Soal dan Pembahasan Larutan. docx

TUGAS KIMIA FISIKA
(ENCH600006)
Dosen: Dr. Ir. Setiadi, M.Eng
Jurusan Teknologi Bioproses

KONSEP LARUTAN DAN KESETIMBANGAN FASA:
DIAGRAM FASA, STABILITAS FASA, TRANSISI FASA, TERMODINAMIKA
CAMPURAN, SIFAT-SIFAT LARUTAN, DAN SISTEM DUA KOMPONEN

Oleh:
Andre Fahriz Perdana Harahap
Teknologi Bioproses 2014

(HP. 082165028325)
(NPM. 1406605843)

Gugum Permana
Teknologi Bioproses 2014

(HP. 085974921191)
(NPM. 1406576143)


Putty Eka Dewi
Teknologi Bioproses 2014

(HP. 081213700991)
(NPM. 1406533535)

Nur Annisa
Teknologi Bioproses 2014

(HP. 081511273451)
(NPM. 1406605862)

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena limpahan rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang membahas tentang penyelesaian

soal-soal berkaitan dengan konsep larutan dan kesetimbangan fasa ini. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada segala pihak yang telah berpartisipasi atas penyelesaian
makalah ini, khususnya kepada dosen kami, Bapak Dr. Ir. Setiadi, M.Eng sebagai
pembimbing utama mata kuliah Kimia Fisika, beserta asisten yang telah ikut membantu
penyelesaian makalah ini.
Makalah tugas penyelesaian soal-soal ini berjudul “Konsep Larutan dan
Kesetimbangan Fasa: Diagram Fasa, Stabilitas Fasa, Transisi Fasa, Termodinamika
Campuran, Sifat-Sifat Larutan, dan Sistem Dua Komponen” ini dipersiapkan dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah Kimia Fisika di Jurusan Teknologi Bioproses Universitas
Indonesia tahun 2015. Makalah tugas penyelesaian soal ini berisi penyelesaian soal-soal
pilihan dari buku acuan Atkins edisi VIII serta beberapa soal analisis dari dosen mata
kuliah Kimia Fisika Departemen Teknik Kimia FTUI 2015.
Kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah tugas penyelesaian soal ini, oleh karena itu atas segala kekurangan kami
memohon maaf yang sebesar-besarnya. Kami memohon kritik dan saran agar kiranya dapat
memperbaiki penulisan kami selanjutnya. Semoga makalah tugas penyelessaian soal ini
dapat bermanfaat bagi siapapun yang menggunakannya. Amin.

Depok, 1 Oktober 2015


Kelompok 4

1.

Massa jenis larutan aqueous (larutan yang pelarutnya adalah air) tembaga (II) sulfat
pada suhu 20˚C diukur sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini. Tentukan dan
plot volume molar parsial dari CuSO4 dalam rentang pengukurannya.
m(CuSO4)/g

5,000

10,000

15,000

20,000

ρ/(g cm-3)
1,051
1,107

1,167
1,230
dimana m(CuSO4) adalah massa CuSO4 yang terlarut di dalam 100 g larutan tersebut.

Secara teoritis, volume molar parsial dari substansi C dalam suatu campuran adalah
perubahan volume per mol C yang ditambahkan ke dalam volume suatu campuran yang
besar. Volume molar parsial, Vc, dari substansi C pada beberapa komposisi umum dapat
didefenisikan melalui formula:
Vc = (V/nc)p,T,n’
Karena untuk menghitung volume molar parsial tembaga (II) sulfat diperlukan data mol
air yang konstan, maka terlebih dahulu dilakukan penyesuaian terhadap massa air dalam
larutan. Massa air penyesuaian yang tepat digunakan harus mendekati massa larutan, oleh
karena itu ditetapkan massa air sebesar 100,0 g. Untuk m w sebesar 100,0 g, maka nw
sebesar (100,0 g)( 1 mol/18,01 gr) = 5,552 mol. Berat molekul CuSO 4 diketahui 159,60
g/mol. Diketahui pula massa jenis pelarut air murni sebesar 0,997 g/cm 3 pada 20˚C.
Selanjutnya dibentuk tabel untuk mempermudah perhitungan:
mc (g)
mw (g)
mc’ (g)
mw’ (g)

nc (mol) nw (mol)
Xc
V (cm3)
0,000
100,000 0,000
100,000 0,00000 5,552
0,0000
100,301
5,000
95,000
5,263
100,000 0,03298 5,552
0,0059
100,155
10,000 90,000
11,111
100,000 0,06962 5,552
0,0124
100,371
15,000 85,000

17,647
100,000 0,11057 5,552
0,0195
100,811
20,000 80,000
25,000
100,000 0,15664 5,552
0,0274
101,626
dengan menggunakan aplikasi pembuatan grafik polinomial berderajat dua pada
Microsoft Excel 2010, diperoleh grafik berikut:

Persamaan garis polinomial orde dua yang diperoleh adalah:
v = 87,293 x2 – 4,9871 x + 100,28
dimana v = V dalam satuan cm3 dan x = nC dalam satuan mol. Karena volume molar
parsial merupakan perubahan volume per mol C yang ditambahkan, maka dengan
mendiferensialkan persamaan diatas, diperoleh persamaan volume molar parsial:
Vc (cm3/mol)= 174,586 x – 4,9871
Berdasarkan persamaan volume molar parsial di atas, dapat dihitung volume molar
parsial CuSO4 dalam rentang pengukuran sebagai berikut:

nC (mol)
Xc
Vc (cm3/mol)
0,03298
0,0059
0,7707

0,06962
0,11057
0,15664
2.

0,0124
0,0195
0,0274

7,1676
14,3169
22,3601


Dalam diagram T-xy untuk sistem benzena-toluena pada tekanan 1 atm terlihat seperti
pada gambar di bawah ini.

Gambar 1. Diagram T-xy-benzene/Toluena

a) Jelaskan tiap-tiap titik pada grafik, mulai dari titik (a) hingga titik (e).
b) Perkirakan komposisi benzena dan toluena pada tiap titik dari titik (a) hingga titik (e).
Diagram fase di atas secara umum menunjukkan hubungan perubahan komposisi (fraksi
mol benzena) dan temperatur selama distilasi berlangsung dari titik a hingga titik e pada
tekanan konstan sebesar 1 atm. Pada diagram di atas dapat dianalisis masing-masing
fraksi uap dan fraksi cair benzena pada campuran benzena-toluena dengan fraksi mol
benzena sebesar 0,40 (fraksi mol toluena sebesar 0,60).










Titik (a): Pada temperatur ini (86 ˚C), larutan masih berada dalam fasa cair sehingga
tidak ada fraksi uap sama sekali.
Titik (b): Pada temperatur ini (95,2 ˚C), larutan masih berada dalam fasa cair, namun
mulai terbentuk gelembung (bubble) uap yang pertama. Larutan tepat mulai menguap
sehingga disebut juga bubble point.
Titik (c): Pada temperatur ini (98 ˚C), larutan berada dalam fasa kesetimbangan
antara uap dan cair sehingga dalam sistem akan ditemukan dua fasa ini. Penguapan
akan terus berjalan selama panas ditambahkan.
Titik (d): Pada temperatur ini (101,6 ˚C), larutan sudah berada dalam fasa uap,
namun masih terdapat tetesan fasa cair yang terakhir sehingga disebut juga dew
point.
Titik (e): Pada temperatur ini (108 ˚C), larutan sudah berada dalam fasa uap
sehingga tidak ada fraksi cair sama sekali.

Gambar 2. Diagram komposisi uap-cair suatu campuran AB

Gambar 3. Diagram kurva komposisi uap dan cair suatu campuran AB

Diagram di atas dapat menjadi referensi untuk menentukan fraksi uap dan cair dari

benzena. Pada titik (a), karena larutan berada dalam fasa cair, maka untuk benzena
x=0,40 dan y=0,00. Pada titik (b), dapat dilihat pada kurva komposisi cair menunjukkan
x=0,40 dan pada kurva komposisi uap menunjukkan y=0,61. Pada titik (c), dapat dilihat
pada kurva komposisi cair menunjukkan x=0,31 dan pada kurva komposisi uap
menunjukkan y=0,52. Pada titik (d), dapat dilihat pada kurva komposisi cair
menunjukkan x=0,21 dan pada kurva komposisi uap menunjukkan y=0,40. Pada titik (e),
karena larutan berada dalam fasa uap, maka untuk benzena x=0,00 dan y=0,40.
Untuk komposisi toluena berdasarkan diagram di atas sebenarnya sangat berkaitan
dengan komposisi benzena. Karena fraksi mol benzena adalah 0,40 maka fraksi mol

toluena adalah 0,60. Pada titik (a), karena larutan berada dalam fasa cair, maka untuk
toluena x=0,60 dan y=0,00. Pada titik (b), berdasarkan hubungan dengan fraksi uap-cair
benzena, diperoleh x=0,60 dan y=0,39. Pada titik (c), berdasarkan hubungan dengan
fraksi uap-cair benzena, diperoleh x=0,69 dan y=0,48. Pada titik (d), berdasarkan
hubungan dengan fraksi uap-cair benzena, diperoleh x=0,79 dan y=0,60. Pada titik (e),
karena larutan berada dalam fasa uap, maka untuk toluena x=0,00 dan y=0,60.

3. Berikut merupakan diagram kesetimbangan uap-cair sistem biner masing-masing untuk :
etanol-metilbenzoat, etanol-2-propanol, etanol—1,2 etanadiol dan etanol-dimetil
karbonat. Dari keempat diagram kesetimbangan fasa tersebut, analisalah tingkat

kemudahan dan kesulitan pemisahannya? Campuran manakah yang relatif lebih mudah
untuk dipisahkan dengan teknik destilasi? Jelaskan jawaban Anda.

Gambar 4 : Diagram XY untuk berbagai campuran berbasis etanol

Zat yang memiliki ikatan paling kuat ialah zat dalam fasa padat, kemudian
liquid atau cair, sedangkan yang memiliki ikatan paling lemah (terpisah) ialah zat
dalam fasa gas. Keempat diagram diatas menggambarkan komposisi liquid atau cairan
dari sebuah zat terhadap komposisi uap atau gas dari komposisi itu sendiri. Keempat
grafik diatas menunjukan kesetimbangan uap-cair dari zat- zat yang ada. Titik awal
dari grafik- grafik tersebut bermula dari perbandingan liquid dan gas zat 0 : 0. Selain
titik awal yang sama, keempat grafik menunjukan titik akhir yang sama, yaitu
perbandingan komposisi liquid dan gas 1 : 1. Pada grafik pertama, yaitu grafik EtanolMetil Benzoat, kita dapat melihat bahwa zat tersebut langsung memiliki komposisi
uap atau gas yang tinggi dan liquid yang rendah. Nilai pada grafik berlanjut dengan
gas selalu pada komposisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan komposisi

liquidnya. Hal tersebut menunjukan bahwa ikatan antar molekul Etanol- Metil Benzoat
rendah sehingga ia cenderung berbentuk uap atau gas dan mudah untuk dipisahkan.
Pada grafik kedua, yaitu grafik Etanol- 2-Propanol, dapat dilihat bahwa garis pada
grafik cenderung lurus. Komposisi uap atau gas dan komposisi liquid atau cairan dari
Etanol- 2-Propanol hampir sama. Hal tersebut menunjukan bahwa ikatan antar
molekul zat ini tidak cukup lemah untuk dijadikan gas tetapi tidak cukup kuat pula
untuk bertahan sebagai cairan atau liquid. Hal ini menyebabkan campuran Etanol- 2Propanol sangat sulit untuk dipisahkan dalam kasus ini. Pada grafik ketiga, yaitu
grafik Etanol- 1,2- Etanadiol, dapat dilihat bahwa kecenderungan zat tersebut untuk
menjad gas lebih banyak dibandingkan menjadi liquid atau cairan. Sama seperti zat
yang pertama (Etanol- Metil Benzoat), ikatan yang dimiliki antar molekulnya lemah
sehingga ia cenderung menjadi gas dan mudah untuk dipisahkan. Pada grafik terakhir,
yaitu grafik Etanol- Dimetil Karbonat, zat ini tidak langsung memiliki komposisi gas
yang tinggi ataupun komposisi liquid yang rendah. Grafik terakhir tidak memiliki
garis yang lurus sehingga tidak dapat dikatakan bahwa kemampuannya untuk berpisah
atau tidak sama. Mula- mula, komposisi gas pada Etanol- Dimetil Karbonat lebih
besar dari komposisi cairan atau liquidnya, tetapi pada satu titik hal tersebut berbalik
dimana komposisi liquid lebih besar dari komposisi gasnya. Hal ini menunjukan
bahwa Etanol- Dimetil Karbonat sulit untuk dipisahkan. Dari analisa keempat grafik,
diketahui bahwa urutan kemudahan pemisahan zat- zat tersebut ialah sebagai berikut:
Etanol- Metil Benzoat > Etanol- 1,2-Etanadiol > Etanol- Dimetil Karbonat > Etanol2-Propanol.
Distilasi atau penyulingan merupakan metode pemisahan berdasarkan
perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap. Dalam metode ini, campuran zat
dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam
bentuk cairan. Zat yang mudah dipisahkan dengan metode ini ialah zat yang memiliki
titik didih rendah, yaitu zat yang memiliki ikatan yang lemah antar molekulnya.
Dengan begitu, zat yang paling mudah untuk dipisahkan dengan teknik atau metode
distilasi dalam kasus ini adalah Etanol- Metil Benzoat, karena ia memiliki
kecenderungan untuk menjadi uap yang lebih tinggi dibandingkan zat lainnya (Etanol2-Propanol, Etanol- 1,2- Etanadiol dan Etanol- Dimetil Karbonat)
4.

Tekanan uap benzena antara suhu 10˚C dan 30˚C memenuhi persamaan log(p/Torr)=
7,960 – 1780/(T/K). Hitunglah (a) entalpi penguapan dan (b) titik didih normal benzena.
Berdasarkan persamaan Clausius-Clapeyron untuk variasi tekanan uap dan temperatur,
d ln p ∆ vap H
=
2
dT
RT
Dengan menyusun persamaan di atas untuk memperoleh persamaan logaritma, diperoleh,
∆vap H
log p = k 2,303 R T
dengan k suatu konstanta. Dengan membandingkan dengan persamaan yang diberikan,
log p = 7,960 – 1780 /T
diperoleh persamaan:
∆vap H
1780
=
2,303 R T T
Sehingga dapat dihitung nilai ΔvapH sebesar

∆ vap H = 2,303 x 1780K x 8,314 J/K mol = 34,080 K J/mol
Titik didih normal benzena dapat diperoleh dengan menyelesaikan persamaan p(T) untuk
temperatur dimana p(T) = patmosfer dimana pada tekanan atmosfer, patmosfer = 1,00 atm = 760
torr.
log(760 torr/ torr) = 7,960 – 1780/(T/K)
1780
T˚ =
=350,4 K
≈ 77,4 ˚C
7,960− log 760
Nilai berdasarkan perhitungan tersebut dapat diterima karena cukup mendekati titik didih
benzena murni sebesar 80,1 ˚C.
5.

Tekanan uap suatu cairan antara suhu 15˚C dan 35˚C memenuhi persamaan
log(p/Torr)= 8,750 – 1625/(T/K). Hitunglah (a) entalpi penguapan dan (b) titik didih
normal cairan tersebut.
Berdasarkan persamaan Clausius-Clapeyron untuk variasi tekanan uap dan temperatur,
d ln p ∆ vap H
=
dT
R T2
Dengan menyusun persamaan di atas untuk memperoleh persamaan logaritma, diperoleh,
∆vap H
log p = k 2,303 R T
dengan k suatu konstanta. Dengan membandingkan dengan persamaan yang diberikan,
log p = 8,750 – 1625 /T
diperoleh persamaan:
∆vap H
1625
=
2,303 R T T
Sehingga dapat dihitung nilai ΔvapH sebesar
∆ vap H = 2,303 x 1625K x 8,314 J/K mol = 31,114 K J/mol
Titik didih normal benzena dapat diperoleh dengan menyelesaikan persamaan p(T) untuk
temperatur dimana p(T) = patmosfer dimana pada tekanan atmosfer, patmosfer = 1,00 atm = 760
torr.
log(760 torr/ torr) = 8,750 – 1625/(T/K)
1625
T˚ =
=276,83 K
≈ 3,83 ˚C
8,750− log 760

6.

Kelebihan energi Gibbs dari larutan metilsikloheksana (MCH) dan tetrahidrofuran (THF) pada
temperatur 303.15 K ditemukan mengikuti suatu persamaan,

GE =RTx ( 1−x ) {0.4857−0.1077 ( 2 x −1 )+ 0.0191 ( 2 x−1 )2 }
Dimana x adalah fraksi mol dari MCH. Hitung energi Gibbs dari campuran apabila komposisi
campuran adalah 1.00 mol MCH dan 3.00 mol THF.
Dicari ΔmixG, maka berdasarkan persamaan energi Gibbs campuran:
ΔmixG nRT{xA ln xA xB ln xB}
Dimana:

XA = 1/4
XB=3/4
R = 0.082 L-atm/mol-K
T = 303.15 K
n=4

1
1 3
3
Δmix G=4(0.082)(303.15){ ln
+ ln
}
4
4 4
4

()

()

Setelah nilai-nilai disubstitusi ke dalam persamaan menjadi,

Δ mix G=−55.85 kJ

7.

Hitung perbedaan kemiringan dari potensial kimia terhadap tekanan di masing masing
sisi dari (a) titik beku normal dari air, dan (b) titik didih normal dari air. Massa jenis
dari es dan air pada 0oC adalah 0,917 g/cm3 dan 1,00 g/cm3 dan, untuk air dan uap air
pada 100oC adalah 0,958 g/cm3 dan 0,598 g/cm3 . berapa uap air berlebih ketika air 1,2
atm dan 100oC ?
Untuk mengerjakan soal ini, kita menggunakan persamaan transisis klasifikasi fasa dari
Ehrenfest dengan perubahan fasa dari α ke β . Dengan persamaan umum :

( ∂∂μβP )

T

-

( ∂∂μαP )

∆ trs
Dari informasi yang ada, didapat :
∂ μ (1)
∂ μ (S )
a)
= Vm (1) – Vm(s) [ 4,13 ]
TT
∂P
∂P

(

)

(

)

V β,

=

T

m

– V α,

m

=

( 1ρ )

=M ∆

1
1

)
1,000 g/cm 3 0,917 g /cm3
= - 1,63 cm3/m

= (8,02 g/mol) x (

b)

( ∂ μ∂ (Pg) )

T

-

( ∂ ∂μ (1)
P )

T

= Vm (g) – Vm(1)
1
1

)
0,598 g /dm3 958 g /dm3
= 30,1 dm3/mol

= (18,02 g/mol) x (

8.

Suatu senyawa yang dikenal sebagai metan masih mendapatkan perhatian untuk diteliti
karena senyawa ini merupakan komponen yang penting dari gas alam, bahan bakar fosil
yang umum digunakan. Friend et al. Telah memublikasikan ulasan mengenai sifat
termofisik dari metan (D.G. Friend, J.F. Ely, adan H. Ingham, J. Phys. Chem. Ref. Data
18, 583 (1989)), di mana termasuk data di bawah yang mengdeskripsikan batas fase
cair-uap :

T/K
p/MP

100
0,03

108
0,07

110
0,08

112
0,10

114
0,12

120
0,19

130
0,36

140
0,64

150
1,04

160
1,59

170
2,32

a

4

4

8

4

2

2

8

2

1

3

9

190
4,521

A) Buatlah grafik batas fase cair-uap!
B) Estimasikan titik didih standar metana!
C) Hitung entalpi standar penguapan dari metana, diberikan volume molar dari uap dan
cair pada titik didih standar adalah 3,80x10-2 dan8,89 dm3mol-1 !

a) Grafik batas fase cair-uap.

p/MPa vs T/K
5
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
80

100

120

140

160

180

200

Kete
rangan : p/Mpa berada pada sumbu-y dan T/K pada sumbu-x. Bagian atas merupakan
cairan dan bagian bawah merupakan gas.
b) Titik didih standar metana didapat saat tekanan sebesar 1 Mpa yang kira kira bernilai =
149,5 K ≈ -123,5 ˚C
c) Untuk menghitung entalpy standar penguapan dari metana dapat digunakan persamaan
berikut :
P
∆ vapH ° = T ∆ vapV °
T
Dari informasi yang ada, maka di dapat :
( 8,89−0,038 ) dm 3 mol−1
100 Mpa
∆ vapH ° = 149,5 K x
x
= 0,885
149,5 K
1000 dm 3 m−3

(

)

Mjoule mol-1
9.

Fosfor dan Sulfur membentuk seri dari molekul biner. Contoh yang paling baik
karakterisasi ya adalah P4S3, P4S7, dan P4S10, seluruhnya meleleh secara kongruen.
Dengan berasumsi bahwa hanya ketiga molekul biner dari kedua elemen tersebut yang
eksis, maka: (a) Gambar secara skematis diagram fase dari P/S. Beri label pada setiap
bagian dari diagram dengan dengan zat yang ditemukan pada bagian tersebut dan
berikan indikasi dari fasenya. Beri label sumbu-x sebagai x s, berikan pula nilai dari xs
yang berkaitan dengan senyawa yang ada. Titik leleh dari fosfor murni adalah 44C,
sedangkan untuk sulfur murni adalah 119C dan (b) Gambar secara skematis kurva
pendinginan untuk campuran xs = 0.28. Asumsikan bahwa titik eutektik terjadi pada x s =
0.20 dan kelarutan antara padatan-padatan diabaikan.
Informasi yang dibutuhkan untuk menjawab soal:

-Titik eutektik merupakan titik leleh terendah dari suatu komposisi.
-Fraksi mol Xs dapat dihitung melalui,
3
P4 S ¿
¿
s¿
X¿
7
P4 S ¿
¿
s¿
X¿
10
P4 S ¿
¿
s¿
X¿
Gambar grafik diagram fase dari P4S3, P4S7, dan P4S10.

l

Xs
Pada grafik di atas terdapat area-area dengan label, berikut adalah penjelasan area beserta
label yang digunakan:
1. l merupakan notasi untuk Sulfur (S)
dan Fosfor (P) dalam fase liquid
2. S1 merupakan notasi untuk area fase
solid dari P dan P4S3.
3. S2 merupakan notasi untuk area fase
solid dari P4S3 dan P4S7.
4. S3 merupakan notasi untuk area fase
solid dari P4S7 dan P4S10.
5. S2 merupakan notasi untuk area fase
solid dari P4S10 dan S.

6. t1 merupakan notasi untuk area
liquid P dan S dan solid P4S3.
7. t2 dan t3 merupakan notasi untuk
fase liquid P dan S dan solid P4S3.
8. t4 dan t5 merupakan notasi untuk
fase liquid P dan S dan solid P4S7.
9. t6 dan t7 merupakan notasi untuk
fase liquid P dan S dan solid P4S10.
10. t8 merupakan notasi untuk area
liquid P dan S dan solid S.

fase
area
area
area
fase

Alasan garis pembatas imajiner untuk setiap spesi berbeda tergantung pada nilai X s dari
masing-masing spesi. Nilai e pada grafik menggambarkan titik eutektik dari masing-masing
spesi, titik eutektik sendiri adalah campuran dengan titik leleh terendah. Cairan dengan
komposisi eutektik akan membeku pada satu temperatur, tanpa sebelumnya menghasilkan
padatan. Apabila pada cairan sisa dari larutan memiliki komposisi yang eutektik sedangkan
temperatur dijaga tetap konstan, maka hal ini disebut sebagai perhentian eutektik.

Jika dilihat dari grafik, maka lokasi terjadinya perhentian eutektik terlama adalah pada
kurang-lebih 20C, hal ini dilihat dari kurva pendinginan yang terjadi pada range X s