lingkungan eksternal dan akuntabilitas L (3)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebuah lembaga pendidikan hidup dalam suatu sistem yang saling
berhubungan dan saling mempengaruhi. Sehingga untuk mempertahankan
eksistensinya, sebuah lembaga pendidikan perlu mengenali dan menguasai
berbagai informasi tentang lingkungan yang ada di sekitarnya (lingkungan
eksternal). Dengan mengenali dan menguasai lingkungan eksternalnya, akan
memungkinkan para pengelola lembaga pendidikan untuk mengidentifikasi
berbagai jenis peluang maupun tantangan yang ada, sehingga dapat merumuskan
dan mengimplementasikan berbagai rencana pendidikan secara tepat, sesuai
dengan harapan masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Dengan demikian, semua kegiatan yang ada dalam lembaga pendidikan
dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat maupun kepada pihak-pihak
yang berkepentingan (stakeholders).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian lingkungan eksternal?
2. Bagaimana telaah lingkungan eksternal?
3. Apa pengertian akuntabilitas?
4. Apa saja prinsip-prinsip akuntabilitas?
5. Bagaimana hubungan lingkungan eksternal terhadap pelaksanaan

akuntabilitas pendidikan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian lingkungan eksternal.
2. Untuk mengetahui telaah lingkungan eksternal.
3. Untuk mengetahui pengertian akuntabilitas.
4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip akuntabilitas.
5. Untuk

mengetahui

hubungan

lingkungan

pelaksanaan akuntabilitas pendidikan.

1

eksternal


terhadap

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Lingkungan Eksternal
Lingkungan adalah segala sesuatu yang tampak dan terdapat di dalam
alam kehidupan yang senantiasa berkembang.1 Sedangkan lingkungan ekternal
adalah semua kejadian di luar perusahaan yang memiliki potensi untuk
mempengaruhi perusahaan (Chuck Williams, 2001:51). Lingkungan eksternal
terdiri dari unsur-unsur di luar perusahaan yang sebagian besar tak dapat
dikendalikan dan berpengaruh dalam pembuatan keputusan oleh manajer (T.Hani
Handoko, 1999:62).2
Lingkungan eksternal dalam lembaga pendidikan Islam meliputi kondisi,
situasi, keadaan, peristiwa, dan pengaruh-pengaruh di sekeliling lembaga yang
berdampak pada kehidupan lembaga tersebut.
Lingkungan eksternal terdiri dari:
a. Peluang (opportunity).
Yaitu situasi dan faktor-faktor luar organisasi yang bersifat positif,
yang membantu organisasi mencapai atau mampu melampaui
pencapaian visi dan misi.

b. Tantangan atau Ancaman
Yaitu faktor-faktor luar organisasi yang bersifat negatif, yang dapat
mengakibatkan sebuah organisasi gagal dalam mencapai visi dan misi.3
Faktor lingkungan eksternal perlu diantisipasi, dipantau, dinilai, dan
disertakan sedemikian rupa ke dalam proses pengambilan keputusan. Baik itu
berupa tantangan maupun peluang, sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an
berikut ini:

         
Artinya:
“karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 5-6)
Pengamatan dan penilaian yang dilakukan secara simultan terhadap
lingkungan eksternal lembaga pendidikan memungkinkan para pengelola
1

Munardji, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bina Ilmu, 2004), hal. 114
http://adeelive.blogspot.com/2012/03/manajemen-dan-lingkungan-eksternal.html
3
Dr. Akdon, M.Pd , Manajemen Strategik untuk Manajemen Pendidikan, (Bandung: Alfabeta,

2006), hal. 112
2

2

pendidikan mampu mengidentifikasi berbagai jenis peluang yang ada untuk dapat
merumuskan dan mengimplementasikan berbagai rencana pendidikan secara
berhasil sehingga bisa mencapai visi dan misi.
B. Telaah Lingkungan Eksternal
Telaah lingkungan eksternal mencermati (scanning) peluang dan tantangan
yang ada di lingkungan eksternal organisasi sendiri (yang tidak dapat dikelola
manajemen), yang meliputi berbagai faktor yang dapat dikelompokkan dalam
bidang (aspek) berikut:
1. Task Environment, secara langsung berinteraksi dan mempengaruhi
organisasi seperti klien, konsumen, stakeholders, dan pesan pelanggan.
2. Societal Environment, pada umumnya terdiri dari beberapa elemen
penting seperti ekonomi, teknologi, sosial budaya, politik, hukum,
lingkungan hidup, ekologi, dan geografi.
 Economic Environment, merupakan suatu kerawanan bagi kebanyakan
organisasi, dan analisisnya paling sulit dilakukan, karena menyangkut

masalah ekonomi tingkat nasional. Misalnya, masalah keuangan


Negara
Technological Environment, merupakan hal yang tidak kalah
pentingnya dengan economic environment. Kemajuan teknologi yang
sangat pesat menuntut organisasi untuk selalu mengikuti perubahan



teknologi agar dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
Social environment, menjadi yang paling penting dalam kehidupan
organisasi karena menyangkut perilaku sosial dan nilai-nilai budaya



(social attitude and values).
Ecological Environment, merupakan hal yang sangat sulit dianalisis.
Identifikasi tentang kecenderungan dan peluang sangat sulit dilakukan,
karena sangat bergantung pada kemapanan (maturity) lingkungan.




Belum ada suatu pembukuan yang
Political Environment, merupakan kebijakan-kebijakan pemerintah



yang berkaitan dengan bidang kegiatan organisasi.
Security Environment, kerupakan aspek yang perlu dipertimbangkan
dengan teliti. Masalah keamanan sangat berpengaruh terhadap
kehidupan dan kelangsungan suatu organisasi.4

4

Ibid, hal. 113-115

3

Dari telaah ini dapat diperoleh gambaran menyeluruh tentang situasi dan

kondisi organisasi dari berbagai aspek. Dengan bertolak dari hasil telaah situasi
dan kondisi serta dikaitkan dengan Visi, Misi, dan Nilai-nilai, barulah dilakukan
pembobotan (rating) dalam bentuk kesimpulan analisis dan dikembangkan ke arah
suatu perencanaan yang tepat.
Telaah lingkungan harus diteliti karena tantangan (ancaman) terhadap
sebagian dari organisasi mungkin saja merupakan peluang bagi bagian lain dari
organisasi yang sama. Lingkungan eksternal yang dinamis sedapat mungkin
direkayasa (dalam arti positif) sedemikian rupa sehingga dapat dimanfaatkan oleh
organisasi secara positif. Secara eksteren “tantangan” direkayasa dan diubah
menjadi “peluang”.
Telaah lingkungan eksternal sangat bermanfaat dalam pembuatan sebuah
rencana, karena:
1. Dapat mengetahui

peluang-peluang

spesifik yang ada dalam

lingkungan organisasi.
2. Untuk mengingatkan ataupun memperingatkan organisasi akan adanya

faktor atau unsur di lingkungan organisasi yang mungkin akan
membahayakan organisasi di masa yang akan datang.
C. Pengertian Akuntabilitas
McAshan (1983) menyebutkan bahwa akuntabilitas adalah kondisi
seseorang yang dinilai oleh orang lain karena kualitas performanya dalam
menyelesaikan tujuan yang menjadi tanggungjawabnya. John Elliot (1981:15-16)
memerinci makna akuntabilitas, yaitu cocok atau sesuai (fitting in) dengan
peranan yang diharapkan, menjelaskan dan mempertimbangkan kepada orang lain
tentang keputusan dan tindakan yang diambilnya, serta performan yang cocok dan
meminta pertimbangan atau penjelasan kepada orang lain.5
Dari pengertian di atas menunjukkan beberapa aspek bahwa di dalam
akuntabilitas yaitu terkandung rasa puas dari pihak lain, terdapat kontrol dan
dialog, serta kriteria ukuran. Rasa puas pihak lain apabila menurut kenyataan
mampu memenuhi kontrak sebagai hasil hasil dialog sebelumnya, yaitu tepat
dengan kriteria yang sudah ditentukan yang tercermin dalam kontrol yang
dilakukan oleh pihak lain.
5

Prof. Dr. Nanang Fattah, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2013), hal. 100


4

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas adalah suatu
keadaan performan para petugas yang mampu bekerja dan memberikan hasil kerja
sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan bersama sehingga memberikan rasa
puas terhadap pihak lain yang berkepentingan (stakeholders).
Akuntabilitas bisa berbentuk laporan prestasi yang dicapai oleh lembaga
pendidikan kepada pemerintah maupun kepada orang tua peserta didik serta
masyarakat, sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap semua pelaksanaan
pendidikan.
D. Prinsip-prinsip Akuntabilitas
Kuchapski (2003), secara terurai mengemukakan 3 prinsip akuntabilitas
pendidikan, yaitu: pemberitahuan (disclosure), transparansi, dan perhatian
terhadap kebutuhan stakeholders.6
a. Prinsip pemberitahuan memiliki makna bahwa informasi mengenai
penyelenggaraan pendidikan harus diberikan kepada publik, dan orang tua
dalam wujud yang memungkinkan mereka memberikan penilaian yang
adil menegenai kinerja lembaga pendidikan dan untuk mengetahui siapa
yang bertanggungjawab jika mereka tidak puas atas kinerja lembaga

tersebut.
b. Prinsip transparansi berfokus pada pemberian akses informasi tentang
proses yang terjadi dalam kehidupan organisasi. Menurut Oliver (2004),
transparansi berarti pemberian kesempatan kepada orang lain untuk
melihat apa yang terjadi. Dalam konteks sekolah, transparansi lebih
diarahkan pada keterbukaan dan pemberian akses informasi tentang
kemajuan-kemajuan yang terjadi pada peserta didik dalam kehidupan
sekolah sehari-hari untuk diketahui oleh orang tua.
c. Prinsip kesesuaian antara program dan kegiatan sekolah dan harapan dan
kepuasan stakeholders. Berkaitan dengan 2 konsep, yaitu ketanggapan
(responsiveness) dan pemufakatan. Ketanggapan berupa kemampuan
membaca keinginan stakeholders terhadap lembaga pendidikan. Oleh
karena itu, akuntabilitas perlu menekankan perlunya pemahaman terhadap
harapan, aspirasi dan kepuasan stakeholders. Pemufakatan berarti
keputusan-keputusan

yang

diambil


6

seyogyanya

didasarkan

atas

Mulyasa, Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hal.
117-118

5

persetujuan para stakeholders, khususnya yang terkena dampak langsung
dari keputusan tersebut. Oleh karena itu, mekanisme pengambilan
keputusan partisipatif menjadi penting dalam membangun kesepakatan
bersama dalam mengambil keputusan-keputusan penting berkaitan dengan
lembaga pendidikan.
E. Hubungan

Lingkungan

Eksternal

terhadap

Pelaksanaan

Akuntabilitas Pendidikan
Penerapan prinsip akuntabilitas dalam penyelenggaraan manejemen
sekolah mendapat relevansi ketika pemerintah menerapkan otonomi pendidikan,
yang

ditandai

dengan

pemberian

kewenangan

kepada

sekolah

untuk

melaksanakan manajemen sesuai dengan kekhasan sekolah. Dengan pelimpahan
kewenangan tersebut, maka pengelolaan manajemen sekolah semakin dekat
dengan masyarakat yang memberi mandat pendidikan.
Menghadapi situasi yang demikian, maka sekolah harus memahami dan
menguasai informasi tentang lingkungan eksternalnya. Para pengelola pendidikan
harus mampu mengidentifikasi berbagai jenis peluang dan ancaman yang ada
untuk dapat merumuskan dan mengimplementasikan berbagai rencana pendidikan
secara secara tepat, sehingga bisa mencapai visi dan misi.
Selain itu, juga harus mampu mengamati dan merespons segenap
tantangan yang dimunculkan oleh masyarakat. Sekolah harus mengambil tindakan
yang dapat dipertangggungjawabkan kepada masyarakat (akuntabilitas), bahkan
juga kepada Allah SWT, sebagaimana firman Allah berikut:

‫ه وغل تت غن تظ ظتر ن غ ت‬
‫وا ات د ظ‬
‫ت ل لغغد د‬
‫م ت‬
‫ما غ قغد د غ‬
‫س م‬
‫وا الل د غ‬
‫غءا غ‬
‫ف س‬
‫ق ت‬
‫من ظ ت‬
‫ن‬
‫ه غ‬
‫مل ظوت غ‬
‫إل د‬
‫ما ت غعت غ‬
‫خب لي تسرب ل غ‬
‫ن الل د غ‬

‫ن‬
‫غيأَي يغها ا تل دذ لي ت غ‬
‫ه‬
‫غوات د ظ‬
‫وا الل د غ‬
‫ق ت‬

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat);
dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18)

6

Ayat di atas menjelaskan bahwa penerapan akuntabilitas dalam
pengelolaan sekolah merupakan hal yang tidak dapat ditunda-tunda. Bagi
lembaga-lembaga pendidikan hal ini mulai disadari dan disikapi dengan
melakukan desain ulang sistem yang mampu menjawab tuntutan masyarakat.
Akuntabilitas menyangkut dua dimensi, yakni akuntabilitas vertikal dan
akuntabilitas horisontal. Akuntabilitas vertikal menyangkut hubungan antara
pengelola sekolah dengan masyarakat, sekolah dan orang tua siswa, sekolah dan
instansi di atasnya (Dinas pendidikan). Sedangkan akuntabilitas horisontal
menyangkut hubungan antara sesama warga sekolah, antara kepala sekolah
dengan komite, dan antara kepala sekolah dengan guru.7
Komponen pertama yang harus melaksanakan akuntabilitas adalah guru.
Hal ini karena inti dari seluruh pelaksanaan manajemen sekolah adalah proses
belajar mengajar. Dan pihak pertama di mana guru harus bertanggung jawab
adalah siswa. Guru harus dapat melaksanakan ini dalam tugasnya sebagai
pengajar. Akuntabilitas dalam pengajaran dilihat dari tanggung jawab guru dalam
hal membuat persiapan, melaksanakan pengajaran, dan mengevaluasi siswa.
Selain itu dalam hal keteladan, seperti disiplin, kejujuran, dan kesopanan juga
menjadi penting untuk diperhatikan. Tanggung jawab guru selain kepada siswa
juga kepada orang tua siswa.
Akuntabilitas tidak saja menyangkut proses pembelajaran, tetapi juga
menyangkut pengelolaan keuangan, dan kualitas output. Akuntabilitas keuangan
dapat diukur dari semakin kecilnya penyimpangan dalam pengelolaan keuangan
sekolah. Baik sumber-sumber penerimaan, besar kecilnya penerimaan, maupun
penggunaannya

dapat

dipertanggungjawabkan

oleh

pengelola.

Pengelola

keuangan yang bertanggungjawab akan mendapat kepercayaan dari warga sekolah
dan masyarakat. Sebaliknya pengelola yang melakukan praktek korupsi tidak akan
dipercaya.
Akuntabilitas tidak saja menyangkut sistem tetapi juga menyangkut moral
individu. Jadi, moral individu yang baik dan didukung oleh sistem yang baik akan
menjamin pengelolaan keuangan yang bersih, dan jauh dari praktek korupsi.

7

https://elfalasy88.wordpress.com/2010/12/01/akuntabilitas-pendidikan/

7

Akuntabilitas juga semakin memiliki arti, ketika sekolah mampu
mempertanggungjawabkan mutu outputnya terhadap publik. Sekolah yang mampu
mempertanggungjawabkan kualitas outputnya terhadap publik, mencerminkan
sekolah yang memiliki tingkat efektivitas output tinggi.

8

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pengamatan dan penilaian yang dilakukan secara simultan terhadap
lingkungan eksternal lembaga pendidikan memungkinkan para pengelola
pendidikan mampu mengidentifikasi berbagai jenis peluang untuk merumuskan
dan mengimplementasikan rencana pendidikan, serta menjawab tantangan
masyarakat. Hal ini akan memudahkan lembaga pendidikan untuk mengambil
tindakan yang tepat agar dapat mewujudkan tuntutan dan harapan masyarakat.
Sehingga lembaga pendidikan mampu melaksanakan tanggungjawabnya kepada
masyarakat dan pihak lain yang bersangkutan dengan baik dan benar.

9

Daftar Pustaka
Akdon. 2006. Manajemen Strategik untuk Manajemen Pendidikan. Bandung:
Alfabeta.
Fattah, Nanang. 2013. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
http://adeelive.blogspot.com/2012/03/manajemen-dan-lingkungan-eksternal.html
https://elfalasy88.wordpress.com/2010/12/01/akuntabilitas-pendidikan/
Munardji. 2004. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bina Ilmu.
Mulyasa. 2012. Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: Bumi
Aksara

10