Studi Sedimentasi di Bendung Namu Sira-Sira dan Kaitannya Terhadap Tinggi Mercu Bendung

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Uraian Umum
Hidrologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang air dalam segala bentuknya

(cairan, gas, maupun padat) di dalam dan di atas permukaan tanah. Termasuk di dalamnya
adalah penyebaran, daur, dan perilakunya, sifat-sifat fisik dan kimianya, serta hubungannya
dengan unsur-unsur hidup dalam air itu sendiri.
Sedangkan daur hidrologi itu sendiri adalah gerakan air laut ke udara yang
kemudian jatuh ke permukaan tanah yang berupa air hujan dan akhirnya kembali lagi
mengalir ke laut. Air tersebut juga akan tertahan (sementara) di sungai, danau, sungai dan
dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia ataupun makhluk lainnya.
Jumlah air di Bumi adalah tetap. Perubahan yang dialami air di Bumi hanya terjadi
pada sifat, bentuk, dan persebarannya. Air akan selalu mengalami perputaran dan perubahan
bentuk selama siklus hidrologi berlangsung. Air mengalami gerakan dan perubahan wujud
secara berkelanjutan. Perubahan ini meliputi wujud cair, gas, dan padat. Air di alam dapat
berupa air tanah, air permukaan, dan awan.
Air tersebut mengalami perubahan wujud melalui siklus hidrologi. Matahari pada

siang hari menyebabkan air di permukaan bumi mengalami evaporasi (penguapan) maupun
transpirasi (penguapan oleh tumbuhan) menjadi uap air. Uap air akan naik hingga mengalami
pengembunan (kondensasi) membentuk awan. Akibat pendinginan, butir-butir air di awan
bertambah besar hingga akhirnya jatuh menjadi hujan (presipitasi).
Selanjutnya air hujan ini akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi dan perkolasi) atau
mengalir menjadi air permukaan (run-off). Baik aliran air bawah tanah maupun air

Universitas Sumatera Utara

permukaan, keduanya mengalir menuju ke tubuh air di permukaan Bumi (laut, danau, dan
sungai).
Secara umum siklus hidrologi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu:
1.

Siklus Pendek
Penguapan terjadi di permukaan laut, terjadi kondensasi kemudian membentuk
awan dan akhirnya terjadi hujan yang jatuh ke laut.

Gambar 2.1 Siklus Pendek


2.

Siklus Sedang
Penguapan terjadi di permukaan laut, terjadi kondensasi kemudian membentuk
awan, awan bergerak menuju daratan kemudian terjadi hujan di daratan dan
akhirnya air mengalir melalui sungai menuju laut.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 Siklus Sedang

3.

Siklus Panjang
Penguapan terjadi di permukaan laut, terjadi kondensasi, uap air terbawa angin dan
membentuk awan di atas daratan hingga ke pegunungan tinggi, kemudian jatuh
sebagai salju, terbentuk gletser, mengalir ke sungai dan kembali lagi ke laut.

Gambar 2.3 Siklus Panjang


Universitas Sumatera Utara

2.2.

Analisa hidrologi
Faktor-faktor hidrologi yang sangat berpengaruh terhadap terjadinya erosi lahan

adalah curah hujan rata-rata. Intensitas hujan merupakan salah satu faktor yang menentukan
besarnya debit banjir (banjir kiriman dan banjir lokal) bagi daerah tersebut. Semakin besar
curah hujan yang ada maka semakin besar pula banjir yang terjadi sehingga mengakibatkan
semakin besasr pula jumlah sedimen yang hanyut dalam aliran air akibat proses erosi. Dengan
diketahui besarnya curah hujan pada suatu daerah maka dapat diketahui pula besarnya
intensitas hujan pada daerah tersebut, yang dapat digunakan untuk menghitung besarnya debit
banjir pada daerah tersebut.
Untuk mendapatkan besarnya intensitas hujan rencana, perlu dilakukan perhitungan
data curah hujan rata-rata DAS. Dalam perhitungan hujan areal ini ada beberapa rumus yang
dapat digunakan untuk menghitungnya. Metode tersebut diantaranya adalah metode rata-rata
Aljabar, metode Thiessen, dan metode Isohyet. Metode-metode tersebut dijelaskan sebagai
berikut:
1.


Metode rata-rata Aljabar
Metode rata-rata Aljabar ditentukan dengan cara menjumlahkan tinggi hujan dari
suatu tempat pengukuran selama jangka waktu tertentu, dibagi dengan jumlah pos
pengukuran hujan. Penggunaan metode ini mendapatkan hasil yang memuaskan apabila
dipakai pada daerah datar, serta curah hujan yang tidak bervariasi banyak dari harga
tengahnya dan penempatan alat ukur yang tersebar merata. Metode ini disajikan dengan
rumus:

1 n
R = Σ Ri
n i =1

…………………………………………………….. 2.1

Universitas Sumatera Utara

dimana:

2.


R

= curah hujan rata-rata (mm)

Ri

= curah hujan pada pos yang diamati (mm)

n

= banyak pos hujan

Metode Polygon Thiessen
Metode Thiessen ditentukan dengan cara membuat polygon antar pos hujan pada
suatau wilayah DAS kemudian tinggi hujan rata-rata dihitung dari jumlah perkalian
antara tiap-tiap luas polygon dan tinggi hujannya dibagi dengan luas seluruh DAS. Luas
masing-masing polygon tersebut diperoleh dengan cara sebagai berikut:
a. Semua stasiun yang terdapat di dalam atau di luar DAS yang berpengaruh
dihubungkan dengan garis sehingga terbentuk jaring-jaring segitiga.

b. Pada masing-masing segitiga ditarik garis sumbu tegak lurus, dan semnua garis
sumbu tersebut membentuk polygon.
c. Luas daerah yang hujannya dianggap mewakili oleh salah satu stasiun yang
bersangkutan adalah daerah yang dibatasi oleh polygon tersebut.
Metode ini cocok untuk menentukan tinggi hujan rata-rata, apabila pos hujannya

tidak banyak dan tinggi hujannya tidak merata. Adapun rumus dari metode tersebut adalah:

R=

ΣAi × Ri
………..………………………………………...… 2.2
ΣAi

Universitas Sumatera Utara

dimana:

3.


R

= curah hujan rata-rata (mm)

Ri

= curah hujan pada pos yang diamati (mm)

Ai

= luas yang dibatasi polygon (km2)

Metode Rata-rata Isohyet
Metode Isohyet ditentukan dengan cara menggunakan kontur tinggi hujan suatu
daerah dan tinggu hujan rata-rata DAS dihitung dari jumlah perkalian tinggi hujan ratarata diantara garis Isohyet tersebut dibagi luas seluruh DAS. Metode ini cocok untuk
daerah pegunungan dan yang berbukit-bukit. Adapun rumus dari metode ini adalah:

A1
(R1 + R2 ) + A2 (R2 + R3 ) + A3 (R3 + R4 ) + An−1 (Rn + Rn−1 )
2

2
2
……… 2.3
R= 2
Atotal
dimana:
R

= curah hujan rata-rata (mm)

A1 – An

= luas daerah yang dibatasi oleh garis Isohyet (km2)

R1 – Rn

= tinggi curah hujan pada setiap garis Isohyet (mm)

Atotal


= luas total DAS (km2)

Universitas Sumatera Utara

2.3.

Erosi
Erosi tanah merupakan suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan

tanah atas, baik disebabkan pergerakan air maupun angin. Proses erosi tanah yang disebabkan
oleh air meliputi tiga tahap yang terjadi dalam keadaan normal di lapangan, yaitu :
1. Pemecahan bongkah-bongkah atau agregat tanah dalam butir-butir kecil atau partikel
tanah.
2. Pemindahan atau pengangkutan butir-butir yang kecil sampai sangat halus.
3. Pengendapan partikel-partikel tersebut di tempat yang lebih rendah atau di dasar sungai
(kemudian disebut dengan sedimentasi)
Hujan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya erosi tanah. Tetesan air
hujan merupakan media utama pelepasan partikel tanah. Pada saat butiran air hujan mengenai
permukaan tanah yang gundul, partikel tanah dapat terlepas dan terlempar sampai beberapa
sentimeter ke udara. Pada lahan datar partikel-partikel tanah tersebar lebih kurang merata ke

segala arah, tetapi untuk lahan miring, terjadi dominasi ke arah bawah searah lereng. Partikelpartikel tanah yang terlepas ini akan menyumbat pori-pori tanah sehingga akan menurunkan
kapasitas dan laju infiltrasi, maka akan terjadi genangan air di permukaan tanah, yang
kemudian akan menjadi aliran permukaan. Aliran permukaan ini menyediakan energi untuk
mengangkut pertikel-partikel yang terlepas baik oleh tetesan air hujan maupun oleh adanya
aliran permukaan itu sendiri.
Untuk menghitung banyaknya erosi tanah yang terjadi digunakan metode Universal
Soil Loss Equation (USLE). USLE memungkinkan untuk memprediksi laju erosi rata-rata
lahan tertentu pada suatu kemiringan dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam jenis
tanah dan penerapan pengolahan lahan. USLE merupakan gabungan dari 4 (empat) parameter
utama. Adapun persamaan USLE adalah sebagai berikut.

A = R. × K × LS × CP ……………………………………………… 2.4

Universitas Sumatera Utara

dimana:
A

= nilai kehilangan tanah


R

= indeks erovitas hujan

K

= nilai erodibilitas tanah

LS

= panjang kemiringan lereng

CP

= faktor pengelolaan & penanaman

Dengan penjelasan dari faktor-faktor di atas adalah sebagai berikut.
A

: banyaknya tanah tererosi per satuan luas per satuan waktu, yang dinyatakan

sesuai dengan satuan K dan periode R yang dipilih, dalam praktek dipakai satuan ton/ha/tahun
R

: merupakan faktor erosivitas hujan di aliran permukaan, yaitu jumlah satuan

indeks erosi hujan, yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas
hujan maksimum 30 menit (I30) untuk suatu tempat dibagi 100, biasanya diambil energi hujan
tahunan dalam N/h dengan menggunakan model matematis yang dikembangkan oleh Utomo.
K

: faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R) untuk

suatu jenis tanah tertentu dalam kondisi dibajak dan ditanami terus-menerus, yang diperoleh
dari petak percobaan yang panjangnya 22,13 m dengan kemiringan seragam sebesar 9%
tanpa tanaman, dalam satuan ton.h/ha.N
LS

: faktor panjang kemiringan lereng (length of slope factor) yaitu nisbah antara

besarnya erosi per indeks erosi dari suatu lahan dengan panjang dan kemiringan lahan tertentu
terhadap besarnya erosi dari plot lahan dengan panjang 22,13 m dan kemiringan 9% di bawah
keadaan yang identik, tidak berdimensi.

Universitas Sumatera Utara

CP

: faktor tanaman penutup lahan dan manajemen tanaman, yaitu nisbah antara

besarnya erosi lahan dengan penutup tanaman dan manajemen tanaman tertentu terhadap
lahan yang identik tanpa tanaman, tidak berdimensi. Faktor konservasi praktis yaitu rasio
kehilangan tanah antara besarnya dari lahan dengan tindakan konservasi praktis dengan
besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan yang identik, tidak
berdimensi.

Gambar 2.4 Skema persamaan USLE

Universitas Sumatera Utara

2.4.

Sedimentasi
Sedimentasi adalah suatu proses terbawanya material hasil pelapukan dan erosi

oleh air, angin, atau gletser untuk diendapkan di suatu wilayah. Proses sedimentasi berkaitan
erat dengan peristiwa erosi sehingga dapat dikatakan sebagai suatu proses pengendapan hasil
erosi oleh tenaga erosi pada tempat-tempat yang lebih rendah berupa cekungan seperti sungai,
waduk, danau, dan sebagainya.
Banyaknya endapan sedimentasi hasil erosi menunjukkan tingkat sedimentasi yang
tinggi. Akibat dari proses sedimentasi tersebut memberikan banyak dampak sebagai berikut:
a.

Di sungai, pengendapan sedimen di dasar sungai yang menyebabkan naiknya dasar
sungai, kemudian menyebabkan tingginya permukaan air sehingga dapat
mengakibatkan banjir

yang

menimpa

lahan-lahan

yang

tidak

dilindungi

(unprotected land). Hal tersebut dapat menybebabkan aliran mengering dan mencari
alur baru.
b.

Di saluran, jika saluran irigasi atau saluran pelayaran dialiri oleh air yang penuh
sedimen akan terjadi pengendapan sedimen di dasar saluran. Hal ini akan
memerlukan biaya yang cukup besar untuk pengerukan sedimen tersebut. Pada
keadaan tertentu pengerukan sedimen menyebabkan terhentinya operasi saluran.

c.

Di waduk, pengendapan sedimen akan mengurangi volume efektifnya. Sebagian
besar jumlah sedimen yang dialirkan oleh waduk adalah sedimen yang dialirkan
oleh sungai-sungai yang mengalir ke dalam waduk; hanya sebagian kecil yang
berasal dari longsoran tebing-tebing waduk atau yang berasal dari gerusan tebingtebing waduk oleh limpasan permukaan. Butir-butir yang kasar akan diendapakan di
bagian hulu waduk, sedangkan yang halus diendapkan di dekat bendungan. Jadi
sebagian besar sedimen akan diendapkan di bagian volume aktif waduk, dan
sebagian dapat dibilas ke bawah, ketika terjadi banjir pada saat permukaan air
waduk masih rendah.

Universitas Sumatera Utara

d.

Di bendungan atau pintu-pintu air, yang menyebabkan kesulitan dalam
mengoperasikan pintu-pintu tersebut juga karena pembentukan pulau-pulau pasir
(sand bars) di sebelah hulu bendungan atau pintu air akan mengganggu aliran air
yang melalui bendungan atau

pintu air. Di sisi lain, akan terjadi bahaya

penggerusan terhadap bagian hilir bangunan, jika beban sedimen di sungai tersebut
berkurang karena pengendapan di bagian hulu bendungan, maka aliran dapat
mengangkut material alas sungai.
e.

Di daerah sepanjang sungai, sebagaimana telah diuraikan di atas, banjir akan lebih
sering terjadi di daerah yang tidak terlindung. Daerah yang dilindungi oleh tanggul
akan aman, selama tanggulnya selalu dipertinggi sesuai dengan kenaikan dasar
sungai, dan permukaan airnya akan mempengaruhi drainase daerah sekitar. Lamakelamaan drainase dengan cara gravitasi tidak dimungkinkan lagi.

2.4.1.

Pengertian Sedimentasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata sedimen adalah benda padat berupa

serbuk yang terpisah dari cairan dan mengendap di dasar bejana. Sedangkan dalam ilmu alam,
kata sedimen digunakan sebagai material yang lepas dari permukaan bumi, yang dihasilkan
dari pelapukan bebatuan dan kemudian terbawa karena angin, air atau es.
Sedimentasi merupakan proses terlepasnya butiran tanah dari induknya di suatu
tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin kemudian diikuti
dengan pengendapan material yang terdapat di tempat lain (Suripin, 2002).
Sedimentasi menurut Suripin (2002) tergantung dari beberapa faktor yaitu
karakteristik hujan, kemiringan lereng, tanaman penutup dan kemampuan tanah untuk
menyerap dan melepas air ke dalam lapisan tanah dangkal, dampak dari erosi tanah
dapat menyebabkan sedimentasi di sungai sehingga dapat mengurangi daya
tampung sungai.

Universitas Sumatera Utara

2.4.2.

Sifat-sifat Sedimen
Sedimen bisa berasal dari erosi garis pantai, daratan yang dibawa oleh sungai, dan

dari laut dalam yang terbawa arus ke daerah pantai. Sifat-sifat sedimen adalah sangat penting
di dalam mempelajari proses erosi dan sedimentasi. Sifat-sifat tersebut adalah ukuran partikel
dan distribusi butir sedimen, rapat massa, bentuk, kecepatan endap, tahanan terhadap erosi,
dan sebagainya. Di antara beberapa sifat tersebut, distribusi ukuran butir adalah yang paling
penting.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil sedimen adalah sebagai berikut:












Jumlah dan intensitas curah hujan.
Tipe tanah dan formasi geologi.
Lapisan tanah.
Tata guna lahan.
Topografi.
Jaringan sungai yang meliputi kerapatan sungai, kemiringan sungai, bentuk,
ukuran, dan jenis saluran.

2.4.3.

Ukuran Partikel Sedimen
Skala besar butir yang biasa digunakan oleh para ilmuwan di Amerika Utara adalah

karya J.A. Udden (1898, 1914). Udden mengembangkan suatu skala geometri dan
menggunakan istilah umum untuk menamakan setiap kelas besar butir (gravel, pasir, lanau,
dan lempung). Pada 1922, Wentworth menyempurnakan skala Udden dengan
mempertimbangkan pendapat para ahli yang didapatkannya melalui kuestioner. Pada 1947,
suatu komite ahli geologi dan hidrologi mendukung penggunaan skala dan istilah besar butir
Udden-Wentworth, kecuali untuk granul (granule) (Lane dkk, 1947). Sejak itu, skala UddenWentworth digunakan secara luas oleh para peneliti di Amerika Utara. Kemudian, setelah

Universitas Sumatera Utara

dilengkapi dengan notasi phi yang diperkenalkan oleh Krumbein pada 1938, skala besar butir
Udden-Wentworth juga banyak dipakai di tempat lain.
Committee on Sedimentation dari National Research Council (Amerika Serikat)
telah menerbitkan sejumlah laporan tentang tatanama sedimen, termasuk didalamnya
pendefinisian ulang istilah-istilah besar butir. Sedimen diklasifikasikan berdasarkan ukuran
butir menjadi lempung, lumpur, pasir, kerikil, koral (pebble), cobble, dan batu (boulder).
Berdasarkan klasifikasi yang akan di jelaskan tersebut pasir mempunyai diameter antara
0,063 dan 2,0 mm yang selanjutnya dibedakan menjadi 5 (lima) kelas. Sedangkan material
sangat halus seperti lumpur dan lempung berdiameter di bawah 0,063 mm yang merupakan
sedimen kohesif.

Klasifikasi

Koral
(Pebble)

mm

Satuan phi

Batu

256

-8

Cobble

128

-7

Besar

64

-6

Sedang

32

-5

Kecil

16

-4

Sangat kecil

8

-3

4

-2

2

-1

Kerikil
Pasir

Diameter Partikel

Sangat kasar

Universitas Sumatera Utara

Klasifikasi

Diameter Partikel
mm

Satuan phi

1

0

Sedang

0,5

1

Halus

0,25

2

Sangat Halus

0,125

3

Kasar

0,063

4

Sedang

0,031

5

Halus

0,015

6

Sangat Halus

0,0075

7

Kasar

0,0037

8

Sedang

0,0018

9

Halus

0,0009

10

Sangat Halus

0,0005

11

Koloid

0,0003

12

Kasar

Lumpur

Lempung

Sumber: Bambang Triatmodjo (1999)

Tabel 2.1 Klasifikasi Ukuran Butir dan Sedimen

Universitas Sumatera Utara



Kekurangan
Sistem Klasifikasi USDA memiliki kelemahan karena kriterianya yang sangat
mendasarkan pada analisis laboratorium yang rinci, sehingga para praktisi sulit untuk
mengaplikasikannya langsung di lapangan.

2.4.4.

Berat Spesifik Partikel Sedimen
Berat spesifik adalah berat sedimen per satuan volume dari bahan angkutan

sedimen. Dirumuskan sebagai berikut:

γs =

……………………………………………….2.5

dimana: γs = Berat jenis air (kg/m3)
Di bawah ini berat jenis tanah ditunjukkan pada Tabel 2.2 berat jenis tanah
Jenis Tanah

Berat Jenis (gr/cm3)

Kerikil

2,65-2,68

Pasir

2,65-2,68

Lanau non Organik

2,62-2,68

Lempung Organik

2,58-2,65

Lempung non Organik

2,68-2,75

Sumber: Braja M. Das
Tabel 2.2 Berat Jenis Tanah

Universitas Sumatera Utara

2.4.5.

Rapat Massa, Berat Jenis dan Rapat Relatif

Rapat massa

adalah massa tiap satuan volume, sedang berat jenis ( )

adalah berat tiap satuan volume. Berat jenis dan rapat massa saling berhubungan dan
mempunyai bentuk seperti Persamaan 2.6.
g ..…………………………………………………...……..2.6
Berat jenis sedimen atau rapat massa merupakan fungsi dari komposisi
mineral. Rapat relatif adalah perbandingan antara rapat massa suatu zat dengan rapat
massa air pada 40. Rapat massa air pada temperatur tersebut adalah 1000 kg/m3.
Sedangkan rapat relatif pasir adalah sekitar 2,65.
Untuk sedimen kohesif rapat massa sedimen tergantung pada konsentrasi
endapan. Konsentrasi endapan dipengaruhi oleh waktu konsolidasi. Bisa dilihat di
Gambar 2.15 pengaruh waktu konsolidasi terhadap rapat massa endapan.

Gambar 2.15 Pengaruh Waktu Konsolidasi Terhadap rapat massa Endapan
Beberapa terminologi yang digunakan untuk mendeskripsikan ciri-ciri dari air dan
sedimen antara lain sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

 Density adalah massa per unit volume.
 Berat spesifik (specific weight) adalah berat per unit volume. Hubungan antara
Density dan berat spesifik adalah
γ = ρ g …………………………………………………………...… 2.7
dimana:
γ = berat spesifik (N/m3)
ρ = density (kg/m3)
g = kecepatan gravitasi (m/s2)

 Specific gravity adalah perbandingan antara berat spesifik material tertentu dengan
berat spesifik air pada suhu 40C atau 39,20F. Spesific gravity sedimen rata-rata
adalah 2,65.
 Nominal diameter adalah diameter butiran yang sama dengan volume partikel.
 Sieve diameter adalah diameter butiran yang yang sama dengan diameter saringan
juga partikel yang bisa lolos saringan.
 Fall diameter adalah diameter butiran yang mempunyai spesifik gravity 2,65. Fall
diameter standar adalah fall diameter pada saat temperatur air 240C.
 Fall velocity adalah rata-rata kecepatan partikel jatuh bebas dalam air suling yang
tenang dalam waktu yang tidak terbatas. Ketika fall velocity terjadi pada suhu
240C, maka disebut standard fall velocity.
 Porosity adalah ukuran volume rongga per unit volume sedimen.
…………………………………………………… 2.8

dimana:

ρ = porosity

Universitas Sumatera Utara

= volume rongga (m3)

= total volume sedimen, termasuk rongga (m3)

= volume sedimen tidak termasuk rongga (m3)


Viscosity (kekentalan) adalah derajat yang menujukkan kekentalan suatu aliran fluida
cair terhadap gaya yang bekerja padanya.

2.4.6.

Kecepatan Endap
Kecepatan endap butir sedimen penting dalam mempelajari mekanisme transport

sedimen, terutama untuk sedimen suspensi.
Sedangkan untuk sedimen non kohesif, seperti pasir, kecepatan endap dapat
dihitung dengan menggunakan rumus Stokes yang tergantung pada rapat massa sedimen, air,
viskositas air, dimensi dan bentuk partikel sedimen. Kecepatan endap butir kwarsa berbentuk
bola di air sebagai fungsi ukuran butir dan temperatur air. Bisa dilihat di Gambar 2.16
kecepatan endap butir kwarsa berbentuk bola.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.16 Kecepatan Endap Butir Kwarsa Berbentuk Bola

Dalam gambar tersebut Rw adalah angka Reynolds butiran yang berbentuk:

RW =

..…………………….……………….………………….2.9

Dengan D adalah diameter butir, W adalah kecepatan endap dan

adalah

kekentalan kinematik air. Apabila butir pasir tidak berbentuk bola, seperti kebanyakan pasir
yang ada di alam, maka perlu diperhitungkan berbentuk butiran yang dinyatakan dengan
faktor berbentuk yang diberikan berikut ini.

SF =

……………………...…………….……………….2.10

Dengan D1, D2 dan D3 adalah panjang sumbu-sumbu terpendek, menengah dan
terpanjang. Untuk sedimen kohesif kecepatan endap dipengaruhi oleh banyak faktor seperti

Universitas Sumatera Utara

konsentrasi sedimen suspensi, salinitas dan diameter partikel. Konsentrasi suspensi adalah
parameter paling penting dalam proses flokulasi, yang berarti juga pada kecepatan endap.

2.4.7.

Pergerakan Sedimen
Pergerakan awal sedimen, gaya yang ditimbulkan oleh aliran air adalah seimbang

dengan gaya hambatan dari sedimen dasar. Dimisalkan partikel sedimen adalah berbentuk
bola dengan diameter D dan rapat massa

. Sedangkan berat partikel W kemudian

dinyatakan dalam rumus adalah sebagai berikut:

-

W=

Dengan

…………………….………………..………..…2.11

adalah rapat massa air dan g adalah percepatan gravitasi. Apabila f adalah

koefisien gesekan, maka gaya hambatan dari partikel adalah:

Fh = fW = f

g …………………………………...……2.12

Dimana, W adalah berat partikel, f adalah koefisien gesekan,
yang ditimbulkan oleh aliran air pada butir dengan luas tampang

adalah rapat massa. Gaya
adalah

………………………………………..2.13

Dimana,

adalah tegangan geser dasar dan

adalah kecepatan geser.

Didefenisikan angka Reynolds bintang dari butiran yang berbentuk:

……………………………………………………..2.14

Universitas Sumatera Utara

atau

…............…………………..…………........…………….2.15

D=

Substitusi nilai D adalah sebagai berikut:

=

………….….…………………………...2.16

………….…………………………...……..2.17

Dengan menyamakan persamaan maka didapat :

=

Dengan, s =

………………………………………………….2.18

maka,

…………………………….…..……………....2.19

Koefisien gesekan f tergantung pada sifat sedimen dasar seperti diameter, bentuk,
rapat relatif, dan gradasi butir.

2.4.8.

Pengukuran Distribusi Ukuran
Pemilihan ukuran berdasarkan saringan bisa digunakan untuk partikel sampai

dengan 50 μm, tetapi untuk mendapatkan hasil yang baik, digunakan sampai dengan 75 μm.
Ukuran saringan dibuat berdasarkan deret geometrik dengan setiap saringan (2) 1/4 lebih besar
dari sebelumnya. Jika pasir cukup seragam, tahapan (2)1/4sebaiknya digunakan. Adapun no

Universitas Sumatera Utara

ayakan dan gambar ayakan yang biasa digunakan bisa dilihat di Tabel 2.3 diameter ayakan
dan Gambar 2.17 satu set ayakan yaitu:

No. Ayakan

Diameter Lubang
Ayakan (mm)

4

4,75

6

3,35

8

2,36

10

2,00

16

1,19

20

0,85

30

0,60

40

0,425

50

0,30

60

0,25

80

0,18

100

0,15

140

0,106

170

0,088

200

0,075

Tabel 2.3 Diameter Ayakan

Universitas Sumatera Utara

Sumber: Chih Ted Yang (2003)

Gambar 2.17 satu set ayakan

2.4.9.

Distribusi Ukuran Partikel
Distribusi ukuran butir biasanya dianalisis dengan saringan dan dipresentasikan

dalam bentuk kurva persentase berat kumulatif seperti yang akan dijelaskan di Gambar 2.18
distribusi ukuran butir.

Gambar 2.18 Distribusi Ukuran Butir

Universitas Sumatera Utara

Pada umumnya distribusi ukuran butiran pasir mendekati distribusi log normal,
sehingga sering digunakan skala satuan phi, yang didefinisikan di persamaan 2.1 sebagai
berikut:
………………………………………….…….…… .2.20

dengan D adalah diameter butir dalam milimeter.
Ukuran butir D50 adalah paling banyak digunakan untuk ukuran butir pasir.
Berdasarkan distribusi log normal tersebut, ukuran butir rerata (Dm) dan standar deviasi

D)

dapat dihitung dengan cara berikut:

Dm =

……………………………………...………..……2.21

D=

D84
……………………………………......……….………2.22
D16

Dimana:






Dm = ukuran butir rerata (mm)
D

= standar deviasi

D84 = diameter butiran (mm)
Sedangkan untuk mengukur derajat penyebaran ukuran butir terhadap nilai

rerata sering digunakan koefisien So, sebagai berikut:
So =
Apabila 1,0

…………………………………. ....................................2.23
SO

1,5 ukuran butir pasir seragam, untuk 1,5

penyebaran ukuran butir pasir sedang jika 2,0

So

2,0

So gradasi ukuran pasir sangat

bervariasi.

Universitas Sumatera Utara

Dengan menggunakan ayakan, distribusi ukur an partikel dari sampel material
dasar dapat diperoleh hubungan antara persentase dari berat dibandingkan ukuran
partikel dan dinyatakan dengan gradasi garis lengkung. Untuk melihat contoh gradasi
garis lengkung bisa dilihat di Gambar 2.19 kurva distribusi ukuran butiran. Distribusi
ukuran Kumulatif dari kebanyakan sampel dapat ditaksir menggunakan distribusi lognormal, jadi dengan menggunakan skala probabilitas logaritma, dapat diperoleh ±
garis lurus. Untuk distribusi log normal, diameter rerata geometri dapat dinyatakan
sebagai berikut:
Dg = (D16*D84)1/2………………..………………………………….2.24
dimana D84 dan D16 adalah diameter yang mengindikasikan bahwa 84 % dan 16 % berat dari
diameter sampel memiliki diameter yang lebih kecil dari D84 dan D16. Dg untuk distribusi log
normal sama dengan D50.
Standardeviasi geometrik bisa dilihat di Persamaan 2.19 sebagai berikut:

D
σ g =  84
 D16


 ………………………….…………………………..2.25

1/2

Untuk menghitungkoefisien gradasi bisa digunakan rumus sebagai berikut:

D 
1D
G =  84 + 50  ……………….........…………………………2.26
2  D 50 D16 
Sedangkan untuk mencari standar deviasi dari hasil distribusi kumulatif, harus
menghitung terlebih dahulu diameter rata-rata dari sedimen, dengan menggunakan rumus
yang ada di Persamaan 2.21, kemudian menghitung variannya dengan rumus yang ada di
Persamaan 2.22 sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

∑ Xif ( Xi)∆Xi
k

d=

i =1
k

∑ f ( Xi)∆Xi

………………..………………………...…..2.27

i =1

∑ ( Xi − X )
k

σ =
2

i =1

2

f ( Xi )∆Xi

∑ f ( Xi)∆Xi
k

……………………………………2.28

i =1

Gambar 2.19 Kurva Distribusi Ukuran Butiran

Dilihat dari sedimen tidak semunya berbentuk simetris. Ketika melakukan
perhitungan distribusi sedimen tidak simetris bisa digunakan dengan cara skewness sebagai
berikut:

αφ =

M dφ − φ 50
σφ

……………………………....................2.29

Universitas Sumatera Utara

dimana:
Mdφ = diameter rata-rata (mm),
αφ = nilai skewness (mm)
σφ = standar deviasi
φ50 = ukuran diameter (mm).

Suatu skewness yang negatif mengindikasikan bahwa distribusi condong kepada
ukuran phi yang kecil (ukuran butiran yang besar). Duane (1964) menunjukkan bahwa
skewness yang negatif adalah suatu indikator akan suatu lingkungan yang mudah longsor,
untuk material yang lebih halus dipisahkan oleh aksi arus dan gelombang. Sedangkan nilai
skewness positif menyatakan lingkungan deposisi.
Otto (1939) dan Inman (1952) mendefinisikan diameter rata-rata sebagai berikut:

M dφ =

ϕ =-

(φ 84 + φ16 )
………………………...……………………….2.30
2

ln D
….................………………………..………..…………2.31
ln 2

dimana:
D = diameter butiran (mm)
Penyortiran dari sampel menyatakan batas dari ukuran sampel yang dihadirkan.
Penyortiran di katakan sempurna apabila sedimen berdiameter sama seluruhnya, sedangkan
penyortiran di katakan jelek apabila ukuran sedimen rentangnya luas. Adapun pengukuran
secara numerik dari penyortiran adalah standar deviasi (σφ) bisa dilihat di Persamaan 2.26
sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

σφ =

2.5.

(φ 84 − φ16 )
…………………………………..........................2.32
2

Kecepatan Jatuh (Fall Velocity)
Fall velocity adalah kecepatan jatuh terminal sebuah partikel sedimen di air suling

yang tenang. Kecepatan ini merefleksikan ukuran, bentuk, dan berat partikel, serta
karekteristik fluidanya. Adapun rumus untuk mencari nilai fall velocity adalah sebagai
berikut:

1 γs − γ d2
g ………………………………………………….2.33
ω=
ν
8 γ
dimana:
ω

= fall velocity (m/det)

γs

= berat jenis sedimen (gr/cm3)

γ

= berat jenis air (gr/cm3)

g

= gravitasi (m/det2)

d

= diameter sedimen (mm)

υ

= viskositas kinematik (m2/det)

Nilai fall velocity dapat diselesaikan apabila diketahui diameter sedimen, temperatur
air dan shape factor dari sedimen. Untuk menentukan fall velocity dapat diperoleh dengan
melihat Gambar 2.20 grafik fall velocity.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.20 Grafik Fall Velocity

Pikirkan sebuah bola berdiameter D dilepaskan dengan kecepatan nol didalam air
yang tenang. Saat kecepatan W meningkat, resistensi air mengurangi percepatan menuju
keseimbangan. Pada keseimbangan, gaya gravitasi diimbangi oleh gaya dorong (drag force)
dan kecepatan terminal WT terjadi. Persamaan kecepatan jatuh dapat dikembangkan
dengan menggunakan prinsip impuls-momentum:
Ada dua jenis dorongan (drag), yaitu:
1)

Dorongan bentuk (Form drag), yaitu disebabkan oleh perbedaan yang tekanan
antara bagian depan dan belakang partikel

2)

Dorongan Permukaan (Surface drag), yaitu disebabkan oleh pergesekan sepanjang
permukaan dari partikel.

Universitas Sumatera Utara

2.6.

Bed Form dan Flow Resistence

2.6.1.

Bed Form
Aliran permukaan bebas di atas dasar pasir yang dapat tererosi menghasilkan jenis

dan bentuk dasar saluran yang berbeda. Tipe dan dimensi suatu dasar tergantung
kepada sifat-sifat aliran, cairan, dan material dasar. Mendeskripsikan jenis
konfigurasi dasar yang mempengaruhi kekasaran suatu saluran alluvial. Adapun jenisjenis bed form adalah sebagai berikut:




Plane Bed
Ripples yaitu gundukan kecil yang panjangnya lebih kecil dari 30 cm dan tingginya
lebih kecil dari 5 cm,bentuknya seperti segitiga yang seluruhnya landai di down
stream dan di up stream lebih tajam.



Bars yaitu gundukan besar, di pantai terdapat sand bars (ukuran nya berkisar dari dm
ke m).







Dunes lebih kecil dari Bars dan lebih besar dari ripples.
Transition yaitu peraihan dari dunes ke antidunes.
Antidunes standing waves yang permukaan bednya menuju ke upstream (upstream
direction ).

2.6.2.

Angkutan Sedimen
Erosi merupakan pemindahan dan transportasi material permukaan bumi yang

kebanyakan berupa tanah dan debris batuan (regolith), bahan-bahan yang tererosi secara
alami.
Proses dari erosi yaitu tanah dapat tererosi yakni terlepas dari lokasinya, oleh aksi
angin, air, gaya gravitasi (tanah longsor), dan aktivitas manusia. Erosi oleh air dapat dianggap
dimulai oleh pelepasan partikel-partikel tanah oleh hempasan percikan air hujan. Prosesproses percikan dan aliran permukaan itulah yang menyebabkan erosi lapisan (sheet erosion),
yakni degradasi permukaan tanah yang relatif merata (Ray K. Linsley, JR 1982).

Universitas Sumatera Utara

Sedimen yang dibawa oleh aliran air pada sungai disebabkan oleh beberapa faktor,
kemungkinan terbesar adalah akibat erosi pada dasar sungai dan tebing sungai. Aliran air
akan membawa hanyut bahan-bahan sedimen, yang menurut mekanisme pergerakaannya
dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:

1.

Muatan dasar (bed load)
Bed load merupakan partikel dasar kasar atau gerakan material di atau dekat
dasar sungai dengan berguling (rolling), bergelincir (sliding), dan terkadang
masuk sebentar ke dalam aliran dalam beberapa diameter di atas dasar
(jumping).

2.

Wash Load
Wash load merupakan angkutan partikel halus yang dapat berupa lempung (silt)
dan debu (dust), yang terbawa oleh aliran sungai. Partikel ini akan terbawa
aliran sampai ke laut, atau dapat juga mengendap pada aliran yang tenang atau
pada air yang tergenang. Wash load berasal dari hasil pelapukan lapisan atas
batuan atau tanah di dalam daerah aliran sungai.

3.

Muatan melayang (suspended load)
Suspended load adalah material dasar sungai (bed material) yang melayang di
dalam aliran dan terutama terdiri dari butir pasir halus yang senantiasa
mengambang di

atas dasar sungai karena selalu didorong ke atas oleh

turbulensi aliran. Jika kecepatan aliran semakin cepat, gerakan loncatan material
akan semakin sering terjadi sehingga apabila butiran tersebut tergerus oleh
aliran utama atau aliran turbulen ke arah permukaan, maka material tersebut
tetap bergerak (melayang) di dalam aliran dalam selang waktu tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Rumus angkutan sedimen berdasarkan metode Engelund & Hansen



3


2


d
τ
50
0

q S = 0,05γ sV 2 

 …………………………………. 2.37
 γs
  γ s − γ 
− 1 
 g 

 γ
1
2

QS = W × q S ……………………………………………………….…………. 2.38

dimana:

τ0

= γ × D×S

τ0

= tegangan geser (kg/m2)

Qs

= muatan sedimen (kg/s)

Bed load
(muatan dasar)

Mekanisme
angkutan sedimen

Suspended load
(muatan melayang)

Angkutan
Material Dasar

Asal dari angkutan
sedimen

Wash Load
(muatan tererosi)

Gambar 2.21 Skema Angkutan Sedimen (Sediment Transport)

Universitas Sumatera Utara

Pembedaan yang tajam antara ketiganya cukup sulit. Kriteria umum untuk
menentukan muatan layang ialah perbandingan antara kecepatan gesek (u*) dan kecepatan
jatuh (w), yaitu apabila u*/w > 1,5 maka termasuk sebagai muatan melayang. Sedangkan
untuk muatan dasar dibatasi bahwa elevasi partikel pada saat pergerakannya di dalam air
maksimum 2 sampai 3 kali dari ukuran diameter butirnya, jika lebih dari itu maka termasuk
muatan melayang.(Fadlun, 2009).
Sedimen dari sungai harus dielakkan pada tubuh bendung beserta bangunanbangunan pelengkapnya, sehingga tidak mencapai saluran pembawa (primer, sekunder,
maupun tersier). Penumpukan sedimen di saluran irigasi akan mempersingkat umur pelayanan
jaringan irigasi karena pendangkalan dan penurunan kapasitas. Selanjutnya, penumpukan
sedimen di petak sawah akan menaikkan permukaan sawah, sehingga mempersulit air untuk
mencapai permukaan sawah dan mengairi sawah. Partikel sedimen yang halus bahkan bisa
menyumbat pori-pori tanah dan menghambat penyerapan air oleh tanaman. Meskipun
demikian tidak semua fraksi sedimen berpotensi merusak jaringan irigasi.
Fraksi sedimen batuan dan bed load biasanya sudah teratasi dengan konstruksi
pembilas bawah (under sluice) sehingga tidak masuk ke intake dalam kondisi debit normal.
Tetapi fraksi pasir, lanau, dan lempung akan terbawa melewati pintu intake dan dapat
mencapai saluran irigasi dan petak sawah. Fraksi lanau dan lempung (< 70μm) diperbolehkan
masuk ke sawah, karena dapat meningkatkan kesuburan tanah (Puslitbang Pengairan, 1986).
Fraksi pasir (> 0.063 mm), disisi lain, harus ditahan jangan sampai masuk ke sawah. Fraksi
pasir ini diusahakan untuk mengendap di penangkap sedimen (sediment trap/ settling basin),
yang berada di hilir pintu pengambilan (intake).
Pada kenyataannya pada tiap satu satuan waktu pergerakan angkutan sedimen yang
dapat diamati adalah bed load dan suspended load, sehingga penjumlahan keduanya dapat
didefinisikan sebagai total load transport. Beban total inilah yang disebut dengan angkutan
sedimen.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Mulyanto faktor-faktor yang terpenting yang menentukan kuantitas
produksi sedimen (sediment yield) suatu DAS antara lain sebagai berikut:

1. Tinggi curah hujan dan intensitasnya.
2. Jenis tanah dan formasi geologi.
3. Tetumbuhan penutup.
4. Tata guna lahan.
5. Topografi DAS.
6. Erosi lahan tinggi, kemiringan lereng lahan, berat jenis dan trase alur patusan
alam, bentuk dsn luas DAS.
7. Run off yaitu koefisien run off dari DAS.

2.6.3

Formula Angkutan Sedimen untuk Muatan Melayang
Sedimen yang masuk ke intake sebagian besar adalah golongan muatan melayang

karena muatan dasar tertahan di bawah ambang intake dan dibilas melalui
undersluice/scouring sluice.
Metode-metode yang dipakai dalam perhitungan angkutan sedimen adalah
persamaan-persamaan sebagai berikut:

1. Metode Lane and Kalinske (1941)
2. Metode Einstein (1950)
3. Metode Seksi Hidrometri (1985)

Universitas Sumatera Utara

2.6.3.1. Metode Lane and Kalinske (1941)
Analisis perhitungan:

………………………………………. 2.39

………………………………………………….2.40

dimana:
qsw

= Besar Muatan melayang/suspended load {(kg/s)/m}

q

= Debit aliran per satuan lebar {(m3/s)/m}

ω

= Kecepatan jatuh (m/s)

PL

= Koefisien yang bergantung pada kecepatan relatif dan

n

= Koefisien Manning

a

= Ketebalan muatan dasar (m)

Df

= Kedalaman Aliran (m)

Ca

= Konsentrasi Sedimen melayang (ppm)

U*

=Kecepatan geser (m/s)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.22 Hubungan antara PL dan ω/U* (Lane dan Kalinske,1941)

2.6.3.2. Metode Einstein
Analisis perhitungan :

............................... 2.41

............................................................................................ 2.42

=

......................................................................................... 2.43

=

......................................................................................... 2.44

............................................................................................. 2.45

......................................................................................... 2.46

Universitas Sumatera Utara

Parameter x:

Gambar 2.23 Faktor koreksi pada distribusi kecepatan logaritmik (Einstein,1950)

Parameter I1:

Gambar 2.24 Fungsi I1 pada A untuk harga Z yang berbeda (Einstein,1950)

Universitas Sumatera Utara

Parameter I2:

Gambar 2.25 Fungsi I2 pada A untuk harga Z yang berbeda (Einstein,1950)
2.6.3.3. Metode Seksi Hidrometri (1985)
Analisis perhitungannya adalah :
............................................................................... 2.47

dimana :

= Debit sedimen (Ton/hari)

k

= konstanta (0,0864) konversi dari satuan berat, volume dan waktu
= Konsentrasi sedimen (mg/L)

Qw

= Debit aliran (m3/s)

Universitas Sumatera Utara

2.6.4.

Tampungan Sedimen
Tampungan sedimen dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

1 B ⋅ hm
V= ×
……………………………………………… 2.48
2 I0 − IS
2

dimana:

2.7.

v

= volume sedimen (m3)

B

= lebar sungai (m)

Hm

= tinggi efektif main dam (m)

I0

= kemiringan dasar sungai yang ada (m)

IS

= kemiringan dasar sungai yang stabil (m)

Bendung
Dalam merencanakan sebuah bendung diperlukan penelitian-penelitian yang

seksama terhadap problema yang diakibatkan sedimentasi dalam bendung maupun
perubahan-perubahan konfigurasi alur sungai di sekitar bendung tersebut. Pembangunan
sebuah bendung biasanya direncanakan untuk dapat berfungsi dalam jangka waktu lebih dari
50 tahun dan bahkan ada yang 100 tahun. Fungsi utama sebuah bendung adalah untuk
menstabilkan atau menciptakan pemerataan aliran sungai baik dengan cara menampung
persediaan air sungai yang beribah sepanjang tahun maupun dengan melepas air tampungan
itu secara terprogram melalui saluran air yang dibuat khusus di dalam tubuh bendung sesuai
kebutuhan.

Universitas Sumatera Utara

2.7.1

DAS (Daerah Aliran Sungai)
Menurut Sri Br. Harto (1993), ada beberapa pengertian tentang DAS dan beberapa

yang terkait di dalamnya, antara lain:
1. Daerah aliran sungai (DAS)
Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifatnya
sedemikian rupa, sehingga merupakan kesatuan dengan sungai dan anak-anak
sungainya yang melalui daerah tersebut, dalam fungsinya untuk menampung air
yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya dan kemudian mengalirkannya
melalui sungai utama.
3. Sub DAS
Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui
anak sungai ke sungai utama.

4. Pengelolaan DAS
Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal
balik antara sumber daya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala
aktivitasnya. Ini bertujuan untuk membina kelestarian dan keserasian ekosistem
serta meningkatkan kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara
berkelanjutan.
5. Wilayah Sungai atau Wilayah DAS
Wilayah Sungai atau Wilayah DAS adalah suatu wilayah yang terdiri dari dua atau
lebih DAS yang secara gerografi berdekatan dan karakteristik yang sama serta
secara fisik teknis layak digabungkan sebagai unit perencanaan dalam rangka
pennyusunan rencana maupun pengolahannya.

Universitas Sumatera Utara

6. Tata Air DAS
Tata air DAS adalah hubungan antara kesatuan individual unsur-unsur hidrologis
yang meliputi hujan, aliran permukaan dan aliran sungai, peresapan, aliran air, dan
evapotransiprasi dan unsur yang lain.

2.8.

Elevasi Mercu Bendung
Tubuh bendung diletakan kurang lebih tegak lurus arah aliran sungai saat banjir

besar dan sedang, maksudnya agar arah aliran utama menuju bendung dan yang keluar dari
bendung terbagi merata, sehingga tidak menimbulkan pusaran-pusaran aliran di udik
bangunan pembilas (penguras) dan pengambilan (intake). Pusaran aliran ini dapat
menimbulkan gangguan penyadapan aliran ke intake dan pembilasan sedimen. Bila aliran
utama yang keluar dari bendung ke hilir tidak merata, maka akan dapat menimbulkan
penggerusan setempat di hilir bendung lebih dalam di satu bangian dari bagian lainnya.
Tubuh bendung harus didesain kuat untuk menahan beban-beban statik dan dinamik. Bidang
miring tubuh bendung bagian udik dan hilir dapat didesain tegak atau miring, gemuk atau
ramping dengan memperhatikan faktor kekuatan material yang dipakai, bahaya beban,
benturan sedimen dan batu, tipe peredam energi, rembesan, stabilitas dan kekuatan struktur.
Tubuh bendung anatara lain terdiri dari ambang tetap dan mercu bendung.
Mercu bendung yaitu bagian teratas tubuh bendung dimana aliran dari udik dapat
melimpah ke hilir. Fungsinya sebagai penentu tinggi muka air minimum di sungai bagian
udik bendung; sebagai pengempang sungai dan sebagai pelimpah aliran sungai. Letak mercu
bendung bersama-sama tubuh bendung diusahakan tegak lurus arah aliran sungai agar aliran
yang menuju bendung terbagi merata. Mercu bendung harus didesain sederhana sesuai
dengan kriteria desain untuk memudahkan pelaksanaan, bentuk mercu bendung dapat
didesain berupa mercu bulat (dengan satu atau dua radius) atau ambang lebar. Kriteria desain
yang dimaksud menyangkut parameter aliran, debit rencana untuk kapasitas limpah,

Universitas Sumatera Utara

kemungkinan kavitasi (gejala mengelupasnya permukaan bangunan akibat tersedot oleh
tekanan negatif aliran yang melampaui batas kekuatan material bangunan), dan benturan batu.
Panjang mercu atau lebar bendung adalah jarak antara tembok pangkal (abutment)
disatu sisi den tembok pangkal di sisi lain, yang paling ideal lebar bendung adalah sama
dengan lebar rata-rata sungai pada bagian yang stabil. Dibagian ruas bawah sungai, lebar ratarata ini dapat diambil pada debit penuh (bankful discharge); di bagian atas mungkin sulit
untuk menentukan debit penuh, dalam hal ini banjir rata-rata tahunan dapat diambil untuk
menentukan lebar rata-rata bendung. Lebar maksimum bendung hendaknya tidak lebih dari
1,2 kali lebar rata-rata sungai pada ruas yang stabil. Untuk sungai-sungai yang mengangkut
bahan-bahan sedimen kasar yang berat, lebar bendung tersebut harus lebih disesuiakan lagi
terhadap lebar rata-rata sungai. Tidak seluruh lebar bendung ini akan bermanfaat untuk
melewatkan debit, oleh karena kemungkinan adanya pintu-pintu penguras. Lebar bendung
yang bermanfaat untuk melewatkan debit disebut lebar efektif. Lebar efektif ini kurang dari
lebar seluruhnya atau paling besar adalah sama, untuk menetapkan besarnya lebar efektif
perlu diketahui mengenai eksploitasi bendung.
Lebar bendung (panjang mercu) harus diperhitungkan terhadap :
1)

Kemampuan melewatkan banjir rencana dengan tinggi jagaan sehingga bangunan
aman dari kerusakan berat akibat behaya pelimpasan

2)

Batasan tinggi muka air genangan maximum yang diijinkan pada debit banjir desain
sehubungan dengan pengaruhnya terhadap keamanan, dimensi bagian bangunan lain
seperti tanggul banjir, dan peredam energi.
Tinggi bendung adalah jarak antara lantai muka bendung sampai puncak bendung.

Peil mercu bendung (tinggi bendung tempat melimpasnya air) ditentukan oleh beberapa
macam faktor, antara lain elevasi sawah tertinggi yang akan diairi, bangunan-bangunan lain
yang terdapat di saluran-saluran, alat-alat ukur yang dijadikan parameter saluran, dan
sebagainya. Tinggi mercu bendung harus ditentukan dengan mempertimbangkan :

Universitas Sumatera Utara

a) Kebutuhan penyadapan untuk memperoleh debit dan perbedaan tinggi tekan yang
diperlukan untuk irigasi (eksploitasi normal).
b)

Beda tinggi energi pada kantong lumpur yang diperlukan untuk membilas sedimen
dari kantong.

c) Tinggi muka air genangan yang terjadi di udik bangunan pada debit banjir rencana, dan
panjang mercu.
d)

Kesempurnaan aliran pada bendung, bangunan pengambil, dan mercu bendung.

e) Kebutuhan pengendalian angkutan sedimen yang terjadi di bendung.
Elevasi mercu bendung ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan :
a)

elevasi sawah yang akan diairi.

b)

kedalaman air disawah.

c)

kehilangan tinggi energi di saluran dan boks tersier.

d)

kehilangan tinggi energi di bangunan sadap tersier.

e)

variasi muka air untuk eksploitasi di jaringan primer.

f)

panjang dan kemiringan saluran primer.

g)

kehilangan tinggi energi pada bangunan-bangunan di jaringan primer

h)

kehilangan tinggi energi di bangunan utama.

Dalam mendesain tinggi bendung harus diperhitungkan pula keadaan muka air
maksimum di sungai dan muka air diatas mercu. Muka air maksimum di sungai adalah tinggi
air banjir di sungai sebelum ada bendung. Ini akan sama dengan tingginya air banjir di hilir
bendung setelah adanya bendung, karena profil sungai disitu tidak berubah. Dari profil
memanjang sungai dicari kemiringan sungai rata-rata, garis miring sungai rata-rata digambar
pada potongan memanjang sungai sehingga bagian atas dan bagian bawah yang terpotong
mempunyai jumlah luas yang kira-kira sama. Dipilih beberapa profil melintang yang baik
untuk mengetahui tingginya air untuk debit-debit tertentu. Yang dimaksud dengan profil
melintang yang baik ialah profil dititik potong antara garis miring sungai rata-rata dan garis
profil memnajang. Pada profil-profil melintang ini digambarkan suatu tinggi air dan akan

Universitas Sumatera Utara

didapat luas penampang basah serta keliling basahnya. Harga-harga ini dirata-ratakan
sehingga hanya didapat satu angka untuk luas penampang basah dan satu harga keliling basah

Muka air diatas mercu adalah muka air sedikit diudik mercu, sebelum muka air itu
berubah bentuknya menjadi melengkung ke bawah. Tinggi air maksimum diatas mercu
sampai sekarang belum ada ketentuan yang pasti, tetapi dilihat dari segi keamanan stabilitas
bendung, ukuran pintu-pintu, tinggi tanggul banjir, dan sebagainya, maka dianjurkan untuk
tidak melebihi 4,5 meter. Untuk mencari tinggi air maksimum diatas mercu bendung
tergantung dari sifat pengalirannya. Sifat pengaliran disebut sempurna, kalau debit
pengalirannya tidak dipengaruhi oleh tingginya air dibelakang bendung. Setelah tinggi mercu
ditetapkan dan muka air dihilir bendung kita ketahui, maka akan diketahui pula sifat
pengalirannya.
Elevasi mercu bendung direncanakan 0,01 diatas elevasi pengambilan untuk
mencegah kehilangan air pada bendung akibat gelombang. Elevasi ambang bangunan
pengambilan di tentukan dari tinggi dasar sungai. Ambang direncanakan diatas dasar dengan
ketentuan berikut :

1. 0,50 m jika sungai hanya mengangkut lanau
2. 1,00 m bila sungai mengangkut pasir dan kerikil
3. 1,50 m kalau sungai mengangkut batu-batu bongkah

Universitas Sumatera Utara

2.8.1.

Perhitungan Muka Air Banjir di Atas Mercu Bendung
Persamaan tinggi energi debit untuk bendung ambang pendek dengan pengontrol

segi empat adalah :
Q = Cd 2/3 ………………………………………………..……….. 2.49
Dengan :

Q

= Debit banjir

Cd

= koef. Debit ( Cd = C0. C1. C2)

g

= gravitasi (9.8 m/detik)

Be

= lebar efektif bendung

He

= tinggi energi di atas mercu bendung

C0

= merupakan fungsi He/ r

C1

= merupakan fungsi P/ He

C2

= merupakan fungsi P/ He dan kemiringan muka hulu bendung.

Bila disederhanakan rumus di atas menjadi :
Q = 1.704 . Be . He 1.5………………………………………..……2.50
Dimana L = Be , C mempunyai nilai antara 1.7 – 2.2.

Universitas Sumatera Utara

2.8.2.

Tekanan Lumpur
Tekanan lumpur yang bekerja terhadap muka hulu bendung atau terhadap pintu

dapat dihitung sebagai berikut:

Ps =

λs × h 2 1 - sin θ
(
) ………………………….……………..2.51
1 + sin θ
2

Dimana :
Ps = gaya yang terletak pada 2/3 kedalaman dari atas lumpur yang bekerja secara
horizontal
γs = berat lumpur, kN
h = dalamnya lumpur, m
θ = sudut gesekan dalam, derajat
Beberapa andaian/ asumsi dapat dibuat seperti berikut:

γs =

λs'

G −1
……………………...………………………