Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita di Lingkungan Pintu Angin Kelurahan Sibolga Hilir Kecamatan Sibolga Utara Kota Sibolga Tahun 2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diare
2.1.1 Definisi Diare
Diare adalah gangguan buang air besar/BAB ditandai dengan BAB lebih
dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah dan
atau lendir (Riskesdas, 2013).
Dalam buku ajar Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita (2013),
dituliskan pengertian diare sebagai pengeluaran feses yang tidak normal dan cair.
Bisa juga didefenisikan sebagai buang air besar yang tidak normal dan berbentuk
cair dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Bayi dikatakan diare bila sudah
lebih dari 3 kali buang air besar, sedangkan neonatus dikatakan diare bila sudah
lebih dari 4 kali buang air besar.
Ketika diare, pada feses balita dapat dijumpai darah, lendir atau pus.
Gejala ikutan dapat berupa mual, muntah, mulas, nyeri abdominal, demam dan
tanda-tanda dehidrasi (Zein, 2011).
2.1.2

Penyebab Diare
Beberapa jenis diare sering disebabkan oleh organisme renik seperti


bakteri dan virus. Bakteri patogen seperti E.coli, Shigella, Campylobacter,
Salmonella dan Vibrio cholera merupakan beberapa contoh bakteri patogen yang
menyebabkan epidemi diare pada anak. Kolera merupakan salah satu contoh kasus
epidemik dan sering diidentikkan dengan penyebabkan kematian utama pada

9
Universitas Sumatera Utara

10

anak. Namun sebagian besar kejadian diare yang disebabkan oleh kolera terjadi
pada orang dewasa dan anak dengan usia yang lebih besar.
Diare cair pada anak sebagian besar disebabkan oleh infeksi rotavirus , V.
cholera dan E.coli. Diare berdarah paling sering disebabkan oleh Shigella (WHO,
2009). Sedangkan diare cair akut pada anak di bawah lima tahun paling banyak
disebabkan oleh infeksi rotavirus.
Selain itu, diare juga dapat disebabkan karena beberapa hal, seperti infeksi,
malabsorbsi, makanan, dan psikologi (Dewi, 2013).
1.


Infeksi
a. Eteral, yaitu infeksi yang terjadi dalam saluran pencernaan dan merupakan
penyebab utama terjadinya diare. Infeksi eteral meliputi:
- Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella campylobacter,
Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
- Infeksi Virus : enterovirus, seperti virus ECHO, coxsackie, poliomyelitis,
adenovirus, rotavirus, astrovirus, dan sebagainya.
- Infeksi Parasit : cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, dan Strongylodies),
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, dan Trichomonas
hominis), serta jamur (Candida albicans).
b. Parenteral, yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan,
misalnya otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,
ensefalitis, dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

11

2.


Malabsorbsi
a. Karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa) serta
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada anak
dan bayi yang paling berbahaya adalah intoleransi laktosa.
b. Lemak.
c. Protein.

3.

Makanan, misalnya makanan basi, beracun, dan alergi.

4.

Psikologis, misalnya rasa takut atau cemas.
Selain itu, terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan diare,

yaitu defisiensi imunitas, measles, malnutrisi, dan pemberian ASI eksklusif yang
singkat serta tidak memadainya penyedian air bersih, pencemaran air oleh tinja,
kurangnya kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan

penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik
(Subagyo, 2012).
Menurut Suharyono (2008) faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya
diare, yaitu:
1.

Faktor gizi
Makin buruk gizi seorang anak, ternyata makin banyak episode diare yang
dialami.

2.

Faktor makanan yang terkontaminasi pada masa sapih.
Penggunaan botol susu pada anak-anak usia 6-24 bulan juga dapat
menyebabkan penyakit diare. Meneruskan pemberian ASI, menghindari
pemberian susu botol, perhatian penuh terhadap hygiene makanan anak dapat

Universitas Sumatera Utara

12


mencegah serangan diare pada anak. Serangan diare pada usia ini
berpengaruh sangat buruk pada pertumbuhan anak dan dapat menyebabkan
malnutrisi, walaupun demikian anak-anak yang minum ASI juga dapat
terserang diare. Hal ini dapat disebabkan oleh karena puting susu ibu yang
tidak bersih, untuk itu ibu yang masih menyusui perlu menjaga kebersihan
puting susu.
3.

Faktor sosial ekonomi
Hal ini mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor
penyebab diare. Kebanyakan anak yang mudah menderita diare berasal dari
keluarga dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak
punya penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan,
pendidikan orang tuanya yang rendah dan sikap serta kebiasaan yang tidak
menguntungkan. Karena itu, faktor edukasi dan perbaikan ekonomi sangat
berperan dalam pencegahan dan penanggulangan diare.

4.


Faktor lingkungan
Sanitasi lingkungan yang buruk juga akan berpengaruh terhadap terjadinya
diare. Interaksi antara agent (penyakit), tuan rumah (manusia) dan faktorfaktor lingkungan yang mengakibatkan penyakit perlu diperhatikan dalam
penanggulangan diare. Peranan faktor lingkungan (air, makanan, lalat dan
serangga lain), enterobakteri, parasit usus, virus, jamur dan beberapa zat
kimia

secara

klasik

telah

dibuktikan

pada

berbagai

penyelidikan


epidemiologis sebagai penyebab penyakit diare.

Universitas Sumatera Utara

13

2.1.3 Pembagian Diare
Penyakit diare menurut Suharyono (2008), berdasarkan jenisnya dibagi
menjadi empat, yaitu:
a. Diare Akut
Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya
kurang dari 7 hari). Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan
penyebab utama kematian bagi penderita diare.
b. Disentri
Disentri yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri
adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat dan kemungkinan
terjadinya komplikasi pada mukosa.
c. Diare Persisten
Diare persisten yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus

menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan
metabolisme.
d. Diare Dengan Masalah Lain
Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga
disertai dengan penyakit lain, seperti demam, ganguan gizi atau penyakit lainnya.
2.1.4 Gejala Diare
Berdasarkan gejala, diare dapat diklasifikasikan menjadi:

Universitas Sumatera Utara

14

Tabel 2.1 Klasifikasi Diare Berdasarkan Gejala Dehidrasi
Klasifikasi
Diare Dehidrasi Ringan
Diare Dehidrasi
Ringan/sedang

Diare Dehidrasi Berat


Gejala
- Tidak cukup tanda-tanda untuk diklasifikasikan
sebagai diare dehidrasi berat atau ringan/sedang
- Gelisah, rewel /mudah marah
- Mata cekung
- Haus, minum dengan lahap
- Cubitan kulit perut kembali lambat
- Letargis atau tidak sadar
- Mata cekung
- Tidak bisa minum atau malas minum
- Cubitan kulit perut kembali sangat lambat

Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2008

Tabel 2.2 Klasifikasi Diare Jika Diare Terjadi Selama 14 Hari atau Lebih
Klasifikasi
Gejala
Diare Persisten
Tanpa dehidrasi
Diare Persisten Berat

Ada dehidrasi
Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2008

Tabel 2.3 Klasifikasi Diare Jika Ada Darah Dalam Tinja
Klasifikasi
Gejala
Disentri
Darah dalam tinja/bercampur darah
Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2008

Menurut Dewi (2013), tanda dan gejala pada anak yang mengalami diare
adalah:
1.

Cengeng, rewel.

2.

Gelisah.


3.

Suhu meningkat.

4.

Nafsu makan menurun.

5.

Feses cair dan berlendir, kadang juga disertai dengan ada darah. Kelamaan
feses ini akan berwarna hijau dan asam.

6.

Anus lecet.

Universitas Sumatera Utara

15

7.

Dehidrasi, bila menjadi dehidrasi berat akan terjadi penurunan volume dan
tekanan darah, nadi cepat dan kecil, peningkatan denyut jantung, penurunan
kesadaran, dan diakhiri dengan syok.

8.

Berat badan menurun.

9.

Turgor kulit menurun.

10. Mata dan ubun-ubun cekung.
11. Selaput lendir dan mulut serta kulit menjadi kering.
Gejala yang timbul bervariasi dari ringan sampai berat, didahului oleh
muntah-muntah yang diikuti 4-8 hari diare hebat yang dapat menyebabkan
dehidrasi berat dan berujung pada kematian (Kemenkes RI, 2011)
Sebuah studi yang dilakukan oleh Sungkapalee et al. (2006) pada 103 anak
positif rotavirus menunjukkan bahwa gejala klinis dari infeksi rotavirus meliputi
diare cair akut (79,6%), demam (81,5%), mual atau muntah (80,6%). Nguyen et
al. (2004) menunjukkan bahwa gejala klinis dari infeksi rotavirus adalah
gabungan antara demam, muntah dan dehidrasi (42%), muntah-dehidrasi (20%)
dan demam-dehidrasi (14%). Studi yang dilakukan oleh Soenarto et al. (2009)
menunjukkan hal yang hampir sama bahwa anak dengan infeksi rotavirus
mengalami dehidrasi dan muntah yang lebih tinggi secara bermakna dibanding
dengan anak diare yang tidak ditemukan rotavirus pada tinjanya.

Universitas Sumatera Utara

16

2.1.5 Patogenesis dan Patofisiologi Diare
2.1.5.1 Patogenesis Diare
Patogenesis sangat bervariasi sesuai dengan penyebabnya, misalnya diare
yang

disebabkan

oleh

bakteri,

patogenesisnya

adalah

sebagai

berikut

(Maryunani,2010) :
-

Bakteri masuk ke dalam saluran cerna melalui makanan atau minuman,
kemudian berkembang biak di dalam saluran cerna dan mengeluarkan
toksin.

-

Toksin merangsang epitel usus dan menyebabkan peningkatan enzim yang
mempunyai kemampuan merangsang sekresi klorida, natrium dan air dari
dalam sel ke lumen usus. Hal ini akan menyebabkan peninggian tekanan
osmotik di dalam lumen usus. Akibatnya terjadi hiperperistaltik usus yang
sifatnya mengeluarkan cairan yang berlebihan dalam lumen usus, sehingga
cairan dialirkan dari lumen usus halus ke lumen usus besar. Bila
kemampuan penyerapan kolon (usus besar) berkurang atau sekresi cairan
melebihi kapasitas penyerapan kolon, maka akan terjadi diare.
Dari patogenesis tersebut, maka pada prinsipnya terdapat mekanisme dasar

yang dapat menyebabkan terjadinya diare adalah sebagai berikut (Dewi, 2013).
1.

Gangguan Osmotik.
Akibat adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap oleh tubuh
akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus. Isi rongga usus
yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkan isinya
sehingga timbul diare.

Universitas Sumatera Utara

17

2.

Gangguan Sekresi.
Akibat rangsangan tertentu, misalnya toksin pada dinding usus yang
akan menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit yang berlebihan
ke dalam rongga usus, sehingga akan terjadi peningkatan isi dari rongga
usus yang akan merangsang pengeluaran isi dari rongga usus dan akhirnya
terjadi diare.

3.

Gangguan Motilitas Usus.
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan bagi
usus untuk menyerap makanan yang masuk, sehingga akan timbul diare.
Akan tetapi, apabila terjadi keadaan yang sebaliknya yaitu penurunan dari
peristaltik usus maka akan dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri yang
berlebihan di dalam rongga usus sehingga akan menyebabkan diare juga.
Selain itu, juga terdapat patogenesis diare akut, yaitu:

1.

Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah
berhasil melewati rintangan asam lambung.

2.

Jasad renik tersebut akan berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus
halus.

3.

Dari jasad renik tersebut akan keluar toksin (toksin diaregenik).

4.

Toksin diaregenik akan menyebabkan hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare.

Universitas Sumatera Utara

18

2.1.5.2 Patofisiologi Diare
Mekanisme terjadinya diare oleh infeksi rotavirus telah diketahui melalui
berbagai mekanisme yang berbeda. Mekanisme ini meliputi malabsorbsi akibat
kerusakan sel usus (enterosit), toksin, perangsangan saraf enterik serta adanya
iskemik pada vilus.
Rotavirus yang tidak ternetralkan oleh asam lambung akan masuk ke
dalam bagian proksimal usus. Rotavirus kemudian akan masuk ke sel epitel
dengan masa inkubasi 18-36 jam, dimana pada saat ini virus akan menghasilkan
enterotoksin NSP-4. Enterotoksin ini akan menyebabkan kerusakan permukaan
epitel pada vili, menurunkan sekresi enzim pencernaan usus halus, menurunkan
aktivitas Na+ kotransporter serta menstimulasi syaraf enterik yang menyebabkan
diare (Ramig, 2004).
2.1.6 Cara Penularan Diare
Berbagai agen penyakit umumya menumpang pada media udara, air,
pangan, serangga ataupun manusia melalui kontak langsung. Berbagai agen
penyakit beserta medianya disebut sebagai komponen lingkungan yang memiliki
potensi bahaya penyakit (Achmadi, 2011). Komponen lingkungan yang
mempunyai potensi dapat menimbulkan berbagai macam penyakit diantaranya
adalah air, pangan, serangga, udara dan manusia. Diare merupakan salah satu
penyakit berbasis lingkungan, dengan rantai penularannya melalui media air,
makanan, serangga, dan manusia (Gambar 2.1).

Universitas Sumatera Utara

19

Manajemen Penyakit

Sumber
agent
penyakit

1.
2.
3.
4.
5.

Udara
Air
Pangan
Vektor
Manusia

Sakit
Komunitas
(perilaku, umur,
gender, ras)

Sehat

Agent Penyakit
lingkungan strategis/politik, iklim,
topografi, suhu, dll
Sumber : Achmadi, 2011

Gambar 2.1 Perjalanan Penyakit
Sumber penyakit penyebab diare biasanya masuk ke dalam tubuh manusia
melalui :
a.

Makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh tinja penderita diare.

b.

Tangan yang terkontaminasi agen penyebab diare.

c.

Air yang terkontaminasi agen penyebab diare.
Penyakit diare terutama ditransmisikan melalui kotoran manusia yang

terinfeksi melalui rute transmisi faecal-oral.
Tinja yang dibuang sembarangan dan mencemari lingkungan (tanah, air),
jika dibuang ke tempat terbuka tinja akan dihinggapi lalat, kemudian lalat hinggap
pada makanan/minuman dengan membawa penyakit yang melekat pada anggota
tubuhnya, makanan/minuman yang telah dicemari lalat dikonsumsi oleh manusia,

Universitas Sumatera Utara

20

sehingga penyakitnya masuk melalui mulut manusia. Tangan/ kuku yang tidak
bersih setelah berhubungan dengan tinja merupakan sumber penyakit masuk
melalui mulut manusia melalui makanan/minuman (Slamet, 2009). Tinja akan
mencemari air baku, kemudian air baku diminum manusia tanpa dimasak, atau
mencemari sayuran yang dicuci dengan air yang sudah tercemar tinja
(Gambar 2.2).
Air
Mati

Lalat

Sayuran

Tinja

Host
Makanan
Tangan
n

Minuman
Sakit

Tanah
Sumber : Suyono dan Budiman, 2010

Gambar 2.2 Skema Penularan Penyakit dari Tinja
2.1.7 Penatalaksanaan dan Pencegahan Diare
2.1.7.1 Penatalaksanaan Diare
Berdasarkan Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2008 penatalaksanaan diare
berdasarkan gejala,yaitu:

Universitas Sumatera Utara

21

Tabel 2.4 Penatalaksanaan Diare Berdasarkan Derajat Dehidrasi
Gejala
Klasifikasi
Tindakan/Pengobatan
- Tidak cukup tanda-tanda untuk
Diare Tanpa - Beri cairan & makanan
diklasifikasikan sebagai diare
Dehidrasi
sesuai Rencana Terapi
dehidrasi
berat
atau
A dan Tablet Zinc.
ringan/sedang
- Nasihati kapan kembali
segera.
- Kunjungan ulang 5 hari
jika
tidak
ada
perbaikan.
Terdapat dua atau lebih tandaDehidrasi
- Beri cairan & makanan
tanda berikut;
Ringan/sedang
sesuai Rencana Terapi
- Gelisah, rewel /mudah marah
B dan Tablet Zinc.
- Mata cekung
- Jika
anak
juga
- Haus, minum dengan lahap
mempunyai klasifikasi
- Cubitan kulit perut kembali
berat lain:
lambat Diare.
a. RUJUK SEGERA.
b.Jika
masih
bisa
minum, berikan ASI
dan larutan oralit
selama perjalanan.
- Nasihati kapan kembali
segera.
- Kunjungan ulang 5 hari
jika
tidak
ada
perbaikan.
Terdapat dua atau lebih tanda- Diare Dehidrasi - Jika tidak ada klasifikasi
tanda berikut;
Berat
berat lain:
- Letargis atau tidak sadar
a. Beri cairan untuk
- Mata cekung
dehidrasi
berat
- Tidak bisa minum atau malas
(Rencana Terapi C),
minum
dan tablet zinc.
- Cubitan kulit perut kembali
-Jika
anak
juga
sangat lambat
mempunyai klasifikasi
berat lain:
a.RUJUK SEGERA.
b.Jika
masih
bisa
minum, berikan ASI
dan larutan oralit
selama perjalanan.
- Jika ada kolera di daerah
tersebut, beri antibiotik
untuk kolera

Universitas Sumatera Utara

22

Tabel 2.5 Penatalaksanaan Diare Jika Diare Terjadi Selama 14 Hari atau Lebih
Gejala
Klasifikasi
Tindakan/Peng`obatan
Tanpa dehidrasi
Diare Persisten - Nasihati
pemberian
makan untuk
Diare
Persisten.
- Kunjungan ulang 5 hari
Ada dehidrasi
Diare Persisten - Atasi dehidrasi sebelum
Berat
dirujuk, kecuali ada
klasifikasi berat lain.
- RUJUK.

Tabel 2.6 Penatalaksanaan Diare Jika Ada Darah Dalam Tinja
Gejala
Klasifikasi
Tindakan/Pengobatan
Darah dalam tinja/bercampur
Diare
- Beri antibiotik yang
darah
sesuai.
- Nasihati kapan kembali
segera.
- Kunjungan ulang 2 hari.

Prinsip tatalaksana penderita diare yang dilakukan pemerintah salah
satunya adalah melalui LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang
terdiri atas (Kemenkes RI, 2011) :
1. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah
tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia
berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat
ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang
rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan
yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila
penderita tidak bisa minum harus segera dibawa ke sarana kesehatan untuk
mendapat pertolongan cairan melalui infus.

Universitas Sumatera Utara

23

Dosis pemberian oralit berdasarkan derajat dehidrasi, yaitu:
a) Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :
-

Keadaan Umum : baik

-

Mata : Normal

-

Rasa haus : Normal, minum biasa

-

Turgor kulit : kembali cepat

Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :
Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret
b) Diare dehidrasi Ringan/Sedang
Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau
lebih:
-

Keadaan Umum : Gelisah, rewel

-

Mata : Cekung

-

Rasa haus : Haus, ingin minum banyak

-

Turgor kulit : Kembali lambat

Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya
diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
c) Diare dehidrasi berat
Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
-

Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar

Universitas Sumatera Utara

24

-

Mata : Cekung

-

Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum

-

Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)

Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas
untuk di infus.
2. Berikan Obat Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc
dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana
ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel
usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami
kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan
tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi
volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan
berikutnya. Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek
protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study
menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 % (Soenarto,
2009). Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak
mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
- Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
- Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.

Universitas Sumatera Utara

25

Cara pemberian tablet zinc :
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan
pada anak diare.
3. Pemberian ASI / Makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi
ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya.
Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan
padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih
sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra
diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.
4. Pemberian Antibiotika Hanya Atas Indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian
diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat
pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek
kolera.
Obat-obatan anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang
menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di
anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun
meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping
yang bebahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti
diare disebabkan oleh parasit (amoeba, giardia).

Universitas Sumatera Utara

26

5. Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi
nasehat tentang :
1. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
2. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
- Diare lebih sering
- Muntah berulang
- Sangat haus
- Makan/minum sedikit
- Timbul demam
- Tinja berdarah
- Tidak membaik dalam 3 hari
Tujuan pengobatan tersebut dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana
terapi (terapi cairan) yang sesuai, yaitu :
a. Rencana Terapi A : Penanganan Diare di Rumah
Terapi dilaksanakan di rumah untuk mencegah dehidrasi dan malnutrisi.
Seorang anak dengan diare tanpa dehidrasi memerlukan cairan dan garam
tambahan untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Beberapa hal yang harus
diajarkan kepada ibu untuk mencegah dehidrasi, malnutrisi dan saat merujuk,
adalah:
1. Beri Cairan Tambahan
-

Berikan ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian

Universitas Sumatera Utara

27

-

Jika anak memperoleh ASI Eksklusif, berikan oralit atau larutan gula
garam

-

Jika anak tidak memperoleh ASI Eksklusif, berikan 1 atau lebih cairan
berikut ini : Oralit atau larutan gula garam, cairan makanan (kuah sayur,
air tajin) atau air matang

2. Beri tablet zinc selama 10 hari. Zinc berperan sebagai anti oksidan,
mempengaruhi absorpsi air dan natrium, meningkatkan metabolisme vitamin A,
mencegah defisiensi enzim disakarida, meningkatkan sistem imun, dan sebagai
ko-faktor enzim. Bhutta,dkk (2000) dari Zinc Investigator Collaborative Group
menyimpulkan bahwa pemberian suplemen seng pada diare akut dapat
mengurangi lama dan beratnya kejadian diare.
3. Bila tidak membaik segera ke puskesmas atau rumah sakit
b. Rencana Terapi B : Penanganan Dehidrasi Ringan/Sedang dengan Oralit
Pada dehidrasi ringan-sedang, perlu diberikan Cairan Rehidrasi Oral
(CRO). Komposisi CRO sangat penting untuk memperoleh penyerapan yang
optimal. Terapi Cairan Rehidrasi Oral (CRO) yang dianjurkan WHO selama 3
dekade ini dengan menggunakan cairan elektrolit dan glukosa telah berhasil
menurunkan angka kematian akibat dehidrasi pada diare, karena kombinasi gula
dan garam ini dapat meningkatkan penyerapan cairan yang sangat efektif dan
efisien digunakan pada pusat pelayanan kesehatan dengan jumlah tenaga
kesehatan yang terbatas, serta tidak mempunyai tenaga terlatih. Sesuai anjuran
WHO, saat ini dianjurkan penggunaan Cairan Rehidrasi Oral (CRO) dengan
komposisi Na 75 mmol/L, K 29 mmol/L, Glukosa 75 mmol/L, Sitrat 10 mmol/L.

Universitas Sumatera Utara

28

Cairan Rehidrasi Oral (CRO) diberikan dengan pemantauan yang dilakukan
diruang rawat sehari atau Pojok Upaya Rehidrasi Oral selama 3 jam. Penilaian
kembali derajat dehidrasi, bila masukan minum atau makan baik, penderita dapat
dipulangkan. Berikut cara memberikan larutan oralit:
1. Memberikan larutan oralit
-

Minumkan sedikit - sedikit tapi sering dari cangkir/mangkuk/gelas

-

Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian berikan lagi lebih lambat

-

Lanjutkan ASI selama anak mau

Setelah 3 jam :
-

Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat dehidrasinya

-

Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan

-

Mulailah memberi makan anak

-

Bila tidak ada perbaikan segera dirujuk ke puskesmas atau rumah sakit.

c. Rencana Terapi C :Pemberian Tablet Zinc Untuk Semua Penderita Diare
1. Pastikan semua anak yang menderita diare mendapat tablet zinc sesuai dosis
dan waktu yang telah ditentukan kecuali bayi muda.
2. Dosis Tablet Zinc (1 tablet = 20 mg)
Berikan dosis tunggal selama 10 hari :
-

Umur 2 - 6 bulan : ½ tablet

-

Umur > 6 bulan : 1 tablet

3. Cara Pemberian tablet Zinc
Larutkan tablet dengan sedikit air atau ASI dalam sendok teh (tablet akan larut
kurang lebih 30 detik), segera berikan kepada anak.

Universitas Sumatera Utara

29

4. Apabila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemberian tablet zinc, ulangi
pemberian dengan cara memberikan potongan lebih kecil dilarutkan beberapa
kali hingga satu dosis penuh.
5. Ibu tetap memberikan tablet zinc setiap hari selama 10 hari penuh, meskipun
diare sudah berhenti.
6. Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus, tetap berikan
tablet zinc segera setelah anak bisa minum atau makan
2.1.7.2 Pencegahan Diare
Menurut Kemenkes RI (2011), kegiatan pencegahan penyakit diare yang
benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah :
Perilaku Sehat
1. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan
tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara
optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai
umur 6 bulan. Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini.
ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula
atau cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi
dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan
tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan
organisme lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan seperti ini di sebut disusui
secara penuh (memberikan ASI Eksklusif).

Universitas Sumatera Utara

30

Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah
6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan
dengan makanan lain (proses menyapih).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya
antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan
terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh
mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian
ASI yang disertai dengan susu botol.
2. Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap
mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan
pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan
bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.
Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping
ASI, yaitu:
a.

Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat
teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak
berumur 9 bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari).
Setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak
dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan pemberian ASI bila mungkin.

b.

Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-bijian
untuk energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-

Universitas Sumatera Utara

31

kacangan,

buah-buahan

dan

sayuran

berwarna

hijau

ke

dalam

makanannya.
c.

Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak. Suapi
anak dengan sendok yang bersih.

d.

Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin
dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.

3. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui fecal-oral
kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan,
minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan,
makanan yang wadah atau tempat makan-minum yang dicuci dengan air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang
tidak mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai
dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a.

Ambil air dari sumber air yang bersih.

b.

Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung
khusus untuk mengambil air.

c.

Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anakanak.

Universitas Sumatera Utara

32

d.

Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih).

e.

Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih
dan cukup.

4. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting
dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan
sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan,
mempunyai dampak dalam kejadian diare (Menurunkan angka kejadian diare
sebesar 47%).
5. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan
jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit
diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan
keluarga harus buang air besar di jamban.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a.

Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai
oleh seluruh anggota keluarga.

b.

Bersihkan jamban secara teratur.

c.

Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.

Universitas Sumatera Utara

33

6. Membuang Tinja Bayi Yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini
tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan
orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga:
a.

Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban

b.

Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di jangkau
olehnya.

c.

Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam
lubang atau di kebun kemudian ditimbun.

d.

Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan
sabun.

7. Pemberian Imunisasi Campak
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah
agar bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai
diare, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh
karena itu berilah imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan.
2.2 Sanitasi Lingkungan
2.2.1 Definisi Sanitasi Lingkungan
Sanitasi lingkungan berasal dari kata sanitasi dan lingkungan. Sanitasi
dalam bahasa Inggris berasal dari kata sanitation yang diartikan sebagai
penjagaan kesehatan (Echols, 2003).

Universitas Sumatera Utara

34

Selanjutnya, Slamet (2009) mengungkapkan bahwa sanitasi adalah usaha
kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai
faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan manusia.
Sedangkan pengertian lingkungan adalah salah satu variabel yang kerap
mendapat perhatian khusus dalam menilai kondisi kesehatan masyarakat bersama
dengan faktor perilaku, pelayanan kesehatan, dan genetik. Bagi manusia,
lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitarnya baik berupa benda hidup,
benda tak hidup, benda nyata ataupun abstrak, termasuk manusia, serta suasana
yang terbentuk karena terjadinya interaksi diantara elemen-elemen di alam
(Slamet, 2009).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sanitasi lingkungan pada
hakekatnya adalah kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga
berpengaruh positif terhadap status kesehatan yang optimum pula (Widyati, 2005)
Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup:
perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih,
pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah), rumah hewan ternak
(kandang) dan sebagainya (Anwar, 2004).
Slamet (2009) mengungkapkan bahwa sanitasi lingkungan lebih
menekankan pada pengawasan dan pengendalian / kontrol pada faktor lingkungan
manusia seperti:
a.

Penyediaan air menjamin air yang digunakan oleh manusia bersih dan
sehat.

b.

Pembuangan kotoran manusia, air buangan dan sampah.

Universitas Sumatera Utara

35

c.

Individu dan masyarakat terbiasa hidup sehat dan bersih.

d.

Makanan (susu) menjamin makanan tersebut aman, bersih dan sehat.

e.

Anthropoda binatang pengerat dan lain-lain.

f.

Kondisi udara bebas dari bahan-bahan yang berbahaya dari kehidupan
manusia.

g.

Pabrik-pabrik, kantor-kantor dan sebagainya bebas dari bahaya-bahaya
kepada masyarakat sekitar.

2.2.2 Ruang Lingkup Kesehatan Lingkugan
Menurut UU No.36 Tahun 2009, ruang lingkup kesehatan lingkungan
adalah:
a.

Limbah cair.

b.

Limbah padat.

c.

Limbah gas.

d.

Sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
pemerintah.

e.

Binatang pembawa penyakit.

f.

Zat kimia yang berbahaya.

g.

Kebisingan yang melebihi ambang batas.

h.

Radiasi sinar pengion dan non pengion.

i.

Air yang tercemar.

j.

Udara yang tercemar, dan makan yang tekontaminasi.
Namun yang perlu diperhatikan dalam penanggulangan penyakit diare

adalah kondisi sanitasi dasar yang terdapat disekitar lingkungan penduduk. Upaya

Universitas Sumatera Utara

36

sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia,
pengelolaan sampah, dan pengelolaaan air limbah (Depkes RI, 2005).
2.2.2.1 Sarana Air Bersih
Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara,
sekitar ¾ bagian tubuh kita terdiri atas air, tidak seorang pun dapat bertahan hidup
lebih dari 4 - 5 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga di pergunakan untuk
memasak, mandi, mencuci, dan membersihkan kotoran yang ada di sekitar rumah.
Air juga digunakan untuk keperluan industri, pertanian , pemadam kebakaran,
tempat rekreasi, tranportasi, dan lain - lain. Penyakit yang menyerang manusia
dapat ditularkan melalui air. Kondisi tersebut dapat menimbulkan penyakit
dimana - dimana (Mubarak, 2009).
Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air
bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih
yang terbatas dapat memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume ratarata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter atau 35-40
galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim,
standart kehidupan, dan kebiasaan masyarakat (Chandra, 2007).
a) Transmisi Penyakit Melalui Air
Menurut Chandra (2007), Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air
dapat dibagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan cara penularannya.
Mekanisme penularan penyakit terbagi menjadi empat:

Universitas Sumatera Utara

37

1.

Waterborne mechanism
Di dalam mekanisme ini, kuman patogen dalam air yang dapat

menyebabkan penyakit pada manusia ditularkan kepada manusia melalui mulut
atau sistem pencernaan. Contoh penyakit yang ditularkan melalui mekanisme ini
antara lain kolera, tifoid, hepatitis viral, disentri basiler, dan poliomyelitis.
2.

Waterwashed mechanism
Mekanisme penularan berkaitan dengan kurangnya air untuk pemeliharaan

hygiene perseorangan dan air bagi kebersihan alat-alat terutama alat-alat dapur
dan alat makan. Pada mekanisme ini terdapat tiga cara penularan, yaitu:
a. Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak.
b. Infeksi melalui kulit dan mata, seperti skabies dan trakoma.
c. Penularan melalui binatang pengerat, seperti leptospirosis.
3.

Water-based mechanism
Penyakit ini ditularkan dengan mekanisme yang memiliki agent penyebab

yang menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vektor atau sebagai
intermediate host yang hidup di dalam air. Contohnya skistosomiasis dan penyakit
akibat Dracunculucmedinensis.
4.

Water-related insect vector mechanism
Agent penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang biak

di dalam air. Contoh penyakit dengan mekanisme penularan sepert ini adalah
filariasis, dengue, malaria, dan yellow fever.

Universitas Sumatera Utara

38

b) Syarat Air Bersih yang Sehat
Penyediaan air bersih harus memenuhi dua syarat yaitu kuantitas dan
kualitas (Depkes RI, 2005).
a.

Syarat Kuantitas
Syarat kuantitas adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung

kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Makin banyak aktifitas yang dilakukan
maka kebutuhan air akan semakin besar. Secara kuantitas di Indonesia
diperkirakan dibutuhkan air sebanyak 138,5 liter/orang/hari dengan perincian
yaitu untuk mandi, cuci, kakus 12 liter, minum 2 liter, cuci pakaian 10,7 liter,
kebersihan rumah 31,4 liter, taman 11,8 liter, cuci kendaraan 21,8 liter, wudhu
16,2 liter, lain-lain 33.3 liter (Slamet, 2009).
b.

Syarat Kualitas
Syarat kualitas meliputi parameter fisik, kimia, mikrobiologis dan

radioaktivitas yang memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan Menteri
kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan
pengawasan Kualitas Air.
Selain itu, menurut Depkes RI (2007), cara menjaga kebersihan sumber
air bersih adalah:
1.

Jarak letak sumber air dengan jamban dan tempat pembuangan sampah
minimal 10 meter.

2.

Sumber mata air harus dilindungi dari bahan pencemar.

Universitas Sumatera Utara

39

3.

Sumur gali, sumur pompa, kran umum dan mata air harus dijaga
bangunannya agar tidak rusak seperti lantai sumur tidak boleh retak, bibir
sumur harus diplester dan sumur sebaiknya diberi tutup.

4.

Harus dijaga kebersihannya seperti tidak ada genangan air di sekitar
sumber air, tidak ada bercak-bercak kotoran, tidak berlumut pada
lantai/dinding sumur. Ember/gayung pengambil air harus tetap bersih dan
tidak diletakkan di lantai (ember/gayung digantung di tiang sumur).
Air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari

sumber yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman
tersebut, antara lain (Mubarak, 2009) :
-

Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit.

-

Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun.

-

Tidak berasa dan tidak berbau.

-

Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik dan rumah
tangga.

-

Memenuhi standart minimal yang ditentukan oleh WHO atau
Departemen Kesehatan RI. Persyaratan tersebut juga tertuang dalam
Peraturan Menteri Kesehatan No.416 Tahun 1990.

2.2.2.2 Sarana Jamban Keluarga
Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan
mengumpulkan kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu, sehingga kotoran
tersebut tidak menjadi penyebab penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman
(Depkes RI, 2004).

Universitas Sumatera Utara

40

a) Transmisi Penyakit Melalui Tinja
Ditinjau dari sudut kesehatan, kotoran manusia merupakan masalah yang
sangat penting, karena jika pembuangannya tidak baik maka dapat mencemari
lingkungan dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan manusi. Penyebaran
penyakit yang bersumber pada kotoran manusia (feces) dapat melalui berbagai
macam cara (Soeparman, 2002).
Penyakit menular seperti diare, disentri, polio, kholera, hepatitis A dan
lainnya merupakan penyakit yang disebabkan oleh tidak tersedianya sarana
jamban atau sarana jamban

yang

belum memenuhi syarat kesehatan

(Soeparman,2002).
b) Syarat Jamban yang Sehat
Menurut Depkes RI, 2004 ada beberapa ketentuan jamban yang memenuhi
syarat kesehatan, yaitu :
1.

Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak
10-15 meter dari sumber air minum.

2.

Konstruksi kuat.

3.

Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak
mencemari tanah di sekitarnya.

4.

Mudah dibersihkan dan aman penggunannya.

5.

Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna.

6.

Cukup penerangan. Minimal 100 lux (Kepmenkes RI No.519 Tahun
2008).

7.

Lantai kedap air.

Universitas Sumatera Utara

41

8.

Ventilasi cukup baik (minimal 10% dari luas lantai).

9.

Tersedia air dan alat pembersih.

Selain itu, menurut Notoatmodjo (2007), suatu jamban disebut sehat apabila
memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
1.

Tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban tersebut.

2.

Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya.

3.

Tidak mengotori air tanah di sekitarnya.

4.

Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa, dan
binatang-binatang lainnya.

5.

Tidak menimbulkan bau.

6.

Mudah digunakan dan dipelihara.

7.

Sederhana desainnya.

8.

Murah.

9.

Dapat diterima oleh pemakainya.

2.2.2.3 Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Salah satu penyebab terjadinya pencemaran air adalah air limbah yang
dibuang tanpa pengolahan ke dalam suatu badan air. Menurut Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001, air limbah adalah sisa dari
suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair.
Menurut Enjang (2000), air limbah (sewage) adalah excreta manusia, air
kotor dari dapur, kamar mandi, dari W.C., dari perusahaan-perusahaan termasuk
pula air kotor dari permukaan tanah dan air hujan. Sewage ini dibedakan menjadi
dua kelompok, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

42

1. Domestic sewage, yaitu sewage yang berasal dari rumah-rumah.
2. Industrial sewage, yaitu sewage yang berasal dari sisa-sisa proses industri.
Maksud pengaturan pembuangan air limbah adalah (Enjang,2000) :
1. Untuk mencegah pengotoran sumber air rumah tangga.
2. Menjaga makanan kita , misalnya: sayuran yang dicuci dengan air
permukaan.
3. Perlindungan terhadap ikan yang hidup di dalam kolam ataupun di kali.
4. Menghindari pengotoran tanah permukaan.
5. Perlindungan air untuk ternak.
6. Menghilangkan tempat berkembangbiaknya bibit-bibit penyakit (cacing
dan sebagainya) dan vektor penyebab penyakit (nyamuk, lalat, dan
sebagainya).
7. Menghilangkan adanya bau-bauan dan pemandangan yang tidak sedap.
a) Transmisi Penyakit Melalui Air Limbah
Air limbah dapat mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan
penyakit bawaan air (waterborne disease). Selain itu, di dalam air limbah mungkin
juga terdapat zat-zat berbahaya dan beracun yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan bagi mahluk hidup yang mengkonsumsinya.
Adakalanya, air limbah yang tidak dikelola dengan baik juga dapat
menjadi sarang vektor penyakit (misalnya nyamuk, lalat, kecoa, dan lain-lain).
b)

Syarat SPAL yang Memenuhi Syarat Kesehatan
Sarana pembuangan air limbah yang sehat harus memenuhi persyaratan

kesehatan,yaitu tidak mencemari sumber air bersih, tidak menimbulkan genangan

Universitas Sumatera Utara

43

air yang menjadi sarang serangga/nyamuk, tidak menimbulkan becek, kelembaban
dan pandangan yang tidak menyenangkan, bentuk saluran pembuangan tertutup,
dan lancar (Depkes RI, 1993).
2.2.2.4 Sarana Pembuangan Sampah
Sampah adalah semua zat/benda yang sudah tidak terpakai lagi baik
berasal dari rumah-rumah maupun sisa-sisa proses industri (Enjang, 2000).
Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak di pakai lagi oleh
manusia, atau benda yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan
manusia dan dibuang (Slamet, 2009).
Sampah erat kaitanya dengan kesehatan masyarakat karena dari sampah
tersebut akan hidup berbagai mikroorganisme penyebab penyakit dan juga
binatang serangga sebagai pemindah/penyebar penyakit (vektor).
a) Jenis-Jenis Sampah
Sampah padat dapat dibagi menjadi berbagai jenis, yaitu:
1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya, sampah dibagi
menjadi :
a. Sampah an-organik, adalah sampah yang umumnya tidak dapat
membusuk, misalnya logam/besi, pecahan gelas, plastik, dan
sebagainya.
b. Sampah organik adalah sampah yang umumnya dapat membusuk,
misalnya

sisa-sisa

makanan,

daun-daunan,

buah-buahan,

dan

sebagainya.
2. Berdasarkan dapat dan tidaknya dibakar

Universitas Sumatera Utara

44

a. Sampah yang mudah terbakar, misalnya kertas, karet, kayu, plastik,
kain bekas, dan sebagainya.
b. Sampah yang tidak mudah terbakar, misalnya kaleng, besi, gelas, dan
sebagainya.
3. Berdasarkan karakteristik sampah (Chandra, 2007) :
a. Garbage, yaitu terdiri atas zat-zat yang mudah membusuk dan dapat
terurai dengan cepat, khususnya jika cuaca panas. Sampah jenis ini
dapat ditemukan di tempat pemukiman, rumah makan, rumah sakit,
pasar, dan sebagainya.
b. Rubbish, terbagi menjadi 2 yaitu:
1. Yang mudah terbakar terdiri atas zat-zat organik, seperti kertas,
kayu, karet, daun kering, dan sebagainya.
2. Yang tidak mudah terbakar terdiri atas zat-zat anorganik, seperti
kaca, kaleng, dan sebagainya.
c. Ashes (abu), adalah semua sisa pembakaran dari industri.
d. Street sweeping (sampah jalanan), adalah sampah dari jalan atau
trotoar akibat aktivitas mesin atau manusia.
e. Sampah industri, adalah sampah yang berasal dari pertanian,
perkebunan, dan industri.
f. Dead animal (bangkai binatang), adalah segala jenis bangkai binatang
besar (anjing, kucing, dan sebagainya) yang mati akibat kecelakaan
atau secara alami.

Universitas Sumatera Utara

45

g. Abandoned vehicle (bangkai kendaraan), adalah sampah yang berasal
dari bangkai kendaraan.
h. House hold refuse, adalah jenis sampah campuran (misalnya, garbage,
ashes, rubbish) yang berasal dari perumahan.
i. Demolision waste, sampah yang berasal dari sisa pembangunan
gedung, seperti tanah, batu, dan kayu.
j. Santage solid, adalah sampah yang terdiri atas benda-benda solid atau
kasar yang biasanya berupa zat organik, pada pintu masuk pusat
pengolahan limbah cair.
k. Sampah khusus, adalah sampah yang memerlukan penanganan khusus
seperti kaleng dan zat radioaktif.
b) Transmisi Penyakit Melalui Sampah
Pengaruh sampah terhadap kesehatan dapat di kelompokkan menjadi efek
langsung dan tidak langsung. Yang dimaksud dengan efek langsung adalah efek
yang disebabkan karena kontak yang langsung dengan sampah tersebut. Misalnya,
sampah beracun, sampah yang korosif terhadap tubuh, yang karsinogenik,
teratogenik, dan lainnya. Selain itu ada pula sampah yang mengandung kuman
pathogen, sehingga dapat menimbulkan penyakit. Sampah ini bisa berasal dari
sampah rumah tangga selain sampah industri.
Pengaruh tidak langsung dapat dirasakan masyarakat akibat proses
pembusukan, pembakaran, dan pembuangan sampah. Efek tidak langsung lainnya
berupa penyakit bawaan vektor yang berkembang biak di dalam sampah. Sampah
bila ditimbun sembarangan dapat dipakai sarang lalat dan tikus. Seperti kita

Universitas Sumatera Utara

46

ketahui, lalat adalah vektor berbagai penyakit perut. Demikian juga halnya dengan
tikus, selain merusak harta benda masyarakat, tikus juga sering membawa pinjal
yang dapat menyebarkan penyakit pest (Slamet, 2009).
Menurut Kusnoputranto (2000), beberapa jenis pengaruh sampah yang
tidak dikelola dengan baik terhadap kesehatan adalah:
1.

Penyakit-penyakit saluran pencernaan (diare, cholera, thypus, dan lainlain) dapat meningkatkan angka kesakitannya karena banyaknya lalat
yang hidup berkembang biak di lingkungan, terutama di tempat-tempat
sampah.

2.

Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) meningkat insidennya
karena banyanya vektor penyakit tersebut (aedes aegipty) yang hidup
berkembang biak di lingkungan yang pengelolaan sampah kurang baik
(banyak kaleng-kaleng dengan genangan-genangan air dan lain-lain).

3.

Banyaknya insiden penyakit jamur (penyakit kulit atau parasit yang lain)
di masyarakat yang penyebab penyakitnya hidup dan berkembang biak di
tempat pengumpulan dan pembuangan sampah yang kurang baik. Baik
penularannya melalui kontak langsung ataupun melalui udara.

4.

Adapun penyakit-penyakit yan ditularkan melalui binatang, misalnya
taenia (cacing pita). Hal ini dapat terjadi bila sampah untuk makanan
ternak tidak melalui pengolahan yang telah ditentukan, sehingga sisa-sisa
makanan/potongan garbage yang masih mengandung bibit penyakit ikut
terus dalam mata rantai penularan (sapi,babi).

Universitas Sumatera Utara

47

5.

Potongan besi, kaleng, seng serta pecahan-pecahan beling dapat
menyebabkan kasus kecelakaan pada pekerja atau masyarakat.

c) Syarat Tempat Sampah Yang Sehat
Syarat-syarat tempat sampah antara lain :
1. Terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, kedap air dan tidak mudah
rusak.
2. Mempunyai tutup,mudah dibuka, dikosongkan isinya serta dibersihkan,
sangat dianjurkan agar tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa
mengotori tangan.
3. Mudah diangkut oleh satu orang.
2.2.2.5 Angka Kepadatan Lalat
a) Kepadatan Lalat
Cara penilaian baik buruknya suatu lokasi adalah dilihat dari angka
kepadatan lalatnya. Dalam menentukan kepadatan lalat, pengukuran terhadap
populasi lalat dewasa lebih tepat dan bisa diandalkan daripada pengukuran
populasi larva lalat. Tujuan dari pengukuran angka kepadatan lalat adalah untuk
mengetahui tingkat kepadatan lalat, sumber-sumber tempat berkembang biaknya
lalat, dan jenis-jenis lalat (Depkes RI, 1992).
Lalat merupakan serangga dari Ordo Diptera yang mempunyai sepasang
sayap biru berbentuk membran. Semua bagian tubuh lalat bisa berperan sebagai
alat penular penyakit (badan, bulu pada tangan dan kaki, feces, dan muntahannya).
Kondisi lingkungan yang kotor dan berbau dapat merupakan tempat yang sangat
baik bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan bagi lalat rumah (Widyati, dan

Universitas Sumatera Utara

48

Yuliarsih, 2002). Saat ini terdapat sekitar ±60.000-100.000 spesies lalat, tetapi
tidak semua spesies perlu diawasi karena beberapa diantaranya tidak berbahaya
terhadap kesehatan masyarakat (Santi, 2001).
Menurut Sembel (2009), selain dapat mengganggu ketenteraman dalam
rumah, lalat juga dapat menularkan sekitar 100 jenis patogen yang dapat
mengakibatkan penyakit pada manusia atau hewan. Di antaranya adalah diare,
tipoid, kolera, disentri, tuberculosis, antraks, berbagai jenis cacing, dan patogenpatogen penyakit lainnya. Patogen penyakit biasanya terbawa oleh lalat dari
berbagai sumber seperti sisa-sisa kotoran, tempat pembuangan sampah,
pembuangan kotoran manusia, dan sumber-sumber kotoran yang lain, kemudian
patogen-patogen yang melekat pada

Dokumen yang terkait

Hubungan Kondisi Fisik Rumah Nelayan dengan Keluhan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Lingkungan Pintu Angin, Kelurahan Sibolga Hilir, Kecamatan Sibolga Utara, Kota Sibolga Tahun 2013

5 74 107

HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN DAN PERSONAL HYGIENE IBU DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANGKANG.

0 5 13

Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita di Lingkungan Pintu Angin Kelurahan Sibolga Hilir Kecamatan Sibolga Utara Kota Sibolga Tahun 2016

3 41 187

Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita di Lingkungan Pintu Angin Kelurahan Sibolga Hilir Kecamatan Sibolga Utara Kota Sibolga Tahun 2016

0 0 15

Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita di Lingkungan Pintu Angin Kelurahan Sibolga Hilir Kecamatan Sibolga Utara Kota Sibolga Tahun 2016

0 0 2

Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita di Lingkungan Pintu Angin Kelurahan Sibolga Hilir Kecamatan Sibolga Utara Kota Sibolga Tahun 2016

1 3 8

Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita di Lingkungan Pintu Angin Kelurahan Sibolga Hilir Kecamatan Sibolga Utara Kota Sibolga Tahun 2016

3 14 6

Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita di Lingkungan Pintu Angin Kelurahan Sibolga Hilir Kecamatan Sibolga Utara Kota Sibolga Tahun 2016

0 0 53

4. Nelayan 5. Pedagang 6. Ibu Rumah Tangga 7. Lain-lain - Hubungan Kondisi Fisik Rumah Nelayan dengan Keluhan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Lingkungan Pintu Angin, Kelurahan Sibolga Hilir, Kecamatan Sibolga Utara, Kota Sibolga Tahu

0 0 33

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH NELAYAN DENGAN KELUHAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI LINGKUNGAN PINTU ANGIN KELURAHAN SIBOLGA HILIR KECAMATAN SIBOLGA UTARA KOTA SIBOLGA TAHUN 2013 SKRIPSI

0 0 16