Teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem I

Teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis dalam
Pengelolaan Terumbu Karang
Lusi Afriana
Program Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu. Jalan WR Supratman, Kandang
Limun, Bengkulu 38371 A, Indonesia. Tel./Fax. +62-736-21170 / +62-736-22105, email: Lusi300473@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian LIPI yang dilakukan pada tahun 1996 menunjukkan bahwa 39,5 % terumbu karang Indonesia dalam keadaan
rusak, 33,5 % dalam keadaan sedang, 21,7 % dalam keadaan baik dan hanya 5,3 % dalam keadaan sangat baik dengan
demikian terumbu karang sudah selayaknya dijaga. Salah satu program pemerintah dalam upaya mengelola dan
memelihara ekosistem terumbu karang adalah program Coral Reef Rehabilitation and Management Program
(COREMAP). Penulisan artikel ini dimaksudkan untuk mengetahu sejauh mana penerapan teknologi penginderaan dan
sistem geografis dalam pengelolaan terumbu karang digunakan di Indonesia dengan mengambil sebagian contoh dari
jurnal “Manajemen Pengelolaan Terpadu Untuk Penyusunan Tata Ruang Ekosistem terumbu Karang di Kabuaten Tanah
Bambu, Provinsi Kalimantan Selatan” maupun dari makalah, jurnal, buku dan lain-lain sebagai referensi artikel ini. Dalam
penelitian ini digunakan metode dari citra satelit Landsat 7 ETM+ dan citra ASTER dengan prosedur analisis PCA
(Principle Component Analysis) dan NDVI (Normalize Difference Vegetation Index) sehinggga dapat diketahui luasan
lahan dan kondisi terumbu karang di perariran Bunati apakah dalam keadaan baik ataukah keadaan kritis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa metode Landsat 7 ETM + Data Citra Satelit ASTER yang mampu menyadap informasi
keberadaan terumbu karang di perairan dengan tingkat akurasi sebesar 92,10%
Kata Kunci: Teknologi, Penginderaan Jauh dan Sistim Informasi Geografis, Terumbu Karang,COREMAP.


PENDAHULUAN
Terumbu karang merupakan sekumpulan hewan
karang atau polyp yang bersimbiosis dengan sejenis
tumbuhan algae yang disebut zooxanthellae. Terumbu
karang terdiri dari dua kata yaitu terumbu dan karang.
Terumbu adalah endapan masif batu kapur kalsium
karbonat (CaCO3), sedangkan karang adalah hewan tak
bertulang belakang yang termasuk dalam filum
coelenterata (hewan berongga) atau cnidaria yang mampu
mensekresi CaCO3. Penyebaran dan pertumbuhan terumbu
karang dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu salinitas,
cahaya, suhu, pH, kecerahan, arus dan substrat (Nontji,
1983 dalam Damayanti, 2012 dalam Mario 2015).
Terumbu karang juga berfungsi sebagai tempat
berkembang biak, dan tempat berlindung bagi organisme
yang hidup di dalamnya. Berbagai organisme yang hidup di
terumbu karang merupakan sumber biologis yang bisa
dimanfaatkan untuk kepentingan manusia, seperti bahan
baku obat-obatan dan makanan(Sulistyo, 2017)

Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic
state) dengan 2/3 luas wilayah adalah lautan dan terdiri
lebih dari17.499 pulau dimana 13.466 pulau yang telah
diberi nama. Panjang garis pantai Indonesia adalah ±
km, yang menjadikanya sebagai negara dengan

garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada
(Irawan dkk, 2016). Di Indonesia menurut penelitian LIPI
yang dilakukan pada tahun 1996 menunjukkan bahwa 39,5
% terumbu karang Indonesia dalam keadaan rusak, 33,5 %
dalam keadaan sedang, 21,7 % dalam keadaan baik dan
hanya 5,3 % dalam keadaan sangat baik. Apabila tidak ada
upaya nasional untuk menghentikan laju degradasi terumbu
karang tersebut, maka tidak tertutup kemungkinan
degradasi terumbu karang akan semakin luas dan besar.
Untuk mendukung program kemaritiman program
pemerintah dalam mengelola dan memelihara ekosistem
terumbu karang adalah program Coral Reef Rehabilitation
and Management Program (COREMAP) yang diinisiasi
oleh Puslitbang Osenaologi LIPI dan diteruskan oleh

Kementerian Kelautan dan Perikanan. ( LAPAN, 2017).
COREMAP digunakan aplikasi Penginderaan Jauh dan
citra satelit sebagai dasar pemetaan terumbu karang dasar
laut. Program nasional ini untuk upaya rehablitasi,
konservasi dan pengelolaan ekosistem terumbu karang
secara berkelanjutan. Salah Pengunaan teknologi
penginderaan jauh merupakan salah satu alternatif yang
tepat untuk mendeteksi terumbu karang bagi negara yang
mempunyai wilayah yang sangat luas dan memerlukan
waktu yang relatif singkat serta biaya murah [Green et
al., 2000].

Hal ini menjadi penting karena ekosistem terumbu
karang adalah ekosistem yang mengandung sumber daya
alam yang dapat memberi manfaat besar bagi manusia.
METODE PENELITIAN
 Study area
Salah satu contoh penelitian dalam penggunaan
penginderaan jauh adalah Kabupaten tanah bumbu (Abdur
Rahman dkk, 2012) dengan luas 13,50 % dari total luas

Propinsi Kalimantan Selatan (37.377,53 km²) memiliki
potensi terumbu karang terutama Kecamatan Angsana yang
tersebar dari daerah pesisir Bunati sampai daerah
pesisir Sungai Loban yang terletak pada 115o33’0”E –
115o50’0” E dan 3o40’0”S – 3o52’0” (BPS Kalsel, 2011).


Prosedur
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan
menggunakan metode PCA (Principle Component
Analysis) dan NDVI (Normalize Difference Vegetation
Index)
a. Mean

Dimana:

X
= Mean nilai piksel saluran a
Xa
= Piksel pada saluran a

n
= Jumlah piksel pada saluran
b.

Standar Deviasi

Dimana :
sDev(a) = Standar Deviasi saluran a

Xa
= Mean nilai piksel saluran a
Xa
= Piksel pada saluran a
n
= Jumlah piksel pada saluran a
c.

Variansi

Dimana :

Var(a) = Variansi saluran a
Xa
= Mean nilai piksel saluran
a Xa
= Piksel pada saluran a
n
= Jumlah piksel pada saluran a
d. Kovarian

Cov(a,b) = Kovariansi antara saluran a dan saluran b

Xa = Mean nilai piksel saluran
a Xa = Piksel pada saluran a

Xb = Mean nilai piksel saluran
b Xb = Piksel pada saluran b
n = Jumlah piksel pada saluran a atau b
e. Korelasi

f. Faktor Loadings

Faktor Loadings digunakan untuk mengetahui
konstribusi tiap saluran pada tiap komponen hasil
transformasi PCA, formulanya adalah sebagai berikut

Dimana :
R(a,p) = Kontribusi saluran a pada saluran p
A(a,p) = Eigenvektor saluran a untuk komponen ke
λ(p)
= Eigenvalue komponen p
Var(a) = Variansi pada saluran a
f. NDVI

Dimana :
IMD = Saluran inframerah dekat (NIR)
M = Saluran merah (RED)
Hasil keberadaan terumbu karang
yang
telah
dianalisis dengan menggunakan analis PCA kemudian
diolah dengan menggunakan SIG, untuk memperoleh

luasan dan data terumbu karang. Data estimasi dari Citra
Satelit ASTER kemudian diuji akurasi dengan mengambil
sampel terumbu karang di lapangan dengan menggunakan
metode Transek (LIT). Prosedur analisis mengacu pada
kategori kesehatan terumbu karang menurut (Gomez and
Yap, 1988).
Prosedur uji akurasi mengikuti formula sebagai berikut

Dimana :
|selisih| atau nilai mutlak dari selisih dihitung dari
persamaan berikut :

Analisis Data
Alat dalam penelitian terumbu karang ini dengan
pemanfaatan citra satelit Landsat-TM. Metode analisis yang
diterapkan adalah dari citra satelit Landsat 7 ETM+ dan
citra ASTER..
PEMBAHASAN
Hasil penggunaan metode PCA dan Citra Aster untuk
mengetahui keberadaan dan kondisi terumbu karang di

perairan Bunati dan sekitarnya adalah Karang Batu Anjir
secara keseluruhan mempunyai luasan sekitar 7,53 Ha
dengan rincian kondisi tutupan karang seluas 1,48 Ha
atau sebesar 19,69 % dalam kondisi baik, 3,46 Ha (45,97
%) Sedang, 0,87 Ha (11,56 %) rusak dan 1,71 Ha (22,79
%) terdiri dari substrat pasir/lumpur. Kondisi terumbu
karang Mangkok yang dapat disadap dari Citra ASTER
metode PCA mempunyai luasan 17,07 Ha dengan rincian
kondisi terumbu karang Mangkok dalam kondisi sangat
baik seluas 1,0049 Ha atau sebesar 5,88 %, kondisi baik
seluas4,305 Ha atau sebesar 25,21 %, kondisi sedang
seluas 8,73 Ha atau sebesar 51,14 %, kondisi rusak seluas
2,05 Ha atau sebesar 12,01 % dan substrat pasir/lumpur
seluas 0,98 Ha atau sebesar 5,75 %. Dalam penelitian
menggunakan NDVI pada band merah (R), PC2 pada band
hijau (G) dan PC3 pada band biru (B) dengan komposit
warna RGB- NDVI+PC23. Data Citra Satelit ASTER
mampu menyadap informasi keberadaan terumbu karang
di perairan, hal ini ditunjukkan dengan tingkat akurasi
sebesar 92,10% seperti terdapat pada gambar.1 dibawah ini


Gambar 2. Peta Sebaran Terumbu Karang Mangkok di
Perairan Bunati dan sekitarnya

KESIMPULAN
Salah satu penginderaan jauh yang digunakan dalam
metode penelitian adalah citra satelit Landsat 7 ETM +
Data Citra Satelit ASTER yang mampu menyadap
informasi keberadaan terumbu karang di perairan, hal ini
ditunjukkan dengan tingkat akurasi sebesar 92,10%. Indeks
vegetasi NDVI didasarkan pada pengamatan bahwa
permukaan yang berbeda-beda merefleksikan berbagai
jenis gelombang cahaya yang berbeda-beda. Vegetasi yang
akfif melakukan fotosintesis akan menyerap sebagian besar
gelombang merah sinar matahari dan mencerminkan
gelombang inframerah dekat lebih tinggi. Vegetasi yang
sudah mati atau stres (kurang sehat) lebih tinggi. Vegetasi
yang sudah mati atau stres (kurang sehat) lebih banyak
mencerminkan gelombang merah dan lebih sedikit pada
gelombang inframerah dekat.

Model Principal Component Analysis (PCA) yang
dikombinasikan dengan algoritma NDVI dapat secara cepat
mendeteksi keberadaan ekosistem terumbu karang.
Pengolahan data yang diintegrasikan dengan Sistim
Informasi Geografis (SIG) dapat digunakan untuk deteksi
kesehatan terumbu karang dalam rangka penyusunan tata
ruang pesisir dan dapat digunakan pada wilayah pesisir
secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA

Gambar 1. Peta Sebaran Terumbu Karang Batu Ajir dan
Sekitarnya

Mario Putra Suhana, 2015. Jurnal Pemetaan Sebaran dan
Kondisi Terumbu Karang dengan Memanfaatkan
Citra Satelit Quickbird, Landsat-TM, EO-1
Hyperion dan ALOS-AVNIR. Pascasarjana Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor
Pusat

Pemanfaatan Penginderaan Jauh Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional, 2015.
Pedoman Pengolahan Data Penginderaan Jauh
Untuk Ekosistem Terumbu Karang. LAPAN,Jakarta

Prasetyo, dkk, 2016. Jurnal Pemetaan Terumbu Karang
dan Magrove Untuk Pertahanan Pantai Dengan
Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh dan
Sistem Informasi Geografis (Kasus Daerah Biak,
Papua). Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut
(STTAL), Jakarta
Sulistyo, B. 2017. The Accuracy Of The Outer Boundary
Delineation Of Coral Reef Area Derived From The
Analyses Of Various Vegetation Indices Of Satellite
Landsat Thematic Mapper. B i o d i v e r s i t a s , Vol.
18 Hal 351-358
Sulistyo B, 2007, Uji Ketelitian Identifikasi Penyebaran
Terumbu Karang Berdasarkan Landsat TM Studi
Kasus di Pulau Enggano, Kab. Bengkulu Utara.
Majalah Geografi Indonesia 212: 191-203
Abdur Rahman dkk, 2012. Manajemen Pengelolaan
Terpadu Untuk Penyusunan Tata ruang Ekosistem
Terumbu Karangn di Kabupaten Tanah Bambu,
Propinsi Kalimantan Selatan. Penelitian Hibah
Bersaing Tahun Ke-1. Universitas Lambung
Mangkurat, Banjarmasin, Kalimantan Selatan