Analisis Pengaruh Transaksi Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK) Terhadap Perputaran Uang di Indonesia

(1)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Pembayaran 2.1.1 Defenisi

Committee for Payment and Settlement Systems/ Bank for International Settlement (CPSS/BIS) yaitu lembaga internasional yang menerbitkan acuan best practice dalam pengelolaan sistem pembayaran mendefinisikan sistem pembayaran adalah interaksi antar entitas yang terdiri dari, seperangkat instrumen, prosedur, IFT system untuk melancarkan perputaran dana.

Dalam Undang-Undang Tentang Bank Indonesia no.23 pasal 1 mendefinisikan sistem pembayaran adalah suatu sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme, yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi.

Menurut Guitian (1998) sistem pembayaran merupakan alat untuk melakukan pembayaran yang di terima secara umun, lembaga dan organisasi yang mengatur pembayaran (termasuk Prudential Regulation), prosedur operasi, jaringan komunikasi yang digunakan untuk memulai, mengirimkan informasi pembayaran dari pembayar ke penerima pembayaran dan menyelesaikan pembayaran.

Listfield dan Montes-Negret (1994) berpendapat bahwa sistem pembayaran sebenarnya cukup sederhana: itu mendefinisikan prosedur, aturan, standar dan


(2)

7 instrumen yang digunakan untuk pertukaran nilai keuangan antara dua pihak melaksanakan sebuah kewajiban.

Dari semua defenisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sistem pembayaran merupakan alat pembayaran, prosedur perbankan yang berhubungan dengan pembayaran dan sistem transfer antar bank yang dipakai dalam proses pembayaran.

2.1.2 Evolusi Sistem Pembayaran

Perkembangan sistem pembayaran dimulai dari sistem perekonomian yang paling senderhana. Pada saat itu seseorang bertransaksi dengan saling menukarkan barangnya untuk saling memenuhi kebutuhannnya. Jenis transaksi ini dikenal dengan istilah barter. Kemudian sistem barter ditinggalkan dan digantikan dengan sistem commodity currency yaitu pertukaran yang menggunakan barang tertentu sebagai media penukaran (medium of exchange) atau standar nilai dalam transaksi . Sebagai contoh, garam yang digunakan oleh orang romawi sebagai alat tukar maupun sebagai alat pembayaran upah. Jadi agar proses tukar menukar dapat berlangsung harus ada dua keinginan yang saling bertemu atau “kehendak ganda yang saling selaras” (double coincidence of wants) (Manurung, 2004).

Sejalan dengan berjalannya waktu sistem barter dan commodity currency menjadi tidak efisien karena memiliki beberapa kendala yaitu sulit mencari orang yang mau saling bertukar barang, sulit menentukan nilai barang yang akan ditukarkan, dan setiap orang memiliki ide yang berbeda dalam menilai yang akan dipertukarkan.


(3)

8 Dengan meningkatnya kebutuhan manusia dan kegiatan ekonomi yang terus berkembang, kedua sistem transaksi tersebut menjadi tidak efisien lagi. Kemudian muncullah uang yang mempunyai fungsi sebagai alat ukur nilai seuatu barang dan juga sebagai alat tukar untuk digunakan dalam perdagangan. Namun sejalan dengan perkembangan ekonomi dan teknologi, penggunaan uang tunai dirasa kurang cukup praktis untuk pembayaran-pembayaran dalam transaksi benilai besar, karena diperlukan kuantitas uang fisik yang banyak dalam melakukan transaksi-transaksi bernilai besar. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut dilakukan inovasi-inovasi baru dalam penciptaan alat pembayaran yang bersifat non-tunai.

Seiring dengan berkembangnya teknologi, maka dikembangkan sistem pembayaran yang bersifat elektronis dalam bentuk kartu untuk mempermudah transaksi. Dalam bentuk kartu pertama kali dikenalkan oleh John Biggins pada tahun 1946 dengan sebutan “Charg-It”. Agustus 1966, InterBank Card Association (ICA) yang didirikan oleh sekelompok bank perkreditan, menciptakan sistem kartu kredit nasional (Mastercard). kemudian Seattle's First National Bank menawarkan kartu debit pertama kepada para eksekutif bisnis pada tahun 1978 (Brighthub.com). Dan pada 1990 David Chaum membetuk e-money.

2.2 Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK)

APMK adalah sebuah perangkat berbentuk kartu yang memungkinkan pemiliknya (pemegang kartu) untuk melakukan pembayaran elektronik (Wikipedia). Berdasarkan PBI Nomor 11/11/PBI/2009 Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, yang selanjutnya disebut APMK adalah alat pembayaran


(4)

9 yang berupa kartu kredit, kartu automated teller machine (ATM) dan/atau kartu debit.

2.2.1 Kartu ATM-Debit

Kartu ATM-Debit adalah alat pembayaran yang menggunakan kartu yang dananya berasal dari rekening nasabah. Kartu ATM adalah jenis APMK yang dapat digunakan untuk melakukan penarikan dan pemindahan dana, dimana dengan seketika akan menguragi simpanan pemegang kartu pada bank ketika melakukan transaksi. Kartu Debit merupakan APMK yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan, dimana kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada Bank.

ATM-Debit merupakan kartu pembayaran gabungan antara kartu ATM dan kartu debit, sehingga memiliki lebih banyak fungsi dibandingkan kartu ATM biasa yaitu selain bertransaksi melaui mesin ATM dapat juga di gunakan untuk berbelanja di tempat perbelanjaan.

2.2.2 Kartu Kredit

Kartu Kredit adalah APMK yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai, dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban untuk melakukan pembayaran


(5)

10 pada waktu yang disepakati baik dengan pelunasan secara sekaligus (charge card) ataupun dengan pembayaran secara angsuran.

2.2.3 Institusi Yang Berperan Penting Dalam Penyelenggaraan APMK

Institusi/lembaga yang berperan penting dalam penyelenggaraan APMK, diantaranya adalah sebagai berikut:

A. Prinsipal

Prinsipal adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang bertanggung jawab atas pengelolaan sistem dan/atau jaringan antar anggotanya, baik yang berperan sebagai penerbit dan/atau acquirer, dalam transaksi APMK yang kerjasama dengan anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian tertulis.

Tabel 2.1

Daftar Prinsipal Kartu Debit dan Kartu Kredit di Indonesia No. Nama Prinsipal Kartu Debit Nama Jaringan

1 ARTAJASA ATM Bersama

2 DAYA NETWORK ALTO Debet

3 RINTIS SEJAHTERA Prima Debet 4 PT. MASTERCARD Maestro 5 PT. VISA WORLDWIDE Electron

6 PT. UNION PAY CUP

No. Nama Prinsipal Kartu Kredit Nama Jaringan 1 PT. AMERICAN EXPRESS American Express

2 PT. JCB JCB

3 PT. MASTERCARD Mastercard 4 PT. VISA WORLDWIDE Visacard

5 PT. UNION PAY CUP


(6)

11 B. Penerbit

Penerbit adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang menerbitkan APMK. Setiap Bank dapat bertindak sebagai Penerbit, baik Penerbit Kartu Kredit, Kartu ATM, dan Kartu Debet.

C. Acquirer

Acquirer adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan kerjasama dengan pedagang, yang dapat memproses data APMK yang diterbitkan oleh pihak lain. Untuk memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia, Bank dan Lembaga Selain Bank yang akan bertindak sebagai Financial Acquirer.

D. Perusahaan Switching

Perusahaan Switching adalah perusahaan yang menyediakan jasa switching atau routing atas transaksi elektronik yang menggunakan APMK melalui terminal seperti ATM atau Electronic Data Captured (EDC) dalam rangka memperoleh otorisasi dari Penerbit.

E. Lembaga Penyelenggara Kliring

Lembaga Kliring adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan perhitungan hak dan kewajiban keuangan masing-masing Penerbit dan/atau Acquirer dalam rangka transaksi APMK

2.3 Uang

2.3.1 Defenisi Uang

Secara umum definisi uang yang telah di sepakati para ahli ekonomi adalah sesuatu (benda) yang diterima secara umum dalam proses pertukaran barang dan jasa. Mishkin (2008) mendefenisikan uang (juga yang disebut sebagai uang


(7)

12 beredar) sebagai sesuatu yang secara umum diterima dalam pembayaran barang dan jasa atau pembayaran atas utang.

Robertson dan AC. Pigou (dalam Azizah, 2013) mengenai definisi mereka terhadap uang, menekankan peranan uang sebagai alat tukar. Rollin G. Thomas dalam Azizah (2013) memberikan definisi uang secara lebih luas dengan memberikan pengertian bahwa uang adalah sesuatu yang siap (dicairkan) dan dapat diterima umum dalam transaksi-transaksi barang dan jasa, serta dapat diterima dalam pembayaran hutang.

Menurut Karl Marx dalam Fred Moseley (2005) Uang merupakan penghubung yang sangat diperlukan antara komoditas dan nilai dan eksploitasi tenaga kerja dalam ekonomi kapitalis.

Berdasarkan defenisinya uang dapat dikatakan bisa berbentuk segala sesuatu (benda), tetapi tidak semua benda merupakan uang. Uang merupakan barang ekonomi (economic good) dan karena itu uang merupakan barang langka (scarce good). Dari hal tersebut dapat dipahami mengapa uang selalu dibuat dari benda-benda yang relative paling berharga pada masanya (Manurung dan Rahardja, 2004;3).

2.3.2 Jumlah Uang Beredar

Uang Beredar juga merupakan kewajiban sistem moneter (Bank Sentral, Bank Umum, dan Bank Perkreditan Rakyat/BPR) terhadap sektor swasta domestik (tidak termasuk pemerintah pusat dan bukan penduduk.Kewajiban yang menjadi komponen Uang Beredar terdiri dari uang kartal yang dipegang masyarakat (di luar Bank Umum dan BPR), uang giral, uang kuasi yang dimiliki


(8)

13 oleh sektor swasta domestik, dan surat berharga selain saham yang diterbitkan oleh sistem moneter yang dimiliki sektor swasta domestik dengan sisa jangka waktu sampai dengan satu tahun (www.bi.go.id).

Menurut Manurung dan Rahardja (2004) Jumlah uang beredar adalah uang yang berada di tangan masyarakat. Namun defenisi ini terus berkembang, sehingga konteks perkonomian nnegara maju seperti USA perhitungannya berbeda dengan Negara berkembang seperti Indonesia. Untuk itu ada dua defenisi jumlah uang beredar yang banyak dipakai. Kedua defenisis ini di susun berdasarkan dua pendekatan, yaitu pendekatan transaksional (transactional approach) dan pendekatan liquiditas (liquidity approach).

Pendekatan transaksional memandang jumlah uang berdar yang di hitung adalah jumlah uang yang di butuhkan untuk keperluan transaksi. Pendekatan ini digunakan untuk menghitung jumlah uang beredar dalam arti sempit (narrow money) yang dikenal sebagai M1 dengan persamaan sebagai berikut:

M1 = C + D

dimana C adalah currency (uang kartal) dan D adalah demand deposit (uang giral).

Pendekatan likuiditas mendefenisikan jumlah uang beredar adalah jumlah uang untuk kebutuhan transaksi ditambah dengan uang kuasi (quasy money). Pendekatan ini digunakan untuk menghitung jumlah uang beredar dalam arti luas (broad money) yang dikenal sebagai M2, persamaannya sebagai berikut:


(9)

14 dimana uang kuasi terdiri atas simpanan berjangka dan tabungan penduduk pada bank umum. Kuantitas dari M2 disebut juga sebagai likuiditas perekonomian (Manurung dan Rahardja 2004, 14)

2.4 Perputaran Uang (Velocity of Money)

Menurut Manullang (1969), perputaran uang adalah kecepatan rata-rata setiap rupiah dalam suatu jangka waktu tertentu, dalam kata lain bahwa perputaran uang adalah berapa kali tiap-tiap rupiah dalam jangka waktu tertentu berpindah dari tangan yang satu ke tangan yang lain.

Berdasarkan Kamus Bank Indonesia perputaran uang (velocity of money) merupakan besaran kecepatan perputaran uang dalam perekonomian. Hal itu merupakan cara untuk mengukur pendapatan nasional dibandingkan dengan perilaku pembelian dengan menggambarkan hubungan antara uang, pembelian barang, dan jasa. Hal tersebut biasanya dinyatakan dalam bentuk perbandingan antara pendapatan nasional bruto terhadap persediaan uang.

Dari hal tersebut dapat dikatakan jika terjadi peningkatan kecepatan perputaran uang berarti secara rata-rata uang dikuasai dalam waktu yang singkat atau terjadinya transaksi yang cepat yang menunjukkan pertumbuhan permintaan uang dan ekspansi ekonomi secara umum. Sebaliknya penurunan kecepatan perputaran uang berarti penggunaan uang yang tidak begitu cepat dan konsumen lebih suka menyimpan uangnya daripada membelanjakannya. Tingginya perputaran uang dapat dapat diartikan juga sebagai tingginya transaksi konsumen.(Bank Indonesia)


(10)

15 2.4.1 Teori Kaum Klasik

Teori ini dikembangkan oleh Irving Fisher. Ini merupakan pendekatan teori kuantitas klasik yang ditemukan oleh Irving Fisher. Fisher membahas mengenai keterkaitan antara jumlah total uang M dan total pengeluaran dari barang dan jasa yang diproduksi dalam perekonomian P x Y, dimana P adalah tingkat harga dan Y adalah output agregat. Konsep ini disebut perputaran uang (velocity of money), yaitu rata-rata jumlah berapa kali pertahun dari satu unit mata uang untuk membeli total barang dan jasa yang diproduksi yang dinyatakan dalam V (velocity). V merupakan total pengeluaran (P x Y) yang di bagi dengan jumlah uang (M),

�= ��

Dengan mengalikan kedua sisi persamaan tersebut denga M, maka kita mendapatkan “persamaan pertukaran” (equation of exchange):

�� = ��

Persamaan ini menyatakan bahwa jumlah uang dikali perputaran uang dalam satu tahun sama dengan pendapatan nominal.

Irving Fisher berpendapat bahwa percepatan ditentukan oleh intitusi di dalam perekomian yang memengaruhi cara individu di dalam perekonomian dalam melakukan transaksi. Kalau masyarakat menggunakan kartu debit dan kartu kredit untuk melakukan transaksinya, maka penggunaan uang menjadi berkurang ketika melakukan pembelian, sehingga semakin sedikit uang yang dibutuhkan untuk melakukan transaksi yang dihasilkan oleh pendapatan nominal dan percepatan akan naik. Sebaliknya, kalau dalam pembelian lebih mudah


(11)

16 menggunakan uang tunai atau cek, maka lebih banyak uang yang digunakan untuk melakukan transaksi yang dihasilkan oleh jumlah pendapatan nominal yang sama, dan percepatan akan turun. Fisher berpendapat bahwa bentuk institusi dan teknologi dari suatu perekonomian hanya akan memengaruhi percepatan secara lambat sepanjang waktu, sehingga percepatan biasanya konstan dalam jangka pendek (Mishkin, 2009;187).

2.4.2 Teori Keynesian

Keynes mengabaikan pandangan klasik yang menyatakan bahwa percepatan adalah konstan. Lalu Keynes mengembangkan teori permintaan uang yang disebut dengan teori preferensi likuiditas (liquidity preference theory), yang bertanya mengapa seseorang memegang uang. Kemudian ia merumuskan ada tiga motif dibalik permintaan uang yaitu motif transaksi, motif bejaga-jaga, dan motif spekulasi.

1. Motif Transaksi. Menurut Keynes komponen permintaan akan uang ditentukan oleh berapa besarnya tingkat transaksi seseorang. Oleh karena itu, dia mengambil komponen transaksi permintaan akan uang proposional terhadap pendapatan.

2. Motif Berjaga-jaga. Keynes juga menyadari bawah selain untuk bertransaksi, seseorang juga memegang sebagai antisipasi terhadap kebutuhan tak terduga. Sehingga dia merumuskan permintaan untuk uang berjaga-jaga proposional terhadap pendapatan.

3. Motif Spekulasi. Keynes juga memandang seseorang memegang uang ialah sebagai alat penyimpan kekayaan. Ia melihat factor lain yang mempengaruhi


(12)

17 keputusan terhadap berapa banyak uang dipegang sebagai alat penyimpanan kekayaan, khususnya suku bunga.

Keynes menyatakan ketiga motif tersebut berhubungan dengan perndapatan riil (Y) dan suku bunga (i), kemudian menuliskan persamaan permintaan uang yang dikenal sebagai fungsi preferensi likuiditas, yang menyatakan bahwa permintaan akan saldo uang riil ( Md/P) adalah fungsi dari i dan Y:

��

� =�(�,�)

Persamaan preferensi likuiditas dapat ditulisakan sebagai: �

��=

1 �(�,�)

dengan asumsi Md = M pada saat keseimbangan pasar dan kedua sisi persamaan dikalikan Y maka akan memperoleh persamaan percepatan sebagai berikut:

�= ��

� =

� �(�,�)

Dari persamaan tersebut dapat di simpulkan perputaran uang akan naik diakibatkan meningkatnya suku bunga yang mendorong memegang uang dalam jumlah tertentu (Mishkin, 2009).

2.4.3 Teori Friedman

Dalam teorinya Friedman juga membahas mengapa orang memilih memegang uang. Kemudian ia secara senderhana menyatakan bahwa permintaan uang harus dipengaruhi oleh faktor yang sama-sama mempengaruhi permintaan untuk suatu aset. Friedman menyatakan bahwa fluktuasi acak dalam permintaan atas uang adalah kecil dan bahwa permintaan atas uang dapat diprediksi secara


(13)

18 akurat oleh fungsi permintaan uang. Ketika digabungkan dengan pandangannya bahwa permintaan atas uang tidak sensitif terhadap perubahan suku bunga, ini berarti bahwa percepatan sangat dapat diprediksi. Kita dapat melihatnya dengan menuliskan percepatan yang ditunjukkan oleh persamaan permintaan uang.

V = �

�(��)

Oleh karena hubungan antara Y dan � biasanya cukup dapat diprediksi, fungsi permintaan uang yang stabil mengimplikasikan bahwa percepatan dapat diprediksi. Kalau kita dapat memprediksi berapa besar percepatan di periode berikutnya, perubahan dalam jumlah uang akan menghasilkan perubahan dalam pengeluaran agregat yang dapat di prediksi. Walaupun percepatan tidak lagi dianggap konstatan, uang beredar masih menjadi penentu utama dari pendapatan nominal sebagaimana dalam teori jumlah uang.

2.5 Penelitian Terdahulu

1. Nirmala dan Widodo (2009) menggunakan Vector Error Correction Model (VECM) dalam penelitian yang berjudul “Effect Of Increasing Use The Card Payment Equipment On The Indonesian Economy” mengemukakan bahwa peningkatan pada penggunaan alat pembayaran non-tunai menyebabkan terjadinya penurunan terhadap permintaan uang tunai, namun M1 dan M2 mengalami peningkatan. Efisiensi dari penggunaan pembayaran non-tunai menyebabkan biaya transaksi lebih rendah, sehingga terjadi penurun harga dan peningkatan PDB. Dampak dari peningkatan pembayaran non-tunai juga mempengaruhi keseimbangan pasar uang, suku bunga, harga dan output.


(14)

19 Perubahan suku bunga, output, dan harga yang akan direspon oleh Bank Indonesia dalam bentuk kebijakan moneter

2. Abednego Priyatama dan Apriansah (2010) dalam penelitian yang berjudul “Correlation Between Electronic Money and The Velocity of Money” menyatakan bahwa perkembangan teknologi mendorong adanya inovasi dalam pengembangan sistem pembayaran. E-money sebagai instrumen pembayaran non-tunai memiliki berbagai keunggulan dan potensi risiko yang sama dengan alat pembayaran elektronik lainnya. E-money di Indonesia cenderung menyebar secara bertahap dan masih belum berperan besar dalam perekonomian Indonesia. Dan berdasarkan pendekatan Real Money Balances Approach, peningkatan penggunaan e-money memiliki dampak pada peningkatan perputaran uang di Indonesia

3. Ferry Syarifuddin, dkk (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Dampak Peningkatan Pembayaran Non-tunai Terhadap Perekonomian Dan Implikasinya Terhadap Pengandalian Moneter Di Indonesia” mengemukakan bahwa Peningkatan pembayaran non-tunai menimbulkan efek subsitusi dan efisiensi. Efek substitusi mengakibatkan turunnya permintaan uang kartal dan meningkatnya M1 dan M2. Hal tersebut selanjutnya akan berdampak pada peningkatan GDP dan harga. Sementara itu efek efisiensi terjadi seiring dengan semakin rendahnya biaya transaksi, yang akan menyebabkan turunnya harga. Di sisi lain efisiensi juga menyebabkan peningkatan GDP yang turut berpengaruh terhadap harga. Dari efek substitusi dan efisiensi tersebut, diperkirakan terjadi peningkatan GDP.


(15)

20 4. Bambang Purnomo dkk dalam penelitian mereka yang berjudul “ Dampak

Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian Dan Kebijakan Moneter” mengemukakan bahwa:

a. velocity of money di Indonesia (yang diukur dengan tiga jenis variabel yaitu base money, total currency dan currency outside bank) sebelum krisis menunjukkan kecenderungan yang meningkat kemudian menurun pada masa krisis. Sejalan dengan perbaikan kondisi ekonomi pada pasca krisis, perputaran uang kembali menunjukkan peningkatan khususnya sejak tahun 2002. Perkembangan alat pembayaran non tunai berhubungan positif dengan velocity of money khususnya setelah tahun 2002 .Hal ini mengindikasikan peningkatan peranan alat pembayaran non tunai dalam menggantikan uang tunai pada kegiatan ekonomi.

b. Dengan menggunakan vector error correction model dilakukan estimasi pada model indikator Alat pembayaran non-tunai, kemudian diperoleh hasil bahwa koefisien indikator pembayaran non tunai memiliki arah sesuai harapan dalam jangka panjang, yang artinya semakin besar penggunaan pembayaran non tunai akan menurunkan permintaan uang (M1).

5. Tritoguna Silitonga (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “ Analisis Permintaan Uang Elektronik (E-money) Terhadap Velocity of Money (Perputaran Uang) Di Indonesia” melakukan uji dengan metode Granger Causality Test terhadap Uang elektronik dan velocity of money yang menyatakan bahwa antara permintaan uang elektronik(volume transaksi


(16)

e-21 money) dengan nilai velocity of money di Indonesia memiliki hubungan kausalitas satu arah, dimana tingkat volume transaksi emoney mempengaruhi nilai velocity of money dalam artian ketika permintaan akan uang elektronik semakin tinggi maka akan berpengaruh terhadap laju perputaran uang (velocity of money).

2.6 Kerangka Konseptual

2.7 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesisnya adalah sebagai berikut :

Peningkatan Teknologi dan sistem informasi

Peningkatan Penggunaan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu

Penurunan Jumlah Uang Beredar

Meningkatnya Perputaran Uang (Velocity Of Money)


(17)

22 1. Transkasi APMK (nominal transaksi kartu ATM-Debit dan kartu kredit) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap perputaran uang (veocity of money) di Indonesia.

2. Transaksi APMK (nominal transaksi kartu ATM-Debit dan kartu kredit) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap perputaran uang (veocity of money) di Indonesia.


(1)

17 keputusan terhadap berapa banyak uang dipegang sebagai alat penyimpanan kekayaan, khususnya suku bunga.

Keynes menyatakan ketiga motif tersebut berhubungan dengan perndapatan riil (Y) dan suku bunga (i), kemudian menuliskan persamaan permintaan uang yang dikenal sebagai fungsi preferensi likuiditas, yang menyatakan bahwa permintaan akan saldo uang riil ( Md/P) adalah fungsi dari i dan Y:

��

� =�(�,�)

Persamaan preferensi likuiditas dapat ditulisakan sebagai: �

��= 1 �(�,�)

dengan asumsi Md = M pada saat keseimbangan pasar dan kedua sisi persamaan dikalikan Y maka akan memperoleh persamaan percepatan sebagai berikut:

�= �� � =

� �(�,�)

Dari persamaan tersebut dapat di simpulkan perputaran uang akan naik diakibatkan meningkatnya suku bunga yang mendorong memegang uang dalam jumlah tertentu (Mishkin, 2009).

2.4.3 Teori Friedman

Dalam teorinya Friedman juga membahas mengapa orang memilih memegang uang. Kemudian ia secara senderhana menyatakan bahwa permintaan uang harus dipengaruhi oleh faktor yang sama-sama mempengaruhi permintaan untuk suatu aset. Friedman menyatakan bahwa fluktuasi acak dalam permintaan atas uang adalah kecil dan bahwa permintaan atas uang dapat diprediksi secara


(2)

18 akurat oleh fungsi permintaan uang. Ketika digabungkan dengan pandangannya bahwa permintaan atas uang tidak sensitif terhadap perubahan suku bunga, ini berarti bahwa percepatan sangat dapat diprediksi. Kita dapat melihatnya dengan menuliskan percepatan yang ditunjukkan oleh persamaan permintaan uang.

V = � �(��)

Oleh karena hubungan antara Y dan � biasanya cukup dapat diprediksi, fungsi permintaan uang yang stabil mengimplikasikan bahwa percepatan dapat diprediksi. Kalau kita dapat memprediksi berapa besar percepatan di periode berikutnya, perubahan dalam jumlah uang akan menghasilkan perubahan dalam pengeluaran agregat yang dapat di prediksi. Walaupun percepatan tidak lagi dianggap konstatan, uang beredar masih menjadi penentu utama dari pendapatan nominal sebagaimana dalam teori jumlah uang.

2.5 Penelitian Terdahulu

1. Nirmala dan Widodo (2009) menggunakan Vector Error Correction Model (VECM) dalam penelitian yang berjudul “Effect Of Increasing Use The Card Payment Equipment On The Indonesian Economy” mengemukakan bahwa peningkatan pada penggunaan alat pembayaran non-tunai menyebabkan terjadinya penurunan terhadap permintaan uang tunai, namun M1 dan M2 mengalami peningkatan. Efisiensi dari penggunaan pembayaran non-tunai menyebabkan biaya transaksi lebih rendah, sehingga terjadi penurun harga dan peningkatan PDB. Dampak dari peningkatan pembayaran non-tunai juga mempengaruhi keseimbangan pasar uang, suku bunga, harga dan output.


(3)

19 Perubahan suku bunga, output, dan harga yang akan direspon oleh Bank Indonesia dalam bentuk kebijakan moneter

2. Abednego Priyatama dan Apriansah (2010) dalam penelitian yang berjudul “Correlation Between Electronic Money and The Velocity of Money” menyatakan bahwa perkembangan teknologi mendorong adanya inovasi dalam pengembangan sistem pembayaran. E-money sebagai instrumen pembayaran non-tunai memiliki berbagai keunggulan dan potensi risiko yang sama dengan alat pembayaran elektronik lainnya. E-money di Indonesia cenderung menyebar secara bertahap dan masih belum berperan besar dalam perekonomian Indonesia. Dan berdasarkan pendekatan Real Money Balances Approach, peningkatan penggunaan e-money memiliki dampak pada peningkatan perputaran uang di Indonesia

3. Ferry Syarifuddin, dkk (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Dampak Peningkatan Pembayaran Non-tunai Terhadap Perekonomian Dan Implikasinya Terhadap Pengandalian Moneter Di Indonesia” mengemukakan bahwa Peningkatan pembayaran non-tunai menimbulkan efek subsitusi dan efisiensi. Efek substitusi mengakibatkan turunnya permintaan uang kartal dan meningkatnya M1 dan M2. Hal tersebut selanjutnya akan berdampak pada peningkatan GDP dan harga. Sementara itu efek efisiensi terjadi seiring dengan semakin rendahnya biaya transaksi, yang akan menyebabkan turunnya harga. Di sisi lain efisiensi juga menyebabkan peningkatan GDP yang turut berpengaruh terhadap harga. Dari efek substitusi dan efisiensi tersebut, diperkirakan terjadi peningkatan GDP.


(4)

20 4. Bambang Purnomo dkk dalam penelitian mereka yang berjudul “ Dampak

Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian Dan Kebijakan Moneter” mengemukakan bahwa:

a. velocity of money di Indonesia (yang diukur dengan tiga jenis variabel yaitu base money, total currency dan currency outside bank) sebelum krisis menunjukkan kecenderungan yang meningkat kemudian menurun pada masa krisis. Sejalan dengan perbaikan kondisi ekonomi pada pasca krisis, perputaran uang kembali menunjukkan peningkatan khususnya sejak tahun 2002. Perkembangan alat pembayaran non tunai berhubungan positif dengan velocity of money khususnya setelah tahun 2002 .Hal ini mengindikasikan peningkatan peranan alat pembayaran non tunai dalam menggantikan uang tunai pada kegiatan ekonomi.

b. Dengan menggunakan vector error correction model dilakukan estimasi pada model indikator Alat pembayaran non-tunai, kemudian diperoleh hasil bahwa koefisien indikator pembayaran non tunai memiliki arah sesuai harapan dalam jangka panjang, yang artinya semakin besar penggunaan pembayaran non tunai akan menurunkan permintaan uang (M1).

5. Tritoguna Silitonga (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “ Analisis Permintaan Uang Elektronik (E-money) Terhadap Velocity of Money (Perputaran Uang) Di Indonesia” melakukan uji dengan metode Granger Causality Test terhadap Uang elektronik dan velocity of money yang menyatakan bahwa antara permintaan uang elektronik(volume transaksi


(5)

e-21 money) dengan nilai velocity of money di Indonesia memiliki hubungan kausalitas satu arah, dimana tingkat volume transaksi emoney mempengaruhi nilai velocity of money dalam artian ketika permintaan akan uang elektronik semakin tinggi maka akan berpengaruh terhadap laju perputaran uang (velocity of money).

2.6 Kerangka Konseptual

2.7 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesisnya adalah sebagai berikut :

Peningkatan Teknologi dan sistem informasi

Peningkatan Penggunaan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu

Penurunan Jumlah Uang Beredar

Meningkatnya Perputaran Uang (Velocity Of Money)


(6)

22 1. Transkasi APMK (nominal transaksi kartu ATM-Debit dan kartu kredit) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap perputaran uang (veocity of money) di Indonesia.

2. Transaksi APMK (nominal transaksi kartu ATM-Debit dan kartu kredit) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap perputaran uang (veocity of money) di Indonesia.