Hasil dan Pembahasan
Hasil dan Pembahasan
Daya Mereduksi
Uji Benedict. Praktikum uji benedict dilakukan untuk mengetahui
adanya gugus reduksi pada karbohidrat. Prinsip dari uji Benedict yaitu
Cu++ yang terdapat dalam reagen Benedict dapat direduksi oleh gugus
reduksi monosakarida menjadi Cu+ yang terlihat dengan terbentuknya
endapan merah bata (CuO). Reagen benedict berfungsi untuk mengetahui
adanya gula pereduksi dalam suatu larutan. Berdasarkan uji Benedict
yang dilakukan saat praktikum, didapatkan hasil yang dapat dilihat pada
Tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Uji Benedict
No. Tabung
Sampel
Hasil Uji (Endapan Merah Bata)
1
Glukosa 0,01 M
Sedikit
2
Glukosa 0,02 M
Banyak
3
Glukosa 0,04 M
Sangat Banyak
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa hasil uji Benedict
dengan menggunakan sampel glukosa yang mempunyai glukosa dengan
tingkat molaritas yang berbeda menghasilkan endapan yang berbeda
pula. Konsentrasi glukosa semakin tinggi maka semakin banyak pula
endapan merah bata yang terbentuk. Kusbandary (2015) memaparkan
bahwa konsentrasi glukosa berbeda-beda, tujuannya adalah untuk
membedakan banyak sedikitnya endapan merah bata yang dihasilkan
pada hasil akhir. Terdapatnya endapan merah bata karena Cu++ yang ada
pada reagen Benedict direduksi oleh gugus reduksi yang ada pada
glukosa. Hasil uji Benedict yang dilakukan saat praktikum yang telah
dilaksanakan sesuai dengan Kusbandary (2015) yang menjelaskan bahwa
perbedaan konsentrasi berpengaruh pada hasil endapan, semakin besar
konsentrasi glukosa yang ditambahkan maka semakin banyak endapan
merah bata yang diperoleh.
Uji Luff. Percobaan uji Luff dilakukan untuk mengetahui adanya
gugus reduksi bebas pada karbohidrat. Reagen Luff berfungsi untuk
menguji daya mereduksi suatu sakarida. Larutan yang ditambahkan dalam
tabung berbeda dimaksudkan untuk mengetahui larutan yang memiliki
gugus reduksi bebas. Prinsip kerja percobaan ini adalah Cu++
yang
terdapat dalam reagen Luff, dapat direduksi oleh gugus reduksi bebas
pada monosakarida menjadi Cu+ yang terlihat dengan adanya endapan
berwarna merah bata (Cu2O). Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada
tabel 2 berikut:
Tabel 2. Hasil Uji Luff
No. Tabung
Sampel
Hasil Uji (Endapan Merah Bata)
1
Fruktosa 0,02 M
Banyak
2
Glukosa 0,02 M
Banyak
3
Laktosa 0,02 M
Banyak
4
Sakarosa 0,02 M
Ada tapi sedikit
5
Pati 0,02 M
Tidak ada
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa hasil uji Luff pada
tabung yang berisi larutan fruktosa dan glukosa terdapat endapan merah
bata pada dasar tabung reaksi, fruktosa (ketosa) dan glukosa (aldosa)
mempunyai gugus reduksi bebas. Tabung yang berisi laktosa juga
memiliki endapan merah bata. Collins et al (2001) menjelaskan bahwa
laktosa memiliki monomer glukosa dan galaktosa dengan ikatan (1-4)-aglukosidik. Laktosa masih memiliki gugus reduksi bebas (aldehid),
sehingga dapat mereduksi Cu++.
Tabung yang berisi sukrosa terdapat sedikit atau sehrusnya tidak
terdapat endapan merah bata. Pemanasan yang terlalu lama membuat
sakarosa sedikit terhidrolisis. Hal tersebut bisa dianggap tidak ada
endapan yang sesuai dengan penjelasan Sadava et al (2014) bahwa
sukrosa memiliki monomer glukosa dan fruktosa dengan ikatan (1-2)-aglukosidik sehingga tidak ada gugus reduksi bebasnya.
Tabung yang berisi amilum tidak terdapat endapan merah bata
dikarenakan larutan ini merupakan polysakarida. Pavia et al (2011)
memaparkan bahwa polysakarida membutuhkan waktu yang lebih lama
untuk menjadi furfural karen polysakarida harus menjadi disakarida dan
monosakarida terlebih dahulu.
Pengaruh Asam (Dehidrasi)
Uji Molisch. Praktikum uji Molisch bertujuan untuk untuk mengetahui
pengaruh asam pada karbohidrat. Reagen molisch berfungsi sebagai
pengujian adanya karbohidrat dan senyawa organik lainnya. Prinsip kerja
percobaan ini yaitu monosakarida apabila dipanaskan dengan asam kuat
akan mengalami dehidrasi menghasilkan furfural yang kemudian bereaksi
dengan alfa-naftol atau timol dalam alkohol membentuk senyawa yang
berwarna.
Berdasarkan uji Molisch yang dilakukan saat praktikum, didapatkan
hasil yang dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil Uji Molisch
No. Tabung
Sampel
Hasil Uji
1
Glukosa 0,02 M
Ungu sedang
2
Selulosa 0,02 M
Coklat keunguan
3
Amilum 1%
Ungu tipis
4
Furfural 0,01 M
Ungu pekat
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa hasil uji Molisch
terhadap karbohidrat yaitu terbentuk senyawa berwarna. Glukosa
warnanya ungu sedang maksudnya adalah warnanya tidak terlalu pekat
ataupun terlalu tipis karena glukosa termasuk monosakarida yang ketika
dipanaskan dengan asam kuat akan mengalami dehidrasi menghasilkan
furfural. Selulosa warnanya coklat keunguan karena selulosa termasuk
polisakarida yang ketika dipanaskan harus diubah terlebih dahulu menjadi
disakarida dan monosakarida baru menjadi furfural. Amilum juga termasuk
polisakarida, namun pada percobaan ini warna yang terbentuk adalah
warna ungu tipis karena harus diubah dahulu seperti yang terjadi pada
selulosa. Furfural berwarna ungu pekat karena ketika dipanaskan dengan
asam kuat langsung mengalami dehidrasi sehingga warna yang terbentuk
juga lebih pekat.
Hasil uji Molisch yang dilakukan sesuai dengan Soemarjo (2006)
yang menjelaskan bahwa larutan karbohidrat yang telah dicampur denga
pereagan
Molisch
kemudian
ditambah
asam
sulfat
pekat
akan
menghasilkan warna violet yang menunjukkan adanya karbohidrat dan
terdapat tiga tahapan untuk mencapai furfural pada polisakarida yaitu
polisakarida dihidrolisis, diikuti dehirasi kemudian konensasi.
Uji
Seliwanoff.
Praktikum
uji
Seliwanoff
bertujuan
untuk
mengetahui adanya gugus keton pada karbohidrat. Kusbandary (2015)
menjelaskan bahwa reagen Seliwanoff berfungsi sebagai pembeda antara
gugus keton dan aldehid. Prinsip kerja uji Selliwanof yaitu reaksi
Selliwanof (lar. Resorsinol dlm alkohol) akan mengubah fruktosa menjadi
hidroksimetilfurfural
yang
selanjutnya
bereaksi
dengan
resorsinol
membentuk senyawa berwarna merah. Berdasarkan hasil uji diperoleh
hasil sebagai berikut:
Tabel 4. Hasil Uji Selliwanof
No. Tabung
Sampel
Hasil Uji
1
Fruktosa 0,01 M
Merah tua
2
Glukosa 0,02 M
Merah muda
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa hasil uji Selliwanof
pada sampel fruktosa terbetuk merah tua yang mengindikan adanya
gugus keton pada fruktosa. Glukosa seharusnya tidak menghasilkan
warna karena dalam glukosa tidak mengandung gugus keton, namun
gugus aldehid. Terbentuknya warna disebabkan karena pemanasan yang
terlalu lama sehingga ikatan antara gugus aldehid dan polimernya menjadi
lepas. Soemardjo (2006) menjelaskan bahwa pendidihan fruktosa dengan
reaksi Selliwanof menghasilkan larutan berwarna merah, sesuai dengan
uji yang telah dilakukan.
Pembentukan Osazon
Uji Fenilhidrazina. Uji Osazon bertujuan untuk mengetahui bentuk
fisik dari monosakarida. Prinsip kerja percobaan ini yaitu monosakarida
dalam keadaan asam dengan pemanasan 100oC
fenilhidrazina
berlebih
akan
bereaksi
dan penambahan
membentuk
fenil-osazon.
Penambahan asam asetat glasial bertujuan untuk menurunkan pH larutan.
Penambahan larutan fenilhidrazina yang berlebih akan bereaksi dengan
larutan sehingga membentuk fenil-osazon yang tidak larut dalam air dan
mudah membentuk kristal berwarna kuning. Na asetat padat adalah
sebagai penyangga dari asam asetat, sehingga dapat menyeimbangkan
pH larutan dari asam menjadi sedikit asam. Pemanasan dalam percobaan
ini bertujuan untuk melarutkan padatan.
Hasil yang didapat setelah dilakukan percobaan dan pengamatan
mikroskop dari ketiga larutan, didapat hasil gambar sebagai berikut:
Gambar 1. Glukosazon
Gambar 2.
Fruktosazon
Gambar 3. Arabinosazon
Berdasarkan gambar di atas, diketahui bahwa bentuk fisik
fruktosa dan glukosa memilki bentuk garis yang bertumpuk tumpuk dalam
jumlah banyak, sedangkan arabinosa memiliki bentuk fisik relatif seperti
lumut. Larutan fruktosa dan glukosa terdapat bentuk fisik yang hampir
sama, hal ini karena kedua gugus reduksi fruktosa dan glukosa yang
berbeda bereaksi dengan fenilhidrazina, sedangkan rantai karbon setelah
gugus reduksi dari fruktosa dan glukosa tersebut adalah sama.
Penyebabnya adalah kesamaan fisik dari kedua monosakarida. Bentuk
fisik karbohidrat menurut Mohanty and Basu (2006).adalah sebagai
berikut:
Gambar 5.
Fruktosazon
Gambar 4.
Glukosazon
Gambar 6.
Arabinosazon
Berdasarkan literatur tersebut menunjukkan bahwa hasil percobaan
sesuai dengan literaltur bahwa struktur dari glukosa dan fruktosa terlihat
seperti jarum, sedangkan arabinosa terlihat seperti lumut.
Hasil Hidrolisis
Uji Benedict. Percobaan uji Benedict dalam hal hidrolisis bertujuan
untuk mengetahui hasil hidrolisis dengan melihat adanya gugus reduksi
pada karbohidrat. Prinsip kerja percobaan ini adalah pengujian karbohidrat
dengan pemanasan dan tidak dengan pemanasan. Fungsi penambahan
HCl adalah untuk memberi suasana asam dan sebagai katalisator.
Penambahan Na2CO3 bertujuan untuk menetralkan kembali larutan. Hasil
yang diperoleh berdasarkan percobaan adalah sebagai berikut:
Tabel 6. Hasil Uji Benedict
Hasil Uji (Endapan
Merah Bata)
Dididihkan Banyak
1
Maltosa 0,02 M
Tidak
Lebih sedikit
2
Laktosa 0,02 M
Dididihkan Banyak
Tidak
Lebih sedikit
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa hasil uji Benedict
No. Tabung
Sampel
Kondisi
dengan menggunakan sampel maltosa dan laktosa yang dididihkan dan
tidak. Endapan merah bata banyak terjadi pada larutan yang mengalami
proses pendidihan. Proses hidrolisis menjadi maksimal dengan adanya
perlakuan pendidihan sehingga salah satu faktor yang mempengaruhi
terbentuknya endapan merah bata. Maltosa dan laktosa yang tidak
mengalami proses pendidihan juga terdapat endapan merah bata namun
sedikit. Hal tersebut terjadi karena tanpa pemanasan menyebabkan tidak
terjadinya hidrolisis sehingga gugus reduksinya sedikit.
Berdasarkan literatur yang telah didapatkan. Reaksi hidrolisis
amilum oleh amilase menghasilkan reaksi bertahap, yaitu tiga buah
dekstrin. Hidrolisis amilum menjadi amilodekstrin yang diberi iodium
memberi warna ungu. Eritrodekstrin dengan iodium memberikan warna
merah, dan akrodekstrin dengan iodium tidak memberikan warna
(Sumardjo, 2009).
Uji
Seliwanoff.
Percobaan
uji
Seliwanoff
bertujuan
untuk
mengetahui adanya gugus keton pada hasil hidrolisis kerbohidrat. Fungsi
penambahan HCl pekat adalah sebagai katalisator. Fungsi penambahan
reagen Seliwanoff adalah untuk menguji ada tidaknya fruktosa terhadap
larutan tersebut. Berdasarkan uji Seliwanoff yang dilakukan saat
praktikum, maka didapatkan hasil pada Tabel 7 sebagai berikut:
Tabel 7. Hasil Uji Selliwanof
No. Tabung
Sampel
Hasil Uji
1
Maltosa 0,02 M
Merah
2
Laktosa 0,02 M
Tidak terbentuk warna merah
Hasil yang diperoleh adalah terbentuknya warna merah. Maltosa
terdiri dari 2 buah glukosa. Maltosa merupakan gugus aldehid dan tidak
terdapat fruktosa dalam larutan, namun warna yang dihasilkan adalah
merah. Hal tersebut bisa saja terjadi karena proses pemanasan yang
terlalu lama menyebabkan air menghidrolisis gugus aldehid sehingga
warna menjadi merah. Waktu yang digunakan adalah 30 menit, mungkin
praktikan lupa untuk segera mengangkat larutan tersebit dari penangas
sehingga air dapat melepas gugus aldehid yang terikat.
Laktosa terdiri dari glukosa dan galaktosa. Hasil yang diperoleh
adalah larutan tidak berwarna merah. Hal tersebut terjadi karena tidak
terdapat fruktosa yang merupakan gugus keton dalam laktosa.
Berdasarkan penjelasan Kusbandari (2015) bahwa uji Seliwanoff
bertujuan untuk mendeteksi gugus fruktosa pada polisakarida. Maltosa
tidak mengandung fruktosa. Uji yang telah dilakukan saat percobaan tidak
sesuai dengan literatur tersebut karena terjadi pemanasan sehingga
gugus karbonilnya terhidrolisis.
Polisakarida
Uji Hasil Hidrolisis Amilum. Percobaan ini bertujuan untuk
mengetahui uji hasil hidrolisis amilum dan mengetahui tahap-tahap
hidrolisis amilum. Larutan asam kuat HCL 3 M berfungsi untuk
menghidrolisis
polisakarida
menjadi
disakarida
dan
monosakarida
penyusunnya. Pemanasan dilakukan untuk membantu proses hidrolisis
amilum menjadi bentuk yang lebih sederhana. Fungsi dari reagen Iod
dalam uji ini adalah sebagai indikator tahap-tahap hidrolisis amilum yang
dilakukan, sedangkan fungsi dari aquades yang dicampurkan dengan
reagen Iod hanyalah sebagai pelarut karena akuades sama sekali tidak
mempengaruhi proses hidrolisis amilum. Fungsi pemberian Na2CO3
kedalam larutan yang diuji adalah sebagai alkali yang mengubah gugus
karbonil bebas dari gula menjadi bentuk enol yang reaktif. Hasil yang
diperoleh berdasarkan percobaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 8
sebagai berikut:
Tabel 8. Hasil Uji Hidrolisis Amilum
Menit ke-
Warna
Tahap Hidrolisis Amilum
1
Biru Tua Pekat
Amilum
2
Biru Tua Pekat
Amilum
3
Biru Tua
Amilum
4
Biru keunguan
Amilodekstrin
5
Ungu tua
Eritrodekstrin
6
Ungu muda
Eritrodekstrin
7
Ungu pudar
Eritrodekstrin
8
Ungu sangat pudar
Akrodekstrin
9
Warna menyamai yod
Akrodekstrin/maltosa/glukosa
Reagen Iod adalah reagen yang mampu mengikat amilopektin
didalam amilum sehingga menghasilkan warna biru dalam tahap hidrolisis
saat amilum, warna ungu dan merah dalam tahap hidrolisis saat dekstrin
(amilodekstrin dan eritrodekstrin), tidak berwarna dalam tahap hidrolisis
saat akrodekstrin, maltosa (disakarida), dan glukosa (monosakarida).
Tahap hidrolisis saat akrodekstrin, maltosa, dan glukosa tidak berwarna
dikarenakan pemanasan yang tinggi dapat memutuskan ikatan antara lod
dengan glukosa (amilum) sehingga menimbulkan warna karbohidrat
terhidrolisis kembali jernih dan tidak terpengaruh oleh warna dari reagen
iod.
Menit ke-1 dan ke-2 larutan berwarna biru tua sekali, hal ini
menunjukan bahwa amilum belum terhidrolisis. Menit ke-3 berwarna biru
tua dikarenakan larutan tersebut sudah sebagian mengalami hidrolisis.
Menit ke-4 berwarna biru keunguan menunjukan hidrolisis tersebut sudah
berada pada tahap amilodekstrin. Menit ke-5, menit ke-6 dan menit ke-7
berturut-turut larutan berwarna ungu tua, ungu muda, dan ungu pudar,
karena berada pada tahap hidrolisis (tahap eritrodekstrin). Menit ke-8
larutan berwarna ungu dan semakin sedikit (warna ungu yang terbentuk)
karena berada pada tahap hidrolisis (menuju ke tahap akrodekstrin). Menit
ke-9 larutan berwarna menyamai warna iod dikarenakan berada pada
tahap hidrolisis (tahap akrodekstrin atau maltosa atau glukosa) dapat
dikatakan pada tahap ini adalah tahap iod negatif karena ikatan antara
karbohidrat dan iod sudah terputus sehingga warna karbohidrat kembali
jernih dan tidak terpengaruh oleh iod. Larutan yang telah sampai tahap uji
iod negatif atau polimer telah sepenuhnya terhidrolisis yaitu menjadi
akrodekstrin atau maltosa atau glukosa yang memasuki uji Benedict dan
menunjukkan hasil bernilai positif (hasil polimer yang terpecah yaitu
maltosa/glukosa).
Hasil yang diperoleh telah sesuai dengan penjelasan Sumardjo
(2006) bahwa tiga buah dekstrin yang penting sebagai hasil antara
hidrolisis amilum adalah amilodekstrin yang dengan iodium memberikan
warna ungu, sedangkan eritrodekstrin yang dengan iodium memberikan
warna merah, dan akrdodekstrin dengan iodium tidak memberikan warna.
Daya Mereduksi
Uji Benedict. Praktikum uji benedict dilakukan untuk mengetahui
adanya gugus reduksi pada karbohidrat. Prinsip dari uji Benedict yaitu
Cu++ yang terdapat dalam reagen Benedict dapat direduksi oleh gugus
reduksi monosakarida menjadi Cu+ yang terlihat dengan terbentuknya
endapan merah bata (CuO). Reagen benedict berfungsi untuk mengetahui
adanya gula pereduksi dalam suatu larutan. Berdasarkan uji Benedict
yang dilakukan saat praktikum, didapatkan hasil yang dapat dilihat pada
Tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Uji Benedict
No. Tabung
Sampel
Hasil Uji (Endapan Merah Bata)
1
Glukosa 0,01 M
Sedikit
2
Glukosa 0,02 M
Banyak
3
Glukosa 0,04 M
Sangat Banyak
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa hasil uji Benedict
dengan menggunakan sampel glukosa yang mempunyai glukosa dengan
tingkat molaritas yang berbeda menghasilkan endapan yang berbeda
pula. Konsentrasi glukosa semakin tinggi maka semakin banyak pula
endapan merah bata yang terbentuk. Kusbandary (2015) memaparkan
bahwa konsentrasi glukosa berbeda-beda, tujuannya adalah untuk
membedakan banyak sedikitnya endapan merah bata yang dihasilkan
pada hasil akhir. Terdapatnya endapan merah bata karena Cu++ yang ada
pada reagen Benedict direduksi oleh gugus reduksi yang ada pada
glukosa. Hasil uji Benedict yang dilakukan saat praktikum yang telah
dilaksanakan sesuai dengan Kusbandary (2015) yang menjelaskan bahwa
perbedaan konsentrasi berpengaruh pada hasil endapan, semakin besar
konsentrasi glukosa yang ditambahkan maka semakin banyak endapan
merah bata yang diperoleh.
Uji Luff. Percobaan uji Luff dilakukan untuk mengetahui adanya
gugus reduksi bebas pada karbohidrat. Reagen Luff berfungsi untuk
menguji daya mereduksi suatu sakarida. Larutan yang ditambahkan dalam
tabung berbeda dimaksudkan untuk mengetahui larutan yang memiliki
gugus reduksi bebas. Prinsip kerja percobaan ini adalah Cu++
yang
terdapat dalam reagen Luff, dapat direduksi oleh gugus reduksi bebas
pada monosakarida menjadi Cu+ yang terlihat dengan adanya endapan
berwarna merah bata (Cu2O). Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada
tabel 2 berikut:
Tabel 2. Hasil Uji Luff
No. Tabung
Sampel
Hasil Uji (Endapan Merah Bata)
1
Fruktosa 0,02 M
Banyak
2
Glukosa 0,02 M
Banyak
3
Laktosa 0,02 M
Banyak
4
Sakarosa 0,02 M
Ada tapi sedikit
5
Pati 0,02 M
Tidak ada
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa hasil uji Luff pada
tabung yang berisi larutan fruktosa dan glukosa terdapat endapan merah
bata pada dasar tabung reaksi, fruktosa (ketosa) dan glukosa (aldosa)
mempunyai gugus reduksi bebas. Tabung yang berisi laktosa juga
memiliki endapan merah bata. Collins et al (2001) menjelaskan bahwa
laktosa memiliki monomer glukosa dan galaktosa dengan ikatan (1-4)-aglukosidik. Laktosa masih memiliki gugus reduksi bebas (aldehid),
sehingga dapat mereduksi Cu++.
Tabung yang berisi sukrosa terdapat sedikit atau sehrusnya tidak
terdapat endapan merah bata. Pemanasan yang terlalu lama membuat
sakarosa sedikit terhidrolisis. Hal tersebut bisa dianggap tidak ada
endapan yang sesuai dengan penjelasan Sadava et al (2014) bahwa
sukrosa memiliki monomer glukosa dan fruktosa dengan ikatan (1-2)-aglukosidik sehingga tidak ada gugus reduksi bebasnya.
Tabung yang berisi amilum tidak terdapat endapan merah bata
dikarenakan larutan ini merupakan polysakarida. Pavia et al (2011)
memaparkan bahwa polysakarida membutuhkan waktu yang lebih lama
untuk menjadi furfural karen polysakarida harus menjadi disakarida dan
monosakarida terlebih dahulu.
Pengaruh Asam (Dehidrasi)
Uji Molisch. Praktikum uji Molisch bertujuan untuk untuk mengetahui
pengaruh asam pada karbohidrat. Reagen molisch berfungsi sebagai
pengujian adanya karbohidrat dan senyawa organik lainnya. Prinsip kerja
percobaan ini yaitu monosakarida apabila dipanaskan dengan asam kuat
akan mengalami dehidrasi menghasilkan furfural yang kemudian bereaksi
dengan alfa-naftol atau timol dalam alkohol membentuk senyawa yang
berwarna.
Berdasarkan uji Molisch yang dilakukan saat praktikum, didapatkan
hasil yang dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil Uji Molisch
No. Tabung
Sampel
Hasil Uji
1
Glukosa 0,02 M
Ungu sedang
2
Selulosa 0,02 M
Coklat keunguan
3
Amilum 1%
Ungu tipis
4
Furfural 0,01 M
Ungu pekat
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa hasil uji Molisch
terhadap karbohidrat yaitu terbentuk senyawa berwarna. Glukosa
warnanya ungu sedang maksudnya adalah warnanya tidak terlalu pekat
ataupun terlalu tipis karena glukosa termasuk monosakarida yang ketika
dipanaskan dengan asam kuat akan mengalami dehidrasi menghasilkan
furfural. Selulosa warnanya coklat keunguan karena selulosa termasuk
polisakarida yang ketika dipanaskan harus diubah terlebih dahulu menjadi
disakarida dan monosakarida baru menjadi furfural. Amilum juga termasuk
polisakarida, namun pada percobaan ini warna yang terbentuk adalah
warna ungu tipis karena harus diubah dahulu seperti yang terjadi pada
selulosa. Furfural berwarna ungu pekat karena ketika dipanaskan dengan
asam kuat langsung mengalami dehidrasi sehingga warna yang terbentuk
juga lebih pekat.
Hasil uji Molisch yang dilakukan sesuai dengan Soemarjo (2006)
yang menjelaskan bahwa larutan karbohidrat yang telah dicampur denga
pereagan
Molisch
kemudian
ditambah
asam
sulfat
pekat
akan
menghasilkan warna violet yang menunjukkan adanya karbohidrat dan
terdapat tiga tahapan untuk mencapai furfural pada polisakarida yaitu
polisakarida dihidrolisis, diikuti dehirasi kemudian konensasi.
Uji
Seliwanoff.
Praktikum
uji
Seliwanoff
bertujuan
untuk
mengetahui adanya gugus keton pada karbohidrat. Kusbandary (2015)
menjelaskan bahwa reagen Seliwanoff berfungsi sebagai pembeda antara
gugus keton dan aldehid. Prinsip kerja uji Selliwanof yaitu reaksi
Selliwanof (lar. Resorsinol dlm alkohol) akan mengubah fruktosa menjadi
hidroksimetilfurfural
yang
selanjutnya
bereaksi
dengan
resorsinol
membentuk senyawa berwarna merah. Berdasarkan hasil uji diperoleh
hasil sebagai berikut:
Tabel 4. Hasil Uji Selliwanof
No. Tabung
Sampel
Hasil Uji
1
Fruktosa 0,01 M
Merah tua
2
Glukosa 0,02 M
Merah muda
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa hasil uji Selliwanof
pada sampel fruktosa terbetuk merah tua yang mengindikan adanya
gugus keton pada fruktosa. Glukosa seharusnya tidak menghasilkan
warna karena dalam glukosa tidak mengandung gugus keton, namun
gugus aldehid. Terbentuknya warna disebabkan karena pemanasan yang
terlalu lama sehingga ikatan antara gugus aldehid dan polimernya menjadi
lepas. Soemardjo (2006) menjelaskan bahwa pendidihan fruktosa dengan
reaksi Selliwanof menghasilkan larutan berwarna merah, sesuai dengan
uji yang telah dilakukan.
Pembentukan Osazon
Uji Fenilhidrazina. Uji Osazon bertujuan untuk mengetahui bentuk
fisik dari monosakarida. Prinsip kerja percobaan ini yaitu monosakarida
dalam keadaan asam dengan pemanasan 100oC
fenilhidrazina
berlebih
akan
bereaksi
dan penambahan
membentuk
fenil-osazon.
Penambahan asam asetat glasial bertujuan untuk menurunkan pH larutan.
Penambahan larutan fenilhidrazina yang berlebih akan bereaksi dengan
larutan sehingga membentuk fenil-osazon yang tidak larut dalam air dan
mudah membentuk kristal berwarna kuning. Na asetat padat adalah
sebagai penyangga dari asam asetat, sehingga dapat menyeimbangkan
pH larutan dari asam menjadi sedikit asam. Pemanasan dalam percobaan
ini bertujuan untuk melarutkan padatan.
Hasil yang didapat setelah dilakukan percobaan dan pengamatan
mikroskop dari ketiga larutan, didapat hasil gambar sebagai berikut:
Gambar 1. Glukosazon
Gambar 2.
Fruktosazon
Gambar 3. Arabinosazon
Berdasarkan gambar di atas, diketahui bahwa bentuk fisik
fruktosa dan glukosa memilki bentuk garis yang bertumpuk tumpuk dalam
jumlah banyak, sedangkan arabinosa memiliki bentuk fisik relatif seperti
lumut. Larutan fruktosa dan glukosa terdapat bentuk fisik yang hampir
sama, hal ini karena kedua gugus reduksi fruktosa dan glukosa yang
berbeda bereaksi dengan fenilhidrazina, sedangkan rantai karbon setelah
gugus reduksi dari fruktosa dan glukosa tersebut adalah sama.
Penyebabnya adalah kesamaan fisik dari kedua monosakarida. Bentuk
fisik karbohidrat menurut Mohanty and Basu (2006).adalah sebagai
berikut:
Gambar 5.
Fruktosazon
Gambar 4.
Glukosazon
Gambar 6.
Arabinosazon
Berdasarkan literatur tersebut menunjukkan bahwa hasil percobaan
sesuai dengan literaltur bahwa struktur dari glukosa dan fruktosa terlihat
seperti jarum, sedangkan arabinosa terlihat seperti lumut.
Hasil Hidrolisis
Uji Benedict. Percobaan uji Benedict dalam hal hidrolisis bertujuan
untuk mengetahui hasil hidrolisis dengan melihat adanya gugus reduksi
pada karbohidrat. Prinsip kerja percobaan ini adalah pengujian karbohidrat
dengan pemanasan dan tidak dengan pemanasan. Fungsi penambahan
HCl adalah untuk memberi suasana asam dan sebagai katalisator.
Penambahan Na2CO3 bertujuan untuk menetralkan kembali larutan. Hasil
yang diperoleh berdasarkan percobaan adalah sebagai berikut:
Tabel 6. Hasil Uji Benedict
Hasil Uji (Endapan
Merah Bata)
Dididihkan Banyak
1
Maltosa 0,02 M
Tidak
Lebih sedikit
2
Laktosa 0,02 M
Dididihkan Banyak
Tidak
Lebih sedikit
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa hasil uji Benedict
No. Tabung
Sampel
Kondisi
dengan menggunakan sampel maltosa dan laktosa yang dididihkan dan
tidak. Endapan merah bata banyak terjadi pada larutan yang mengalami
proses pendidihan. Proses hidrolisis menjadi maksimal dengan adanya
perlakuan pendidihan sehingga salah satu faktor yang mempengaruhi
terbentuknya endapan merah bata. Maltosa dan laktosa yang tidak
mengalami proses pendidihan juga terdapat endapan merah bata namun
sedikit. Hal tersebut terjadi karena tanpa pemanasan menyebabkan tidak
terjadinya hidrolisis sehingga gugus reduksinya sedikit.
Berdasarkan literatur yang telah didapatkan. Reaksi hidrolisis
amilum oleh amilase menghasilkan reaksi bertahap, yaitu tiga buah
dekstrin. Hidrolisis amilum menjadi amilodekstrin yang diberi iodium
memberi warna ungu. Eritrodekstrin dengan iodium memberikan warna
merah, dan akrodekstrin dengan iodium tidak memberikan warna
(Sumardjo, 2009).
Uji
Seliwanoff.
Percobaan
uji
Seliwanoff
bertujuan
untuk
mengetahui adanya gugus keton pada hasil hidrolisis kerbohidrat. Fungsi
penambahan HCl pekat adalah sebagai katalisator. Fungsi penambahan
reagen Seliwanoff adalah untuk menguji ada tidaknya fruktosa terhadap
larutan tersebut. Berdasarkan uji Seliwanoff yang dilakukan saat
praktikum, maka didapatkan hasil pada Tabel 7 sebagai berikut:
Tabel 7. Hasil Uji Selliwanof
No. Tabung
Sampel
Hasil Uji
1
Maltosa 0,02 M
Merah
2
Laktosa 0,02 M
Tidak terbentuk warna merah
Hasil yang diperoleh adalah terbentuknya warna merah. Maltosa
terdiri dari 2 buah glukosa. Maltosa merupakan gugus aldehid dan tidak
terdapat fruktosa dalam larutan, namun warna yang dihasilkan adalah
merah. Hal tersebut bisa saja terjadi karena proses pemanasan yang
terlalu lama menyebabkan air menghidrolisis gugus aldehid sehingga
warna menjadi merah. Waktu yang digunakan adalah 30 menit, mungkin
praktikan lupa untuk segera mengangkat larutan tersebit dari penangas
sehingga air dapat melepas gugus aldehid yang terikat.
Laktosa terdiri dari glukosa dan galaktosa. Hasil yang diperoleh
adalah larutan tidak berwarna merah. Hal tersebut terjadi karena tidak
terdapat fruktosa yang merupakan gugus keton dalam laktosa.
Berdasarkan penjelasan Kusbandari (2015) bahwa uji Seliwanoff
bertujuan untuk mendeteksi gugus fruktosa pada polisakarida. Maltosa
tidak mengandung fruktosa. Uji yang telah dilakukan saat percobaan tidak
sesuai dengan literatur tersebut karena terjadi pemanasan sehingga
gugus karbonilnya terhidrolisis.
Polisakarida
Uji Hasil Hidrolisis Amilum. Percobaan ini bertujuan untuk
mengetahui uji hasil hidrolisis amilum dan mengetahui tahap-tahap
hidrolisis amilum. Larutan asam kuat HCL 3 M berfungsi untuk
menghidrolisis
polisakarida
menjadi
disakarida
dan
monosakarida
penyusunnya. Pemanasan dilakukan untuk membantu proses hidrolisis
amilum menjadi bentuk yang lebih sederhana. Fungsi dari reagen Iod
dalam uji ini adalah sebagai indikator tahap-tahap hidrolisis amilum yang
dilakukan, sedangkan fungsi dari aquades yang dicampurkan dengan
reagen Iod hanyalah sebagai pelarut karena akuades sama sekali tidak
mempengaruhi proses hidrolisis amilum. Fungsi pemberian Na2CO3
kedalam larutan yang diuji adalah sebagai alkali yang mengubah gugus
karbonil bebas dari gula menjadi bentuk enol yang reaktif. Hasil yang
diperoleh berdasarkan percobaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 8
sebagai berikut:
Tabel 8. Hasil Uji Hidrolisis Amilum
Menit ke-
Warna
Tahap Hidrolisis Amilum
1
Biru Tua Pekat
Amilum
2
Biru Tua Pekat
Amilum
3
Biru Tua
Amilum
4
Biru keunguan
Amilodekstrin
5
Ungu tua
Eritrodekstrin
6
Ungu muda
Eritrodekstrin
7
Ungu pudar
Eritrodekstrin
8
Ungu sangat pudar
Akrodekstrin
9
Warna menyamai yod
Akrodekstrin/maltosa/glukosa
Reagen Iod adalah reagen yang mampu mengikat amilopektin
didalam amilum sehingga menghasilkan warna biru dalam tahap hidrolisis
saat amilum, warna ungu dan merah dalam tahap hidrolisis saat dekstrin
(amilodekstrin dan eritrodekstrin), tidak berwarna dalam tahap hidrolisis
saat akrodekstrin, maltosa (disakarida), dan glukosa (monosakarida).
Tahap hidrolisis saat akrodekstrin, maltosa, dan glukosa tidak berwarna
dikarenakan pemanasan yang tinggi dapat memutuskan ikatan antara lod
dengan glukosa (amilum) sehingga menimbulkan warna karbohidrat
terhidrolisis kembali jernih dan tidak terpengaruh oleh warna dari reagen
iod.
Menit ke-1 dan ke-2 larutan berwarna biru tua sekali, hal ini
menunjukan bahwa amilum belum terhidrolisis. Menit ke-3 berwarna biru
tua dikarenakan larutan tersebut sudah sebagian mengalami hidrolisis.
Menit ke-4 berwarna biru keunguan menunjukan hidrolisis tersebut sudah
berada pada tahap amilodekstrin. Menit ke-5, menit ke-6 dan menit ke-7
berturut-turut larutan berwarna ungu tua, ungu muda, dan ungu pudar,
karena berada pada tahap hidrolisis (tahap eritrodekstrin). Menit ke-8
larutan berwarna ungu dan semakin sedikit (warna ungu yang terbentuk)
karena berada pada tahap hidrolisis (menuju ke tahap akrodekstrin). Menit
ke-9 larutan berwarna menyamai warna iod dikarenakan berada pada
tahap hidrolisis (tahap akrodekstrin atau maltosa atau glukosa) dapat
dikatakan pada tahap ini adalah tahap iod negatif karena ikatan antara
karbohidrat dan iod sudah terputus sehingga warna karbohidrat kembali
jernih dan tidak terpengaruh oleh iod. Larutan yang telah sampai tahap uji
iod negatif atau polimer telah sepenuhnya terhidrolisis yaitu menjadi
akrodekstrin atau maltosa atau glukosa yang memasuki uji Benedict dan
menunjukkan hasil bernilai positif (hasil polimer yang terpecah yaitu
maltosa/glukosa).
Hasil yang diperoleh telah sesuai dengan penjelasan Sumardjo
(2006) bahwa tiga buah dekstrin yang penting sebagai hasil antara
hidrolisis amilum adalah amilodekstrin yang dengan iodium memberikan
warna ungu, sedangkan eritrodekstrin yang dengan iodium memberikan
warna merah, dan akrdodekstrin dengan iodium tidak memberikan warna.