Kapitalisme Globalisasi dan Budaya Konsu

 
 

Kapitalisme, Globalisasi dan Budaya Konsumerisme: Ekonomi kapitalis sebagai
penunjang konsumsi publik atas mobil

Rany Purnama Hadi, S.IP
Magister Hubungan Internasional
Universitas Airlangga

Abstrak
Budaya konsumerisme sering kali dilihat sebagai bentuk dari perkembangan ekonomi
kapitalis yang muncul pasca Perang Dunia II. Revolusi industri meningkatkan jumlah
produksi yang kemudian berpengaruh terhadap tingkat konsumsi masyarakat. Masyarakat,
khususnya di negara-negara industri, kini tidak lagi mengkonsumsi barang atau jasa
berdasarkan apa yang mereka butuhkan, tetapi lebih kepada apa yang mereka inginkan atau
biasa disebut dengan hedonistic consumerism. Tingkat konsumerisme yang tinggi inilah yang
kemudian mendorong sistem ekonomi yang berlangsung saat ini. Salah satu bukti dari
konsumerisme adalah keinginan konsumsi mobil. Mobil kini menjadi salah satu kebutuhan
yang harus dimiliki oleh seseorang. Kemudahan masyarakat untuk memperoleh mobil dengan
harga yang murah,yang menjadi akibat dari sistem ekonomi kapitalis, serta munculnya stigma

masyarakat atas status sosial yang meningkat dengan memiliki mobil menjadi faktor
pendorong tingginya tingkat konsumerisme atas mobil. Pada tulisan ini akan dijelaskan lebih
lanjut bagaimana kemudian ekonomi kapitalis mendorong tingkat konsumerisme masyarakat
yang ditunjukkan dengan tingkat konsumsi pada mobil di era global.

Keywords: capitalism, consumerism, hedonistic consumerism, car consumerism.

Pendahuluan
“Buying a car is a big step up in society. Now we have a car, I feel that
people look at us differently.”
(www.afairerworld.org)

Pernyataan tersebut merupakan salah satu kutipan penyataan yang diungkapkan oelh
salah satu warga dalam pameran mobil di Cina. Dari pernyataan tersebut dapat kita lihat
bagaimana mobil telah menjadi salah satu indikator dari status sosial seseorang. Di era global

 
 

ini bukanlah hal yang berlebihan bagi seseorang untuk memiliki mobil. Mobil merupakan

kebutuhan harian yang setara dengan kebutuhan-kebutuhan primer lain seperti pakaian dan
tempat tinggal. Perubahan ini menjadi salah satu tingginya budaya konsumerisme di
masyarakat.
Salah satu dari warisan terbesar yang diberikan oleh sistem ekonomi kapitalisme
adalah kompetisi antar perusahaan atau industri untuk berinovasi dimana kemudian kompetisi
ini berdampak pada peningkatan tingkat produktivitas yang dilakukan oleh industri-industri
tersebut. Dengan meningkatkan produktivitas dan penjualan, maka perusahaan dapat
memperoleh keuntungan yang juga akan berdampak pada peningkatan ekonomi. Peningkatan
produksi ini kemudian diiringi dengan tingginya tingkat advertising yang selanjutnya turut
mendorong meningkatnya konsumsi masyarakat atas produk tersebut.
Sebagai upaya untuk berkompetisi dengan perusahaan-perusahaan lain, sebuah
perusahaan akan berusaha semaksimal mungkin untuk membuat iklan demi meningkatkan
nilai jual produknya. Berbagai macam iklan atau advertising inilah yang kemudian menjadi
faktor penarik minat masyarakat untuk membeli sebuah produk. Dalam industri otomotif,
perusahaan-perusahaan otomotif juga melakukan strategi advertising untuk menarik minat
masyarakat untuk membeli mobil. Bermacam-macam model inovasi dari segi fasilitas,
kualitas, dan kenyamanan mobil dimunculkan dengan tujuan dapat meningkatkan penjualan
mobil tersebut. Akibatnya, ketertarikan masyarakat akan meningkat dan penjualan juga
bertambah yang berarti keuntungan bagi perusahaan.
Permasalah yang muncul kemudian adalah, tingginya tingkat produksi tersebut tidak

hanya berdampak pada semakin banyaknya jumlah barang yang dihasilkan, akan tetapi juga
menurunkan harga barang. Kini mobil menjadi sebuah komoditas primer masyarakat yang
mudah dijangkau. Tidak hanya dinegara-negara industri maju, melainkan juga di negaranegara berkembang. Mobil tidak lagi menjadi kebutuhan mewah yang hanya dimiliki
kalangan parlente atau pengusaha. Saat ini, bahkan masyarakat dengan gaji menengah
kebawah juga dapat memiliki sebuah mobil. Dalam sistem penjualan, perusahaan-perusahaan
mobil juga banyak yang menawarkan metode kredit yang semakin memudahkan masyarakat
untuk membeli mobil.
Tingginya tingkat konsumsi masyarakat memang memberikan dampak yang baik
terhadap laju ekonomi. Dengan tingginya tingkat produksi yang diiringi dengan semakin
banyaknya konsumsi masyarakat akan menyebabkan roda ekonomi terus berjalan. Tingkat
konsumerisme mobil yang semakin meningkat ini akan menjadi buruk ketika kita
mengaitkannya dengan dampak yang dihasilka terhadap ekologi. Sebagaimana yang

 
 

diungkapkan oleh Andrea Migone (Migone, 2004), konsumerisme, khususnya hedonistic
consumerism, dapat menyebabkan dua krisis yaitu krisis ekologi dan krisis lingkungan.
Dari sisi lingkungan, kehidupan konsumerime mampu mengancam kelangkaan atas
cadangan sumber daya alam yang digunakan sebagai bahan baku produksi, serta

kemungkinan untuk kerusakan ekosistem dunia. Pada kasus konsumsi mobil yang berlebihan,
jika ditinjau dari sudut pandang lingkungan, produksi mobil secara tidak langsung
meningkatkan jumlah emisi gas baik dari proses produksi di pabrik maupun dari asap mobil
yang dihasilkan. Meningkatnya konsumerisme atas mobil menandakan semakin banyak mobil
yang dimiliki oleh masyarakat yang juga berarti meningkatkan intensitas mobil yang berlalulalang dijalanan, yang mana ini juga berarti semakin banyak emisi yang dihasilkan.
Meskipun demikian, sistem ekonomi kapitalis yang menuntut adanya kompetisi
melalui inovasi-inovasi nampaknya tidak akan mengurangi budaya konsumerisme mobil yang
sedang melanda dunia saat ini. Penyebabnya adalah, meski kepedulian masyarakat atas
keberlangsungan lingkungan yang terancam akibat meningkatnya konsumerisme atas
kendaraan bermotor semakin meningkat, akan tetapi perusahaan-perusahaan otomotif juga
melakukan inovasi dengan memproduksi lebih banyak kendaraan yang ramah lingkungan atau
biasa disebut dengan mobil hybrid. Dengan demikian, konsumerisme akan akan terus terjadi.
Ditambah lagi, saat ini mobil merupakan sebuah indikator dari status sosial masyarakat
modern.
Dalam tulisan ini penulis akan melakukan analisa lebih mendalam terkait bagaimana
sistem kapitalisme menjadi penmicu sistem perekonomian modern yang kemudian
mendorong budaya konsumerisme yang akan ditunjukkan melalui budaya konsumerisme atas
mobil. Serta bagaimana sejarah perubahan mobil yang dulunya hanya menjadi sebuah media
transportasi beberapa kalangan, kini menjadi sebuah kebutuhan primer yang menentukan
status sosial seseorang dimasyarakat, akibat meningkatnya budaya konsumerisme.


Kapitalisme dan Budaya Konsumerisme Global
Konsumsi merupakan sebuah bagian dari kehidupan dimana manusia perlu untuk
mengkonsumsi sesuatu, baik dalam hal pangan, sandang, papan, sebagi usaha untuk bertahan
hidup dan meningkatkan kemampuan mereka di masyarakat. Konsumsi juga merupakan dari
roda penggerak ekonomi, dimana dengan adanya konsumsi maka produksi akan berjalan dan
perekonomian serta pasar akan tetap terjaga. Kebutuhan manusia yang tiada henti kemudian
menuntut pasar untuk terus berkembang guna mencukupi kebutuhan masyarakat atas barang
dan jasa. Dengan semakin meningkatnya aktivitas konsumsi yang diiringi dengan semakin

 
 

mudahnya perolehan barang dan jasa yang disediakan oleh pasar, kemudian mucullah budaya
konsumerisme dimana masyarakat tidak lagi mengkonsumsi apa yang mereka butuhkan, akan
tetapi apa yang mereka inginkan.
Konsumerisme sering kali dipandang sebagai sebuah budaya yang terlahir dari
perkembangan kapitalisme (Varul, 2013).

Kapitalisme menyebabkan komoditas dapat


dengan mudah terdistribusi ke berbagai kelas dan kalangan di seluruh penjuru dunia. Tujuan
dari kapitalisme adalah meningkatkan level konsumsi. Yang mana hal ini dapat dicapai
dengan meningkatkan jumlah konsumer, meningkatkan tingkat konsumsi, atau dengan
mengkombinasikan keduanya (Migone, 2004). Budaya konsumerisme yang muncul akibat
tingkat konsumsi inilah yang kemudian mendominasi sistem kapitalisme.
Sistem kapitalisme sendiri adalah sebuah model ekonomi yang mana mengedepankan
keuntungan pasar. Kondisi ini kemudian memunculkan persaingan yang ketat diantara aktoraktor ekonomi yang selanjutnya menantang mereka untuk dapat memproduksi lebih sekaligus
tetap menjaga tingkat konsumsi masyarakat pada level yang konstan (Wright & Rogers,
2010). Ekonomi kapitalis akan berkembang ketika perusahaan-perusahan mampu
menciptakan keuntungan dari penjualan barang dan jasa. Dan demi meningkatkan penjualan,
aktor-aktor ekonomi berusaha untuk memaksimalkan kepuasan publik atas produk-produk
yang mereka tawarkan melalui berbagai macam advertising dan strategi pemasaran, serta
didukung melalui kebijakan pemerintah yang akan membantu perkembangan pasar. Dengan
semakin meningkatnya produktivitas kemudian berlanjut kepada ekspansi pasar yang semakin
meluas, akan berdampak pada pertumbuhan tingkat konsumsi masyarakat.
Budaya konsumsi dalam sistem ekonomi kapitalis umumnya akan tampak pada masa
krisis ekonomi. Pada saaat terjadi krisis ekonomi, pemerintah berusaha untuk menstimulasi
ekonomi dengan berbagai cara seperti mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi lebih
dengan mengurangi pajak, mengurangi interest rate sehingga masyarakat akan lebih mudah

melakukan pinjaman, atau pada kondisi tertentu, pemerintah bahkan memberikan uang
kepada warganya untuk dibelanjakan sehingga proses jual beli dapat berlangsung (Wright &
Rogers, 2010).
Kapitalisme sendiri merupakan ”growth-only model” dimana penting untuk
mempertahankan keuntungan dan pertumbuhan ekonomi meskipun hal itu dapat juga berarti
menjaga status quo atau stagnasi dalam ekonomi. Sistem ini secara keseluruhan beralaskan
pada usaha untuk meningkatkan level konsumsi, baik dengan meningkatkan jumlah
consumer, atau meningkatkan tingkat konsumsi, atau dengan menkombinasi keduanya
(Migone, 2004). Jika demikian, maka nampak jelas bagaimana kemudian sistem ekonomi

 
 

kapitalis menjadi faktor pendorong dalam budaya konsumerisme. Tuntutan ekonomi untuk
meningkatkan keuntungan dan pertumbuhan pasar, menyebabkan aktor-aktor ekonomi
berlomba-lomba untuk menambah jumlah produksi yang kemudian berdampak pada
peningkatan konsumsi masyarakat. Akan tetapi kemudian, seiring dengan semakin
meningkatnya tingkat konsumerisme masyarakat, menyebabkan terjadinya pergeseran dalam
budaya konsumerisme yang dilakukan oleh masyarakat di era kapitalisme global ini. Jika
dahulu budaya konsumerisme diidentifikasikan sebagai perilaku pengkonsumsian barangbarang mewah, saat ini yang disebut dengan konsumerisme tidak hanya sebatas pemuasan

individu atas benda-benda luxury, melainkan juga terhadap pemenuhan terhadap konsumsi
barang dan jasa diluar kebutuhan mereka atau yang biasa disebut dengan hedonistic
consumerism.

Hedonistic consumerism
Setelah perang dunia II, budaya konsumsi mulai berubah seiring dua kondisi krusial
yang terjadi. Di satu sisi, akibat sistem ekonomi dunia didorong oleh konsumerisme,
masyarakat mulai mengkonsumsi jauh diatas tingkat kepuasan. Tingkat konsumsi masyarakat
atas barang dan jasa menjadi lebih banyak dan lebih cepat. Di sisi yang lainnya, konsumsi
yang dilakukan oleh masyarakat tidak lagi untuk memperoleh apa yang mereka butuhkan,
melainkan untuk memuaskan apa yang mereka inginkan. Budaya konsumerisme yang terjadi
pada abad ke 20 ini, bukan lagi hanya terbatas pada konsumsi barang atau produk luxury,
melainkan konsumsi barang atau produk diluar kebutuhan masyarakat atau biasa disebut
dengan hedonistic consumerism, dimana hal ini banyak terjadi dikalangan masyarakat negara
maju (Migone, 2004).
Sebelum abad ke-dua puluh, budaya konsumerisme yang dilakukan oleh masyarakat
hanya terbatas pada kalangan-kalangan parlente. Konsumerisme diidentikkan dengan
pemuasan diri melalui konsumsi barang-barang mewah seperti minuman atau pakaian mahal
yang dilakukan oleh kelompok-kelompok elit (Migone, 2004). Budaya konsumsi yang
disebut juga dengan affluent consumption ini kemudian hanya terjadi di dalam sebuah

kelompok kecil di kalangan elit yang sebenarnya tidak memberikan pengaruh yang sangat
besar terhadap sistem ekonomi. Meskipun tidak menutup kemungkinan permintaan atas
barang-barang mewah, dalam beberapa kondisi, dapat dijadikan penopang ekonomi.
Selanjutnya, munculnya sistem kapitalisme modern yang lebih menawarkan pada
produksi jumlah barang yang banyak daripada produksi barang mewah, telah merubah
budaya konsumerisme. Konsumerisme tidak lagi sebatas pembelian barang-barang mewah

 
 

dikalangan elit, tetapi pembelian atau permintaan atas barang dan jasa diluar kebutuhan yang
terjadi di masyarakat global. Masyarakat mulai mengkonsumsi secara besar-besaran dan
dalam waktu yang cepat, barang dan jasa yang mereka inginkan daripada yang mereka
butuhkan. Akibatnya, konsumerisme yang dulu hanya terjadi hanya di dalam beberapa
kelompok minoritas elit, kini terjadi pada kelompok masyarakat global yang mana secara
tidak langsung mewarnai kondisi perekonomian dunia.
Konsumerime berasumsi bahwa budaya hedonis dan tindakan atas konsumsi itu
sendiri merupakan sebuah makna simbolis dari sebuah status sosial. Hedonistic consumerism
menyebabkan mass consumption untuk pemenuhan atas apa yang kita inginkan menjadi
setara dengan apa yang kita butuhkan (Migone, 2004). Ketersediaan atas barang dan jasa

yang ditunjang dengan pemasaran yang baik kemudian semakin meningkatkan budaya
konsumerisme hedonis dikalangan masyarakat. Salah satu contoh negara yang menunjukkan
besarnya budaya konsumerisme hedonis adalah Amerika Serikat (Wright & Rogers, 2010). Di
Amerika Serikat, hampir setiap hari masyarakat dihadapkan pada iklan-iklan yang mendorong
mereka untuk membeli sesuatu. Jika dibandingkan dengan tingkat konsumsi masyarakat
Amerika Serikat ditahun 1960an, saat ini masyarakat mengkonsumsi jauh lebih banyak dari
apa yang mereka butuhkan. Konsumerisme seolah-seolah menjadi sebuah standar kehidupan
masyarakat yang juga menjadi indikator status sosial yang mereka miliki. Masyarakat mulai
membeli segala benda yang mereka inginkan hanya sebagai bentuk gaya hidup dan secara
tidak langsung menunjukkan kualitas mereka dalam lingkungan sosial Salah satu contoh item
yang menjadi bukti dari konsumerisme adalah mobil.

One car is never enough
Salah satu hasil dari perkembangan teknologi yang memberikan dampak besar
terhadap kehidupan masyarakat adalah automobile. Dimanapun kita tinggal, bagaimana kita
bekerja, bagaimanapun bentuk lingkungan kita, tidak terlepas dari keberadaan mobil.
Produksi mobil modern pertama kali dipelopori oleh industri otomotif di German dan
Perancis pada akhir tahun 1800an. Hanya saja kemudian perusahan-perusahaan otomotif
Amerika Serikat mulai mendominasi pasar pada pertengahan pertama abad ke-20.
Pada awal produksinya diakhir tahun 1800an, mobil merupakan sebuah produk

mewah yang digunakan hanya oleh kalangan tertentu saja. Mobil menjadi simbol dari tingkat
kemakmuran seseorang. Hingga kemudian, pada tahun 1920an, Henry Ford menciptakan
mobil Model-T Ford yang lebih nyaman, sederhana, dan dengan harga yang lebih terjangkau,
sehingga kalangan pekerja dengan gaji yang minimal juga dapat memiliki mobil (History,

 
 

1991). Mobil ini kemudian menjadi kendaraan yang sangat diminati oleh masyarakat
khususnya di Amerika Serikat. Selanjutnya, produsen mobil juga mulai mengenalkan sistem
pembayaran kredit dan cicilan dalam proses jual beli mobil yang turut meningkatkan
konsumen mobil. Pada tahun 1920an, mobil kemudian bertransformasi dari yang sebelumnya
merupakan barang mewah, menjadi komoditas yang umum dikalangan masyarakat.
Kemudian di tahun 1927, permintaan akan mobil baru meningkat melebihi permintaan
atas first-time owners dan multiple-car. Sejak saat itu, pembelian dengan metode cicilan
terhadap mobil-mobil baru menjadi kebiasaan masyarakat menengah dan menjadi arus utama
perekonomian (History, 1991). Perubahan gaya hidup dan budaya dalam konsumerisme atas
mobil ini menyebabkan pergantian tren dimana dulu mobil hanya dipandang sebagai sebuah
media transportasi yang diperuntukkan bagi kalangan tertentu saja, kini mobil merupakan
bagian dari kehidupan sehari-hari seseorang. Semua orang baik dari kelas menengah keatas
maupun kelas menengah kebawah menempatkan mobil sebagai kebutuhan primer yang harus
dipenuhi.
Meskipun produksi mobil sudah semakin banyak dan dengan harga yang jauh lebih
terjangkau sehingga siapapun dapat memiliki mobil, status mobil sebagai simbol kualitas
hidup seseorang tidaklah hilang begitu saja. Mobil tetap menjadi standard kesuksesan
seseorang. Oleh karenanya, tak jarang jika kemudian di era modern ini banyak masyarakat,
baik kelas elit maupun kelas menengah, yang sering berganti-ganti jenis mobil sesuai dengan
tren yang muncul pada saat itu. Tidaklah cukup bagi seseorang untuk kemudian memiliki
mobil yang sama dalam kurun waktu yang lama. Masyarakat sekarang memiliki
kecenderungan untuk mengganti mobil lama mereka dengan mobil baru dalam kurun waktu
tertentu. Kebiasaaan ini turut meningkatkan konsumerisme masyarakat atas mobil. Budaya
konsumerisme mobil seperti ini, kemudian juga didukung oleh pemasaran mobil, dimana
perusahaan-perusahan auto berlomba-lomba untuk memproduksi mobil yang memiliki
fasilitas dan kenyamanan lebih, serta teknologi yang lebih canggih dengan harga yang miring.
Akibatnya, jumlah mobil yang beredar di jalanan pun semakin lama semakin
meningkat. Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Green Car Reports, pada tahun 2014,
sudah terdapat sekitar 1,2 juta kendaraan yang beredar di jalanan di seluruh dunia. Jumlah ini
diperkirakan meningkat menjadi 2 juta unit pada tahun 2035 (Green Car Reports, 2014).
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat dilihat bagaimana kemudian sistem kapitalis
yang lebih mendasarkan pada mass consumption daripada produksi barang-barang mewah
menyebabkan perubahan budaya konsumerisme. Hal ini juga terjadi pada konsumerisme atas
mobil dimana dulu mobil dipandang sebagai barang mewah dengan produksi terbatas, kini

 
 

merupakan barang yang menjadi salah satu kebutuhan primer masyarakat yang dapat
dijangkau seluruh kalangan baik kelompok menengah atas maupun kelompok menengah
kebawah.

Kesimpulan
Sistem ekonomi kapitalis yang bergerak berdasarkan pada profit menuntut aktor-aktor
ekonomi untuk dapat saling berkompetisi dengan meningkatkan produktifitas mereka.
Meningkatnya tingkat produksi atas barang dan jasa yang menyebar secara global ini
kemudian mempengaruhi tingkat konsumerisme masyarakat. Perusahaan-perusahaan
berlomba-lomba untuk meningkatkan gairah konsumsi masyarakat dengan melakukan
berbagai bentuk pemasaran. Sistem kapitalis ini juga mempengaruhi perubahan model
konsumerisme. Dari yang awalnya konsumerisme merupakan pemenuhan atas barang-barang
mewah, kini berubah menjadi hedonistic consumerism dimana masyarakat tidak lagi
mengkonsumsi barang dan jasa berdasarkan kebutuhan mereka, melainkan berdasarkan
keinginan mereka. Salah satu bentuk hedonis konsumerisme ditunjukkan oleh budaya
konsumsi masyarakat atas mobil. Mobil yang dulu termasuk barang mewah yang berfungsi
sebagai alat transportasi bagi kalangan tertentu, kini beralih menjadi salah satu kebutuhan
primer seluruh masyarakat. Mobil menjadi salah satu barang yang harus dimiliki dalam
kehidupan sehari-hari. Peningkatan budaya konsumerisme atas mobil ini disebabkan oleh
sistem kapitalisme yang menyebabkan ekspansi pasar mobil yang semakin luas yang
berakibat pada produksi mobil besar-besaran dengan harga terjangkau, serta adanya stigma
masyarakat yang melihat mobil sebagai sebuah indikator taraf hidup seseorang.

Referensi
Buku:
Wright, E.O. & Rogers, J., 2010. Chapter 7: Consumerism. In American Society - How it
really works. Second Edition ed. New York: W.W. Norton & Company. pp.1-20.

Jurnal:
Arnould, E.J., 2009. Global Consumer Culture. Encyclopedia of International Marketing,
pp.1-16.

 
 

Etzioni, A., 2004. The Post Affluent Society. Review of Social Economy, LXII(No.3), pp.40720.
Migone, A., 2004. Hedonistic Consumerism: From Want-Satisfaction to Whim-Satisfaction.
Working paper. Canada: Centre for Global Political Economy Simon Fraser
University.
Varul, M.Z., 2013. Towards a consumerist critique of capitalism: A socialist defence of
consumer culture. Ephemera Journal, 13(2), pp.293-315.

Website:
Adriazola-Steil, C., 2013. The City Fix: More Urbanities, more cars: the challenge of urban
road

safety

and

health.

[Online]

Available

at:

http://thecityfix.com/blog/urbanization-more-cars-challenge-urban-road-safetyurban-health-brookings/ [Accessed 18 December 2015].
Ban

the

Car,

2015.

Consumerism.

[Online]

Available

at:

http://www.banthecar.com/Consumerism.html [Accessed 19 December 2015].
Ciuffreda, T., 2014. Thought Catalog: Cars are Symbols of Consumerism and Status.
[Online] Available at: http://thoughtcatalog.com/thomas-ciuffreda/2014/03/cars-aresymbols-of-consumerism-and-status/ [Accessed 19 December 2015].
Green Car Reports, 2014. News: 1.2 Billion Vehicles on World's Road Now, 2 Billion by
2035. [Online] Available at: http://www.greencarreports.com/news/1093560_1-2billion-vehicles-on-worlds-roads-now-2-billion-by-2035-report

[Accessed

19

December 2015].
History,

1991.

History:

Automobiles.

[Online]

Available

at:

http://www.history.com/topics/automobiles [Accessed 20 December 2015].
Market Watch, 2015. Business : Do People In Developing Countries Need Cars? [Online]
Available

at:

http://247wallst.com/autos/2015/07/28/do-people-in-developing-

countries-need-cars/ [Accessed 19 December 2015].
The Tasmanian Centre for Global Learning, 1999. A fairer world: Consumerism. [Online]
Available at: http://www.afairerworld.org/_The_global_economy/consumerism.html
[Accessed 19 December 2015].