Case Analysis Hukum Lingkungan Rombel 07

Penegakan Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana
Kebakaran Hutan Jati di Grobogan Jawa Tengah
Bryan Bagus Kusuma
kusumabryan93@students.unnes.ac.id
Abstrak
Kebakaran hutan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kerusakan hutan di Indonesia. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya
kebakaran hutan, mulai dari faktor alam misalnya petir dan musim kemarau
yang berkepanjangan hingga faktor manusia itu sendiri yang dengan sengaja
maupun dengan kecerobohannya mengakibatkan kebakaran hutan dapat
terjadi (membuang puntung rokok sembarangan dan lupa memadamkan api
unggun saat berkemah misalnya). Banyak sekali kerugian dan dampak yang
akan ditimbulkan jika kebakaran hutan itu terjadi, selain kelestarian alam yang
akan terganggu, tentunya kebakaran hutan juga dapat menimbulkan kerugian
materi dan meningkatnya polusi udara yang mengakibatkan meningkatnya
emisi gas karbon dioksida ke atmosfer. Namun nampaknya pemerintah
Indonesia masih kurang tegas dalam menerapkan hukuman bagi para pelaku
yang karena faktor kecerobohan maupun kesengajaannya mengakibatkan
kebakaran hutan di suatu tempat terjadi. Seperti kasus yang baru-baru ini
terjadi di Grobogan, Jawa Tengah tedapat dua lokasi kebakaran hutan jati yang
menghanguskan kurang lebih 1,9 hektare lahan. Lokasi pertama berada di

Dusun Peting, Desa Bandungsari, Kecamatan Ngaringan dengan luas hutan
terbakar seluas 0,8 hektare, kebakaran dapat terjadi diduga karena ulah nakal
seseoarang yang dengan sengaja membakar sampah daun kering untuk
membersihkan lahan sehingga dapat ditanami pohon jagung. Lokasi kedua
berada di Desa Sambirejo, Kecamatan Winosari dengan luas lahan terbakar
seluas 1,1 hektare, diduga akibat kecerobohan seseorang yang membuang
puntung rokok secara sembarangan sehingga mengakibatkan kebakaran hutan
di willayah tersebut.
Kata kunci: Kebakaran Hutan, Grobogan, Hutan Jati, Emisi.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
komunitas alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan antara yang
satu dengan yang lainnya1. Hutan mempunyai peranan penting dan
strategis sebagai aset dan modal suatu bangsa terutama bila dilihat dari
tiga aspek ekonomi, sosial dan kemasyarakatan, dan lingkungan.
Dipandang dari aspek ekonomi, hutan merupakan sumber devisa yang
sangat penting, baik flora maupun faunanya. Sedangkan dari aspek
sosial-kemasyarakatan, hutan merupakan sumber penghidupan yang

telah membentuk tradisi dan budaya. Selanjutnya dari aspek lingkungan,
hutan mempunyai fungsi hidrologis (pengatur tata air), penahan erosi,
1 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

dan berfungsi sebagai paru-paru dunia serta sebagai habitat keanekaragaman hayati2. Manfaat hutan itu diantaranya sebagai pelindung tanah,
pengatur air, pengendali banjir dan erosi, melindungi marga satwa,
penyegar udara, pendukung lingkungan yang sehat dan hutan yang digunakan sebagai industri perkayuan yang berkembang pesat, dapat
memberi lapangan pekerjaan kepada ribuan orang, menambah
penerimaan negara serta merupakan salah satu unsur basis pertahanan
nasional guna kesejahteraan rakyat3.
Potensi sumberdaya alam yang ada di Indonesia yang berlimpah,
ternyata memiliki tingkat kerawanan dan kerusakan yang tinggi.
Memburuknya kondisi hutan antara lain juga tidak diimbangi dengan
kemampuan membuat hutan tanaman yang baik dan memadai sesuai
dengan kebutuhan pasar industri. Penyebab utamanya adalah politik
penebangan tanpa izin (illegal logging), disamping karena perambahan
(forest encroachment), peladangan berpindah (shifting cultivation),
kebakaran hutan (forest fires), serta sebab-sebab lainnya 4. Hutan yang
seyogyanya dapat dimanfaatkan secara optimal baik dari segi ekonomi,

sosial, maupun lingkungan kini telah banyak mengalami degradasi lahan
akibat ulah manusia yang sewenang-wenang dan tidak bertanggung
jawab seperti melakukan pembakaran hutan untuk membuka suatu lahan
atau membuang puntung rokok secara sembarangan di area hutan yang
dapat memicu terjadinya kebakaran.
Kerusakan disebabkan penjarahan yang dilakukan secara terangterangan menyebabkan hutan-hutan rusak parah. Disamping penjarahan
kerusakan juga diakibatkan karena kebakaran baik karena faktor alam
maupun ulah manusia yang tidak bertanggungjawab. Luas daratan
Indonesia mencapai 190,47 juta Ha, terbagi atas Kawasan Hutan Negara
seluas 130,61 juta Ha (69%) dan areal penggunaan lain seluas 59,86 juta
Ha (31%). Kawasan hutan negara terbagi atas hutan konservasi (21,17
juta Ha), hutan lindung (32,06 juta Ha), hutan produ/ksi (77,37 juta Ha)
(Kementerian Kehutanan 2012). Di dalam Pasal 4 ayat (1) UU No. 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan dikemukakan, semua hutan di dalam
wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat5.
Permasalahan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi nampaknya
selalu menjadi problematika yang mendunia. Khususnya di Indonesia,
Provinsi Riau tengah menjadi sorotan baik dalam berita nasional dan

internasional pada tahun 2015 silam. Karena di Provinsi Riau terjadi
kebakaran hutan dan lahan yang menghanguskan ribuan hektare lahan,
yang dampaknya tidak hanya dirasakan oleh masyarakat di daerah
kebakaran tetapi ada sebagian masyarakat dunia merasakan dampak
kebakaran tersebut yang menimbulkan asap.
Banyak sekali dampak negatif yang ditimbulkan akibat kebakaran
hutan dan lahan, seperti penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
2 Moh. Solehatul Mustofa, “Perilaku Masyarakat Desa Hutan dalam Memanfaatkan Lahan di
Bawah Tegakan”, Jurnal Komunitas, Vol. 3, No. 1, Maret 2011, hlm. 2.
3 Yudistira Rusydi, “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pencurian Kayu Hutan di Kabupaten
Musi Bany Asin”, Pandecta: Research Law Journal, Vol. 6, No. 1, Januari 2011, hlm. 41.
4 Prawestya Tunggul Damayatanti, “Upaya Pelestarian Hutan Melalui Pengelolaan Sumberdaya
Hutan Bersama Masyarakat”, Jurnal Komunitas, Vol. 3, No. 1, Maret 2011, hlm. 71.
5 Puji Hardati, dkk., Pendidikan Konservasi, (Semarang: Unnes Press, 2016), hlm 27-28.

yang bisa saja menimpa siapa saja tak peduli tua maupun muda,
menggagu kegiatan atau aktivitas masyakarakat karena kabut asap,
terbunuhnya satwa liar dan musnahnya tanaman baik karena kebakaran,
terjebak asap atau rusaknya habitat dan masih banyak lagi berbagai
dampak negatif lain yang ditimbulkan. Mayarakat dunia mengecam

pemerintahan Indonesia jika tidak melakukan tindakan pencegahan
kebakaran. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan penyangga iklim
dunia. Pemerintah Indonesia pun mulai bergerak menyusun berbagai
peraturan-peraturan yang dapat mencegah serta mengurangi tingkat
kebakaran yang terjadi. Mulai dari Peraturan Perundang-undangan
Tertulis hingga peraturan dalam bentuk himbauan yang disampaikan oleh
Pemerintah Daerah.
Kebakaran hutan umumnya disebabkan oleh dua faktor utama
yang memicu kebakaran tersebut dapat terjadi. Faktor yang pertama
karena faktor manusia itu sendiri karena kelalaian maupun
kesengajaannya, seperti membuang puntung rokok sembaranagn dan
sengaja membakar hutan untuk pembukaan suatu lahan. Faktor yang
kedua disebabkan oleh faktor alam. Banyak sekali faktor alam yang
dapat menimbulkan terjadinya kebakaran hutan seperti musim kemarau
yang berkepanjangan, akibat sambaran petir, dan aktivitas vulkanis yang
disebabkan oleh meletusnya gunung berapi.
B. Kronologi Kasus
Hutan jati milik Perhutani di wilayah Kesatuan Pemangkuan
Kehutanan (KPH) Grobogan, Purwodadi mengalami kebakaran pada
Jumat, 14 September 2017. Kebakaran tersebut terjadi di dua lokasi yang

berbeda dengan total luas 1,9 hektare.
Kebakaran pertama terjadi di Dusun Peting, Desa Bandungsari,
Kecamatan Ngaringan, seluas 0,8 hektare, pada pukul 17.00 WIB.
Kebakaran diduga dilakukan seseorang yang dengan sengaja membakar
daun kering dan seresah di bawah tegakan pohon jati untuk
membersihkan lahan sehingga dapat ditanami jagung.
Kebakaran kedua terjadi di Desa Sambirejo, Kecamatan Wirosari
dengan luas lahan terbakar 1,1 hektare pada pukul 18.30 WIB. Kebakaran
di Wirosari diduga dilakukan seseorang yang karena kecerobohannya
membuang puntung rokok secara sembarangan di area hutan hal itu
didukung dengan musim kemarau yang sedang terjadi sehingga
kebakaran dapat dengan mudah terjadi.
Pada saat peristiwa tersebut terjadi, terdapat warung pedagang
kelapa yang berjualan di tepi jalan dekat lokasi kebakaran. Puluhan
pedagang terlihat bersiaga di sekitar warung, karena di sekitar warung
terdapat banyak tumpukan batok kelapa yang sudah kering, sehingga
diperlukan antisipasi agar api tidak menjalar. Hal tersebut mereka
lakukan karena areal hutan yang terbakar hanya berjarak dua meter dari
warung.
Petugas dan masyarakat berhasil memadamkan api dalam waktu

satu jam 30 menit dengan membuat sekat agar api tidak menjalar lebih
luas lagi.
Kebakaran tersebut tidak menyebabkan matinya pohon jati.
Karena api tidak merambat tinggi membakar ranting-ranting pohon.
Pohon jati tetap hidup setelah kebakaran terjadi.

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana
kebakaran hutan jati di Grobogan Jawa Tengah?
2. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam penanggulangan serta
meminimalisir dampak kebakaran hutan dan lahan yang semakin
meluas?
3. Bagaimana dampak yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan dilihat
dari berbagai aspek kehidupan?
PEMBAHASAN
1. Penegakan Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Kebakaran
Hutan Jati di Grobogan Jawa Tengah
Penegakan hukum lingkungan merupakan upaya untuk mencapai
dan mewujudkan ketaatan terhadap peraturan dalam ketentuan hukum
yang berlaku. Harus dipatuhi tidak saja oleh komunitas dalam mengelola

lingkungan hidup. Terlebih lagi juga oleh individu sebagai subjek hukum
person dalam peristiwa hukum. Acuannya adalah peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai lingkungan6.
Hukum kehutanan menurut sebagai instrumen yang seharusnya
dijadikan sebagai penghambat lajunya kerusakan itu dimaksudkan
sebagai kumpulan kaidah/ketentuan hukum yang mengatur hubungan
antara negara dengan hutan dan kehutanan. Termasuk di dalamya
hubungan antara individu (perorangan) dengan hutan dan kehutanan7.
Bahwasannya Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah telah
mengeluarkan beberapa regulasi/kebijakan yang mengatur tentang
kebakaran hutan dan lahan, yaitu:
a. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
Peraturan ini mengamanatkan adanya perlindungan terhadap
kawasan hutan agar penyelenggaraan kehutanan itu sesuai
dengan asas dan tujuannya. Peraturan ini juga mengatur
pemberian sanksi administrasi dan sanksi pidana kepada pihakpihak yang sengaja membakar hutan.
Pasal 50 ayat (3) huruf d :
“Setiap orang dilarang membakar hutan”
Pasal 78 ayat (3) :
“Barang
siapa

dengan
sengaja
melanggar
ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d,
diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima
milyar rupiah).”
Pasal 78 ayat (4) :
“Barang siapa karena kelalaiannya melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d,
diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
6 H. Joni, Hukum Lingkungan Kehutanan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm 11.
7 Ibid., hlm. 16

denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu milyar lima
ratus juta rupiah)”.8
b. Undang Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH)
Kebakaran hutan atau kebakaran

lahan juga dapat
mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup dan kerusakan
lingkungan hidup sehingga dapat dikenai sanksi berdasarkan UU
PPLH sebagai berikut:
Pasal 69 ayat (1) huruf h UUPPLH:
“Setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan
cara membakar;”
Pasal 108 UUPPLH :
“Setiap orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah)”.9
c. Undang undang No. 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan
Dalam peraturan undang-undang ini memberikan sanksi
pidana bagi orang-perorangan yang sengaja membuka dan atau
mengelola lahan dengan cara pembakaran yang berakibatkan
pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup. Artinya
sudah sangat jelas di dalam undang-undang ini, baik pihak

individu maupun perusahan yang ingin membuka lahan dengan
cara membakar tidak diperkenankan karena dampak yang
timbul akibat kebakaran sangat berbahaya
Pasal 56 ayat (1) :
“Setiap Pelaku Usaha Perkebunan dilarang membuka dan/atau
mengolah lahan dengan cara membakar.”
Pasal 108 :
“Setiap Pelaku Usaha Perkebunan yang membuka dan/atau
mengolah lahan dengan cara membakar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”.10
d. Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP)
Pasal 187 KUHP
“Barang siapa dengan sengaja
ledakan atau banjir, diancam:

menimbulkan

kebakaran,

8 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
9 Undang Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UUPPLH)
10 Undang undang No. 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan

1. dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika
karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya umum bagi
barang;
2. dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika
karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa
orang lain;
3. dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu
tertentu paling lama dua puluh tahun, jika karena perbuatan
tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain dan
meng- akibatkan orang mati”.11
2. Kebijakan Pemerintah dalam Upaya Penanggulangan serta
Meminimalisir Dampak Pencemaran Udara Kebakaran Hutan dan
Lahan yang Semakin Meluas
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan suatu peraturan
perundang-undangan tentang pengendalian pencemaran udara yang
termuat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Pengendalian pencemaran udara meliputi pencegahan dan
penanggulangan pencemaran, serta pemulihan mutu udara dengan
melakukan inventarisasi mutu udara ambien, pencegahan sumber
pencemar, baik dari sumber bergerak maupun sumber tidak bergerak
termasuk sumber gangguan serta penanggulangan keadaan darurat12.
Upaya penanggulangan yang dilakukan pemerintah untuk
meminimalisir dampak pencemaran udara akibat
kebakaran hutan
tertuang dalam pasal 25 dan pasal 28 PP Nomor 41 Tahun 1999 yang
berbunyi
Pasal 25
“(1) Setiap orang atau penanggungjawab usaha dan/atau
kegiatan yang menyebabkan terjadinya pencemaran udara
dan/atau gangguan wajib melakukan upaya penanggulangan
dan pemulihannya.”
“(2) Kepala instansi yang bertanggung jawab menetapkan
pedoman teknis penanggulangan dan pemulihan pencemaran
udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).”
Pasal 28
“Penanggulangan pencemaran udara sumber tidak bergerak
meliputi pengawasan terhadap penaatan baku mutu emisi yang
telah ditetapkan, pemantauan emisi yang keluar dari kegiatan
dan mutu udara ambien di sekitar lokasi kegiatan, dan
pemeriksaan penaatan terhadap ketentuan persyaratan teknis
pengendalian pencemaran udara”.
3. Dampak yang Ditimbulkan Akibat Kebakaran Hutan Dilihat dari
Berbagai Aspek Kehidupan.
Dampak yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan sangatlah
kompleks. Kebakaran hutan tidak hanya berdampak terhadap aspek
11 Pasal 187 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP)
12 Pasal 16 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang
Pengendalian Pencemaran Udara.

ekologi dan mengakibatkan kerusakan lingkungan saja. Namun dampak
dari kebakaran hutan juga mencakup bidang-bidang lain.
1. Dampak Terhadap Sosial, Budaya, dan Ekonomi.
a. Musnahnya bangunan, mobil, sarana umum dan harta benda
lainnya.
b. Meningkatnya jumlah penderita penyakit infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA) dan kanker paru-paru.
c. Musnahnya bahan baku industri perkayuan, mebel/furniture.
d. Menurunnya devisa negara. Hutan telah menjadi salah satu
sumber devisa negara baik dari kayu maupun produk-produk
non kayu lainnya, termasuk pariwisata.
e. Menurunnya produktivitas; Terganggunya aktivitas manusia
akibat kebakaran hutan dapat mempengaruhi produktivitas
dan penghasilan.
2. Dampak Terhadap Ekologis dan Kerusakan Lingkungan.
a. Menyebarkan emisi gas karbon dioksida ke atmosfer.
b. Terbunuhnya satwa liar dan musnahnya tanaman baik karena
kebakaran, terjebak asap atau rusaknya habitat.
c. Penurunan kualitas air; Salah satu fungsi ekologis hutan
adalah
dalam
daur
hidrologis.
Terbakarnya
hutan
memberikan dampak hilangnya kemampuan hutan menyerap
dan menyimpan air hujan.
d. Meningkatnya bencana alam; Terganggunya fungsi ekologi
hutan akibat kebakaran hutan membuat intensitas bencana
alam (banjir, tanah longsor, dan kekeringan) meningkat.
3. Dampak Terhadap Hubungan Antar Negara; Asap hasil kebakaran
hutan yang terjadi di Riau misalnya, menjadi masalah serius
bukan hanya di daerah sekitar hutan saja. Asap terbawa angin
hingga ke daerah lain bahkan mencapai berbagai negara
tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
4. Dampak Terhadap Perhubungan dan Pariwisata; Kebakaran hutan
pun berdampak pada pariwisata baik secara langsung ataupun
tidak. Dampaknya seperti ditutupnya obyek wisata hutan dan
berbagai sarana pendukungnya, terganggunya transportasi,
terutama transportasi udara.
Mengingat sedemikian kompleksnya dampak yang ditimbulkan oleh
kebakaran
hutan sudah selayaknya pemerintah menindak tegas para pelaku
pembakaran hutan yang ada di Indonesia. Peraturan hanya akan menjadi
suatu formalitas undang-undang belaka tanpa adanya ketegasan dari
pihak berwenang dan tanpa kesadaran masyarakat. Penegakan hukum
dilapangan harus lebih diperkuat. Dikarenakan peraturan yang ada dirasa
kurang efektif dalam menanggulangi masalah pembakaran hutan dan
lahan. Selama ini terlalu banyak kasus maupun pelaku kebakaran hutan
dan lahan yang diabaikan dan kurang ditindak tegas oleh pemerintah.
KESIMPULAN
1. Pelaku tindak pidana kebakaran hutan jati yang terjadi di Grobogan
Jawa Tengah sudah diatur dalam beberapa peraturan perundangundangan yaitu dalam

a. Pasal 50 ayat (3) huruf d, Pasal 78 ayat (3), Pasal 78 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
b. Pasal 69 ayat (1) huruf h UUPPLH, Pasal 108 UUPPLH Undang
Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPPLH).
c. Pasal 56 ayat (1), Pasal 108 Undang undang No. 39 Tahun 2014
Tentang Perkebunan
d. Pasal 187 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP)
2. Pemerintah
Indonesia
telah
mengeluarkan
suatu
peraturan
perundang-undangan tentang pengendalian pencemaran udara yang
termuat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41
Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Upaya
penanggulangan yang dilakukan pemerintah untuk meminimalisir
dampak pencemaran udara akibat kebakaran hutan tertuang dalam
pasal 25 dan pasal 28 PP Nomor 41 Tahun 1999.
3. Kebakaran hutan telah menyebabakan berbagai kerugian di hampir
semua aspek kehidupan. Kerugian secara ekologis, ekonomis dan
sosial harus terus dikaji agar semua mengatahui dampak dari
kebakaran hutan secara menyeluruh. Kerugian secara ekonomis dan
sosial merupakan dampak yang terbesar yang dirasakan masyarakat
secara langsung. Dampak dari kebakaran hutan tidak hanya dirasakan
di Indonesia saja, tetapi dirasakan juga oleh negara-negara tetangga
yang berakibat mempengaruhi hubungan negara Indonesia dengan
negara tetangga.
DAFTAR PUSTAKA
A. UNDANG-UNDANG
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

tentang

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH).
Undang-Undang No. 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan.
B. BUKU
Hardati, Puji dkk., Pendidikan Konservasi, Semarang: Unnes Press,
2016.
Joni, H., Hukum Lingkungan Kehutanan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2015.
C. JURNAL
Damayatanti, Prawestya Tunngul, “Upaya Pelestarian Hutan Melalui
Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat”. Jurnal
Komunitas, Vol. 3, No. 1, (2011): 70-82.

Mustofa, Moh. Solehatul, “Perilaku Masyarakat Desa Hutan dalam
Memanfaatkan Lahan di Bawah Tegakan”. Jurnal Komunitas,
Vol. 3, No. 1, (2011): 1-11.
Rusydi, Yudistira, “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pencurian Kayu
Hutan di Kabupaten Musi Bany Asin”. Pandecta: Research Law
Journal, Vol. 6, No. 1, (2011): 41-50.

Semarang Metro, Sabtu, 16 September 2017, Halaman 25.