Aplikasi Multi Criteria Decision Making (Mcdm) Dengan Metode Analytic Hierarchy Process (Ahp) Untuk Menetapkan Prioritas Program Pembangunan Jalan

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1

Analytic Hierarchy Process (AHP)

Analytic hierarchy process (AHP) adalah salah satu metode dari Multi Criteria
Decision Making (MCDM) yang ditujukan untuk membuat suatu model

permasalahan yang tidak mempunyai struktur, biasanya digunakan untuk
memecahkan masalah terukur (kuantitatif), masalah yang memerlukan pendapat
(judgement) dan masalah pada situasi yang kompleks. Masalah pada situasi yang
kompleks dapat diartikan sebagai suatu masalah yang banyak (multikriteria),
struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat dari pengambil
keputusan, pengambil keputusan lebih dari satu orang, serta ketidakakuratan data
yang tersedia.
AHP dikembangkan oleh Thomas Lorie Saaty dari Wharston Business
School, University of Pittsburgh pada awal tahun 1970-an yang digunakan untuk
mencari ranking atau urutan prioritas dari berbagai alternatif dalam memecahkan
suatu permasalahan. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang senantiasa

dihadapkan untuk melakukan pilihan dari berbagai alternatif serta diperlukan
penentuan prioritas dan uji konsistensi terhadap pilihan-pilihan yang telah
dilakukan. AHP sangat berguna sebagai alat dalam menganalisis pengambilan
keputusan dan telah banyak digunakan dengan baik dalam berbagai bidang seperti
peramalan, pemilihan karyawan, pemilihan konsep produk, perankingan, dan lainlain.
Pada dasarnya, AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang
digunakan untuk menemukan skala rasio baik dari perbandingan pasangan yang
diskrit maupun kontinu. Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran
aktual atau dari skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi
relatif. AHP memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi,

Universitas Sumatera Utara

6

pengukuran dan ketergantungan di dalam dan di luar kelompok elemen
strukturnya.
AHP didesain berdasarkan hal yang bersifat intuitif dan rasional untuk
menyeleksi yang terbaik dari sejumlah alternatif yang dievaluasi dengan
memperhatikan beberapa kriteria. Dalam proses ini, pembuat keputusan

(stakeholders) dapat melakukan penilaian komparatif sederhana yang kemudian
digunakan untuk mengembangkan prioritas-prioritas secara keseluruhan untuk
penyusunan alternatif-alternatif pada urutan ranking/prioritas.

2.1.1

Landasan Aksiomatik AHP

Landasan aksiomatik dari Analytic Hierarchy Process (AHP) terdiri dari:
1. Resiprocal

Comparison,

yang

mengandung

arti

bahwa


matriks

perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan.
Misalnya, jika A adalah k kali lebih penting dari pada B maka B adalah 1/k
kali lebih penting dari A.
2. Homogenity, yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan
perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk
dengan bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika
membandingkan dalam hal berat.
3. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan (complete
hierarchy) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna

(incomplete hierarchy).
4. Expectation, yang berarti menonjolkon penilaian yang bersifat ekspektasi
dan preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan
data kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif.

Universitas Sumatera Utara


7

2.1.2

Prinsip-Prinsip Dasar AHP

Dalam menyelesaikan permasalahan dengan metode AHP ada beberapa prinsip
dasar (Saaty, 2006) yang harus dipahami, yaitu:
a. Decomposition (prinsip menyusun hirarki)
Setelah mendefinisikan permasalahan atau persoalan, maka perlu
dilakukan dekomposisi. Pengertian decomposition adalah memecahkan
atau membagi problem yang utuh menjadi unsur-unsurnya ke dalam
bentuk hirarki proses pengambilan keputusan, di mana setiap unsur atau
elemen saling berhubungan. Untuk mendapatkan hasil

yang akurat,

pemecahan dilakukan terhadap unsur-unsur sampai tidak mungkin
dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan
dari


persoalan yang

hendak dipecahkan. Struktur hirarki keputusan

tersebut dapat dikategorikan sebagai complete dan incomplete. Suatu
hirarki keputusan disebut complete jika semua elemen pada suatu tingkat
memiliki hubungan terhadap semua elemen yang ada pada tingkat
berikutnya (Gambar 2.1), sementara pada hirarki keputusan incomplete
tidak semua unsur pada masing-masing jenjang mempunyai hubungan.
Pada umumnya problem nyata mempunyai karakteristik struktur yang
incomplete.

Bentuk struktur dekomposisi yakni:
Tingkat pertama : Tujuan keputusan
Tingkat kedua : Kriteria-kriteria
Tingkat ketiga

: Alternatif pilihan


Universitas Sumatera Utara

8

Tujuan

Kriteria 1

Alternatif 1

Kriteria 2

Alternatif 2

Kriteria i

Alternatif j

Gambar 2.1. Struktur Hirarki AHP Complete
b. Comparative Judgement

Comparative Judgement dilakukan dengan penilaian tentang kepentingan

relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan
tingkatan di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan
berpengaruh terhadap urutan prioritas dari elemen-elemennya. Hasil dari
penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks pairwise
comparison. Matriks pairwise comparison adalah matriks perbandingan

berpasangan yang memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk
tiap kriteria atau atribut. Skala preferensi yang digunakan yaitu skala 1
yang menunjukkan tingkat yang paling rendah (equal importance) sampai
dengan skala 9 yang menunjukkan tingkatan yang paling tinggi (extreme
importance). Agar diperoleh skala yang tepat dalam membandingkan dua

elemen, maka hal yang dilakukan adalah memberikan pengertian
menyeluruh tentang elemen-elemen yang dibandingkan dan relevansinya
terhadap kriteria. Dalam melakukan penilaian kepentingan relatif terhadap
dua elemen berlaku aksioma reciprocal, yakni jika penilaian elemen i
dinilai lebih penting dibandingkan dengan elemen j, maka elemen j harus
1/a ji penting dibanding elemen i.


c. Synthesis of Priority
Dari setiap matriks pairwise comparison akan dicari eigen vector -nya
untuk mendapatkan prioritas lokal. Karena matriks pairwise comparison
terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan prioritas umum

Universitas Sumatera Utara

9

harus dilakukan sintesis di antara prioritas lokal. Sintesis yang dilakukan
memiliki prosedur yang berbeda-beda menurut bentuk hirarki.

d. Logical Consistency
Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah bahwa obyek-obyek
yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan
relevansinya. Kedua adalah tingkat hubungan antara obyek-obyek yang
didasarkan pada kriteria tertentu.

2.1.3


Tahapan-Tahapan Metode AHP

Pengambilan keputusan dengan menggunakan AHP memerlukan tahapan baku,
sehingga diperoleh keputusan yang konsisten dan rasional. Tahapan-tahapan
pengambilan keputusan dengan Metode AHP adalah sebagai berikut:
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan
dengan kriteria-kriteria, sub kriteria dan alternatif-alternatif pilihan yang
ingin diranking.
3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan
kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing
tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Perbandingan dilakukan
berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan
menilai tingkat tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen
lainnya.
4. Menormalkan data, yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di
dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.
5. Menghitung nilai vektor eigen (eigen vector ) dan menguji konsistensinya.
Jika tidak konsisten, maka pengambilan data (preferensi) perlu diulangi.

Nilai vektor eigen yang dimaksud adalah nilai vektor eigen maksimum
yang diperoleh dengan menggunakan matlab maupun manual.
6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

Universitas Sumatera Utara

10

7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan.
Nilai vektor eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini
mensintesis pilihan dan penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat
hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.

8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR  0,100,
maka penilaian harus diulangi kembali.

2.1.4

Penyusunan Prioritas


Menentukan susunan prioritas elemen adalah dengan menyusun perbandingan
berpasangan yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh elemen
untuk setiap sub hirarki. Perbandingan tersebut kemudian ditransformasikan
dalam bentuk matriks untuk analisis numerik. Contoh, terdapat n obyek yang
dinotasikan dengan (A1, A2, …, An) yang akan dinilai berdasarkan pada nilai
tingkat kepentingannya antara lain Ai dan Aj dipresentasikan dalam matriks
perbandingan berpasangan.
Dari susunan matriks perbandingan berpasangan dihasilkan sejumlah
prioritas lokal yang merupakan pengaruh relatif sejumlah elemen pada tiap
elemen di dalam tingkat yang ada di atasnya. Perhitungan vektor eigen dengan
mengalikan elemen-elemen pada setiap baris dan perhatikan akar ke-n. Kemudian
akan dilakukan normalisasi untuk menyatukan jumlah kolom yang diperoleh
dengan membagi setiap nilai dengan total nilainya.

Universitas Sumatera Utara

11

Tabel 2.1 Matriks Perbandingan Berpasangan
A1

A2

A1

a 11

a 12

A2

a 21

a 22

‫ڭ‬

‫ڭ‬

‫ڭ‬

An

a n1

a n2

‫ڮ‬
‫ڮ‬

An
a 1n

‫ڮ‬

a 2n

‫ڮ‬

a nn

‫ڮ‬

‫ڭ‬

Membuat matriks perbandingan berpasangan memerlukan besaran-besaran
yang mampu mencerminkan perbedaan antara faktor satu dengan faktor lainnya.
Untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen terhadap elemen
lainnya digunakan skala kuantitatif 1 sampai 9. Pendekatan AHP menggunakan
skala Saaty mulai dari nilai bobot 1 sampai dengan 9 terlihat pada tabel berikut
ini.
Tabel 2.2 Skala untuk Perbandingan Berpasangan
Intensitas Kepentingan

Defenisi

1

Equally important (sama penting)

3

Moderately more important (sedikit lebih penting)

5

Strongly more important (lebih penting)

7

Very strongly more important (sangat penting)

9

Extremely more important (mutlak lebih penting)

2, 4, 6, 8

Intermediate values (nilai yang berdekatan)

Universitas Sumatera Utara

12

2.1.5

Eigen Value dan Eigen Vector

Untuk melengkapi pembahasan tentang eigen value dan eigen vector , maka akan
diberikan definisi-definisi tentang matriks dan vektor.
a. Matriks
Matriks merupakan barisan skalar yang disusun di dalam sebuah kurung
biasa atau kurung siku menurut baris dan kolom sehingga berbentuk
persegi panjang, di mana panjangnya dan lebarnya ditunjukkan oleh
banyaknya baris dan kolom. Jika sebuah matriks memiliki m baris dan n

kolom, maka matriks tersebut berukuran m  n. Suatu matriks disebut
matriks bujur sangkar jika matriks tersebut memiliki banyak baris sama
dengan banyak kolom, yaitu m = n.

 a 11

 a 21
A  a ij   


a
 m1

a 12
a 22


a m2

 a 1n 

 a 2n 
 

 a mn 

di mana i, j = 1, 2, …, n

b. Vektor
Vektor merupakan bentuk atau variasi khusus dari matriks yang
komponen-komponennya disusun secara teratur menurut susunan atau tata
letak tertentu. Vektor baris adalah matriks yang terdiri dari satu baris,
sedangkan vektor kolom adalah matriks yang terdiri dari satu kolom.
Himpunan semua vektor n komponen dengan entri riil dinotasikan dengan

 n . Vektor dinotasikan dengan huruf yang dicetak tebal/ huruf kecil dan

anak panah.

U  n

Universitas Sumatera Utara

13



u  n

 a1 
 

a 
u   2   n

 
a 
 n
c. Eigen Value dan Eigen Vector

Jika A adalah matriks n  n, maka vektor tak nol x di dalam  n
dinamakan vektor eigen (eigen vector ) dari A jika Ax kelipatan skalar dari
x, yakni
Ax  x

Skalar  dinamakan eigen value dari A dan x dikatakan eigen vector yang
bersesuaian dengan  . Untuk mencari eigen value dari matriks A yang

berukuran n  n, maka dapat ditulis pada persamaan berikut:
Ax  Ix

Atau secara ekivalen

I  Ax  0
Agar  menjadi eigen value, maka harus ada penyelesaian tak nol dari
persamaan ini. Akan tetapi, persamaan di atas mempunyai penyelesaian
tak nol jika dan hanya jika:

det I  A  0
Ini dinamakan persamaan karakteristik A dan skalar yang memenuhi
persamaan ini adalah eigen value dari A.

Universitas Sumatera Utara

14

Bila diketahui nilai perbandingan elemen Ai terhadap elemen Aj adalah a ij, maka
secara teoritis mempunyai nilai a ij = 1/a ji dengan i = j adalah mutlak 1. Bobot
yang dicari dinyatakan dalam vektor w = (w1, w2, …, wn). Nilai wn menyatakan
bobot relatif kriteria An terhadap keseluruhan set kriteria pada sub sistem tersebut.
Pada situasi penilaian yang konsisten sempurna (teoritis), maka akan didapat:
a ik  a ij  a jk

; untuk setiap i, j, k

(2.1)

Matriks yang diperoleh adalah matriks yang konsisten. Dengan demikian, nilai
perbandingan yang didapatkan dari partisipan berdasarkan penilaian pada tabel
2.1 yaitu a ij dapat dinyatakan dalam vektor w sebagai:

a ij 

wi

; i, j = 1, 2, …, n

wj

(2.2)

Dari persamaan (2.2) dapat dibuat persamaan sebagai berikut:

a ij .

wj
wi

1

; i, j = 1, 2, …, n

(2.3)

Maka akan diperoleh:

 a ij .
n

wj

i j

wi

wi 

 n ; i, j = 1, 2, …, n

1 n
 a ij .w j
n i j

n.wi   a ij .w j
n

i j

(2.4)

; i, j = 1, 2, …, n

(2.5)

; i, j = 1, 2, …, n

(2.6)

Persamaan (2.6) ekivalen dengan persamaan:
A.w = n.w

(2.7)

Universitas Sumatera Utara

15

Dalam teori matriks, persamaan tersebut menyatakan bahwa w adalah eigen vector
dari matriks A dengan n adalah eigen value. Bila ditulis secara lengkap, maka
persamaan tersebut akan terlihat pada persamaan berikut:

 w1

 w1
 w2
w
 1
 
 wn
w
 1

w1
w2
w2
w2

wn
w2






w1 

wn   w 
 w1 
1
 
w2   
 w2 
 w2 

wn     n. 



   
 
w 
w 
wn   n 
 n

wn 

Dengan mengganti variabel n pada persamaan di atas dengan  , maka diperoleh
persamaan:
A.w  .w

;   1 , 1 , ..., n .

(2.8)

Setiap  n yang memenuhi persamaan di atas dinamakan eigen value, sedangkan
vektor w yang memenuhi persamaan tersebut dinamakan eigen vector .
Karena matriks A adalah suatu matriks resiprokal dengan nilai a ij = 1 untuk semua
i = j, maka:


n

i j

i

n

Apabila matriks A adalah matriks yang konsisten, maka semua eigen value akan

bernilai nol, kecuali ma ks yang nilainya sebesar n. Apabila matriks A adalah
matriks yang tidak konsisten, maka variasi kecil atas a ij akan menjadikan eigen

value sebagai nilai terbesar, sedangkan ma ks akan mendekati n dengan eigen
value lainnya mendekati nol.

Universitas Sumatera Utara

16

2.1.6

Perhitungan Konsistensi Indeks

Pada keadaan sebenarnya akan terjadi ketidakkonsistenan dalam preferensi
pengambil keputusan. Hal ini dapat diketahui bahwa suatu perubahan kecil
menyebabkan perubahan tidak berarti pada eigen vector nya, sehingga dapat
dikatakan bahwa eigen vector tidak terpengaruh oleh perubahan kecil pada
penilaian. Dengan menggunakan nilai perbandingan, maka nilai w yang
diperkirakan Thomas L. Saaty telah membuktikan bahwa A konsisten jika dan
hanya jika ma ks  n dan dapat dinyatakan sebagai berikut:

ma ks 

a
n

i , j 1

ij

.

wi
wj

(2.9)

Perbedaan ma ks  n  dinyatakan untuk mengukur ketidakkonsistenan di mana n
merupakan jumlah elemen matriks perbandingan berpasangan. Untuk mengukur
konsistensi digunakan Consistency Index (CI) yang dirumuskan sebagai berikut:
CI 

2.1.7

ma ks  n
n 1

(2.10)

Perhitungan Konsistensi Rasio

Untuk mengukur seluruh konsistensi penilaian dalam AHP digunakan Consistency
Ratio (CR). Menurut Thomas L. Saaty, nilai CR dapat diperoleh dari persamaan

berikut:
CR 

CI
RI

(2.11)

Hasil penilaian dapat diterima apabila nilai rasio konsistensi (CR)  0,100 dan
jika tidak, maka penilaian yang telah dilakukan tidak konsisten dan penilaian
perlu diulangi atau diperbaiki.

Universitas Sumatera Utara

17

Nilai Random Index (RI) diperoleh dari suatu eksperimen yang dilakukan oleh
Oak Ridge National Laboratory, kemudian dikembangkan oleh Wharton School.

Nilai RI untuk beberapa orde matriks dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.3 Nilai Random Index (RI)
Orde
Matriks (n)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

2.2

RI
0
0
0.58
0.90
1.12
1.24
1.32
1.41
1.45
1.49
1.51

Penetapan Prioritas AHP pada Program Pembangunan Jalan

Sebuah program pembangunan diadakan dengan tujuan untuk memberikan
manfaat bagi masyarakat. Namun, seringkali ditemukan kendala dalam
pelaksanaannya karena terdapat beberapa proyek yang tidak mungkin untuk
dilaksanakan secara bersamaan. Untuk itu, diperlukan suatu penetapan prioritas
yang akan menjadi rujukan terhadap proyek yang akan dilaksanakan terlebih
dahulu. Penetapan prioritas sering diartikan dengan penetapan alternatif. Jika
sebuah proyek X mendapat prioritas dari proyek lain (Y), maka proyek X
diputuskan untuk dilaksanakan terlebih dahulu daripada proyek Y. Proyek yang
terakhir akan tetap dilaksanakan pada waktu yang berbeda, sedangkan penetapan
alternatif digunakan apabila penetapan untuk melaksanakan proyek X berakibat
ditiadakannya proyek Y.

Universitas Sumatera Utara

18

Penerapan model AHP dalam penyusunan prioritas program prasarana
wilayah

dikaitkan

dengan

penanganan

jalan

primer

antarkota

ataupun

antarkabupaten dan dilakukan melalui langkah-langkah berikut ini.
1. Penetapan sasaran studi
2. Penyusunan kriteria berdasarkan berbagai referensi (aspek pengembangan
tata ruang wilayah dan aspek mikro penanganan fisik jalan)
3. Penetapan bobot kriteria dengan menggunakan survei dan kuesioner ke
instansi terkait.
4. Penyusunan nilai masing-masing kriteria, seperti dana, tenaga kerja, masa
pengerjaan proyek, dan manfaat proyek menurut variable operasional yang
diturunkan dari kriteria.
5. Perhitungan nilai hirarki prioritas program jalan berdasarkan perkalian
bobot kriteria dan masing-masing dari penilaian dana, tenaga kerja, masa
pengerjaan proyek, dan manfaat proyek.

2.3

Wawancara

Sebagai studi kasus, wawancara merupakan hal yang penting dilakukan untuk
mendapatkan penilaian kriteria. Wawancara ini bertujuan untuk mendapatkan
penilaian atau pendapat tentang nilai kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap kriteria-kriteria.
Berkas wawancara disusun dengan cara memasukkan elemen-elemen ke
dalam perbandingan secara berpasangan untuk memberikan penilaian tingkat
kepentingan dari masing-masing elemen. Dalam menentukan tingkat kepentingan
dari masing-masing elemen keputusan pada setiap tingkat hirarki keputusan,
penilaian pendapat dilakukan dengan menggunakan fungsi berfikir yang
dikombinasikan dengan intuisi, penginderaan dan perasaan.
Penilaian pendapat ini dilakukan dengan perbandingan berpasangan yaitu
dengan cara membandingkan antara elemen yang satu dengan elemen yang lain
pada setiap kriteria sehingga diperoleh nilai kepentingan elemen dalam bentuk

Universitas Sumatera Utara

19

pendapat yang bersifat kualitatif. Untuk mengkuantifikasi pendapat yang bersifat
kualitatif tersebut digunakan skala penilaian sehingga akan diperoleh nilai
pendapat yang bersifat kuantitatif (berbentuk angka).

2.4

Konsep Pembangunan Jalan

Pada penelitian ini, dalam proses pembangunan jalan terdapat beberapa kriteria
yang akan diangkat, yakni:
1. Besarnya Dana yang Diperlukan dalam Pelaksanaan Proyek
Pembiayaan dalam pemeliharaan, peningkatan dan pembangunan prasarana
jalan memerlukan dana yang cukup besar yang sumber pembiayaannya berasal
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Pinjaman Luar
Negeri (PLN) bilateral maupun multilateral. Ketergantungan Pemerintah
Daerah dari pendanaan PLN mengakibatkan tidak semua pemeliharaan,
peningkatan dan pembangunan jalan dapat terlaksana dengan baik karena
keterbatasan dana. Untuk itu, diperlukan suatu penetapan prioritas terhadap
proyek-proyek pembangunan prasarana jalan sehingga dana yang tersedia
mencukupi seluruh biaya pembangunan.
2. Banyaknya Tenaga Kerja yang Diperlukan
Tenaga kerja sangat diperlukan dalam menjalankan program pembangunan
jalan. Mengingat bahwa dalam pelaksanaan proyek pembangunan jalan pada
umumnya membutuhkan jumlah tenaga kerja yang besar, maka secara tidak
langsung akan menciptakan lapangan pekerjaan yang baru dan secara otomatis
masyarakat memiliki kesempatan untuk dapat mengembangkan potensi yang
dimiliki dan menaikkan tingkat perekonomiannya.
3. Lama Pengerjaan Proyek
Lamanya pengerjaan suatu proyek pada program pembangunan yang akan
dilaksanakan harus melalui proses peninjauan terlebih dahulu. Beberapa hal

Universitas Sumatera Utara

20

yang sebaiknya ditinjau meliputi lokasi, wilayah, sumber daya dan keadaan
masyarakat setempat. Jika proyek pembangunan jalan membutuhkan masa
pengerjaan yang lama, maka secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap
kriteria dana. Semakain lama proyek tersebut diselesaikan, maka biaya yang
dikeluarkan untuk tenaga kerja akan semakin besar.
4. Manfaat Prasarana Jalan Bagi Masyarakat
Sasaran utama pembangunan prasarana jalan adalah meningkatkan serta
memperlancar mobilitas masyarakat selaku pengguna jalan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari. Manfaat yang diharapkan meliputi:
a. Memperkuat jaringan transportasi jalan
b. Meningkatkan kualitas jalan dan kondisi keamanan publik
c. Mengurangi dampak kemacetan lalu lintas
d. Mengurangi waktu tempuh dan biaya transportasi untuk penumpang
dan barang, serta bermanfaat langsung pada pertumbuhan ekonomi
lokal dan regional, aksessibilitas dan penyediaan fasilitas umum.

2.5

Prasarana Jalan

Infrastruktur pembangunan transportasi berupa jalan merupakan komponen
terpenting

dalam

pembangunan

setiap

perencanaan

perekonomian

kawasan.

pembangunan
Keberadaan

berorientasi
jalan

sebagai

pada
jalur

penghubung antarkawasan akan membuka isolasi daerah dan akan mampu
mendorong laju pertumbuhan sosial ekonomi masyarakat. Kendala yang dihadapi
sektor transportasi, khusunya prasarana jalan meliputi:
1. Kerusakan jalan akibat kondisi alam/tanah ekspansif dan bencana alam
yang mengakibatkan kerusakan jalan sepanjang tahun.
2. Terbatasnya kemampuan pendanaan pembangunan jalan dan sulitnya
pembebasan lahan oleh warga, kurangnya aksessibilitas di wilayah
tertinggal.

Universitas Sumatera Utara

21

3. Perkembangan dan kenaikan kuantitas kendaraan yang pesat, tetapi
perkembangan kapasitas jalan maupun panjang jalan yang relatif tetap
menyebabkan sering terjadinya kemacetan lalu lintas.
4. Penanganan pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan jalan yang
kurang memadai jika dibandingkan dengan penurunan kondisi kemantapan
jalan.
5. Sebagian besar tempo perencanaan jalan telah habis sehingga tidak dapat
melayani lalu lintas dengan optimal.

Universitas Sumatera Utara