Pengenalan Pola Karakter Dan Penerjemahan Aksara Katakana Menggunakan Implementasi Algoritma Associative Memory Tipe Hetero-Associative

xvi

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1.

Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan saraf tiruan (artificial neural network) adalah sistem komputasi yang
arsitektur dan operasinya diinspirasi dari pengetahuan tentang sel saraf biologis di
dalam otak. Jaringan saraf tiruan tercipta sebagai suatu generalisasi model matematis
dari pemahaman manusia (human cognition) yang didasarkan atas asumsi sebagai
berikut :
1. Pemrosesan informasi terjadi pada elemen sederhana yang disebut neuron.
2. Isyarat mengalir di antara sel saraf/neuron melalui suatu sambungan
penghubung.
3. Setiap sambungan penghubung memiliki bobot yang bersesuaian. Bobot ini
akan digunakan untuk menggandakan/mengalikan isyarat yang dikirim
melaluinya.

4. Setiap sel saraf akan menerapkan fungsi aktivasi terhadap isyarat hasil
penjumlahan berbobot yang masuk kepadanya untuk menentukan isyarat
keluarannya.
Jaringan saraf tiruan dapat belajar dari pengalaman, melakukan generalisasi atas
contoh-contoh yang diperolehnya dan mengabstraksi karakterisasi esensial input
bahkan untuk data yang tidak relevan. Model saraf ditunjukkan dengan
kemampuannya dalam emulasi, analisis, prediksi, dan asosiasi. Kemampuan yang
dimiliki JST dapat digunakan untuk belajar dan menghasilkan aturan atau operasi dari
beberapa contoh atau input yang dimasukkan dan membuat prediksi tentang
kemungkinan output yang akan muncul atau menyimpan karakteristik dari input yang
disimpan kepadanya.(Hermawan,2006)
Berbeda dengan metode lain, algoritma untuk jaringan saraf tiruan beroperasi secara
langsung dengan angka sehingga data yang tidak numeric harus dirubah.
Dibandingkan dengan cara perhitungan konvensional, jaringan saraf tiruan tidak
memerlukan atau menggunakan suatu model matematis atas permasalahan yang
dihadapi. Jaringan saraf tiruan tidak diprogram untuk menghasilkan keluaran tertentu.
Universitas Sumatera Utara

xvii


Semua keluaran atau kesimpulan yang ditarik oleh jaringan didasarkan pada
pengalamannya selama mengikuti proses pembelajaran. Pada proses pembelajaran, ke
dalam JST dimasukkan pola-pola masukan (dan keluaran) lalu jaringan akan diajari
untuk memberikan jawaban yang bisa diterima.
Pada dasarnya karakteristik JST ditentukan oleh :
1.

Pola hubungan antar neuron (disebut arsitektur jaringan)

2.

Metode penentuan bobot-bobot sambungan (disebut dengan pelatihan
atau proses belajar jaringan)

3.

Fungsi aktivasi

Ada beberapa tipe jaringan syaraf, namun demikian hampir semuanya memiliki
komponen-komponen yang sama. Seperti halnya otak manusia, jaringan syaraf juga

terdiri dari beberapa neuron, dan ada hubungan antara neuron-neuron tersebut.
Neuron-neuron tersebut akan mentransformasikan informasi yang diterima melalui
sambungan keluarannya menuju ke neuron-neuron yang lain. Pada jaringan syaraf,
hubungan ini dikenal dengan nama Bobot. Informasi tersebut disimpan pada suatu
nilai tertentu pada bobot tersebut.(Hermawan,2006)
Model struktur neuron jaringan syaraf tiruan :

Gambar 2.1. Model Struktur JST

Gambar 2.2. Model Struktur JST

Universitas Sumatera Utara

xviii

Jika kita lihat, neuron buatan ini sebenarnya mirip dengan sel neuron biologis.
Neuron-neuron buatan tersebut bekerja dengan cara yang sama pula dengan neuronneuron biologis. Informasi (input) akan dikirim ke neuron dengan bobot kedatangan
tertentu. Input ini akan diproses oleh suatu fungsi perambatan yang akan
menjumlahkan nilai-nilai semua bobot yang akan datang. Hasil penjumlahan ini
kemudian akan dibandingkan dengan suatu nilai ambang tertentu melalui fungsi

aktifasi setiap neuron. Apabila input itu melewati suatu nilai ambang tertentu, maka
neuron tersebut akan diaktifkan. Apabila neuron tersebut diaktifkan, maka neuron
tersebut tidak akan mengirimkan output melalui bobot-bobot outputnya ke semua
neuron yang berhubungan dengannya demikian seterusnya.
Pada jaringan syaraf, neuron-neuron akan dikumpulkan dalam lapisan-lapisan (layer)
yang disebut dengan lapisan neuron (neuron layers). Biasanya neuron-neuron pada
satu lapisan akan dihubungkan dengan lapisan-lapisan sebelum dan sesudahnya
(kecuali lapisan input dan lapisan output). Informasi yang diberikan pada jaringan
syaraf akan dirambatkan lapisan ke lapisan, mulai dari lapisan input ke lapisan output
melalui lapisan yang lainnya yang sering disebut dengan nama lapisan tersembunyi
(hidden layer). Tergantung pada algoritma pembelajarannya, bisa jadi informasi
tersebut akan dirambatkan secara mundur pada jaringan.(Puspitaningrum,2006)

2.2.

Pelatihan Terbimbing (Supervised Training) dan Tak Terbimbing
(Unsupervised Training)

Sebagian besar jaringan saraf melakukan penyesuaian bobot-bobotnya selama
menjalani prosedur latihan. Pelatihan dapat berupa pelatihan terbimbing (supervised

training) di mana diperlukan pasangan masukan-sasaran untuk tiap pola yang
dilatihkan. Jenis kedua adalah pelatihan tak terbimbing (unsupervised training). Pada
metode ini, penyesuaian bobot (sebagai tanggapan terhadap masukan), tak perlu
disertai sasaran. Dalam pelatihan tak terbimbing, jaringan mengklasifikasikan polapola yang ada berdasarkan kategori kesamaan.
Perbedaan antara supervised training dan unsupervised training tergantung
pada bagaimana algoritma pelatihan menggunakan informasi kelas atau jenis pola.
Supervised training pada dasarnya mengasumsikan tersedianya pembimbing yang
mengklasifikasikan contoh-contoh pelatihan ke dalam kelas-kelasnya, sedangkan hal
ini tidak terjadi pada unsupervised training sehingga proses pengidentifikasikan
informasi kelas pola merupakan bagian dari proses pelatihan.
Universitas Sumatera Utara

xix

Algoritma supervised training memanfaatkan informasi dari setiap contoh
pelatihan. Dengan informasi ini algoritma supervised training dapat mendeteksi
kesalahan klasifikasi pola sebagai umpan balik ke dalam jaringan. Sedangkan
algoritma unsupervised training menggunakan contoh yang tidak diklasifikasikan
jenisnya. Sistem akan dengan sendirinya memprosesnya. Algoritma unsupervised
training memiliki kompleksitas perhitungan dan akurasi yang lebih rendah jika

dibandingkan dengan algoritma supervised training, tetapi lebih praktis dalam hal
kecepatan.(Rao,1995)

2.3.

Arsitektur JST

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa neuron-neuron dikelompokan dalam
lapisan-lapisan. Umumnya, neuron-neuron yang terletak pada lapisan yang sama akan
memiliki keadaan yang sama. Faktor terpenting dalam menentukan kelakuan suatu
neuron adalah fungsi aktifasi dan pola bobotnya. Pada setiap lapisan yang sama,
neuron-neuron akan memiliki fungsi aktivasi yang sama. Apabila neuron-neuron
dalam suatu lapisan (misalkan lapisan tersembunyi) akan dihubungkan dengan
neuron-neuron pada lapisan yang lain (misalkan lapisan output), maka setiap neuron
pada lapisan tersebut (misalkan lapisan tersembunyi) juga harus dihubungkan dengan
setiap lapisan pada lapisan lainnya (misalkan lapisan output).
Terdapat 3 macam arsitektur JST, yaitu :
1. Jaringan dengan lapisan tunggal (single layer net)
Jaringan ini hanya memiliki 1 lapisan dengan bobot-bobot terhubung. Jaringan ini
hanya menerima masukan kemudian secara langsung akan mengolahnya menjadi

keluaran tanpa harus melalui lapisan tersembunyi. Pada gambar berikut neuron-neuron
pada kedua lapisan saling berhubungan. Seberapa besar hubungan antara 2 neuron
ditentukan oleh bobot yang bersesuaian. Semua unit masukan akan dihubungkan
dengan setiap unit keluaran seperti terlihat pada Gambar 2.3.(Hermawan,2006)

Universitas Sumatera Utara

xx

Gambar 2.3. Jaringan dengan lapisan tunggal

2. Jaringan dengan banyak lapisan (multilayer net)
Jaringan ini memiliki 1 atau lebih lapisan yang terletak diantara lapisan masukan dan
lapisan keluaran. Umumnya ada lapisan bobot-bobot yang terletak antara 2 lapisan
yang bersebelahan seperti terlihat pada Gambar 2.4. Jaringan dengan banyak lapisan
ini dapat menyelesaikan permasalahan yang lebih sulit daripada lapisan tunggal, tentu
saja dengan pembelajaran yang lebih rumit. Pada banyak kasus, pembelajaran pada
jaringan

dengan


banyak

lapisan

ini

lebih

sukses

dalam

menyelesaikan

masalah.(Hermawan,2006)

Universitas Sumatera Utara

xxi


Gambar 2.4. Jaringan dengan banyak lapisan

3. Jaringan dengan lapisan kompetitif (competitive layer net)
Pada jaringan ini sekumpulan neuron bersaing untuk mendapatkan hak menjadi aktif.
Umumnya hubungan antar neuron pada lapisan kompetitif ini tidak diperlihatkan pada
diagram arsitektur. Gambar 2.5 menunjukkan salah satu contoh arsitektur jaringan
dengan lapisan kompetitif yang memiliki bobot - .(Hermawan,200θ)

Gambar 2.5. Jaringan dengan lapisan kompetitif

2.4.

Metode JST

Beberapa contoh metode Jaringan Syaraf Tiruan adalah sebagai berikut :
A. Backpropagation
Salah satu arsitektur jaringan saraf tiruan yang sangat populer adalah multilayer
feedforward networks. Secara umum, jaringan seperti ini terdiri dari sejumlah unit
neuron sebagai lapisan masukan, satu atau lebih lapisan simpul-simpul neuron

komputasi lapisan tersembunyi, dan sebuah lapisan simpul-simpul neuron komputasi
keluaran. Sinyal masukan dipropagasikan ke arah depan (arah lapisan keluaran),
lapisan demi lapisan. Jenis jaringan ini adalah hasil generalisasi dari arsitektur
perceptron satu lapisan, jadi biasa disebut sebagai multilayer perceptron (MLPs).
Error back propagation adalah algoritma MLPs yang menggunakan prinsip
pembelajaran terawasi. Propagasi balik (ke arah lapisan masukan) terjadi setelah
jaringan menghasilkan keluaran yang mengandung error. Pada fase ini seluruh bobot
synaptic (yang tidak memiliki aktivasi nol) dalam jaringan akan disesuaikan untuk
mengkoreksi/memperkecil error yang terjadi (error correction rule). Untuk pelatihan
jaringan, pasangan fase propagasi ke depan dan balik dilakukan secara berulang untuk
satu set data latihan, kemudian diulangi untuk sejumlah epoch (satu sesi lewatan untuk

Universitas Sumatera Utara

xxii

seluruh data latihan dalam sebuah proses pelatihan jaringan) sampai error yang terjadi
mencapai batas kecil toleransi tertentu atau nol. Jaringan backpropagation dapat
dilihat pada Gambar 2.6.


Gambar 2.6. Backpropagation
Dari Gambar 2.6 dapat dilihat bahwa yang bertindak sebagai dendrit adalah X1 dan
X2, yaitu data masukan pada jaringan tersebut. Terdapat 2 sinapsis atau bobot yaitu V
dan W, sedangkan Z dan Y merupakan bagian dari soma atau badal sel dari jaringan
tersebut. Dan yang bertindak sebagai akson atau data keluaran adalah Y.(Rao,1995)

B. Learning Vector Quantization (LVQ)
LVQ merupakan jaringan syaraf dengan tipe arsitektur jaringan lapis-tunggal umpanmaju (Single Layer Feedforward) yang terdiri atas unit masukan dan unit keluaran.
Suatu lapisan kompetitif akan secara otomatis belajar untuk mengklasifikasikan
vektor-vektor masukan . Kelas-kelas yang didapatkan sebagai hasil dari lapisan
kompetitifini hanya tergantung pada jarak antara vektor vektor masukan. Jika 2 vektor
masukan mendekati sama, maka lapisan kompetitif akan meletakkan kedua vektor
masukan tersebut ke dalam kelas yang sama. Arsitektur jaringan learning vector
quantization seperti terlihat pada Gambar 2.7

Universitas Sumatera Utara

xxiii

Gambar 2.7. Learning vector quantization

Gambar 2.7 memperlihatkan bahwa yang bertindak sebagai dendrit atau data masukan
adalah X1-X6, yang bertindak sebagai sinapsis atau bobot adalah W, sedangkan soma
atau badan sel dari jaringan ini adalah perhitungan ܺ −ܹ . Dan yang bertindak
sebagai akson atau data keluaran adalah Y.(Rojas,1996)

C. Hebb rule
Hebb rule adalah metode pembelajaran yang paling sederhana. Pada metode ini,
pembelajaran dilakukan dengan cara memperbaiki nilai bobot sedemikian rupa
sehingga jika ada 2 neuron yang terhubung, dan keduanya pada kondisi „hidup‟ (on)
pada saat yang sama, maka bobot antara keduanya dinaikkan. Apabila data
direpresentasikan secara bipolar, maka perbaikan bobotnya adalah:
Wi(baru) = wi(lama) + xi*y
dengan:
wi : bobot data input ke-i.
xi : input data ke-i.
y : output data.

Gambar 2.8. Hebb Rule
Universitas Sumatera Utara

xxiv

Misalkan kita gunakan pasangan vektor input s dan vektor output sebagai pasangan
vektor yang akan dilatih. Sedangkan vektor yang hendak digunakan untuk testing
adalah vektor x.(Hermawan,2006)
D. Perceptron
Perceptron juga termasuk salah satu bentuk jaringan syaraf yang sederhana.
Perceptron biasanya digunakan untuk mengklasifikasikan suatu tipe pola tertentu
yang sering dikenal dengan pemisahan secara linear. Pada dasarnya, perceptron pada
jaringan syaraf dengan satu lapisan memiliki bobot yang bisa diatur dan suatu nilai
ambang (threshold). Algorima yang digunakan oleh aturan perceptron ini mengatur
parameter-parameter bebasnya melalui proses pembelajaran. Nilai threshold ( ) pada
fungsi aktivasi adalah non negative. Fungsi aktivasi ini dibuat sedemikian rupa
sehingga

terjadi

pembatasan

antara

daerah

positif

dan

daerah

negatif.(Hermawan,2006)

2.5.

Associative Memory

Associative memory adalah sebuah content-addressable structure (struktur yang isinya
memiliki alamat tersendiri) yang memetakan suatu kumpulan pola masukan untuk
kumpulan pola keluaran. Sebuah content-addressable structure adalah suatu tipe
memory yang membolehkan pemanggilan kembali data berdasarkan kemiripan antara
pola masukan dan pola yang disimpan dalam memori. Jaringan syaraf associative
memory adalah jaringan yang bobot-bobotnya ditentukan sedemikian rupa sehingga
jaringan tersebut dapat menyimpan kumpulan pengelompokan pola.
Contoh sederhana associative memory :
Tabel dibawah menunjukkan sebuah memori yang berisi nama beberapa orang. Jika
memori yang diberikan merupakan data yang memiliki alamat tersendiri,maka dengan
menggunakan string yang salah “Crhistpher Columbus” sebagai kata kunci maka
cukup untuk mendapatkan nama yang benar “Christopher Columbus”.
Alex Graham Bell
Thomas Edison
Masukan :

Christopher Colombus

Keluaran :

Crhistpher Columbus →

Albert Einstein

→ Christopher Columbus

Charles Darwin

Universitas Sumatera Utara

xxv

Blaise Pascal

Dalam hal ini, memori tipe ini kuat dan toleran terhadap kesalahan, karena
menunjukkan kemampuan memperbaiki kesalahan.(Rao,1995)
Arsitektur model associative memory :

Gambar 2.9. Associative memory

2.6.

Bagian-bagian dalam Associative memory

Ada dua bagian dari associative memory, yaitu : auto-associative dan heteroassociative. Sebuah auto-associative memory mengambil pola yang terbaru yang
paling mirip dengan pola sekarang. Dalam hetero-associative memory, pola yang
diambil pada umumnya berbeda dari pola masukan tidak hanya dalam isi tapi
kemungkinan dalam tipe dan format, sesuai dengan isi memori.
Associative memory adalah sebuah sistem yang menghubungkan dua pola (X, Y)
sehingga ketika salah satu ditemui, yang lain dapat dipanggil.

2.6.1

Auto-associative memory

Misalkan, y[1], y[2], y[3], ………y[M], menjadi angka dalam pola yang disimpan dan
biarkan y(m) menjadi komponen dari vektor tersebut, mewakili fitur yang diambil dari
pola. Auto-associative memory akan mengeluarkan vektor pola y(m) ketika
dimasukkan versi kabur atau tidak lengkap dari y(m).(Rojas,1996)

Universitas Sumatera Utara

xxvi

2.6.2

Hetero-associative memory

Disini kegunaan memori lebih umum. Misalkan, kita memiliki angka dari pasangan
kata kunci {c(1), y(1)}, {c(2), y(2)}, …………., {c(M), y(M)}. Hetero-associative
memory akan mengeluarkan pola vektor y(m) jika versi kabur atau tidak lengkap dari
c(m) yang dimasukkan. Salah satu kelebihan dari hetero-associative memory ini ialah
proses pelatihannya yang hanya satu epoch (siklus pelatihan).(Rojas,1996)
Contoh dari hetero-associative memory :


Pola binary berpasangan s:t dengan |s| = 4 dan |t| = 2



Total bobot unit masukan ke keluaran : y _ in j = ∑ xi wij



Fungsi aktivasi :



Bobot yang dihitung dengan Hebbian rule (jumlah dari keseluruhan setelah
dipasangkan)
W = ∑ siT(p) tj (p)



Contoh latihan :

Pemanggilan kembali :

Universitas Sumatera Utara

xxvii

2.7.

Pengenalan Pola

Pengenalan pola merupakan sebuah metode yang telah lama ada dan terus
berkembang hingga saat ini. Pengenalan pola tradisional masih berbasis pada
kemampuan alat indera manusia. Manusia mampu mengingat suatu informasi pola
secara menyeluruh hanya dengan berdasarkan sebagian informasi yang tersimpan
dalam ingatannya. Sebagai contoh, dengan hanya mendengar sebagian lagu, dapat
membuat kita mengingat seluruh lagu.
Pengenalan pola adalah kemampuan manusia untuk mengenali obyek-obyek
berdasarkan ciri-ciri dan pengetahuan yang pernah diamatinya dari obyek tersebut.
Tujuan dari pengenalan pola ini adalah mengklasifikasikan dan mendeskripsikan pola
atau obyek kompleks berdasarkan ciri-cirinya.(Bishop,1996)
Saat ini, komputer telah memiliki sistem intelejen visual, yang membuat
dirinya dapat melihat dan mengenali sebuah obyek. Untuk dapat mengenali sebuah
obyek komputer harus melakukan pengolahan citra dan pengenalan pola. Pengolahan
citra digunakan untuk mendapatkan citra dengan kualitas yang baik, sementara
pengenalan pola berfungsi agar komputer dapat mengenali citra tersebut.
Dalam pengenalan pola, kita bisa membagi keseluruhan proses menjadi tiga
tahap yaitu :
a) Perolehan data (data acquisition), yaitu tahap saat data analog akan
dilewatkan pada penerjemah yang akan membuatnya menjadi format digital
untuk diproses oleh komputer.

Universitas Sumatera Utara

xxviii

b) Pengolahan data (data preprocessing), yaitu tahap saat data digital yang
diperoleh dari tahap sebelumnya diekstraksi karakteristiknya dan kemudian
karakteristik tersebut menjadi data output.
c) Pengklasifikasian keputusan (decision classification), yaitu tahap saat
karakteristik yang diperoleh pada tahap sebelumnya, digunakan untuk
mengklasifikasikan obyek.

Gambar 2.10. Representasi konseptual dari sistem pengenalan pola

Dalam pengenalan pola, banyak sekali metode yang bisa digunakan dan tidak
ada suatu metode yang bisa dikatakan paling tepat. Metode terbaik yang digunakan
untuk mengenali suatu pola, berbeda-beda tergantung obyek yang diteliti. Namun
demikian, pendekatan pengenalan pola yang saat ini sedang berkembang adalah
dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan.(Bishop,1995)
Jadi dapat kita simpulkan bahwa pengenalan pola adalah suatu proses untuk
mengenali sebuah obyek dengan berbagai metode, dan dalam proses pengenalannya
harus memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Adapun tingkat akurasi yang tinggi ini,
berarti bahwa suatu metode pengenalan pola yang diaplikasikan pada komputer harus
mampu mengenali, meskipun pola tersebut secara manual sulit untuk dikenali oleh
manusia.

2.8.

Citra Digital

Citra merupakan istilah lain untuk gambar. Kata citra lebih banyak digunakan pada
materi yang berkaitan dengan konseptual dan teknis, sementara kata gambar
digunakan jika mengacu pada objek yang dibicarakan dalam kehidupan sehari–hari.
Citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi) yang memiliki sumbu x dan
sumbu y.

Universitas Sumatera Utara

xxix

Dalam tahapan pengenalan pola, data analog sebuah citra harus diubah melalui
penerjemah menjadi citra digital. Citra digital adalah representasi dari sebuah citra
yang disimpan dalam bentuk array dua dimensi, dan setiap array-nya akan
menyimpan nilai warna dan intensitas pencahayaan. Untuk mengubah citra analog
menjadi citra digital, kita bisa menggunakan beberapa alat seperti, kamera digital dan
scanner.
Satuan terkecil dari suatu citra disebut piksel (picture element/pixel/pel) yang
berarti element citra. Citra dibentuk dari kotak-kotak persegi yang teratur sehingga
jarak horizontal dan vertikal antara piksel adalah sama pada seluruh bagian citra.
setiap piksel diwakili oleh bilangan bulat (integer) untuk menunjukkan lokasinya
dalam bidang citra. Sebuah bilangan bulat juga digunakan untuk menunjukkan cahaya
atau keadaan terang gelap piksel tersebut.(Ahmad,2005)

Gambar 2.11. Sistem Koordinat pada Citra Digital

Untuk menunjukkan lokasi

piksel, koordinat

(0,0) berfungsi

untuk

menunjukkan posisi sudut kiri atas pada citra, indeks x bergerak ke kanan dan indeks
y bergerak ke bawah. Koordinat (m-1, n-1) digunakan untuk menunjukkan posisi
kanan bawah dalam citra berukuran m x n piksel.
Untuk menunjukkan tingkat pencahayaan suatu piksel, digunakan bilangan
bulat yang besarnya 8 bit (1 byte) untuk setiap piksel, dengan lebar selang antara 0 255, di mana 0 untuk warna hitam, 255 untuk warna putih dan tingkat keabuan
ditandai dengan nilai di antara 0 – 255.
2.8.1

Format Citra JPEG

Joint Photographic Experts Group (JPEG) merupakan skema kompresi file bitmap.
Awalnya, file yang menyimpan hasil foto digital memiliki ukuran yang besar sehingga
tidak praktis, dengan format gambar JPEG, gambar jenis fotografi berkualitas tinggi
dapat dibuat dalam ukuran yang sangat kecil.

Universitas Sumatera Utara

xxx

Meskipun kompresi gambar JPEG sangatlah efisien dan selalu menyimpan
gambar dalam kategori warna true color (24 bit), format ini bersifat lossy, yang berarti
bahwa kualitas gambar dikorbankan bila tingkat kompresi yang dipilih semakin tinggi.
Tabel 2.1. Perbandingan jenis file gambar
Jenis
File

JPEG

Extensi

*.jpg

*.gif

TIFF

2.9.

Maksimum
24 bit (16,7

BMP *.bmp

GIF

Warna

*.tiff

juta warna)

24 bit (16,7
juta warna)

8 bit (256
warna)

24 bit (16,7
juta warna)

Kelebihan

Kelemahan

File berukuran kecil,

Mengkompres file terlalu

ideal untuk situs web banyak dapat menghilangkan
dan email

detail gambar

Kualitas gambar tetap
walaupun file sering Ukuran file yang sangat besar
dikompres
File berukuran kecil,

Tidak cocok untuk fotografi

bisa transparasi dan

karena warna yang didukung

animasi

terlalu rendah

Dapat dikompresi
dengan kualitas
gambar tetap

Ukuran file yang besar dan
masalah kompabilitas

Aksara Katakana

Katakana adalah salah satu daripada tiga cara penulisan bahasa Jepang. Katakana
biasanya digunakan untuk menulis kata-kata yang berasal dari bahasa asing yang
sudah diserap ke dalam bahasa Jepang, selain itu juga digunakan untuk menuliskan
onomatope dan kata-kata asli bahasa Jepang, hal ini hanya bersifat penegasan saja.
Tabel 2.2. Huruf-huruf Katakana
アa

イi

ウu

エe

o

ka

キ ki

ク ku

ケ ke

コ ko

サ sa

シ shi

ス su

セ se

ソ so

タ ta

チ chi

ツ tsu

テ te

ト to

na

ni

nu

ne

no

ha

ヒ hi

フ fu

ヘ he

ホ ho

ma

mi

mu

me

mo

Universitas Sumatera Utara

xxxi

ヤ ya
ra

ユ yu
ri

ワ wa

ru

yo
re

ro
wo
n

2.10.

Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang berkaitan dengan
penelitian ini adalah :
1.

Penelitian oleh Tika Romauli Siregar (201η) dengan judul “Implementasi
Jaringan Syaraf Metode Bidirectional Associative Memory Untuk Pengenalan
Pola Wajah”. Penelitian ini menggunakan metode Bidirectional Associative
Memory yang dapat mengenali pola baik dengan data yang tidak lengkap atau
dengan noise. Pada pengujian didapat tiga hasil yaitu yang pertama, pengujian
terhadap data pola wajah yang telah dilatih diperoleh tingkat pengenalan sebesar
100%, kedua pengujian terhadap data pola wajah yang baru diambil memiliki
tingkat pengenalan sebesar 70%, ketiga pengujian pola wajah yang telah diberi
noise memiliki tingkat pengenalan sebesar 80%, sehingga diperoleh kesimpulan
bahwa metode Bidirectional Associative Memory sangat tahan terhadap noise.

2.

Penelitian oleh Jakup Ginting (2014) dengan judul “Implementasi Jaringan Saraf
Tiruan Untuk Pengenalan Pola dan Penerjemahan Aksara Karo Dengan Metode
Associative Memory Tipe Hetero-Association”. Penelitian ini memproses citra
digital yang akan menghasilkan matriks bobot yang dijadikan sebagai tolak ukur
untuk pengujian pengenalan pola karakter Aksara Karo. Penelitian ini memiliki
dua pengujian, pertama pengujian terhadap data pola karate yang telah dilatih
diperoleh tingkat pengenalan sebesar 82,7419%, kedua pengujian pola karakter
yang tidak dilatih memiliki tingkat pengenalan sebesar 79,0323%. Sehingga
diambil kesimpulan bahwa metode associative memory tipe hetero-association
dapat mengenal pola cukup baik, walaupun dengan proses pelatihan hanya sekali.

3.

Penelitian oleh Yayang Kurniati (201η) dengan judul “Implementasi Metode
Bidirectional Associative Memory Pada Absensi Berbasis Identifikasi Wajah”.
Penelitian ini mengambil imputan berupa citra digital (foto) yang diambil melalui
kamera webcam. Sistem ini sangat bergantung pada intensitas cahaya yang ada

Universitas Sumatera Utara

xxxii

pada foto. Apabila intensitas cahaya pada foto diproses pelatihan hampir sama
dengan foto diproses pengujian, maka foto akan dapat dikenali. Namun jika
perbedaan intensitas cahaya sangat signifikan, maka foto tidak dapat dikenali.
Dari hasil pengujian, diperolah tingkat pengenalan sebesar 62,5%, sedangkan
37,5% lainnya tidak dapat dikenali karena memiliki intensitas cahaya yang
berbeda.

Universitas Sumatera Utara