
0.60
-1.38
6.34
1.77
-3.47
1.67
7.52
0.35
1.40
4.27
-3.14
-4.75
10.5
0
7.80
5.86
7.03
-1.13
6.26
6.06
6.18
4.45
3,54
7,27
5,12
2.21
1,05
3.00
6.93
10.54
-0.70
5.78
1,20
3,13
4,70
10,77
5.11
4.46
1.64
4.70
3.95
-1.49
-2.05
9.79
-0.96
6.01
-0.51
-4.26
-2.87
3.19
4.63
2.18
2.38
10.38
3.00
6.22
7.19
13.06
6.81
1.82
6.49
Setelah mengalami penurunan pertumbuhan industri pada tahun 2008-2009, industri pengolahan non migas kembali
tumbuh cukup tinggi pada tahun 2010 dan pertumbuhan industri pengolahan berada di atas pertumbuhan ekonomi
dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 6,42 persen selama periode 2011-2013.
Pada periode 2010-2013, cabang industri yang tumbuh relatif tinggi adalah cabang Industri Alat Angkut, Mesin &
Peralatannya, Logam Dasar Besi & Baja, Makanan, Minuman dan Tembakau, Pupuk, Kimia & Barang dari karet, Semen
& Barang Galian bukan logam, serta Tekstil, Barang dari kulit & Alas kaki.
5
2.
PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR INDUSTRI NON-MIGAS SAMPAI OKTOBER TAHUN 2014
EKSPOR-IMPOR INDUSTRI NON-MIGAS (USD MILYAR)
160
139,71
140
120
100
122,18
98,01
126,09
116,14
131,4
110,7
113,02
101,11
98,43
93,21
103,9
80
60
40
20
0
-40
-3,91
-3,1
-20
-23,57
2010
2011
2012
Ekspor
-18,38
2013
Impor
-5,47
-17,49
Jan-Okt 2013
Jan-Okt 2014
Neraca
Pada periode Januari-Oktober 2014, nilai ekspor produk industri mencapai USD 98,43 milyar, dan nilai impor mencapai
USD 103,9 milyar. Neraca perdagangan industri non migas pada Januari-Oktober 2014 adalah USD -5,47 miliar (neraca
defisit).
* Sumber: BPS diolah Kemenperin
6
3.
Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri
JUMLAH TENAGA KERJA INDUSTRI NON‐MIGAS
15.500.000
15.000.000
14.500.000
14.000.000
13.500.000
13.000.000
12.500.000
12.000.000
11.500.000
2009
Tahun
Tenaga Kerja Sektor
Industri Non‐Migas
2010
2011
2012
2013
2014
2009
2010
2011
2012
2013
2014
12.839.800
13.824.251
14.122.407
14.452.333
14.959.804
15.254.674
Tenaga kerja di sektor industri non‐migas setiap tahun mengalami kenaikan, dengan rata‐rata
kenaikan 483 ribu orang per tahun, atau 3,5% per tahun.
7
II. VISI, MISI, DAN STRATEGI PEMBANGUNAN
INDUSTRI
8
A. VISI PEMBANGUNAN INDUSTRI
Menjadi Negara Industri Tangguh yang bercirikan:
1. Struktur industri nasional yang kuat, dalam, sehat dan berkeadilan
2. Industri yang berdaya saing tinggi di tingkat global
3. Industri yang berbasis inovasi dan teknologi
B. MISI PEMBANGUNAN INDUSTRI
1.
2.
3.
4.
meningkatkan peran industri nasional sebagai pilar dan penggerak perekonomian nasional;
memperkuat dan memperdalam struktur industri nasional;
meningkatkan daya saing industri yang mandiri dan berwawasan lingkungan;
menjamin kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah pemusatan atau
penguasaan industri oleh satu kelompok atau perseorangan yang merugikan masyarakat;
5. membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja;
6. meningkatkan persebaran pembangunan industri ke seluruh wilayah Indonesia guna
memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional; dan
7. meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan.
9
C. STRATEGI PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL
Strategi yang ditempuh untuk mencapai visi dan misi pembangunan industri nasional
adalah sebagai berikut:
1. mengembangkan industri hulu dan industri antara berbasis sumber daya alam;
2. pengendalian ekspor bahan mentah dan sumber energi;
3. meningkatkan penguasaan teknologi dan kualitas sumber daya manusia (SDM)
industri;
4. mengembangkan Wilayah Pengembangan Industri (WPI), Wilayah Pusat
Pertumbuhan Industri (WPPI), Kawasan Industri (KI), dan Sentra Industri Kecil dan
Menengah;
5. menyediakan langkah‐langkah afirmatif berupa perumusan kebijakan, penguatan
kapasitas kelembagaan dan pemberian fasilitas kepada industri kecil dan menengah;
6. pembangunan sarana dan prasarana Industri;
7. pembangunan industri hijau;
8. pembangunan industri strategis;
9. peningkatan penggunaan produk dalam negeri; dan
10. kerjasama internasional bidang industri.
10
III. SASARAN DAN TAHAPAN PEMBANGUNAN
INDUSTRI
11
A
SASARAN PEMBANGUNAN INDUSTRI
1. Sasaran Kualitatif Pembangunan Industri
a. meningkatnya pertumbuhan industri yang diharapkan dapat mencapai
pertumbuhan 2 (dua) digit pada tahun 2035 sehingga kontribusi industri
dalam Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 30% (tiga puluh persen);
b. meningkatnya penguasaan pasar dalam dan luar negeri dengan mengurangi
ketergantungan terhadap impor bahan baku, bahan penolong, dan barang
modal, serta meningkatkan ekspor produk industri;
c. tercapainya percepatan penyebaran dan pemerataan industri ke seluruh
wilayah Indonesia;
d. meningkatnya kontribusi industri kecil terhadap pertumbuhan industri
nasional;
e. meningkatnya pengembangan inovasi dan penguasaan teknologi;
f. meningkatnya penyerapan tenaga kerja yang kompeten di sektor industri;
dan
g. menguatnya struktur industri dengan tumbuhnya industri hulu dan industri
antara yang berbasis sumber daya alam.
12
2. Sasaran kuantitatif Pembangunan Industri
NO
Indikator Pembangunan Industri
Satuan
2014*
2015
2020
2025
2035
1
Pertumbuhan sektor industri nonmigas
%
5,7
6,8
8,5
9,1
10,5
2
Kontribusi industri nonmigas terhadap
PDB
%
20,8
21,2
24,9
27,4
30,0
3
Kontribusi ekspor produk industri
terhadap total ekspor
%
66,5
67,3
69,8
73,5
78,4
4
Jumlah tenaga kerja di sektor industri
Juta
orang
14,9
15,5
18,5
21,7
29,2
5
Persentase tenaga kerja di sektor
industri terhadap total pekerja
%
13,7
14,1
15,7
17,6
22,0
6
Rasio impor bahan baku sektor industri
terhadap PDB sektor industri nonmigas
%
43,5
43,1
26,9
23,0
20,0
7
Nilai Investasi sektor industri
Rp
Trilyun
210
270
618
1.000
4.150
8
Persentase nilai tambah sektor industri
yang diciptakan di luar Pulau Jawa
%
29,0
30,0
32,0
35,0
40,0
Sumber : Kementerian Perindustrian, 2014
* perkiraan realisasi
13
3. Asumsi Penentuan Sasaran Kuantitatif
a. stabilitas politik dan ekonomi yang mendukung peningkatan pertumbuhan
ekonomi nasional antara 6% (enam persen) sampai dengan 9% (sembilan persen)
per tahun;
b. perkembangan ekonomi global yang dapat mendukung pertumbuhan ekspor
nasional khususnya produk industri;
c. iklim investasi dan pembiayaan yang mendorong peningkatan investasi di sektor
industri;
d. ketersediaan infrastruktur yang dapat mendukung peningkatan produksi dan
kelancaran distribusi;
e. kualitas dan kompetensi SDM industri berkembang dan mendukung peningkatan
penggunaan teknologi dan inovasi di sektor industri;
f. kebijakan terkait sumber daya alam yang mendukung pelaksanaan program
hilirisasi industri secara optimal; dan
g. koordinasi antarkementerian/lembaga dan peran aktif pemerintah daerah dalam
pembangunan industri.
14
B
PENAHAPAN CAPAIAN PEMBANGUNAN INDUSTRI
Tahap III 2025‐2035
Tahap II 2020‐2024
Tahap I 2015‐2019
Indonesia sebagai Negara
Industri Tangguh
Keunggulan kompetitif
dan berwawasan
lingkungan
Meningkatkan nilai
tambah sumber daya alam
Catatan :
Pentahapan pembangunan industri prioritas sejalan dengan tahapan pembangunan
industri dalam RPJPN 2005-2025.
15
IV. BANGUN INDUSTRI NASIONAL
16
A
PENETAPAN INDUSTRI PRIORITAS
1.
2.
KRITERIA KUANTITATIF
(BERDASARKAN PAST
PERFORMANCE)
3.
4.
5.
6.
KRITERIA KUALITATIF
(BERDASARKAN VISI
KEDEPAN)
1.
2.
3.
Memenuhi kebutuhan dalam negeri dan substitusi impor (memiliki
potensi pasar yang tumbuh pesat di dalam negeri);
Meningkatkan kuantitas dan kualitas penyerapan tenaga kerja (
berpotensi dan/atau mampu menciptakan lapangan kerja
produktif);
Memiliki daya saing internasional (memiliki potensi untuk tumbuh
dan bersaing di pasar global);
Memberikan nilai tambah yang tumbuh progresif di dalam negeri (
memiliki potensi untuk tumbuh pesat dalam kemandirian);
Memperkuat, memperdalam, dan menyehatkan struktur industri;
dan
Memiliki keunggulan komparatif, penguasaan bahan baku, dan
teknologi.
Memperkokoh konektivitas ekonomi nasional.
Menopang ketahanan pangan, kesehatan dan energi.
Mendorong penyebaran dan pemerataan industri.
17
B
INDUSTRI PRIORITAS TAHUN 2015-2035
Industri Pangan
Industri Pembangkit Energi
Industri Farmasi, Kosmetik
dan Alat Kesehatan
Industri Barang Modal,
Komponen, Bahan
Penolong dan Jasa Industri
Industri Tekstil, Kulit, Alas
Kaki dan Aneka
Industri Hulu Agro
Industri Alat Transportasi
Industri Logam Dasar dan
Bahan Galian Bukan Logam
Industri Elektronika dan
Telematika / ICT
Industri Kimia Dasar
Berbasis Migas dan
Batubara
18
C
BANGUN INDUSTRI NASIONAL
VISI & MISI PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL
Industri Andalan
Industri
Pangan
Industri Farmasi,
Kosmetik dan
Alat Kesehatan
Industri Tekstil,
Kulit, Alas Kaki
dan Aneka
Industri Alat
Transportasi
Industri
Elektronika &
Telematika / ICT
Industri
Pembangkit
Energi
Industri Pendukung
Industri Barang Modal, Komponen, Bahan Penolong dan Jasa Industri
Industri Hulu
Industri Hulu Agro
Industri Logam Dasar dan Industri Kimia Dasar Berbasis
Migas dan Batubara
Bahan Galian Bukan Logam
Modal Dasar
Sumber Daya Alam
Sumber Daya Manusia
Teknologi, Inovasi & Kreativitas
Prasyarat
Infrastruktur
Kebijakan & Regulasi
Pembiayaan
19
D
PEMBANGUNAN INDUSTRI PRIORITAS
Jenis Industri yang menjadi prioritas untuk dikembangkan pada tahun
2015 – 2035 meliputi :
NO.
INDUSTRI PRIORITAS
JENIS INDUSTRI
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Industri Pengolahan Ikan
Industri Pengolahan Susu
Industri Bahan Penyegar
Industri Pengolahan Minyak Nabati
Industri Pengolahan Buah‐Buahan dan Sayuran
Industri Tepung
Industri Gula Berbasis Tebu
1.
Industri Pangan
2.
Industri Farmasi, Kosmetik dan a. Industri Farmasi dan Kosmetik
Alat Kesehatan
b. Industri Alat Kesehatan
3.
Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki, a. Industri Tekstil
b. Industri Kulit dan Alas Kaki
dan Aneka
c. Industri Furnitur dan Barang Lainnya Dari Kayu
d. Industri Plastik, Pengolahan Karet, dan barang
dari karet
20
NO.
INDUSTRI PRIORITAS
JENIS INDUSTRI
4.
Industri Alat Transportasi
a.
b.
c.
d.
Industri Kendaraan Bermotor
Industri Kereta Api
Industri Perkapalan
Industri Kedirgantaraan
5.
Industri Elektronika dan
Telematika/ICT
a. Industri Elektronika
b. Industri Komputer
c. Industri Peralatan Komunikasi
6.
Industri Pembangkit Energi
Industri Alat Kelistrikan
7.
Industri Barang Modal,
Komponen, Bahan Penolong
dan Jasa Industri
a.
b.
c.
d.
Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Komponen
Industri Bahan Penolong
Jasa Industri
8.
Industri Hulu Agro
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Industri Oleofood
Industri Oleokimia
Industri Kemurgi
Industri Pakan
Industri Barang dari Kayu
Industri Pulp dan Kertas
21
NO.
INDUSTRI PRIORITAS
JENIS INDUSTRI
9.
Industri Logam Dasar dan
Bahan Galian Bukan Logam
a. Industri pengolahan dan pemurnian besi dan
baja dasar
b. Industri pengolahan dan pemurnian Logam
dasar bukan besi
c. Industri logam mulia, tanah jarang (rare earth),
dan bahan bakar nuklir
d. Industri bahan galian non logam
10.
Industri Kimia Dasar Berbasis
Migas dan Batubara
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Industri Petrokimia Hulu
Industri Kimia Organik
Industri Pupuk
Industri Resin Sintetik dan Bahan Plastik
Industri Karet Alam dan Sintetik
Industri Barang Kimia Lainnya
22
V. PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI
23
A
PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) INDUSTRI
1. Pembangunan SDM industri difokuskan pada rencana pengembangan tenaga kerja
industri. Pembangunan tenaga kerja industri bertujuan untuk menyiapkan tenaga kerja
Industri kompeten yang siap kerja sesuai dengan kebutuhan perusahaan industri dan/atau
perusahaan kawasan industri, meningkatkan produktivitas tenaga kerja Industri,
meningkatkan penyerapan tenaga kerja di sektor Industri dan memberikan perlindungan
dan kesejahteraan tenaga kerja Industri.
2. Sasaran yang akan dicapai :
a. Meningkatnya penyerapan tenaga kerja industri rata‐rata sebesar 3,2 persen per
tahun selama periode 2015‐2035 dengan komposisi tenaga kerja manajerial sebesar
12 persen dan tenaga kerja teknis sebesar 88 persen.
b. Terbangunnya infrastruktur kompetensi yang meliputi tersedianya SKKNI bidang
industri, tersedianya asesor kompetensi dan asesor lisensi, terbangunnya Lembaga
Sertifikasi Profesi (LSP) dan Tempat Uji Kompetensi (TUK), serta terbangunnya
Lembaga Pendidikan atau akademi komunitas bidang industri berbasis kompetensi
3. Program Pengembangan :
a. Pembangunan infrastruktur kompetensi tenaga kerja industri
b. Pembangunan tenaga kerja berbasis kompetensi
c. Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan untuk melengkapi unit
pendidikan dan balai diklat melalui penyediaan laboratorium, teaching factory, dan
workshop.
24
PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM
B
1. Pemanfaatan sumber daya alam untuk Perusahaan Industri dan Perusahaan
Kawasan Industri diselenggarakan melalui prinsip tata kelola yang baik dengan
tujuan untuk:
a. pendalaman dan penguatan struktur Industri,
b. peningkatan nilai tambah melalui proses pengolahan sumber daya alam;
dan
c. memenuhi kebutuhan dan keberlangsungan kegiatan Industri
2. Untuk mencapai tujuan pemanfaatan sumber daya alam tersebut, maka
diproyeksikan kebutuhan dan pasokan sumber daya alam untuk industri hulu
berbasis mineral tambang, migas dan batubara, serta agro .
3. Program Pengembangan :
a. Pengelolaan sumber daya alam secara efisien, ramah lingkungan dan
berkelanjutan melalui penerapan tata kelola yang baik
b. Pelarangan atau pembatasan ekspor sumber daya alam
c. Jaminan Penyediaan dan Penyaluran Sumber Daya Alam
25
Proyeksi Kebutuhan dan Pasokan Sumber Daya Alam Industri Hulu
KEBUTUHAN DAN PASOKAN SUMBER DAYA ALAM
NO
KAPASITAS PRODUKSI
(ton per tahun)
KELOMPOK /
JENIS INDUSTRI
(1)
(2)
KEBUTUHAN BAHAN BAKU
(ton per tahun)
2015-2019
2020-2024
2025-2035
2015-2019
2020-2024
2025-2035
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
I
INDUSTRI HULU BERBASIS MINERAL TAMBANG
1
Besi Baja Dasar
2
12 juta
17 juta
25 juta
20 juta
28 juta
40 juta
Nikel
200 ribu
250 ribu
300 ribu
11 juta
14 juta
17 juta
3
Tembaga
500 ribu
750 ribu
1 juta
2 juta
3 juta
4 juta
4
Aluminium
300 ribu
600 ribu
1 juta
600 ribu
1,2 juta
2 juta
26
Proyeksi Kebutuhan dan Pasokan Sumber Daya Alam Industri Hulu
KEBUTUHAN DAN PASOKAN SUMBER DAYA ALAM
NO
KELOMPOK / JENIS
INDUSTRI
(1)
(2)
KAPASITAS PRODUKSI
(ton per tahun)
2015‐2019 2020‐2024 2025‐2035
(3)
(4)
KEBUTUHAN BAHAN BAKU
(ton per tahun)
2015‐2019
2020‐2024
2025‐2035
(5)
(6)
(7)
(8)
II
INDUSTRI HULU BERBASIS MIGAS DAN BATUBARA;
1
Industri Petrokimia Hulu
(olefin)
15,7 juta
20,5 juta
30 juta
Gas :
7,3 juta
Batubara :
12,4 juta
Gas :
13,5 juta
Batubara :
23 juta
Gas :
19,7 juta
Batubara :
33,5 juta
2
Industri Petrokimia Hulu
(aromatik)
3,5 juta
4,2 juta
5,6 juta
Minyak bumi :
71 juta
Minyak bumi :
82,3 juta
Minyak bumi :
105 juta
III INDUSTRI HULU BERBASIS AGRO
1
Industri Bahan Penyegar
(kakao)
0,80 juta
1,05 juta
1,37 juta
0,90 juta
1,42 juta
1,85 juta
2
Industri Oleofood,
Oleokimia dan Kemurgi
(kelapa sawit)
42,9 juta
59,5 juta
75 juta
25,3 juta
37,4 juta
47,5 juta
27
C
Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi Industri
1. Pengembangan, penguasaan dan pemanfaatan teknologi industri bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi, produktivitas, nilai tambah, daya saing dan kemandirian
industri nasional
2. Dalam rangka pengembangan, penguasaan dan pemanfaatan teknologi, maka perlu
dipetakan kebutuhan teknologi yang akan dikembangkan untuk masing‐masing
kelompok industri prioritas.
3. Program Pengembangan :
a. Peningkatan sinergi program kerjasama litbang antara balai‐balai industri
dengan lembaga riset pemerintah, lembaga riset swasta, perguruan tinggi, dunia
usaha dan lembaga riset untuk menghasilkan produk litbang yang aplikatif dan
terintegrasi.
b. Implementasi pengembangan teknologi baru melalui pilot plant atau yang
sejenis.
c. Pemberian jaminan resiko terhadap pemanfaatan teknologi yang dikembangkan
berdasarkan hasil litbang dalam negeri.
d. Pemberian insentif bagi industri yang melaksanakan kegiatan R&D dalam
pengembangan industri dalam negeri.
28
3. Program Pengembangan (lanjutan) :
e. Pemberian insentif dalam bentuk royalti kepada unit R&D dan peneliti yang hasil
temuannya dimanfaatkan secara komersial di industri
f. Peningkatan transfer teknologi melalui proyek putar kunci (turn key project)
apabila belum tersedia teknologi yang diperlukan di dalam negeri.
g. Mendorong relokasi unit R&D milik perusahaan industri PMA melalui skema
insentif pajak (double tax deductable) terutama bagi industri yang berorientasi
ekspor dan sifat siklus umur teknologinya singkat atau berubah cepat.
h. Meningkatkan kontribusi hasil kekayaan intelektual berupa desain, paten dan
merk dalam produk industri untuk meningkatkan nilai tambah.
i. Melakukan audit teknologi terhadap teknologi yang dinilai tidak layak untuk
industri antara lain boros energi, beresiko pada keselamatan dan keamanan,
serta berdampak negatif pada lingkungan.
j. Mendorong tumbuhnya pusat‐pusat inovasi (center of excellence) pada wilayah
pusat pertumbuhan industri.
k. Mendorong terjadinya transfer teknologi dari perusahaan atau tenaga kerja asing
yang beroperasi di dalam negeri.
l. Pemberian penghargaan bagi rintisan, pengembangan, dan penerapan teknologi
industri.
29
D
1.
2.
3.
Pengembangan dan Pemanfaatan Kreativitas dan Inovasi
Pengembangan dan pemanfaatan kreativitas dan inovasi dimaksudkan untuk memberdayakan budaya
Industri dan/atau kearifan lokal yang tumbuh di masyarakat terutama dalam rangka pengembangan
industri kreatif.
Ruang lingkup Pengembangan dan pemanfaatan kreativitas dan inovasi meliputi:
a.
Penyediaan ruang dan wilayah untuk masyarakat dalam berkreativitas dan berinovasi;
b. Pengembangan sentra Industri kreatif;
c.
Pelatihan teknologi dan desain;
d. Konsultasi, bimbingan, advokasi, dan fasilitasi perlindungan Hak Kekayaan Intelektual khususnya bagi
Industri kecil; dan
e.
Fasilitasi promosi dan pemasaran produk Industri kreatif di dalam dan luar negeri
Program Pengembangan:
a.
Penyediaan ruang dan wilayah untuk masyarakat dalam berkreativitas dan berinovasi (Pembangunan
techno park, pusat animasi dan pusat inovasi)
b. Pengembangan sentra Industri kreatif (Bantuan mesin peralatan dan bahan baku/penolong,
Pembangunan UPT, Bantuan desain dan tenaga ahli, serta Fasilitasi pembiayaan)
c.
Pelatihan teknologi dan desain (Pelatihan desain dan teknologi, dan Bantuan tenaga ahli)
d. Fasilitasi perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (Konsultasi, bimbingan, advokasi HKI, serta Fasilitasi
pendaftaran merk, paten, hak cipta dan desain industri)
e.
Fasilitasi promosi dan pemasaran produk Industri kreatif (Promosi dan pameran di dalam negeri,
Promosi dan pameran di luar negeri, dan Penyediaan fasilitas trading house di luar negeri)
30
E
Penyediaan Sumber Pembiayaan
1. Dalam rangka pencapaian sasaran pengembangan industri nasional dibutuhkan
pembiayaan investasi di sektor industri yang bersumber dari penanaman modal
dalam negeri dan penanaman modal asing, serta penanaman modal pemerintah
khususnya untuk pengembangan industri strategis.
2. Berdasarkan UU No 3 tahun 2014 tentang Perindustrian, pemerintah memfasilitasi
ketersediaan pembiayaan yang kompetitif untuk pembangunan industri melalui
pembentukan lembaga pembiayaan pembangunan industri yang berfungsi sebagai
lembaga pembiayaan investasi di bidang industri.
3. Untuk mencapai sasaran pembangunan industri 20 tahun kedepan diproyeksikan
kebutuhan pembiayaan untuk investasi di sektor industri rata‐rata tumbuh sebesar
15 persen per tahun dengan komposisi antara PMA dan PMDN yang berimbang.
31
VI. PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA
INDUSTRI
32
A
STANDARDISASI INDUSTRI
1. Standardisasi industri bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri dalam rangka
penguasaan pasar dalam negeri maupun ekspor, yang meliputi perencanaan, pembinaan,
pengembangan dan Pengawasan untuk Standar Nasional Indonesia (SNI), Spesifikasi Teknis
(ST) dan Pedoman Tata Cara (PTC)
2. Sasaran pengembangan standardisasi industri meliputi
a.
Terlaksananya penyusunan dan pemberlakuan SNI, Spesifikasi Teknis dan/atau
Pedoman Tata Cara sesuai kebutuhan industri prioritas,
b.
Tersedianya infrastruktur Standardisasi meliputi pembentukan Lembaga sertifikasi
produk, penyediaan Laboratorium penguji, lembaga inspeksi, laboratorium kalibrasi,
auditor/ asesor, petugas penguji, petugas inspeksi, dan petugas kalibrasi untuk
pelaksanaan penilaian kesesuaian, serta penyediaan Petugas Pengawas Standar
Industri (PPSI) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Industri (PPNS‐I) untuk pelaksanaan
pengawasan penerapan SNI, Spesifikasi Teknis dan/atau Pedoman Tata Cara
3. Program Pengembangan :
a.
Pengembangan standardisasi industri dalam rangka peningkatan kemampuan daya
saing industri
b.
Pengembangan infrastruktur untuk menjamin kesesuaian mutu produk industri
dengan kebutuhan dan permintaan pasar
33
B
INFRASTRUKTUR INDUSTRI
Infrastruktur yang diperlukan oleh industri, baik yang berada di dalam dan/atau di luar
Kawasan Peruntukan Industri, meliputi energi dan lahan kawasan industri.
1. Energi
Untuk mendukung pertumbuhan industri nasional yang ditargetkan, diperlukan penyediaan
energi baik yang bersumber dari listrik, gas maupun batubara.
Program penyediaan kebutuhan energi untuk industri meliputi:
a. Koordinasi antar kementerian/lembaga terkait dalam penyusunan rencana penyediaan
energi untuk mendukung pembangunan industri;
b. Pembangunan pembangkit listrik untuk mendukung pembangunan industri;
c. Pembangunan dan pengembangan jaringan transmisi dan distribusi;
d. Pengembangan sumber energi yang terbarukan;
e. Diversifikasi dan konservasi energi; dan
f. Pengembangan industri pendukung pembangkit energi.
Proyeksi Kebutuhan Energi untuk Industri Tahun 2014‐2035
No
1
2
3
Jenis Energi
Listrik (GWh)
Gas (Milyar MBTu)
Batubara (ribu ton)
Tahun
2014
70.777
482.937
33.571
2020
123.554
621.712
45.238
2025
178.845
782.691
58.571
2035
446.993
1.559.831
83.095
34
2. Lahan Industri
Tujuan pembangunan dan pengusahaan kawasan industri adalah
a. memberikan kemudahan dalam memperoleh lahan industri yang siap pakai dan/atau siap
bangun,
b. jaminan hak atas tanah yang dapat diperoleh dengan mudah,
c. tersedianya sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh investor, dan/atau
d. kemudahan dalam mendapatkan perizinan.
Program penyediaan lahan kawasan industri dan/atau kawasan peruntukan industri meliputi:
a. Koordinasi antar kementerian/lembaga terkait dalam penyelesaian aspek‐aspek yang
terkait pertanahan.
b. Penyusunan rencana pembangunan kawasan industri, termasuk analisis kelayakan dan
penyusunan rencana induk (masterplan).
c. Pembentukan kelembagaan dan regulasi bank tanah (Land Bank) untuk pembangunan
kawasan industri.
d. Koordinasi antar Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dengan kementerian/lembaga
terkait untuk penetapan kawasan peruntukan industri dalam RTRW Kabupaten /Kota.
e. Melakukan review terhadap pengembangan Kawasan Peruntukan Industri.
f. Penyediaan lahan melalui pembangunan kawasan industri didukung dengan infrastruktur
baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan industri.
g. Penyediaan lahan melalui pengembangan kawasan peruntukan industri yang didukung
dengan infrastruktur baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan peruntukan industri.
35
Proyeksi Kebutuhan Lahan Kawasan Industri dan Jumlah
Kawasan Industri Baru Tahun 2015‐2035
Uraian
Kebutuhan lahan kawasan industri (Ha)
Kebutuhan lahan non‐kawasan industri di
dalam Kawasan Peruntukan Industri (Ha)
Total Kebutuhan Lahan Industri (Ha)
Jumlah Kawasan Industri yang akan
dibangun (unit)
2015‐2020
6.000
Tahun
2020‐2025
9.000
2025‐2035
35.000
4.000
6.000
25.000
10.000
15.000
60.000
4
6
26
36
3. Sistem Informasi Industri Nasional
a.
Tujuan Pembangunan Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS) :
i.
Menjamin ketersediaan, kualitas, kerahasiaan dan akses terhadap data dan/atau informasi;
ii.
Mempercepat pengumpulan, penyampaian/pengadaan, pengolahan/ pemrosesan, analisis,
penyimpanan, dan penyajian data/informasi; dan
iii. Mewujudkan penyelenggaraan SIINAS yang meningkatkan efisiensi dan efektivitas, inovasi, dan
pelayanan publik.
b. Sasaran penyelenggaraan Sistem Informasi Industri Nasional meliputi:
i.
Terlaksananya penyampaian data industri dan data kawasan industri secara online.
ii.
Tersedianya data perkembangan dan peluang pasar, serta data perkembangan teknologi industri
yang sesuai dengan kebutuhan stakeholders.
iii.
Tersedianya infrastruktur teknologi informasi dan tata kelola yang handal.
iv.
Terkoneksinya SIINAS dengan sistem informasi yang dikembangkan oleh Instansi lain dalam rangka
pertukaran data.
v.
Tersedianya model sistem industri sebagai dasar dalam penyusunan kebijakan nasional.
vi.
Tersosialisasikannya SIINAS kepada seluruh stakeholders dan terpublikasikannya laporan hasil
analisis data industri secara berkala.
c. Tahapan pengembangan Sistem Informasi Industri Nasional
i.
Tahap Perencanaan (2015‐2016)
ii.
Tahap Pengembangan Sistem (2015‐2018)
iii. Tahap Pengolahan Data dan Penyebarluasan Informasi (2015‐2020)
iv. Tahap Pengembangan Interkoneksi (2016‐2020)
v.
Tahap Pemantapan Pengembangan Sistem Informasi Industri Nasional (2020‐2035)
37
VII. PEMBERDAYAAN INDUSTRI
38
A
INDUSTRI HIJAU
1. Pembangunan Industri Hijau bertujuan untuk mewujudkan Industri yang
berkelanjutan dalam rangka efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya
alam secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan
industri dengan kelangsungan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan
memberikan manfaat bagi masyarakat.
2. Lingkup penerapan industri hijau meliputi standarisasi industri hijau dan
pemberian fasilitas untuk industri hijau.
3. Strategi pengembangan industri hijau akan dilakukan yaitu:
a. mengembangkan industri yang sudah ada menuju industri hijau; dan
b. membangun industri baru dengan menerapkan standar industri hijau
5. Program yang dilakukan dalam rangka mewujudkan industri hijau :
a. Penetapan standar industri hijau
b. Pembangunan dan pengembangan lembaga sertifikasi industri hijau yang
terakreditasi serta peningkatan kompetensi auditor industri hijau
c. Pemberian fasilitas untuk industri hijau
39
B
INDUSTRI STRATEGIS
1. Industri strategis adalah Industri prioritas yang :
a. memenuhi kebutuhan yang penting bagi kesejahteraan rakyat atau menguasai hajat
hidup orang banyak;
b. meningkatkan atau menghasilkan nilai tambah sumber daya alam strategis; atau
c. mempunyai kaitan dengan kepentingan pertahanan serta keamanan negara
2. Industri strategis dikuasai oleh negara melalui :
a. pengaturan kepemilikan;
b. penetapan kebijakan;
c. pengaturan perizinan;
d. pengaturan produksi, distribusi, dan harga; dan
e. pengawasan.
3. Program pengembangan industri strategis sebagai berikut:
a. Pengkajian potensi industri strategis yang perlu dikembangkan.
b. Penyertaan modal seluruhnya oleh pemerintah pada industri strategis tertentu dengan
alokasi pembiayaan melalui APBN.
c. Pembentukan usaha patungan antara pemerintah melalui APBN dan swasta dalam
pembangunan industri strategis.
d. Pemberian Fasilitas kepada Industri Strategis yang melakukan:
i. pendalaman struktur;
ii. penelitian dan pengembangan teknologi;
iii. pengujian dan sertifikasi; atau
iv. restrukturisasi mesin dan peralatan.
40
C
PENINGKATAN PENGGUNAAN PRODUK DALAM NEGERI
1. Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) merupakan suatu kebijakan
pemberdayaan industri yang bertujuan untuk:
a. Meningkatkan penggunaan produk dalam negeri oleh pemerintah, badan usaha dan
masyarakat.
b. Memberdayakan industri dalam negeri melalui pengamanan pasar domestik,
mengurangi ketergantungan kepada produk impor, dan meningkatkan nilai tambah di
dalam negeri.
c.
Memperkuat struktur industri dengan meningkatkan penggunaan barang modal, bahan
baku, komponen, teknologi dan SDM dari dalam negeri.
2. Sasaran Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri meliputi:
a. Peningkatan penggunaan produk dalam negeri oleh Kementerian / Lembaga Negara,
Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Swasta maupun
masyarakat.
b. Peningkatan capaian nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
c.
Peningkatan jumlah produk yang tersertifikasi TKDN.
d. Peningkatan kecintaan dan kebanggaan masyarakat akan produk dalam negeri
Penggunaan belanja modal pemerintah untuk pengadaan barang/jasa produksi dalam negeri
ditargetkan meningkat secara bertahap mencapai 40 persen pada tahun 2035.
41
3. Program peningkatan penggunaan produk dalam negeri :
a. Sosialisasi kebijakan dan promosi P3DN melalui media elektronik, media
cetak, pameran dan talk show.
b. Pemberian insentif sertifikasi TKDN.
c. Program membangun kecintaan, kebanggaan dan kegemaran penggunaan
produk dalam negeri melalui pendidikan.
d. Pemberian insentif kepada badan usaha swasta yang konsisten menggunakan
produk dalam negeri.
e. Audit kepatuhan pelaksanaan kewajiban peningkatan penggunaan produk
dalam negeri.
f. Mendorong produk/barang yang ada dalam Daftar Inventarisasi Barang/Jasa
Produksi Dalam Negeri masuk ke dalam e‐Catalog pengadaan pemerintah.
g. Pemberian penghargaan Cinta Karya Bangsa.
h. Monitoring dan evaluasi dampak kebijakan P3DN bagi peningkatan daya saing
dan penguatan struktur industri.
42
E
KERJASAMA INTERNASIONAL DALAM BIDANG INDUSTRI
1. Kerjasama internasional bidang industri bertujuan untuk :
a. melindungi dan meningkatkan akses pasar produk industri dalam negeri;
b. membuka akses sumber daya industri yang mendukung peningkatan produktivitas dan
daya saing industri dalam negeri;
c. meningkatkan integrasi industri dalam negeri kedalam jaringan rantai suplai global,
dan;
d. meningkatkan investasi untuk mendukung pengembangan industri di dalam negeri.
2. Lingkup kerja sama internasional di bidang industri meliputi:
a. Pemanfaatan akses pasar produk industri;
b. Peningkatan kapasitas sumber daya industri;
c. Pemanfaatan rantai suplai global,
d. Peningkatan investasi industri, dan
e. Pengolahan data dari kegiatan industrial intelligence di Negara akreditasi.
3. Program yang dilaksanakan dalam rangka pencapaian sasaran Pengembangan Kerjasama
Internasional di Bidang Industri antara lain:
a. Perlindungan dan peningkatan akses pasar internasional produk industri
b. Peningkatan Akses Sumber Daya Industri yang dibutuhkan dalam mendukung
peningkatan produktivitas Industri Dalam Negeri
c. Pengembangan jaringan rantai suplai global
d. Peningkatan kerja sama investasi di sektor industri
43
VIII.PERWILAYAHAN INDUSTRI
44
A
TUJUAN DAN SASARAN PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN
INDUSTRI
Pengembangan perwilayahan industri dilaksanakan dalam rangka percepatan
penyebaran dan pemerataan industri ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dengan sasaran sebagai berikut:
1. Peningkatan kontribusi sektor industri pengolahan non‐migas luar Jawa
dibanding Jawa dari 28% : 72 % pada tahun 2013 menjadi 40% : 60% pada tahun
2035.
2. Peningkatan kontribusi investasi sektor industri pengolahan non‐migas di luar
Jawa terhadap total investasi sektor industri pengolahan non migas nasional.
3. Penumbuhan kawasan industri sebanyak 36 kawasan yang memerlukan
ketersediaan dengan lahan sekitar luas 50.000 Ha yang diprioritaskan berada di
luar Jawa sampai dengan tahun 2035.
4. Pembangunan Sentra IKM baru, sehingga setiap Kabupaten/Kota mempunyai
minimal satu Sentra IKM.
45
B
LINGKUP PERWILAYAHAN INDUSTRI
1. Wilayah Pengembangan Industri (WPI)
Wilayah Pengembangan Industri (WPI) dikelompokkan berdasarkan keterkaitan
backward dan forward sumberdaya dan fasilitas pendukungnya, serta memperhatikan
jangkauan pengaruh kegiatan pembangunan industri.
No.
Wilayah Pengembangan Industri
No
Provinsi
No.
1
2
3
Papua
Papua Barat
Sulawesi Bagian Utara dan
Maluku
Sulawesi Bagian Selatan
5
Kalimantan Bagian Timur
6
Kalimantan Bagian Barat
7
Bali dan Nusa Tenggara
Papua
Papua Barat
Sulawesi Utara
Gorontalo
Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara
Maluku
Maluku Utara
Sulawesi Barat
Sulawesi Selatan
Kalimantan Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Bali
Nusa Tenggara Barat
8
4
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Nusa Tenggara Timur
Wilayah Pengembangan
Industri
Sumatera Bagian Utara
No
19
20
21
22
23
9 Sumatera Bagian Selatan 24
25
26
27
28
10 Jawa
29
30
31
32
33
34
Provinsi
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Kep. Riau
Jambi
Bengkulu
Bangka Belitung
Sumatera Selatan
Lampung
Banten
Jawa Barat
DKI Jakarta
DI Jogjakarta
Jawa Tengah
Jawa Timur
46
2. Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI)
DEFINISI WPPI
Suatu wilayah dengan karakteristik tertentu yang berpotensi untuk menumbuhkan dan
mengembangkan industri tertentu yang akan berperan sebagai penggerak utama (prime
mover) bagi pengembangan wilayah tersebut serta membawa peningkatan pertumbuhan
industri dan ekonomi pada wilayah lain di sekitarnya dalam suatu wilayah regional atau
provinsi dengan batas-batas yang jelas.
KRITERIA WPPI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
potensi sumber daya alam (agro, mineral, migas);
ketersediaan infrastruktur transportasi;
kebijakan affirmatif untuk pengembangan industri ke luar pulau jawa;
penguatan dan pendalaman rantai nilai;
kualitas dan kuantitas SDM;
memiliki potensi energi berbasis sumber daya alam (batubara, panas bumi, air);
memiliki potensi sumber daya air industri;
memiliki potensi dalam pewujudan industri hijau; dan
kesiapan jaringan pemanfaatan teknologi dan inovasi.
47
DAERAH YANG DITETAPKAN SEBAGAI WPPI
No
1
Lokasi
Banda Aceh, Aceh Besar dan
Pidie -Bireun- Lhokseumawe
(termasuk KAPET BANDAR
ACEH DARUSSALAM)
Provinsi
Aceh
Medan-Binjai-Deli SerdangSerdang Bedagai - KaroSimalungun-Batubara
Sumatera Utara
3
Dumai-Bengkalis-Siak
Riau
4
Batam-Bintan
Kep. Riau
5
Banyuasin -Muara Enim
6
Lampung Barat-Lampung
Timur-Lampung TengahTanggamus-Lampung Selatan
Sumatera
Selatan
Lampung
7
Cilegon-Serang-Tangerang
Banten
8
Bogor-Bekasi-PurwakartaSubang-Karawang
Cirebon-IndramayuMajalengka
Kendal-Semarang-Demak
Jawa Barat
Tuban-Lamongan-GresikSurabaya-Sidoarjo-MojokertoBangkalan
Jawa Timur
2
9
10
11
No
Lokasi
Provinsi
12
Pontianak-Landak-SanggauKetapang –Sambas-Bengkayang
(sebagian KAPET Khatulistiwa)
Kalimantan Barat
13
Tanah Bumbu-Kotabaru (termasuk
KAPET BATULICIN)
Kalimantan
Selatan
14
Samarinda, Balikpapan, dan Kutai
Kertanegara -Bontang-Kutai Timur
(termasuk KAPET SASAMBA)
Kalimantan Timur
15
Tarakan -Nunukan
Kalimantan Utara
16
Bitung-Manado-Tomohon-MinahasaMinahasa Utara (termasuk KAPET
MANADO BITUNG)
Sulawesi Utara
17
Kendari-Konawe-Konawe UtaraKonawe Selatan-Kolaka-Morowali
(termasuk KAPET BANK
SEJAHTERA SULTRA)
Sulawesi
Tenggara
18
Palu-Donggala-Parigi Mountong-Sigi
(termasuk KAPET PALAPAS)
Sulawesi Tengah
Jawa Barat
19
Makassar-Maros-Gowa - TakalarJeneponto-Bantaeng
Sulawesi Selatan
Jawa Tengah
20
Halmahera Timur-Halmahera
Tengah - Pulau Morotai
Maluku Utara
21
Mimika
Papua
22
Teluk Bintuni
Papua Barat
48
3. Pengembangan Kawasan Peruntukan Industri
Industri penggerak utama untuk setiap WPPI dan industri lainnya haruslah
dibangun dalam Kawasan Peruntukan Industri (KPI). Pengembangan KPI
dilakukan dengan mengacu pada RTRW masing-masing kabupaten/kota. KPI
merupakan lokasi kawasan industri, dan lokasi industri di daerah yang
belum/tidak memiliki kawasan industri, atau telah memiliki kawasan industri
tetapi kavlingnya sudah habis. Bagi kabupaten/kota yang tidak termasuk dalam
WPPI dan tidak memungkinkan dibangun kawasan industri karena tidak layak
secara teknis dan ekonomis, pengembangan industrinya dapat dilakukan
sepanjang berada di dalam KPI.
49
4. Pembangunan Kawasan Industri
Pembangunan kawasan industri akan diprioritaskan pada daerah-daerah yang
berada dalam WPPI. Daerah-daerah di luar WPPI yang mempunyai potensi, juga
dapat dibangun kawasan industri yang diharapkan menjalin sinergi dengan
WPPI yang sesuai. Dalam rangka percepatan penyebaran industri keluar Pulau
Jawa, pemerintah membangun kawasan-kawasan industri sebagai infrastruktur
industri di WPPI. Pembangunan kawasan industri sebagai perusahaan kawasan
industri yang lebih bersifat komersial didorong untuk dilakukan oleh pihak
swasta.
50
5. Pengembangan Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah
Pengembangan Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah (Sentra IKM)
dilakukan pada setiap wilayah Kabupaten/Kota (minimal sebanyak satu sentra
IKM, terutama di luar Pulau Jawa) yang dapat berada di dalam atau di luar
kawasan industri. Bagi kabupaten/kota yang tidak memungkinkan dibangun
kawasan industri karena tidak layak secara teknis dan ekonomis, maka
pembangunan industri dilakukan melalui pengembangan Sentra IKM yang
perlu diarahkan baik untuk mendukung industri besar sehingga perlu dikaitkan
dengan pengembangan WPPI, maupun sentra IKM yang mandiri yang
menghasilkan nilai tambah serta menyerap tenaga kerja.
51
IX. KEBIJAKAN AFIRMATIF INDUSTRI KECIL DAN
INDUSTRI MENENGAH
52
A
LATAR BELAKANG
1. IKM memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional yang dapat
dilihat dari jumlah unit usaha yang berjumlah 3,4 juta unit dan merupakan lebih
dari 90 persen dari unit usaha industri nasional. Peran tersebut juga tercermin
dari penyerapan tenaga kerja IKM yang menyerap lebih dari 9,7 juta orang pada
tahun 2013 dan merupakan 65,4 persen dari total penyerapan tenaga kerja
sektor industri non migas.
2. pembangunan dan pemberdayaan Industri Kecil dan Industri Menengah untuk
mewujudkan Industri Kecil dan Industri Menengah yang berdaya saing; berperan
signifikan dalam penguatan struktur industri nasional; ikut berperan dalam
pengentasan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja; serta menghasilkan
barang dan/atau jasa Industri untuk diekspor.
53
B
SASARAN
Pengembangan IKM diharapkan akan meningkatkan jumlah unit usaha IKM rata‐rata
sebesar 1 persen per tahun atau sekitar 30 ribu unit usaha IKM per tahun dan
peningkatan penyerapan tenaga kerja rata‐rata sebesar 3 persen per tahun.
Sasaran Penguatan Kelembagaan dan Pemberian Fasilitas IKM
No
Sasaran
I
1
PENGUATAN KELEMBAGAAN
Penguatan Sentra IKM (sentra)
Revitalisasi dan pembangunan Unit Pelayanan Teknis
(UPT)
Penyediaan Tenaga Penyuluh Lapangan (orang)
Penyediaan Konsultan Industri kecil dan Industri
menengah (orang)
2
3
4
2015‐2020
Periode
2020‐2025
2025‐2035
1.090
1.305
2285
110
260
685
1.000
1.200
2.100
590
649
1282
54
Sasaran Penguatan Kelembagaan dan Pemberian Fasilitas IKM
No
Sasaran
II
1
2
PEMBERIAN FASILITAS
Peningkatan kompetensi SDM (Orang)
Pemberian bantuan dan bimbingan teknis (unit IKM)
Pemberian bantuan serta fasilitasi bahan baku dan bahan
3
penolong (unit IKM)
4 Pemberian bantuan mesin atau peralatan (unit IKM)
5 Pengembangan produk (unit IKM)
Pemberian bantuan pencegahan pencemaran lingkungan
6
hidup (unit IKM)
Pemberian bantuan informasi pasar, promosi, dan
7
pemasaran (unit IKM)
8 Fasilitasi akses pembiayaan (unit IKM)
Penyediaan Kawasan Industri untuk IKM yang berpotensi
9
mencemari lingkungan (Kawasan)
Fasilitasi kemitraan antara industri kecil, menengah dan
10
besar (unit IKM)
11 Fasilitasi HKI terhadap IKM (unit IKM)
Fasilitasi penerapan standar mutu produk bagi IKM (unit
12
IKM)
2015‐2020
Periode
2020‐2025
2025‐2035
545
8805
760
14290
1415
39350
600
975
2300
815
2065
1165
2650
2665
6390
85
135
365
1150
1500
2200
5200
6300
12600
10
10
15
145
280
790
1250
1500
3250
2500
3000
6000
55
C
KEBIJAKAN AFIRMATIF IKM
1. Dalam rangka keberpihakan terhadap Industri Kecil dan Menengah dalam negeri
ditetapkan bahwa Industri Kecil hanya dapat dimiliki oleh warga negara
Indonesia, Industri yang memiliki keunikan dan merupakan warisan budaya
bangsa hanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia, dan industri
menengah tertentu dicadangkan untuk dimiliki oleh warga negara Indonesia.
2. Dalam rangka penguatan struktur industri nasional, peran IKM perlu ditingkatkan
secara signifikan dalam rantai suplai industri prioritas.
3. Dalam upaya meningkatkan pembangunan dan pemberdayaan IKM, Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah melakukan perumusan kebijakan, penguatan
kapasitas kelembagaan, dan pemberian fasilitas bagi IKM.
56
D
STRATEGI PENGEMBANGAN IKM
1. Pemanfaatan potensi bahan baku.
2. Penyerapan tenaga kerja.
3. Pemanfaatan teknologi, inovasi dan kreativitas.
57
E
PROGRAM PENGEMBANGAN IKM
1. Pemberian insentif kepada industri besar yang melibatkan IKM dalam rantai nilai
industrinya
2. Meningkatkan akses IKM terhadap pembiayaan, termasuk fasilitasi pembentukan
Pembiayaan Bersama (Modal Ventura) IKM.
3. Mendorong tumbuhnya kekuatan bersama sehingga terbentuk kekuatan kolektif
untuk menciptakan skala ekonomis melalui standardisasi, procurement dan
pemasaran bersama.
4. Perlindungan dan fasilitasi terhadap inovasi baru dengan mempermudah pengurusan
hak kekayaan intelektual bagi kreasi baru yang diciptakan IKM.
5. Diseminasi informasi dan fasilitasi promosi dan pemasaran di pasar domestik dan
ekspor.
6. Menghilangkan bias kebijakan yang menghambat dan mengurangi daya saing industri
kecil.
7. Peningkatan kemampuan kelembagaan Sentra IKM dan Sentra Industri Kreatif, serta
UPT, TPL, dan Konsultan IKM;
8. Kerjasama kelembagaan dengan lembaga pendidikan, dan lembaga penelitian dan
pengembangan;
9. Kerjasama kelembagaan dengan Kamar Dagang dan Industri dan/atau asosiasi
industri, serta asosiasi profesi.
10. Pemberian fasilitas bagi IKM.
58
X. PROGRAM QUICK WINS KEMENPERIN 2015 - 2019
59
Pembangunan sektor industri tahun 2015 – 2019 akan diarahkan untuk mendukung Visi Misi Presiden RI
sebagaimana dinyatakan dalam 9 (sembilan) agenda prioritas Nawa Cita. Dukungan tersebut dilaksanakan
melalui 10 (sepuluh) Program Quick Wins Kementerian Perindustrian Tahun 2015 – 2019 yaitu :
1.
Pembangunan 14 Kawasan Industri di luar Pulau Jawa ((1) Bintuni ‐ Papua Barat; (2) Buli ‐ Halmahera Timur‐
Maluku Utara; (3) Bitung – Sulawesi Utara, (4) Palu ‐ Sulawesi Tengah; (5) Morowali ‐ Sulawesi Tengah; (6)
Konawe – Sulawesi Tenggara; (7) Bantaeng ‐ Sulawesi Selatan; (8) Batulicin ‐ Kalimantan Selatan; (9) Jorong ‐
Kalimantan Selatan; (10) Ketapang ‐ Kalimantan Barat; (11) Landak – Kalimantan Barat, (12) Kuala Tanjung,
Sumatera Utara, (13) Sei Mangke – Sumatera Utara; dan (14) Tanggamus, Lampung) melalui fasilitasi
Pemerintah dan Swasta serta fasilitasi pembangunan 22 Sentra IKM.
2.
Re‐disain Road Map Industrialisasi sejalan dengan Trisakti dan Nawa Cita melalui Penetapan RPP Rencana Induk
Pengembangan Industri Nasional (RIPIN) menjadi PP dan penetapan RPerpres tentang Kebijakan Industri
Nasional (KIN) yang sesuai dengan Visi‐Misi Presiden RI.
3.
Hilirisasi Hasil Tambang ke produk dan jasa industri antara lain :
a. Fasilitasinya Pembangunan Pilot Project Komersialisasi Logam Tanah Jarang untuk Industri.
b. Fasilitasi Pembangunan pabrik Paracetamol, amoxicilin, garam farmasi, Dextrose for infusion, Vitamin C,
dan Sefalosporin.
c. Fasilitasi Pembangunan Pilot Plant Enhanced Oil Recoevery (EOR).
d. Fasilitasinya pembangunan Pusat Pelatihan Tenaga Kerja Industri.
e. Pengembangan dan penumbuhan wirausaha baru IKM dalam rangka mendukung Hilirisasi Hasil Tambang
ke produk dan jasa industri.
f. Fasilitasi penyusunan FS Semen Kupang III, pilot plant bahan penolong berbasis silika untuk industri ban,
keramik dan kaca serta FS Industri Technical Textile.
60
4.
Hilirisasi produk‐produk pertanian menjadi produk agro industri antara lain :
a. Fasilitasi mentoring aplikasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dan V‐Legal pada
perusahaan pengolahan kayu dan keberterimaan SVLK di negara tujuan ekspor.
b. Pengembangan teknologi Industri hasil pertanian melalui bantuan mesin dan peralatan.
c. Peningkatan kompetensi SDM industri rumput laut, kakao serta pengolahan kayu dan rotan.
d. Pengembangan dan penumbuhan wirausaha baru IKM dalam rangka mendukung Hilirisasi
produk‐produk pertanian menjadi produk agro industri.
5.
Expo dan pemberian penghargaan terhadap inovasi produk‐produk industri melalui Expo
Inovasi Teknologi dan Industri Hijau serta fasilitasi promosi inovasi produk IKM melalui
partisipasi pameran di dalam dan luar negeri serta fasilitasi di Bali Creative Industry Center
(BCIC) Bali.
6.
Kampanye sistematis dan kreatif untuk menumbuhkan apresiasi terhadap kegiatan industri
dalam negeri melalui sosialisasi program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri
(P3DN), Sertifikasi dan verifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), Fasilitasi Penyusunan
MoU P3DN antara Menteri Perindustrian dengan Menteri terkait (sektor Pertanian, ESDM,
Pekerjaan Umum, Perhubungan, Kesehatan, Pendidikan dan Pertahanan) dan BUMN, serta
Penyusunan Business Matching dan pameran antara produsen dan pengguna.
7.
Peningkatan pendidikan dan skill antara lain Pelatihan bagi Calon Operator / Tenaga Kerja
Industri dengan Sistem three in one (Pelatihan, Sertifikasi, dan Penempatan) Berbasis
Spesialisasi dan Kompetensi sebanyak 9.000 Orang, Sertikasi Kompetensi calon tenaga kerja
dan tenaga kerja sektor industri sebanyak 16.000 Orang, Penetapan SKKNI bidang Industri, dan
pembentukan LSP dan TUK untuk sertifikasi Kompetensi bidang industri.
61
8. Fasilitasi terhadap industri dalam negeri dari dampak perjanjian‐perjanjian internasional
yang telah ditandatangani antara lain analisis dampak 3 perjanjian internasional dan
partisipasi aktif dalam perundingan kerjasama internasional.
9. Penurunan Rezim Impor melalui penyusunan Rekomendasi Pemberdayaan Produk
Industri Dalam Negeri untuk Penurunan Rezim Impor.
10. Penguatan struktur industri melalui keterkaitan antara industri hulu (dasar), industri
intermediate dan industri hilir (light) antara lain :
a.
Revitalisasi Pusat Desain dan Rekayasa Kapal Nasional (PDRKN).
b.
Revitalisasi industri galangan kapal di 9 lokasi (Pembangunan/Renovasi, Bantuan
Alat, Peningkatan SDM bersertifikasi).
c.
Fasilitasi Pembangunan Bufferstock Bahan Baku Kapas (logistic base for cotton) di
Jawa Barat dan Bufferstock Kulit (material center) di Jawa Timur.
d.
Pemban