Uji In Vitro Aktivitas Antelmintik Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh [Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.]

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit umum di dunia. Tidak hanya
terbatas di negara tropis dan subtropis tetapi juga terdapat di berbagai daerah
yang tingkat kebersihan lingkungannya rendah (Pagariya, et al., 2013). Badan
kesehatan dunia memperkirakan lebih dari 1,5 miliar (24%) dari penduduk dunia
terinfeksi cacing parasit dengan jumlah terbesar di wilayah Afrika, Amerika, Cina
dan Asia Tenggara (WHO., 2015). Angka kecacingan sebesar 28% (Kemenkes.,
2015) dan diperkirakan lebih dari 60% anak-anak menderita infeksi cacing di
Indonesia (Tjay dan Rahardja, 2002).
Prevalensi infeksi cacing yang tinggi berdampak buruk bagi kesehatan,
walaupun jarang menyebabkan kematian, namun infeksi cacing menyebabkan
penderita khususnya anak-anak mengalami kekurangan gizi, kemunduran
pertumbuhan fisik, mental, kognitif dan intelektual (Tiwow, dkk., 2013). Pada
orang dewasa menyebabkan menurunnya produktivitas kerja. Dalam jangka
panjang, kecacingan mengakibatkan menurunnya kualitas sumber daya manusia
(Zulkoni, 2010).
Antelmentik dapat menimbulkan efek samping seperti rasa mual,
hilangnya nafsu makan, muntah, sakit kepala dan diare (Vennila, et al., 2015;

Nitave, et al., 2014; Liu dan Weller, 1996). Resistensi cacing parasit pada ternak
juga telah banyak dilaporkan seperti pada obat antelmintik golongan
benzimidazol, imidotiazol-tetrahidropirimidin dan lakton makrosiklik yang
digunakan lebih dari periode yang ditentukan dan diberikan dengan dosis rendah

1
Universitas Sumatera Utara

oleh para petani sehingga menyebabkan resistensi, infeksi cacing dari hewan
ternak dapat berlanjut terjadi pada manusia dan keadaan resistensi kemungkinan
kedepannya dapat terjadi pada manusia (Vercruysse, et al., 2011; Sutherland dan
Leathwick, 2011; Wolstenholme, et al., 2004). Dilaporkan juga terjadinya
kegagalan dan penurunan efektivitas obat antelmintik dosis tunggal seperti
pirantel terhadap cacing tambang Ancylostoma duodenale yang telah mengalami
kegagalan (Reynoldson, et al., 1997), pada mebendazol dan levamisol telah
terjado penurunan efikasi terhadap cacing tambang dan nematoda pada saluran
pencernaan (Flohr, et al., 2007; Albonico, et al., 2003), menurunnya efikasi
albendazol terhadap cacing tambang (Humphries, et al., 2011) dan terjadinya
kegagalan tiabendazol terhadap Haemochus contortus (Kotze, et al., 2009).
Kegagalan dan penurunan efektivitas obat-obat antelmintik tersebut merupakan

petanda telah terjadinya resistensi pada manusia (Lalchhandama, K., 2010;
Prichard, R.K., 2007). Menggunakan dosis berganda atau dosis berulang
merupakan solusi terbaik, tetapi hal tersebut sulit diaplikasikan oleh masyarakat
karena bermasalah pada ketersediaan masyarakat untuk melakukan pengobatan
kembali dan tidak terpantaunya pengobatan tersebut setiap harinya sehingga dapat
menyebabkan resistensi dan tidak tuntasnya pengobatan (Vercruysse, et al., 2011),
oleh karena itu pengembangan antelmintik baru dari tumbuh-tumbuhan perlu
dilakukan (Borah, et al., 2013).
Salah satu tumbuhan yang berkhasiat obat adalah [Curanga fel-terrae
(Lour.) Merr.] yang dikenal dengan sebutan pugun tanoh, pugun tana, kukurang,
tamah raheut, papaita dan empedu taneh yang merupakan famili Scrophulariacea
(Patilaya dan Husori, 2015). Studi in vitro menunjukkan bahwa spesies tumbuhan
dari famili Schropulariaceae mampu membunuh cacing pasrasit penyebab infeksi

2
Universitas Sumatera Utara

pada saluran pencernaan dan jaringan tertentu pada manusia (Padal, et al., 2014;
Ranjani, et al., 2013). Pugun tanoh telah digunakan sebagai obat cacing secara
tradisional oleh masyarakat (Agung dan Tinton, 2008), di Maluku dan di Filipina

tanaman ini digunakan sebagai obat cacing untuk anak-anak (Prohati, 2015).
Tanaman ini mengandung zat pahit (Agung dan Tinton, 2008), flavonoid,
saponin, tanin, glikosida serta steroid/terpenoid (Harahap, dkk., 2013).
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya senyawa-senyawa aktif seperti
flavonoid, saponin, tanin, glikosida serta steroid/terpenoida mempunyai aktivitas
antelmintik (Asih, 2014; Nitave, et al., 2014; Tiwow, dkk., 2013). Kandungan
metabolit sekunder dalam daun pugun tanoh diperkirakan dapat menjadi
antelmintik.
Menurut Patilaya dan Husori (2015), ekstrak etanol daun pugun tanoh
yang diekstraksi dengan cara maserasi memiliki aktivitas antelmintik terhadap
cacing tanah (Pheretima posthuma). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi
kandungan senyawa hasil ekstraksi dalam proses ekstraksi suatu bahan tanaman,
diantaranya: jenis pelarut, konsentrasi pelarut, metode ekstraksi dan suhu yang
digunakan untuk ekstraksi (Senja et al., 2014). Pada penelitian ini metode
ekstraksi yang dilakukan adalah sokletasi, karena pemanasan dapat meningkatkan
kemampuan untuk mengekstraksi senyawa-senyawa yang tidak larut dalam suhu
kamar, sehingga aktivitas penarikan senyawa lebih maksimal dengan waktu
ekstraksi yang lebih singkat dibandingkan dengan beberapa metode ekstraksi
lainnya (Mokoginta, dkk., 2013).
Uraian di atas mendorong peneliti untuk melakukan uji aktivitas

antelmintik ekstrak etanol daun pugun tanoh yang diekstraksi dengan metode
sokletasi terhadap Pheretima posthuma secara in vitro.

3
Universitas Sumatera Utara

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah penelitian ini adalah:
a. Apakah hasil karakteristik simplisia dan ekstrak etanol daun tanaman pugun
tanoh?
b. Apa sajakah golongan senyawa kimia yang terdapat pada serbuk simplisia dan
ekstrak etanol daun tanaman pugun tanoh?
c. Apakah ekstrak etanol daun pugun tanoh memiliki aktivitas antelmintik
terhadap Pheretima posthuma secara in vitro?

1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian
ini adalah:
a. Karakteristik simplisia dan ekstrak etanol daun pugun tanoh sesuai dengan
persyaratan umum simplisia dan ekstrak.

b. Golongan senyawa kimia smplisia dan ekstrak etanol daun pugun tanoh adalah
flavonoid, tanin, glikosida, saponin dan steroid/triterpenoid.
c. Ekstrak etanol daun pugun tanoh memiliki aktivitas antelmintik terhadap
Pheretima posthuma secara in vitro.

1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
a. Mengetahui karakteristik simplisia dan ekstrak etanol daun pugun tanoh.
b. Mengetahui golongan senyawa kimia yang terkandung dalam simplisia dan
ekstrak etanol daun pugun tanoh.

4
Universitas Sumatera Utara

c. Menguji aktivitas antelmintik ekstrak etanol daun pugun tanoh secara in vitro
terhadap Pheretima posthuma.

1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
a. Memberikan informasi tentang aktivitas antelmintik ekstrak etanol pugun

tanoh.
b. Memberikan informasi tentang karakteristik dan golongan senyawa kimia yang
terdapat dalam daun tanaman pugun tanoh.

1.6 Kerangka Pikir
Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1. :
Variabel bebas

Variabel terikat

Karakterisasi
simplisia

Serbuk simplisia
daun pugun tanoh
Ekstrak etanol
daun pugun tanoh

Konsentrasi 5, 10,
20 dan 30 mg/ml


Skrining
fitokimia

Aktivitas
antelmintik

Parameter
- Organoleptik
- Mikroskopik
- Penetapan kadar air
- Kadar sari larut dalam air
- Kadar sari larut dalam
etanol
- Kadar abu total
- Kadar abu tidak larut
dalam asam
-Alkaloida
-Flavonoida
-Glikosida

-Saponin
-Tanin
-Steroida/triterpenoida
-

Waktu paralisis
Waktu kematian

Gambar 1.1. Kerangka pikir penelitian

5
Universitas Sumatera Utara