Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Terhadap Hibahwasiat Pasca Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah

31

BAB II
PENENTUAN LAHIRNYA HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
PADA HIBAH WASIAT YANG DAPAT DIKENAKAN BEA PEROLEHAN
HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
A. Hibah Wasiat menurut Hukum Perdata di Indonesia.
1.

Pewarisan berdasarkan Wasiat (Testament).
Menurut Klaassen-Eggens, hukum waris adalah hukum yang mengatur

tentang perpindahan harta kekayaan dan terjadinya hubungan-hubungan hukum
sebagai akibat kematian seseorang dengan atau tanpa perubahan. 54
Dalam ketentuan Pasal 131 juncto Pasal 163 IS (het Indische Staatsregelling)
penduduk dibagi dalam 3 (tiga) golongan dan menetapkan hukum perdata yang
berlaku pada masing-masing golongan penduduk yakni sebagai berikut 55:
1. Golongan Eropah atau yang disamakan,
2. Golongan Timur Asing yang dibagi atas 2 (dua) bagian yaitu golongan Timur
Asing Cina dan golongan Timur Asing Bukan Cina.
3. Golongan Bumiputra.

Pembagian golongan penduduk tersebut membuat perbedaan hukum waris
yang diterapkan. Bagi golongan Eropah atau yang dipersamakan dan Golongan Timur
Asing Cina berlaku hukum waris yang ditentukan dalam Buku II Kitab UndangUndang Hukum Perdata. Bagi golongan Timur Asing Bukan Cina berlaku hukum

54

R.Soetojo Prawirohamidojo, Hukum Waris Kodifikasi, (Surabaya: Airlangga University
Press, 2000), hal.1.
55
Asis Safioedin, Beberapa hal tentang Burgerlijk Wetboek, (Bandung:PT. CitraAditya Bakti,
1994), hal 7

31

Universitas Sumatera Utara

32

waris adatnya masing-masing dan sepanjang pengaruh agama lebih dominan dalam
kehidupan mereka sehari-hari, maka diberlakukan hukum waris yang ditentukan oleh

hukum agamanya itu. Bagi golongan Bumiputra berlaku hukum waris adat menurut
lingkungan hukum adatnya masing-masing.
Hukum waris diatur dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yang mengatur mengenai benda, karena mempunyai hubungan erat dengan
pandangan dari Pasal 528 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menunjukkan
hak-hak apa saja yang dapat dimiliki atas suatu benda, antara lain hak waris. Pasal
528 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbunyi atas benda, orang dapat
memiliki

hak

bezit,

hak

eigendom,

hak

waris,


suatu

vruchtgenot,

hak

erfdienstbaarheid, hak pand atau hipotek, dan oleh karenanya hal tersebut
memberikan kesan seakan-akan hak waris ini adalah suatu hak kebendaan.56
Jika dilihat dari unsur-unsur harta benda dalam hukum waris bukan
merupakan unsur satu-satunya, akan tetapi masih terdapat unsur-unsur lain, yaitu
pewaris, ahli waris, dan perbuatan-perbuatan hukum tertentu dari pewaris pada masa
hidupnya yang menyebabkan seseorang yang bukan ahli waris menjadi ahli waris.
Perbuatan-perbuatan hukum tertentu yang mengakibatkan seseorang yang bukan ahli
waris menjadi ahli waris meliputi pengakuan anak, pengangkatan anak atau adopsi
dan testamen.57

56

Ibid, hal.1

Anisitus,Amanat, Membagi warisan berdasarkan Pasal-Pasal Hukum Perdata BW,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada), hal.4-5
57

Universitas Sumatera Utara

33

Dalam hukum waris Perdata Barat, hanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban
dalam lapangan hukum kekayaan harta benda saja yang dapat diwariskan. Dalam
hukum waris tersebut berlaku pula asas bahwa apabila seseorang meninggal, maka
seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih pada sekalian ahli warisnya.

58

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, prinsip pewarisan adalah :
1.

Harta warisan baru terbuka atau dapat diwariskan kepada pihak lain apabila
terjadi suatu kematian ( Pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).


2.

Adanya hubungan darah antara pewaris dengan ahli waris, kecuali untuk suami
atau istri pewaris (Pasal 832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) dengan
ketentuan mereka masih terikat dengan perkawinan ketika pewaris meninggal
dunia. Artinya apabila mereka sudah bercerai pada saat pewaris meninggal dunia,
maka suami/istri tersebut bukan merupakan ahli waris.59

3.

Untuk dapat menikmati sesuatu berdasarkan surat wasiat, seseorang harus sudah
ada saat pewaris meninggal, dengan mengindahkan peraturan Pasal 2 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (Pasal 899 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata).
Ahli waris adalah mereka-mereka yang menggantikan kedudukan si pewaris

dalam bidang hukum kekayaan, karena meninggalnya pewaris. Warisan adalah
kekayaan yang berupa kompleks aktiva dan passiva si pewaris yang pindah kepada


58

Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta:PT.Intermasa,1980),hal.95-96.
Irma Devita Purnama Sari, Kiat-kiat cerdas, Mudah dan Bijak memahami masalah Hukum
Waris, (Bandung:PT Mizan Pustaka, 2012), hal.3
59

Universitas Sumatera Utara

34

para ahli waris. Kompleks aktiva dan passiva yang menjadi milik bersama beberapa
orang ahli waris disebut boedel.60
Dalam Hukum Waris Perdata Barat terdapat 2 (dua) macam ahli waris, yaitu:
1. Ahli Waris Ab-Intestato
Ahli waris Ab-intestato ialah ahli waris menurut Undang-Undang. Berdasarkan
Pasal 832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menurut Undang-Undang yang
berhak untuk menjadi ahli waris adalah para keluarga sedarah, baik sah maupun
luar kawin, dan si suami atau istri yang hidup terlama. Suami atau istri yang hidup
terlama maksudnya adalah suami atau istri yang hidup lebih lama daripada suami

atau istri yang mati (janda atau duda yang masih hidup), yang diatur dalam Pasal
852a Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sehingga pada asasnya, menurut
Undang-Undang, untuk dapat mewaris orang harus mempunyai hubungan darah
dengan si pewaris. Hubungan darah tersebut dapat sah atau luar kawin, baik
melalui garis ibu maupun garis bapak. Hubungan darah yang sah adalah hubungan
darah yang ditimbulkan sebagai akibat dari suatu perkawinan yang sah. Hubungan
darah yang tidak sah timbul sebagai akibat hubungan antara seorang laki-laki
dengan seorang perempuan dan pengakuan anak secara sah.
2. Ahli Waris Ad-Testamento
Ahli Waris Ad-Testamento ialah ahli waris menurut wasiat atau testament. Jadi,
ahli waris testamenter ditetapkan dengan adanya surat wasiat yang merupakan
kehendak dari si pewaris, yang dibuat sebelum si pewaris meninggal dunia.
60

J.Satrio, Hukum Waris, (Bandung:Alumni, 1992), hal. 8

Universitas Sumatera Utara

35


Perbedaan penting antara ahli waris menurut Undang-Undang (ab-intestaat)
dengan ahli waris yang diangkat dengan suatu testament (ad-testamenter), yaitu :
1. Pewarisan testamenter tidak mengenal penggantian tempat (plaatsvervulling).
Akibatnya adalah jika seorang yang sedianya mendapat warisan berdasarkan
testament meninggal lebih dahulu dari si pewaris, maka warisan tersebut
sepanjang mengenai bagian dari orang yang meninggal lebih dahulu dari
pewaris, tidak dapat dilaksanakan (gugur). Dalam pewarisan testamenter juga
dikenal adanya asas yang mengatakan bahwa dalam hal si pewaris dan si
penerima wasiat meninggal dalam kecelakaan yang sama tanpa diketahui
terlebih dahulu siapa di antara mereka yang telah meninggal lebih dahulu,
maka mereka dianggap mati pada saat yang sama dengan akibat tidak terjadi
perpindahan warisan karena wasiat atau testament.
2. Ahli waris testamenter tidak menikmati inbreng.
Wasiat (testament) juga merupakan perbuatan hukum yang sepihak. Hal ini
erat hubungannya dengan sifat “herroepelijkheid” (dapat dicabut) dari
ketetapan wasiat (testament) itu. Disini berarti bahwa wasiat (testament) tidak
dapat dibuat oleh lebih dari satu orang karena akan menimbulkan kesulitan
apabila salah satu pembuatnya akan mencabut kembali wasiat (testament).
Hal ini seperti ternyata dalam Pasal 930 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, yang menyatakan bahwa dalam satu-satunya akta, dua orang atau lebih tidak

diperbolehkan menyatakan wasiat mereka, baik untuk mengaruniai seorang ke tiga,
maupun atas dasar penyataan bersama atau bertimbal balik.

Universitas Sumatera Utara

36

Ketetapan dalam wasiat (testament) memiliki 2 (dua) ciri, yaitu dapat dicabut
dan berlaku berhubung dengan kematian seseorang.61 Bagi ketetapan kehendak yang
memiliki dua ciri itu maka bentuk testament adalah syarat mutlak.
Menurut Kamus Hukum, wasiat (testament) merupakan surat yang
mengandung penetapan-penetapan kehendak si pembuat wasiat atau pesan-pesan
yang baru akan berlaku pada saat si pembuatnya meninggal.62
Adapun yang dinamakan surat wasiat atau testament ialah suatu akta yang
memuat pernyataan seorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia
meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali.63
Kehendak terakhir adalah suatu pernyataan kehendak yang sepihak dan suatu
perbuatan hukum yang mengandung suatu “beschikkingshandeling” (perbuatan
pemindahan hak milik) mengenai harta kekayaan si pewaris yang dituangkan dalam
bentuk tertulis yang khusus, yang setiap waktu dapat dicabut dan berlaku dengan

meninggalnya si pewaris serta tidak perlu diberitahukan kepada orang yang
tersangkut.64
Kehendak terakhir memang tidak secara langsung tertuju pada orang-orang
tertentu. Orang yang diuntungkan karena suatu surat wasiat mungkin baru
mengetahui adanya kehendak terakhir si pewaris beberapa lama setelah si pewaris
meninggal dunia (dari seorang notaris). Oleh karena itu, daya kerja suatu kehendak
61

Hartono Soerjopratiknjo, Op.cit, hal. iv
R. Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramitha, Cetakan ke12,1996), hal. 106
63
Pasal 875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
64
Hartono Soerjopratiknjo, Op. cit., hal. 18
62

Universitas Sumatera Utara

37


terakhir tidak tergantung pemberitahuannya kepada pihak lainnya. Seperti yang telah
disebutkan dalam Pasal 875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa kehendak
terakhir merupakan kehendak yang benar-benar sepihak. Dalam kehendak terakhir
tersebut, si pewaris benar-benar berkehendak dan harus ternyata tentang apa yang
telah dikehendaki sebenarnya.
Menurut J. Satrio, unsur-unsur wasiat (testament) ada 4 (empat), antara lain
sebagai berikut :65
1. Suatu wasiat (testament) adalah suatu “akta”. Akta menunjuk pada syarat bahwa
wasiat (testament) harus berbentuk suatu tulisan atau sesuatu yang tertulis. Surat
wasiat (testament) dapat dibuat baik dengan akta dibawah tangan maupun dengan
akta otentik. Namun, mengingat bahwa suatu wasiat (testament) mempunyai
akibat yang luas dan baru berlaku setelah si pewaris meninggal, maka suatu
wasiat (testament) terikat pada syarat-syarat yang ketat.
2. Suatu wasiat (testament) berisi “pernyataan kehendak”, yang berarti merupakan
suatu tindakan hukum yang sepihak. Tindakan hukum sepihak adalah pernyataan
kehendak satu orang yang sudah cukup menimbulkan akibat hukum yang
dikehendaki. Jadi, wasiat (testament) bukan merupakan suatu perjanjian karena
dalam suatu perjanjian mensyaratkan adanya kesepakatan antara dua pihak, yang
berarti harus ada paling sedikitnya dua kehendak yang saling sepakat. Namun
wasiat (testament) menimbulkan suatu perikatan, dan karenanya ketentuan-

65

J.Satrio, Hukum Waris, Op.Cit, hal.16.

Universitas Sumatera Utara

38

ketentuan mengenai perikatan berlaku terhadap testament, sepanjang tidak secara
khusus ditentukan lain.
3. Suatu wasiat (testament) berisi mengenai “apa yang akan terjadi setelah ia
meninggal dunia.” Artinya wasiat (testament) baru berlaku kalau si pembuat
wasiat (testament) telah meninggal dunia. Itulah sebabnya seringkali suatu wasiat
(testament) disebut kehendak terakhir karena setelah meninggalnya si pembuat
wasiat (testament) maka wasiatnya tidak dapat diubah lagi.
4. Suatu wasiat (testament) “dapat dicabut kembali.”Unsur ini merupakan unsur
terpenting karena syarat inilah yang pada umumnya dipakai untuk menetapkan
apakah suatu tindakan hukum harus dibuat dalam bentuk akta wasiat (testament
acte) atau cukup dalam bentuk lain.
Isi ketentuan dari yang diwasiatkan harus lebih didahulukan pelaksanaannya
daripada menyampaikan hak ahli waris menurut ketentuan Undang-Undang. Hal
tersebut dengan tegas dinyatakan di dalam Pasal 874 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata bahwa segala harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia adalah
kepunyaan sekalian ahli waris menurut Undang-Undang, sekedar terhadap itu dengan
surat wasiat tidak telah diambilnya sesuatu ketentuan yang sah. Dapat dijelaskan
maksud Pasal tersebut adalah bahwa aturan yang tetap mula-mula sekali, isi maksud
dari wasiat pewaris dilaksanakan, sesudah itu diadakan pembagian harta untuk para
ahli waris. Dari ketentuan demikian akan mungkin sekali kalau misalnya pelaksanaan

Universitas Sumatera Utara

39

wasiat diselenggarakan sehingga mereka yang menurut Undang-Undang yang
ditentukan sebagai ahli waris sekalipun tidak mendapatkan apa-apa.66
Satu-satunya alat bukti berupa petunjuk tertulis yang dapat digunakan untuk
membuktikan bahwa seorang pewaris memang ada atau tidak ada meninggalkan surat
wasiat yang dibuatnya semasa hayatnya menurut sistem hukum yang berlaku di
Indonesia, adalah Surat Keterangan dari Kepala Seksi Daftar Pusat Wasiat
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia di Jakarta. Keterangan tertulis berupa
jawaban itu diterima oleh yang menanyakannya ke Daftar Pusat wasiat dalam bentuk
Surat Resmi yag diterbitkan oleh Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pihak
yang menanyakan dapat ahli waris sendiri (dengan melampirkan bukti bahwa yang
bersangkutan memang benar ahli waris peninggal harta) maupun Notaris yang
jasanya diminta untuk melaksanakan akta penyelesaian warisan dengan melampirkan
akta kematian yang relevan.67
Keterangan tertulis dari Kepala Seksi Daftar Pusat wasiat ini berisi substansi
atau menerangkan bahwa mendiang yang disebutkan ada atau tidak-ada
meninggalkan wasiat. Bila dinyatakan ada meninggalkan surat wasiat, sekaligus
diterangkan disana wasiat itu dibuat dihadapan Notaris mana, dengan akta tanggal
berapa dan nomor berapa sekaligus nomor repertorium dari akta
berkenaan untuk memudahkan

Notaris yang

pencarian minuta akta untuk urusan selanjutnya.

Selanjutnya dengan menggunakan wasiat yang ada itu dapat ditelusuri apa yang
66

Ahmad Kuzari, Sistem Asabah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 19). hal. 52.
Hasbalah Thaib dan Syahril Sofyan, Teknik Pembuatan Akta Penyelesaian Warisan
Menurut hukum waris Islam di Indonesia, (Bandung:Ciptapustaka Media, 2014),hal.48.
67

Universitas Sumatera Utara

40

dikehendaki pewaris dalam rangka upaya mencari cara penyelesaian atas warisan
yang ditinggalkannya.68
Testamen atau surat wasiat itu hanya berisi janji yang baru dilaksanakan
setelah pembuat surat wasiat wafat, maka testament dapat didefenisikan sebagai
pemberian atau penunjukan atau pemecatan atau pencabutan hak sebagai ahli waris
yang dilakukan semasa pewaris masih hidup dan baru bisa berlaku efektif setelah
pembuat surat wasiat meninggal dunia. Oleh karena testament itu hanya berisi janji,
maka tidak otomatis bisa dilaksanakan setelah pembuat surat wasiat meninggal dunia.
Penyebab tidak bisa dilaksanakannya janji dalam surat wasiat bisa bersumber dari
pembuat surat wasiat itu sendiri dan bisa bersumber dari ketentuan Undang-Undang
yang melarang dipenuhi atau dilaksanakannya isi atau janji yang tercantum dalam
testamen.69
Penyebab-penyebab tidak bisa dilaksanakannya janji atau isi dalam testamen
yang bersumber dari pembuat testamen sendiri meliputi:70
1. Testamen yang telah dibuat sebelumnya dicabut kembali oleh pembuat
testamen berdasarkan testamen atau akta notaris yang dibuat kemudian (Pasal
992);
2. Harta kekayaan yang diberikan kepada orang lain berdasarkan penunjukan
surat wasiat kemudian dialihkan hak miliknya oleh pembuat surat wasiat
kepada orang lain (Pasal 996). Namun kalau harta kekayaan yang telah
ditunjuk dalam testamen itu suatu saat kembali lagi menjadi milik pembuat
testamen karena dibeli kembali misalnya, maka isi testamen masih bisa
dilaksanakan sepanjang tidak ada halangan lain berdasarkan ketentuan
Undang-Undang.

68

Ibid
AnisitusAmanat, op.cit, hal.82
70
Ibid,hal.83
69

Universitas Sumatera Utara

41

3. Testamen yang telah dibuat sebelumnya bertentangan isinya dengan testamen
yang dibuat kemudian (Pasal 994).
Penyebab-penyebab tidak bisa dilaksanakan testamen karena ketentuan
Undang-Undang meliputi :71
1.
2.
3.
4.
5.

6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Penerima testamen telah menolak harta warisan pemberi testamen secara resmi
(Pasal 1001).
Wasiat yang diberikan kepada teman hidup bersama tanpa ikatan perkawinan sah
(Pasal 901).
Penerima wasiat meninggal lebih dulu dari pemberi wasiat (Pasal 899).
Penerima wasiat adalah anak luar kawin yang telah diakui secara sah oleh
pemberi wasiat (pewaris).
Penerima wasiat telah dihukum karena membunuh si pembuat wasiat, telah
membinasakan atau memalsukan surat wasiat atau penerima wasiat telah
memaksa dengan kekerasan mencegah si pembuat wasiat mencabut atau
mengubah wasiat.
Penerima wasiat adalah kawan zina (Pasal 909).
Penerima dan pemberi wasiat meninggal dunia bersama dengan tidak diketahui
siapa diantara keduanya yang meninggal dunia terlebih dahulu (Pasal 894).
Wasiat dari anak yang belum dewasa (Pasal 330).
Wasiat kepada anak yang belum dewasa kepada guru yang seasrama atau
serumah dengannya (Pasal 905 ayat 2).
Wasiat yang diberikan pewaris ketika ia dirawat menjelang kematiannya kepada
siapa saja yang merawatnya selama sakit (Pasal 906).
Pembuat akta wasiat dan saksinya (Pasal 907).
Pemberian wasiat yang merugikan legiteme portie (Pasal 920).
Wasiat kepada anak tiri .
Wasiat kepada orang perantara dengan tidak terdapat penyebab-penyebab diatas,
baik bersumber dari pewaris sendiri maupun karena ketentuan Undang-Undang
maka ahli waris dengan wasiat berhak akan harta warisan sebagaimana ahli
warisnya secara Undang-Undang.
Menurut Pasal 931 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa suatu wasiat

hanya boleh dinyatakan, baik dengan akta tertulis sendiri atau olografis, baik dengan
akta umum, ataupun akta rahasia atau tertutup. Dari Pasal tersebut dapat disimpulkan

71

Ibid

Universitas Sumatera Utara

42

bahwa Undang-Undang pada dasarnya mengenal 3 (tiga) macam bentuk wasiat
(testament), yaitu :
1.

Testament Terbuka atau Umum (Openbaar Testament).
Testament ini dibuat dihadapan seorang Notaris. Orang yang akan meninggalkan
warisan menghadap pada Notaris dan menyatakan kehendaknya. Kemudian
Notaris membuat suatu akta dengan dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi. Notaris
dalam hal ini mengawasi isi testament tersebut agar isinya tidak bertentangan
dengan Undang-Undang. Bagi Timur Asing Bukan Cina berlaku ketentuan
menurut Stb. 1924/556 Pasal (4) bahwa orang-orang Timur asing selain
Tionghua tidak dapat menyatakan kehendak terakhir mereka selain dengan akta
umum yang terbuka menurut peraturan-peraturan yang tercantum dalam Pasal
938 dan Pasal 939 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata kecuali dalam hal-hal
luar biasa yang diuraikan dalam Pasal 946, 947 dan 948 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Penarikan kembali terhadap surat wasiat hanya dapat dilakukan
dengan akta yang bersifat umum yang dibuat dalam bentuk yang sama.

2.

Testament Tertulis (Olographis Testament).
Testament ini harus ditulis dengan tangan orang yang akan meninggalkan
warisan itu sendiri (eigenhandig) dan harus diserahkan sendiri kepada notaris
untuk disimpan (gedeponeerd). Penyerahan testament tersebut juga harus
disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi. Sebagai tanggal testament berlaku maka
diambil tanggal akta penyerahan (acte van depot). Penyerahannya dapat
dilakukan secara tertutup maupun terbuka. Jika diserahkan tertutup, maka bila si

Universitas Sumatera Utara

43

pewaris meninggal, testament harus diserahkan oleh notaris pada Balai Harta
Peninggalan (BHP), yang kemudian akan membuka testament tersebut. Jika si
pembuat testament hendak menarik kembali testamentnya, ia cukup meminta
kembali surat wasiat yang disimpan oleh notaris dan notaris mengusahakan agar
pengembalian tersebut dibuktikan dengan akta otentik.
3.

Testament Tertutup atau Rahasia.
Testament ini juga dibuat sendiri oleh si pewaris, tetapi tidak diharuskan ia
menulis dengan tangannya sendiri. Testament ini harus selalu tertutup dan
disegel. Penyerahannya kepada notaris harus dihadiri oleh 4 (empat) orang saksi.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pewarisan selain dengan

Undang-Undang dapat juga melalui wasiat (testament). Testemen yang merupakan
suatu akta yang berisikan pernyataan kehendak terakhir yang dibuat secara sepihak
dan mengandung “beschikkingshandeling” (perbuatan pemindahan hak milik)
mengenai harta kekayaan si pewaris yang dituangkan dalam bentuk tertulis yang
khusus. Akan tetapi pemindahan hak milik tersebut tidak secara otomatis terjadi sejak
pewaris (pembuat wasiat) menandatangani wasiat atau terstamentair tersebut karena
dua hal yaitu :
a. Testemant tersebut akan berlaku jika meninggalnya si pewaris dan,
b. Testament tidak dapat dilaksanakan yang disebabkan oleh pembuat testamen
sendiri atau ketentuan Undang-Undang.
2. Hibah Wasiat sebagai salah satu jenis pewarisan melalui wasiat

Universitas Sumatera Utara

44

Berdasarkan isinya, wasiat (testament) digolongkan menjadi 2 (dua) jenis,
yaitu :
a.

Wasiat (testament) yang berisi “erfstelling” atau wasiat pengangkatan waris.
Seperti yang dinyatakan dalam Pasal 954 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
bahwa :
“Suatu wasiat, dengan mana si yang mewasiatkan, kepada seorang atau lebih,
memberikan harta kekayaan yang akan ditinggalkannya apabila ia meninggal
dunia baik seluruhnya maupun sebagian seperti misalnya, setengahnya,
sepertiganya.”

Erfstelling diberikan dengan alas hak umum, artinya suatu pemberian meliputi
hak-hak (aktiva) maupun kewajiban-kewajibannya (pasiva) pewaris, tidak harus
meliputi seluruh warisan, asal penunjukan tersebut besarnya meliputi suatu
bagian yang sebanding dengan warisan. Dan orang yang mendapat erfstelling
tersebut benar-benar merupakan ahli waris.
b.

Wasiat (testament) yang berisi hibah (hibah wasiat) atau legaat.
Seperti yang dinyatakan dalam Pasal 957 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
bahwa :
Hibah wasiat adalah suatu penetapan yang khusus, dengan nama si yang
mewariskan kepada seseorang atau lebih memberikan beberapa barangbarangnya dari suatu jenis tertentu, seperti misalnya segala barang-barangnya
bergerak atau tak bergerak atau memberikan hak pakai hasil atas seluruh atau
sebagian harta peninggalannya.
Suatu hibah wasiat atau legaat diberikan dengan alas hak khusus, artinya

bahwa barang- barang yang dihibah wasiatkan disebutkan secara tegas dan jelas,
karena disyaratkan adanya penunjukan barang-barang tertentu atau semua barang-

Universitas Sumatera Utara

45

barang dari jenis tertentu. Legataris (orang yang menerima hibah wasiat) menerima
legaatnya dengan alas hak khusus sehingga ia hanya menerima aktiva tertentu saja,
dan ia tidak menanggung pasivanya.
Apabila si pembuat wasiat menamakan suatu hibah wasiat prae-legaat maka
ini dapat berarti bahwa si pewaris menghendaki agar hibah wasiat tersebut terakhir
sekali menjadi objek dari pemotongan sebab mungkin saja bahwa harta warisan tidak
mencukupi untuk memenuhi semua atau seluruh legaat. Jadi pewaris dapat
menentukan bahwa apabila harta warisan tidak mencukupi untuk membayar semua
legaat maka satu atau beberapa legaat harus dibayar terlebih dahulu, jadi paling akhir
dikenakan pemotongan atau pengurangan. Legaat yang didahulukan tersebut disebut
Prae-legaat.72
Sublegaat adalah legaat yang memberati legataris (penerima hibah wasiat).
Meskipun Undang-Undang tidak menggunakan istilah sublegaat tetapi dikenal juga
pengertian itu, sebagaimana ternyata dari Pasal 959 ayat (1) BW dan Pasal 999
ayat(2) BW sublegaat terdiri dari hal-hal yang serupa dengan legaat. Jadi obyek
legaat dapat terdiri dari sejumlah benda yang dapat diganti dan barang tertentu dari
harta peninggalan. Contohnya jika legaat kepada A seluruh perpustakaan akan tetapi
seluruh buku hukum diberikan kepada B, maka dalam kedua peristiwa itu B menjadi
Sublegataris.73

72
73

Hartono Soerjopratiknjo, Op.cit 190.
Ibid, hal.191-192.

Universitas Sumatera Utara

46

Hibah wasiat yang dibuat dapat gugur sebagaimana yang diuraikan dalam
Pasal 999 sampai dengan Pasal 1001 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Disebutkan oleh Undang-Undang dua sebab bagi gugurnya hibah wasiat yaitu tidak
adanya benda yang diberikan dan tidak adanya orang yang diuntungkan.74
Suatu hibah wasiat akan gugur, apabila sebelum meninggalnya pewasiat
benda yang diwasiatkan itu musnah sama sekali. Apabila benda itu musnah
sebahagian, maka hibah wasiat itu tetap berlaku untuk bagian yang tersisa. Hibah
wasiat juga akan gugur, apabila benda yang dihibah wasiatkan itu musnah sesudah
meninggalnya pewasiat tanpa bantuan debitur (biasanya ahli waris), bahkan saat
debitur (ahli waris) lalai untuk menyerahkan benda yang dihibahkan sedangkan benda
itu jikalau ia berada dalam tangan legataris, juga akan musnah. Untuk benda yang
musnah diadakan penggantian. Akan tetapi Pasal ini bersifat hukum pengatur
(regelend recht). Pewaris dapat menetapkan dalam wasiatnya, bahwa kalau benda
yang diberikan itu musnah, legataris berhak atas penggantiaannya. Hal ini dapat
dicantumkan dalam wasiat dengan kata-kata yang tegas.75
Suatu pemberian akan gugur apabila orang yang diuntungkan menolak atau
dianggap tidak mampu untuk menikmatinya. Tidak mampu berarti juga tidak pantas
(onwaardig) dan meninggal lebih dahulu.76
3. Hibah Wasiat (Legaat) Bukan Merupakan Suatu Cara Untuk Memperoleh
Hak Milik.
Pasal 584 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan :

74

Hartono Soerjopratiknjo, Op.cit, hal 283
Ibid, hal.284
76
Ibid
75

Universitas Sumatera Utara

47

“Hak milik atas sesuatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain,
melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan, karena daluwarsa, karena
pewarisan baik menurut Undang-Undang maupun menurut surat wasiat dan
karena penunjukan atau penyerahan atas suatu peristiwa perdata untuk
memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas
terhadap kebendaan itu”.
Menurut Pasal tersebut pewarisan berdasarkan surat wasiat merupakan salah
satu cara untuk memperoleh hak milik atas suatu benda. Walaupun dalam Pasal 584
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak disebutkan dengan jelas bahwa hibah
wasiat merupakan cara memperoleh hak milik atas suatu benda akan tetapi hibah
sebagai salah satu pewarisan menurut surat wasiat maka hibah wasiat dapat dikatakan
merupakan suatu cara memperoleh hak milik suatu kebendaan.
Dalam

memberikan

penafsiran

menyebabkan adanya perbedaan

terhadap

Pasal

584

KUH

Perdata

yang ditimbulkan oleh hibah wasiat mengenai

apakah hibah wasiat merupakan suatu cara memperoleh hak milik. Mengenai hal ini
terdapat 2 (dua) pendapat yang berbeda, yaitu :
1. Menganut pendapat Hoge Raad dalam arresnya tanggal 19 April 1861 Nomor
W.226 dan Nomor 3765 dan tanggal 04 Maret 1881 Nomor W.4622
sebagaimana diikuti vonisrecht Brenda tertanggal 29 Januari 1865
Tijds.Rg.XI hal.12lv, berpendapat bahwa kata-kata testamentair erfoploving
(dalam Pasal 584 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) harus diberi arti
luas sehingga mencakup hibah wasiat (legaat) sehingga dengan meninggal
dunianya pemberi hibah wasiat, legataris memperoleh hak-hak milik atas
barang-barang yang dilegateer padanya. Dengan demikian untuk memperoleh

Universitas Sumatera Utara

48

hak milik atas benda tersebut tidak diperlukan adanya penyerahan (levering).
Penyerahan yang dimaksud dalam Pasal 959 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata hanya dimaksudkan untuk memperoleh bezit (penguasaan atas benda
yang dilegateer. Pendapat Hoge Raad tersebut mendasarkan pada argumen
bahwa Pasal 711 Code Civil yang pernah berlaku di Nederland secara tegas
menyebutkan bahwa hibah wasiat sebagai cara untuk memperoleh hak milik.
Walaupun asas hukum yang berlaku di Nederland sekarang berbeda dengan
asas hukum Prancis, tidak boleh diabaikan bahwa asal mula Pasal mengenai
perolehan hak milik Pasal 639 BW (lama) Nederland atau Pasal 584 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata tidak ternyata adanya penyimpangan dengan
asas hukum Nederland (lama) dan Prancis.77
2. Pendapat umum (heersende leer) mengatakan bahwa hibah wasiat (legaat)
bukan merupakan suatu cara untuk memperoleh hak milik (een wijze van
eigendom verklaring), bukan memberikan suatu hak kebendaan (zakerlijk
recht) melainkan hanya memberikan kepada legataris suatu hak perorangan
(personlijk recht) yaitu hak untuk menuntut penyerahan barang yang dihibah
wasiatkan dari para ahli waris (atau pelaksana wasiat yang diberi bezit atas
harta warisan).78 Hal tersebut pada dasarnya merupakan ketentuan Pasal-Pasal
yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu :

77

Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan,
(Bandung:PT.Citra Aditya Bakti, 2008), hal.359.
78
Albertus, Sutjipto Budiharjoputra, Penyerahan Hibah Wasiat, Majalah Triwulan, Media
Notariat Edisi Oktober-Desember 2001, Ikatan Notaris Indonesia, Pendekar Lima, Jakarta.

Universitas Sumatera Utara

49

a.

Pasal 958 :
“..memberikan hak kepada mereka yang dihibah wasiati, semenjak hari
meninggalnya si yang mewasiatkan, untuk menuntut kebendaan yang
dihibah wasiatkannya hak mana menurun kepada sekalian ahli waris atau
pengganti hak-haknya.”

b.

Pasal 959 :
“Penerima hibah wasiat harus meminta barang yang dihibahkan itu
kepada para ahli waris atau penerima wasiat yang diwajibkan untuk
menyerahkan barang yang dihibahkan itu. Ia berhak atas hasil dan
bunganya sejak hari kematian pewaris, bila tuntutan untuk penyerahan
dilakukan dalam waktu satu tahun sejak hari tersebut, atau bila
penyerahan itu dilakukan secara sukarela dalam jangka waktu yang sama.
Bila tuntutan itu diajukan setelah itu, ia hanya berhak atas hasil dan
bunganya saja, terhitung dari hari pengajuan tuntutan itu”

c.

Pasal 972 :
“Bila warisan tidak seluruhnya atau sebagian diterima, atau bila warisan
itu diterima dengan hak khusus atas perincian harta peninggalan,dan harta
yang ditinggalkan ini tidak mencukupi untuk memenuhi hibah-hibah
wasiat seluruhnya, maka hibah-hibah itu harus dikurangin, sebanding
dengan besarnya masing-masing , kecuali bila pewaris menetapkan lain
mengenai hal itu “.

d.

Pasal 999 :
“..si waris atau orang-orang lain yang harus menyerahkan barang tadi..”.

e.

Pasal 1039 :
“Para penerima hibah wasiat taklah dapat menuntut dipenuhinya hibahhibah mereka, selainnya setelah lewatnya tenggang waktu yang
ditetapkan dalam Pasal 1036 KHUPerdata (tiga bulan) dan sesudahnya
dilakukan pembayaran yang disebutkan dalam Pasal 1037 Kitab UndangUndang Hukum Perdata (pelunasan kepada para kreditor).

Dari Pasal-Pasal tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa penerima
hibah wasiat hanya merupakan post concurrente crediteur yang mempunyai hak

Universitas Sumatera Utara

50

perorangan, yaitu hak menagih penyerahan hibah wasiat dan baru menjadi milik
setelah adanya penyerahan.79
Perbedaaan pendapat tersebut juga dikemukakan oleh Tan Thong Kie tentang
hibah wasiat ada dua pendapat, yaitu :80
a. Menurut pendapat pertama, penerima hibah wasiat adalah pemilik barang yang
dihibahwasiatkan segera setelah pewaris meninggal dunia, sama seperti para ahli
waris yang segera setelah pewaris meninggal dunia menjadi pemilik warisan.
b. Menurut pendapat kedua, suatu warisan, termasuk hibah wasiat yang terkandung
di dalamnya, demi Undang-Undang menjadi milik para ahli waris, sedangkan
legataris (penerima hibah wasiat) mempunyai tagihan pribadi (persoonlijk
vordering), terhadap mereka untuk menyerahkan apa yang dihibahwasiatkan
kepadanya (Pasal 959 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Jadi hak
seorang legataris dapat disamakan dengan hibah sewaktu hidup yang diberikan
kepada seseorang, tetapi belum diserahkan kepadanya.
Menurut Tan Thong Kie terhadap kedua pendapat di atas, yang dianut di
Indonesia adalah pendapat kedua. Sehingga

sebelum pembagian dan pemisahan

diadakan, hibah wasiat itu harus diserahkan oleh semua ahli waris kepada penerima
hibah wasiat dengan suatu akta penyerahan.
Oleh karena itu hibah wasiat bukan merupakan suatu cara untuk memperoleh
hak milik karena tidak melahirkan hak kebendaan (zakerlijk recht) melainkan hanya
memberikan kepada legataris suatu hak perorangan (personlijk recht) yaitu hak untuk
menuntut penyerahan barang yang dihibah wasiatkan dari para ahli waris (atau
pelaksana wasiat yang diberi bezit atas harta warisan)

79

Herlien Budiono,Ibid, hal.360.
Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris, Buku II, Cetakan Kedua,
(Jakarta : Ichtiar Baru van Hoeve, 2000), hal. 133.
80

Universitas Sumatera Utara

51

4.

Penyerahan Legaat (Hibah Wasiat).
Dalam sistem Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang selalu memperinci

suatu proses pemindahan hak milik menjadi dua tahapan yaitu tahapan Obligatoir dan
tahapan Zakelijke overseenkomst (yaitu leveringnya).81
Vollmar berpendapat bahwa cara-cara untuk mendapatkan eigendom dalam
Pasal

584,

yang

terpenting adalah

penyerahan

dan

diatur

dalam

Pasal

612-618 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.82
Subekti mengemukakan penyerahan yang sering juga disebut dengan istilah
“levering” atau “overdracht” mempunyai dua arti. Pertama perbuatan yang berupa
penyerahan kekuasaan belaka (“feitelijke levering”). Kedua perbuatan hukum yang
bertujuan memindahkan hak milik kepada orang lain (juridische levering”).
Penyerahan adalah pengalihan suatu benda oleh pemiliknya atas namanya
kepada orang lain sehingga orang lain itu memperoleh hak kebendaan atas benda itu.
Misalnya dalam jual beli, jual beli tersebut baru ditaraf menimbulkan hak dan
kewajiban saja (obligatoir), tetapi belum mengalihkan hak mililk. Hak milik baru
beralih kepada pembeli setelah dilakukan penyerahan benda itu oleh penjual kepada
pembeli. Jadi penyerahan adalah perbuatan yuridis mengalihkan atau memindahkan
hak milik (transfer of ownership). 83
Penyerahan (levering) dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Code Civil Prancis tidak mengenal penyerahan (levering). Hak milik langsung beralih
81

Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung:PT.Citra Aditiya Bakti,1995), hal.102.
H.F.A.Vollmar I., Hukum Benda, (Bandung: Tarsito, 1987), hal 98.
83
Abdul Kadir Muhammad., Hukum Perikatan , (Bandung :Alumni, 1982), hal. 156
82

Universitas Sumatera Utara

52

pada saat terjadinya perjanjian terjadi. Dengan demikian dalam jual beli hak milik
atas benda yang dijual langsung beralih kepada pembeli ketika perjanjian jual beli itu
terjadi (sah).84
Kedua pengertian tersebut akan tampak lebih jelas dalam pemindahan hak
milik atas benda tak bergerak, karena pemindahan hak milik atas benda itu tidak
cukup hanya dilakukan dengan pengalihan atau pengoperan kekuasaan atas bendanya
tetapi harus dibuat surat penyerahan yang disebut akte van transport dan harus
didaftar di lembaga pendaftaran yang diperuntukkan untuk itu.85
Penyerahan (Levering) adalah sah bila memenuhi beberapa syarat,
yaitu : 86
1.

2.

3.

Harus ada perjanjian yang zakelijk(kebendaan).
Perjanjian kebendaan adalah suatu perjanjian yang mana menyebabkan
pindahnya hak-hak kebendaan misalnya hak milik, bezit, hipotek, gadai. Dari
perjanjian yang zakelijk ini tidak bisa timbul verbintenis, berbeda dengan
perjanjian yang terdapat dalam Buku III BW. Perjanjian dalam Buku III itu
umumnya bersifat obligatoir perjanjian yang menimbulkan perikatan
(verbintenis) yaitu perjanjian yang salah satu pihak harus memberikan prestasi
dan yang lain berhak atas prestasi. Perjanjian obligatoir tidak menimbulkan atau
menyebabkan pindahnya hak kebendaan, melainkan hanya menimbulkan hak
persoonlijk.
Harus ada titel (alas hak).
Alas hak dari pemindahan hak milik. Titel atau alas hak adalah hubungan
hukum yang mengakibatkan peralihan benda dalam jual-beli, tukar-menukar.
Pasal 583 BW mensyaratkan suatu penyerahan sebagai akibat dari suatu alas
hak dari pemindahan eigendom, artinya dalam penyerahan eigendom dianggap
adanya suatu kewajiban obligatoir untuk itu. Pengertian alas hak dalam Pasal
584 BW ialah adanya hubungan hukum untuk penyerahan eigendom.
Harus dilakukan oleh orang yang berwenang menguasai benda-benda tersebut.

84

Ibid.
R.Subekti I., Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT.Intermasa, 1980), hal 71.
86
Sri Soedewi, op.cit,hal.72.

85

Universitas Sumatera Utara

53

4.

Kewenangan Berhak (beschikkingsbevoegdheid). Dalam Pasal 584 BW
mensyaratkan suatu penyerahan sebagai akibat adanya suatu alas hak
berpindahnya eigendom yang berasal dari yang berhak atas eigendom-nya. Di
samping suatu titel yang sah juga disyaratkan adanya beschikkingsbevoegdheid
dari orang yang memindahkan itu sebagai suatu syarat untuk sahnya suatu
penyerahan. Syarat ini tidak lain dari pelaksanaan suatu asas hukum yaitu asas
nemoplus, bahwa seseorang itu tidak dapat mengalihkan hak melebihi apa yang
menjadi haknya. Dan, lazimnya yang wenang untuk menguasai benda itu adalah
pemilik.
Penyerahan nyata (feitelijke levering) dan penyerahan yuridis (juridische
levering). Penyerahan nyata, yaitu penyerahan dari tangan ke tangan. Pada
benda bergerak, penyerahan yuridis dan penyerahan nyata biasanya jatuh
bersamaan, sedangkan pada benda tidak bergerak, kedua macam penyerahan
tersebut terpisah, penyerahan nyata dengan cara penyerahan kunci rumah
sedangkan penyerahan yuridis pada saat dibuatnya akta perpindahan hak di
hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Perbuatan penyerahan atas sesuatu benda bukanlah suatu perbuatan yang berdiri

sendiri melainkan merupakan suatu perbuatan yang mengikuti perbuatan yang
mendahuluinya yang disebut sebagai peristiwa perdata untuk memindahkan hak
milik. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 584 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata tersebut di atas yang menyatakan bahwa berdasar atas suatu peristiwa perdata
untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas
terhadap kebendaan itu.
Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa hibah wasiat merupakan suatu
perbuatan perdata yang berlaku bila pemberi hibah meninggal dunia. Melalui
testament atau surat wasiat merupakan perbuatan pemindahan hak yang diikuti oleh
perbuatan penyerahan secara yuridis dari pelaksana wasiat (executrice testamentair)
atau para ahli waris kepada penerima hibah wasiat (legataris) melalui akta
penyerahan legaat. Pelaksana wasiat (executeur testamentair) merupakan nama yang

Universitas Sumatera Utara

54

diberikan Undang-Undang kepada orang yang diangkat sebagai pelaksana surat
wasiat yang mempunyai tugas utama untuk melaksanakan kehendak terakhir
seseorang yang membuat wasiat.87
Dasar pembuatan akta penyerahan legaat adalah Pasal 959 Kitab UndangUndang Hukum Perdata yaitu
“Penerima hibah wasiat harus meminta barang yang dihibahkan itu kepada
para ahli waris atau penerima wasiat yang diwajibkan untuk menyerahkan
barang yang dihibahkan itu. Ia berhak atas hasil dan bunganya sejak hari
kematian pewaris, bila tuntutan untuk penyerahan dilakukan dalam waktu satu
tahun sejak hari tersebut, atau bila penyerahan itu dilakukan secara sukarela
dalam jangka waktu yang sama. Bila tuntutan itu diajukan setelah itu, ia
hanya berhak atas hasil dan bunganya saja, terhitung dari hari pengajuan
tuntutan itu.”
Berdasarkan Pasal tersebut maka dapat dikatakan bahwa cara untuk
memperoleh hak milik berdasarkan hibah wasiat diharuskan dengan adanya
penyerahan (levering ) terlebih dahulu dari pelaksana hibah wasiat atau dari para ahli
waris kepada penerima hibah (legataris).
Penyerahan (levering) suatu hibah wasiat (legaat) dilakukan sebagai
berikut :88
1. Jika legaat tersebut terdiri atas barang bergerak yang berwujud, hanya dengan
penyerahan barangnya.
2. Jika terdiri atas barang bergerak tidak berwujud, diperlukan akta yang harus
ditandatangani oleh yang menyerahkannya dan yang menerimanya, sehingga
perjanjian itu harus diberitahukan secara resmi kepada debitor.
87

Tan TiongKie, Op.Cit, hal. 534.
Gregor Van der Burght,diterjemahkan oleh Tengker, Seri Plito, Hukum Waris Buku Kesatu,
(Bandung:PT.Citra Aditya Bakti), hal.109
88

Universitas Sumatera Utara

55

3. Jika terdiri atas barang tidak bergerak, diperlukan akta dengan memperhatikan
aturan khusus untuk penyerahan harta tetap yang berkenaan.
Ketentuan yang mengatur mengenai penyerahan legaat tersebut diatas dapat
dilihat dasar hukumnya yaitu :
1. Leegaat barang bergerak berdasarkan Pasal 612 ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, bahwa penyerahan barang-barang bergerak kecuali yang tidak
bertubuh, dilakukan dengan penyerahan yang nyata oleh atau atas nama pemilik
atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan, dalam mana kebendaan itu
berada.
2. Legaat atas barang bergerak tak berwujud berdasarkan Pasal 613 Kitab UndangUndang Hukum Perdata bahwa penyerahan yang demikian itu baru mempunyai
akibat sejak saat diadakan pemberitahuan kepadanya atau disetujui secara tertulis
atau diakuinya.
3. Legaat atas benda tidak bergerak diatur dalam Pasal 616 sampai Pasal 620 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Akan tetapi Pasal tersebut tidak pernah berlaku
karena menurut Peraturan Peralihan Perundang-undangan (S.1848 Nomor 10)
yang tetap berlaku adalah Ordonansi Baliknama (S.1834 Nomor 27). Kemudian
berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria penyerahan hak milik atas Tanah
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran
Tanah. Menurut Pasal 19 dalam Peraturan Pemerintah ini maka setiap perjanjian
yang bermaksud untuk memindahkan hak atas tanah harus dibuktikan dengan
suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri

Universitas Sumatera Utara

56

Agraria. Selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 telah direvisi
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 tetang Pendaftaran Tanah.
Dalam Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 bahwa setiap
perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah harus dibuktikan dengan
suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Berdasarkan uraian diatas penyerahan (levering) hibah wasiat dengan objek
hibah wasiat adalah tanah dan bangunan dapat dibuat melalui dua alternatif yaitu akta
yang dibuat oleh Notaris atau akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT). Akta penyerahan ini juga berperan dalam hal balik nama di Badan
Pertanahan Nasional dan hal tersebut diatur dalam Pasal 111 dan Pasal 112 Peraturan
Menteri Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 tahun 1997.
5.

Lahirnya Hak atas Objek yang diwasiatkan bagi Legataris.
Menurut Pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa pewaris

hanya terjadi atau berlangsung dengan adanya kematian. Kematian seseorang dalam
hal ini orang yang meninggal dengan meninggalkan harta kekayaan merupakan unsur
yang mutlak untuk adanya pewarisan, karena dengan adanya kematian seseorang
maka pada saat itu pula mulailah harta warisan itu dapat dibuka atau dibagikan. Dan
pada saat itu pula para ahli waris sudah dapat menentukan haknya untuk diadakan
pembagian warisan, karena dengan meninggalnya perwaris maka seluruh aktiva atau

Universitas Sumatera Utara

57

seluruh harta kekayaanya maupun seluruh pasiva atau seluruh hutang-hutangnya
secara otomatis akan jatuh atau beralih kepada ahli waris yang ada.
Bagi ahli waris ab intestato Pasal diatas dijelaskan kembali dalam Pasal 833
ayat (1), bahwa :
“Sekalian ahli waris dengan sendirinya karena hukum memperoleh hak milik
atas segala barang, segala hak dan segala piutang si yang meninggal”.
Peralihan hak dan kewajibannya dari yang meninggal dunia kepada ahli
warisnya disebut saisine yaitu ahli waris memperoleh segala hak dan kewajiban dari
yang meninggal dunia, tanpa memerlukan suatu tindakan tertentu, bahkan juga
apabila ahli waris tersebut belum mengetahui tentang kematian pewaris.
Asas yang berlaku dalam Pasal 833 ayat 1 tersebut tidak saja berlaku bagi
pewaris ab intestato saja tetapi berlaku juga untuk ahli waris ad testemento
,berdasarkan Pasal 955 KUH Perdata bahwa:
“Pada waktu pewaris meninggal dunia, baik para ahli waris yang diangkat
dengan wasiat maupun mereka yang oleh Undang-Undang diberi sebahagian
harta peninggalan itu, demi hukum memperoleh besit atas benda-benda yang
ditinggalkan”.
Hak saisine yang dalam aturan Prancis kuno terkenal dengan istilah “let mort
saisit le vif” yang artinya orang yang mati menguasai orang yang hidup, si mati
digantikan oleh orang yang hidup juga berlaku pada pewarisan ad testamento.89
Hal tersebut ditegaskan kembali melalui Pasal 874 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yaitu
89

A.Pittlo, Hukum Waris (Jakarta: PT.Intermas, 1986), hal 18-19

Universitas Sumatera Utara

58

“Segala harta peninggalan seorang yang meninggal dunia adalah kepunyaan
sekalian ahli waris menurut Undang-Undang, sekedar terhadap itu dengan
surat wasiat tidak telah diambilnya sesuatu ketetapan yang sah”.
Sehingga sejak pewaris meninggal dunia maka semua ahli waris, apakah
terpanggil untuk mewaris oleh Undang-Undang atau oleh testament, mempunyai hak
yang sama, mereka sama-sama mengantikan kedudukan si pewaris. Oleh karena itu
ahli waris Ab Intestato dan ahli waris Ad Testamento sama-sama mempunyai hak atas
harta peninggalan pewaris. Peristiwa terbukanya warisan itu memerlukan perhatian
dan tindakan hukum dari segenap para ahli waris secara bersama-sama untuk
melakukan penyelesaian atas warisan yang sudah terbuka menurut hukum waris yang
berlaku, lebih khusus lagi apabila atas kekayaan yang menjadi harta warisan yang
ditinggalkan pewaris itu terkait atau ada hubungannya dengan pihak-pihak lain.
Selain hak-hak dari sesama (para) ahli waris atau teman sesama ahli waris atau teman
sewarisan, atas harta peninggalan atau harta warisan yang sudah terbuka itu turut
berhak legataris, maupun kreditur ataupun instansi pemerintah (kantor pelayanan
pajak).90
Pada umumnya seluruh sistem hukum yang ada hanya mengenal peristiwa
hukum kematian sebagai dasar untuk menentukan ukuran terbukanya warisan.91
Peristiwa kematian menurut hukum mengakibatkan terbukanya warisan dan sebagai
konsekuensinya seluruh harta kekayaan

pewaris menjadi hak ahli waris. Bila

90

Syahril Sofyan, Beberapa Dasar Teknik Pembuatan Akta (Khusus Warisan),
(Medan:Pustaka Bangsa Press, 2012), hal.6.
91
Hasbalah Thaib dan Syahril Sofyan, Teknik Pembuatan Akta Penyelesaian Warisan
Menurut hukum waris Islam di Indonesia, (Bandung:Ciptapustaka Media, 2014),hal.9.

Universitas Sumatera Utara

59

berkaitan dengan pewarisan dengan menggunakan wasiat yang berisikan hibah wasiat
maka sejak terbukanya warisan maka penerima hibah wasiat (legataris) mempunyai
hak terhadap objek yang dihibah wasiatkan. Jika objek tersebut dalam bentuk benda
tidak bergerak yaitu bangunan dan atau tanah maka sejak saat kematian pewaris, lahir
hak legataris terhadap objek yang dihibah wasiatkan. Hak tersebut lebih kepada hak
untuk menuntut penyerahan karena hibah wasiat bukan merupakan suatu cara untuk
memperoleh hak milik karena tidak melahirkan hak kebendaan (zakerlijk recht)
melainkan hanya memberikan kepada legataris suatu hak perorangan (personlijk
recht) yaitu hak untuk menuntut penyerahan barang yang dihibah wasiatkan dari para
ahli waris (atau pelaksana wasiat yang diberi bezit atas harta warisan). Hal tersebut
didasarkan pada pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata antara lain
Pasal 959 yang berisikan bahwa (legataris) harus meminta barang yang dihibahkan
itu kepada para ahli waris atau penerima wasiat yang diwajibkan untuk menyerahkan
barang yang dihibahkan itu.
Oleh karena itu sejak meninggalnya legater maka saat tersebut lahir hak
legataris terhadap objek yang dihibah wasiatkan. Hak tersebut adalah hak untuk
menuntut penyerahan objek yang dihibah wasiatkan sehingga masih memerlukan lagi
penyerahan dari para ahli waris atau pelaksana wasiat kepada legataris yang
merupakan proses peralihan hak lebih lanjut.
B. Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan melalui Hibah Wasiat.
Terdapat 2 (dua) cara dalam mendapatkan ataupun memperoleh hak atas
tanah, yakni :

Universitas Sumatera Utara

60

1. Dengan pengalihan, yang meliputi beralih dan dialihkan. Dalam hal ini berarti
ada pihak yang kehilangan yaitu pemilik semula dan pihak lain yang
mendapatkan suatu hak milik.
2. Terjadinya hak milik sesuai dengan Undang–Undang Pokok Agraria Nomor 5
Tahun 1960 pada Pasal 22, yaitu:
a.

Terjadinya hak milik menurut hukum adat yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Dalam hal ini berarti terjadinya hak milik tesebut, diawali
dengan hak seorang warga untuk membuka hutan dalam lingkungan
wilayah masyarakat hukum adat dengan persetujuan Kepala Desa.
Dengan dibukanya tanah tesebut, belum berarti orang tersebut langsung
memperoleh hak milik. Hak milik akan dapat tercipta jika orang tersebut
memanfaatkan tanah yang telah dibukanya, menanami dan memelihara
tanah tersebut secara terus menerus dalam waktu yang sangat lama. Dari
sinilah hak milik dapat tercipta, yang sekarang diakui sebagai hak milik
menurut UUPA. Terjadinya hak milik dengan cara ini memerlukan waktu
yang cukup lama dan tentunya memerlukan penegasan yang berupa
pengakuan dari pemerintah.

b.

Terjadinya hak milik karena penetapan pemerintah, yaitu yang diberikan
oleh pemerintah dengan suatu penetapan menurut cara dan syarat-syarat
yang telah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah. Dalam hal ini berarti
pemerintah memberikan hak milik yang baru sama sekali. Pemerintah
juga dapat memberikan hak milik berdasarkan perubahan dari suatu hak

Universitas Sumatera Utara

61

yang sudah ada. Misalnya dengan peningkatan dari Hak Guna Usaha
menjadi Hak Milik, Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik, Hak Pakai
menjadi Hak Milik.
Bila ada kehendak yang disengaja dan disepakati atas sebidang tanah, maka
didalamnya ada pengalihan hak atas tanah tersebut. Peralihan hak atas tanah menurut
Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahn 1997 dapat dilakukan melalui
perbuatan hukum seperti jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam
perusahaan dan perbuatan hukum lainnya yang dibuktikan dengan akta Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT).92
1.

Hak atas Tanah dan Bangunan
Di dalam Burgerlijk Wetboek (yang selanjutnya disebut BW) ada dua istilah,

yaitu benda (zaak) dan barang (goed).93 Pengertian yang paling luas dari istilah zaak
ialah segala sesuatu yang dapat dihaki oleh orang. Disini benda berarti objek sebagai
lawan dari subjek atau orang dalam hukum. Ada perkataan benda itu dipakai dalam
artian se

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Yang Mengacu Kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Serta Pejabat Negara Yang Berperan Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Dan Ban

1 41 152

Pelaksanaan Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Studi Di Kota Pematangsiantar)

0 39 207

undang undang nomor 21 tahun 1997 ttg bea perolehan hak atas tanah dan bangunan

0 0 32

Undang_Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah | Kabupaten Kerinci

0 0 92

Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Terhadap Hibahwasiat Pasca Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah

0 0 16

Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Terhadap Hibahwasiat Pasca Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah

0 0 2

Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Terhadap Hibahwasiat Pasca Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah

0 2 30

Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Terhadap Hibahwasiat Pasca Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah

0 0 7

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN - Tinjauan Yuridis Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Yang Mengacu Kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Serta Pejabat Negara Yang Berperan Dalam Peralihan Ha

0 0 12