Ekstraksi Kalium dari Kulit Buah Kapuk (Ceiba Petandra)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
KAPUK (Ceiba Petandra)
Tanaman kapuk (Ceiba petandra) merupakan salah satu tanaman industri
yang dapat dibudidayakan secara baik di Indonesia. Tanaman ini mampu tumbuh
dan berproduksi secara baik di dataran rendah sampai dataran tinggi dan bisa
dikembangkan di lahan–lahan marjinal, kurang subur dan kurang sumber air.
Walaupun demikian suhu udara yang optimal untuk penyerbukan pada kapuk
adalah ± 18 0C, dibawah suhu 16 0C penyerbukan akan gagal [9].
Kapuk merupakan salah satu jenis tanaman tropis yang bermanfaat. Kapuk
dapat menghasilkan serat, dapat digunakan untuk makanan ternak dalam
kehidupan sehari-hari dan minyak bijinya dapat untuk industri, seperti pembuatan
biodiesel. Pohonnya berdiri kokoh dapat mencegah pengikisan tanah oleh air
(erosi) dan menjaga daerah aliran sungai. Tanaman ini tumbuh subur secara alami
terdapat pada 16°LU di AS, terus ke Amerika Tengah sampai 16°LS di Amerika
Selatan [10]. Adapun taksonomi dari tanaman kapuk ini, yaitu:
Kingdom
: Plantae
Subkingdom
: Tracheobionta
Divisi
: Magnoliophyta
Sub divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub kelas
: Dileniidae
Ordo
: Malvales
Keluarga
: Bombacaceae
Marga
: Ceiba
Spesies
: Ceiba Petandra L.Gaerth [11].
Tinggi tanaman kapuk (dewasa) berkisar antara 25 – 70 m (tergantung
jenisnya), dengan diameter 100-300 cm. Daunnya menjari dengan panjang tangkai
daun 5 -25 cm, merah di bagian pangkal, langsing dan tidak berbulu. 5-9 anak daun,
panjang 5-20 cm, lebar 1.5-5 cm. Bunga menggantung majemuk, bergerombol pada
4
Universitas Sumatera Utara
5
ranting; hermaprodit, keputih-putihan, besar. Kelopak berbentuk lonceng, panjang 1
cm, dengan 5 sampai 10 tonjolan pendek; mahkota bunga 3 - 3.5cm, dengan 5
tonjolan, putih sampai merah muda, tertutup bulu sutra; benang sari 5, bersatu dalam
tiang dasar, lebih panjang dari benangsari; putik dengan bakal buah menumpang,
dekat ujung panjang dan melengkung, kepala putik membesar [12].
Gambar 2.1 Buah Kapuk (Ceiba Petandra) [13].
Gambar 2.2 Bunga Kapuk (Ceiba Petandra) [14].
2.2 KOMPONEN KULIT BUAH KAPUK (Ceiba Petandra)
Kapuk randu ( Ceiba Petandra) mengandung beberapa senyawa alkali yang
bermanfaat bagi kehidupan. Abu kulit buah kapuk mengandung senyawa Kalium
Karbonat (K2CO3) 50,78 %, Natrium Karbonat (Na2CO3) 26,27%, dan Natrium
Universitas Sumatera Utara
6
Hidroksida (NaOH) 4,37%. Data tersebut berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan di Laboratorium Sulfindo. Sampai sekarang abu kulit buah kapuk
sebatas hanya digunakan untuk tambahan pada industri sabun dan soda kue,
belum ada usaha yang mumpuni untuk memisahkan kalium dari abu kulit buah
kapuk padahal manfaat kalium cukup banyak salah satunya bahan dasar
pembuatan pupuk [15].
Tabel 2.1 Kandungan Komponen Abu Kulit Buah Kapuk
Parameter
Unit
Jumlah
Kandungan NaOH
%
4,37
Kandungan Na2CO3
%
26,27
Kandungan K2CO3
%
50,78
Kandungan Cl dalam NaCl
%
1,20
Kandungan SiO4
%
3,63
Kandungan SiO2
%
13,68
Kandungan Al dalam Al2O3
%
0,04
Kandungan Fe dalam Fe2O3
%
0,03
Kandungan Ca dalam CaO
%
24,08
Kandungan Mg dalam MgO
%
39,02
2.3
EKSTRAKSI PADAT - CAIR
Ekstraksi merupakan suatu metode untuk memisahkan suatu zat dari suatu
senyawa yang didasarkan pada koefisien distribusi zat terlarut yang terdapat pada
2 larutan yang mempunyai fasa yang berbeda dan kedua larutan tersebut tidak
saling melarut. Terdapat beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
melakukan ekstraksi seperti rendahnya polusi yang dihasilkan, kemurnian produk
yang dihasilkan tinggi, efektifitas dan selektifitas yang dilakukan tinggi,
kemudahan dan kecepatan proses yang dilakukan, dan biaya yang dikeluarkan
seminimal mungkin. Ekstraksi dilakukan dengan cara mengontakkan suatu
senyawa yang ingin dipisahkan dengan solvent (pelarut). Pada Ekstraksi Padat
Cair dengan menggunakan pelarut terjadi dengan suatu proses pelarutan yang
dilakukan secara selektif dari satu atau lebih pelarut dari suatu matriks padatan
Universitas Sumatera Utara
7
dengan menggunakan cairan pelarut (solvent). Prinsip dasar yang digunakan
adalah kelarutan. Untuk memisahkan zat yang diinginkan yang ada pada padatan,
maka padatan dikontakkan langsung dengan fase cair. Pada peristiwa tersebut, zat
analit yang diinginkan akan berdifusi dari fase padat ke fase cair pada solvent
yang digunakan sehingga zat analit yang diinginkan akan terpisah dari padatan
[16].
PELARUT (SOLVENT)
2.4
Dalam menggunakan pelarut (solvent) pada proses ekstraksi ada beberapa
hal yang perlu dipertimbangkan untuk menghasilkan analit yang optimal, seperti :
1. Memiliki
kemampuan semaksimal mungkin dalam melarutkan solute
tetapi seminimal mungkin dalam melarutkan diluent
2. Perbedaan titik didih yang cukup besar dan densitas dengan solute
sehingga mudah dipisahkan
3.
Mempunyai kemurnian yang sangat tinggi
4. Pelarut yang digunakan tidak bereaksi dengan solute maupun diluent
sehingga tidak menghasikan produk baru yang tidak diinginkan sebagai
hasil akhir
5. Pada ekstraksi yang dilakukan tidak menghasilkan bau [17].
2.5
KALIUM
Kalium/Potassium merupakan logam yang mempunyai berat molekul 39,1
gram/mol, titik didihnya 765,5 oC dan mempunyai titik leleh pada suhu 63,2 oC.
Logam ini dapat larut dalam cairan amonia, etilendiamin, anilin, beberapa logam,
membentuk paduan (alloys), dan larutan asam. Kalium sangat reaktif dengan
kelembaban. Hal ini dapat menghasilkan larutan korosif saat kontak langsung
dengan dengan air atau uap air. Reaksi ini sangat berbahaya karena melepaskan
hidrogen dengan panas yang cukup besar dapat menyebabkan pengapian atau
ledakan. Kalium juga sangat sensitif terhadap udara, Pembentukan peroksida
dapat terjadi dalam wadah yang telah dibuka dan tetap dalam penyimpanan [18].
Universitas Sumatera Utara
8
2.6
PIROLISIS
Pirolisis atau lebih dikenal serangkaian proses dekomposisi termokimia
bahan bakar, merupakan proses yang terjadi cukup kompleks, apalagi terjadi
karena tipisnya jarak dan jumlah reaksi kimia yang terjadi pada pirolisis tersebut.
Pirolisis merupakan langkah yang cukup penting dalam pembakaran bahan bakar
biomassa seperti hal nya kayu. Pada bubuk kayu, atau lebih dikenal sebagai
serbuk gergaji, digunakan secara luas sebagai bahan bakar untuk tungku atau
perapian, paling banyak digunakan di kalangan penduduk dunia ketiga ketika
terjadi musim dingin berkepanjangan. Serbuk gergaji mempunyai komposisi
kimia yang sama seperti pada kayu, reaksi kimia yang terjadi selama proses
pirolisis dapat diharapkan menjadi sama dalam kedua kasus. Namun, dinamika
pirolisis berbeda untuk kayu dan serbuk gergaji, karena perbedaan dalam struktur
fisik [19].
Pirolisis merupakan
proses termokimia yang bisa
dilakukan pada
pengubahan biomassa yang mempunyai densitas yang rendah atau bahan organik
menjadi biomassa yang mempunya densitas energi yang tinggi. Pirolisis
melibatkan pemanasan bahan organik sampai pada suhu lebih dari 400 °C tanpa
adanya oksigen. Pada suhu ini, bahan organik secara normal
akan terurai
menghasilkan fasa uap dan fasa padatan residual (biochar). Pada pendinginan uap
yang terdapat pada pirolisis, senyawa polar dengan berat molekuler yang tinggi
terkondensasi sebagai cair (bio-oil) sedangkan senyawa berat molekul volatil
(mudah menguap ) rendah tetap dalam fase gas (syngas) [20].
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan pirolisis:
a.
Suhu pirolisis, yang tentu berpengaruh pada produk yang dihasilkan, hal itu
disebabkan karena semakin bertambahnya suhu maka proses peruraian akan
semakin sempurna.
b.
Waktu pirolisis, yang akan mempengaruhi kesempatan untuk bereaksi pada
pirolisis. Waktu pirolisis yang semakin lama akan meningkatkan hasil cair
dan gas, sedangkan hasil padatnya yang dihasilkan akan menurun.
c.
Kadar air bahan, apabila kadar air semakin tinggi menyebabkan waktu yang
digunakan akan semakin lama sehingga energi yang dibutuhkan semakin
besar.
Universitas Sumatera Utara
9
d.
Ukuran bahan, apabila semakin besar maka alat yang digunakan semakin
besar [21].
2.7
PIROLISIS BIOMASSA
Pembakaran adalah sebuah fenomena kompleks antara hubungan simultan
perpindahan panas dan perpindahan massa dengan reaksi kimia dan aliran fluida.
Reaksi pada umumnya pada pembakaran biomassa di udara menghasilkan
bermacam bentuk, dimana kandungan reaktan pertama pada biomassa yaitu :
C x1 H x2 O x3 N x4 S x5 Cl x6 Si x7 K x8 Ca x9 Mg x10 Na x11 P x12 Fe x13 Al x14 Ti x15 n1
H2O + n2 (1 + e) (O2 + 3.76N2) → n3 CO2 + n4 H2O + n5 O2 + n6 N2 + n7 CO
+ n8 CH4 + n9 NO + n10 NO2 + n11 SO2
+ n12 HCl + n13 KCl + n14 K SO + n15 C + . . . .[22].
Abu adalah bahan anorganik yang tidak bisa dilakukan pembakaran dari
sumber bahan bakar yang tersisa setelah melalui pembakaran sempurna dan
mengandung fraksi mineral dari biomassa tersebut. Abu adalah turunan bagian
dari struktur tanaman dan mengandung berbagai unsur. Dalam kayu, abu
terkandung kurang dari 2 persen, sedangkan bahan-bahan tanaman perkebunan
dapat mencapai antara 5 % -10% dan mencapai 30%-40% dalam sekam padi.
Produk dasar biomassa menghasilkan residu abu, yang melibatkan proses
termokimia yang meliputi pembakaran, pirolisis dan insinerasi dari biomassa
tersebut. Potensial penggunaan abu dipengaruhi oleh adanya kehadiran logamlogam berat yang tergantung dari sumber biomassa. Komposisi dari abu juga
tergantung pada kondisi pertumbuhan, jenis tumbuhan dan fraksi abu. Akan
tetapi, beberapa mineral dari abu mempunyai dampak yang menguntungkan pada
aplikasi perkebunan dan lahan tanah kehutanan [23].
Langkah-langkah
yang dilakukan untuk memperoleh mineral yang
terbentuk pada abu selama pembakaran masih belum jelas, akan tetapi dengan
alasan yang yakin mengasumsikan konversi mineral tersebut berubah berdasarkan
temperatur pembakaran. Karbonat terbentuk pada temperatur yang rendah
sedangkan abu terbentuk pada temperatur yang tinggi didalam keadaan atmosfir
oksigen yang secara utama membentuk logam oksida. Pada temperatur yang
tinggi, kalium oksida yang terbentuk akan bereaksi dengan unsur-unsur lain dan
Universitas Sumatera Utara
10
membentuk ikatan kimia, pada keadaan yang sama terjadi disosiasi dari kalium
karbonat dan senyawa kalium oksida akan mengalami penguapan dengan cepat
sedangkan temperatur yang rendah, panas akan berpindah ke permukaan KOH
sehingga K2CO3 akan terbentuk [24].
Kombinasi kandungan oksigen tinggi dengan bahan organik volatil yang
terkandungan didalam biomassa menunjukkan potensi terjadinya penguapan pada
sejumlah bahan anorganik selama pembakaran. Unsur alkali juga secara langsung
menguap pada suhu operasi normal furnace [25]. K, Na, S dan Cl merupakan
senyawa-senyawa volatil yang terbentuk dari abu berdasarkan cara pembakaran
biomassa, begitu pula hanya dengan logam berat volatil (Zn dan Cd) akan terlepas
dari bahan yang dibakar menjadi fasa gas dan kemudian bereaksi dalam kondisi
fasa gas [26].
Klorin merupakan faktor utama dalam pembentukan abu. Klorin sangat
mempengaruhi kehadiran senyawa-senyawa anorganik, pada khususnya kalium,
kalium klorida merupakan senyawa paling stabil pada temperatur tinggi, dalam
fasa gas. Konsentrasi klorin sering mendedikasikan sebagai jumlah logam alkali
yang menguap selama pembakaran yang juga mengartikan konsentrasi dari logam
alkali tersebut. Ketidakhadiran klorin membuat alkali hidroksida menjadi senyawa
utama dalam fasa gas yang stabil pada gas pembakaran [27].
2.8
PENGGUNAAN ABU
2.8.1 Penggunaan sebagai pupuk
Abu biomassa dapat digunakan secara langsung sebagai pupuk atau
pengontrolan pH pada tanah atau dapat digunakan sebagai bahan baku dalam
memproduksi pupuk mineral. Penggunaan sebagai bahan pupuk menghemat
sumber bahan baku utama yang ada. Tiga unsur untuk memenuhi sebagai pupuk
adalah nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Abu biomassa hanya dapat
dijadikan sebagai sumber kalium, karena abu dari proses termal akan melepaskan
unsur nitrogen, dan kehadiran senyawa fosfor membuatnya sangat sukar larut
dalam tanah. Penggunaan abu biomassa yang dapat dijadikan sebagai bahan
mentah untuk pupuk dapat dipertimbangkan sebagai pilihan penggunaan abu,
Universitas Sumatera Utara
11
karena kandungan pada abu akan kembali ke lingkungan dan sumber bahan alam
tak terbarukan dapat dijaga.
2.8.2 Penggunaan sebagai bahan bangunan
Bottom ash adalah abu dengan pemanfaatan yang paling mudah sebagai
bahan bangunan. Bottom ash dapat menggantikan beberapa jenis dari pasir dalam
konstruksi atau perataan jalan. Bottom ash dapat dibuat menjadi butiran dan
digunakan untuk konstruksi jalan dan beton. Salah satu cara untuk memanfaatkan
biomassa fly ash adalah sebagai bahan pengisi dalam campuran semen atau di
mortir untuk penerapan khusus. Penggunaannya juga dapat digunakan untuk
menghindari kontak langsung dengan air (air hujan atau air tanah). Pemanfaatan
sebagai bahan bangunan atau sebagai komponen dalam produksi produk
bangunan saat ini memberikan pilihan terbaik untuk abu dari pembakaran
biomassa. Abu biomassa hanya menarik apabila tersedia dalam jumlah yang lebih
besar pada kualitas yang dapat diprediksi bahkan saat kualitas yang lebih rendah.
2.8.3 Penggunaan sebagai bahan bakar
Pemanfaatan sebagai bahan bakar adalah pilihan yang layak untuk abu
dengan sejumlah besar karbon yang tidak terbakar. Pemanfaatan sebagai bahan
bakar adalah pilihan yang logis dan disukai, karena menggunakan abu dengan
tujuan yang sama sebagai bahan asli, yaitu menghasilkan panas dan tenaga.
Pemanfaatan sebagai bahan bakar tidak sama dengan pembakaran sampah disertai
pemulihan energi. Perkiraan pertama menunjukkan bahwa pemanfaatan sebagai
bahan bakar sangat memunginkan bila kandungan karbon lebih besar dari 35%
berat atau nilai kalor lebih tinggi dari 15 MJ / kg. Kadar air dan nilai kalor
merupakan parameter yang paling penting, tetapi sifat fraksi anorganik dalam
jumlah besar di ruang bakar juga penting ketika mempertimbangkan penggunaan
abu biomassa sebagai bahan bakar [28].
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
KAPUK (Ceiba Petandra)
Tanaman kapuk (Ceiba petandra) merupakan salah satu tanaman industri
yang dapat dibudidayakan secara baik di Indonesia. Tanaman ini mampu tumbuh
dan berproduksi secara baik di dataran rendah sampai dataran tinggi dan bisa
dikembangkan di lahan–lahan marjinal, kurang subur dan kurang sumber air.
Walaupun demikian suhu udara yang optimal untuk penyerbukan pada kapuk
adalah ± 18 0C, dibawah suhu 16 0C penyerbukan akan gagal [9].
Kapuk merupakan salah satu jenis tanaman tropis yang bermanfaat. Kapuk
dapat menghasilkan serat, dapat digunakan untuk makanan ternak dalam
kehidupan sehari-hari dan minyak bijinya dapat untuk industri, seperti pembuatan
biodiesel. Pohonnya berdiri kokoh dapat mencegah pengikisan tanah oleh air
(erosi) dan menjaga daerah aliran sungai. Tanaman ini tumbuh subur secara alami
terdapat pada 16°LU di AS, terus ke Amerika Tengah sampai 16°LS di Amerika
Selatan [10]. Adapun taksonomi dari tanaman kapuk ini, yaitu:
Kingdom
: Plantae
Subkingdom
: Tracheobionta
Divisi
: Magnoliophyta
Sub divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub kelas
: Dileniidae
Ordo
: Malvales
Keluarga
: Bombacaceae
Marga
: Ceiba
Spesies
: Ceiba Petandra L.Gaerth [11].
Tinggi tanaman kapuk (dewasa) berkisar antara 25 – 70 m (tergantung
jenisnya), dengan diameter 100-300 cm. Daunnya menjari dengan panjang tangkai
daun 5 -25 cm, merah di bagian pangkal, langsing dan tidak berbulu. 5-9 anak daun,
panjang 5-20 cm, lebar 1.5-5 cm. Bunga menggantung majemuk, bergerombol pada
4
Universitas Sumatera Utara
5
ranting; hermaprodit, keputih-putihan, besar. Kelopak berbentuk lonceng, panjang 1
cm, dengan 5 sampai 10 tonjolan pendek; mahkota bunga 3 - 3.5cm, dengan 5
tonjolan, putih sampai merah muda, tertutup bulu sutra; benang sari 5, bersatu dalam
tiang dasar, lebih panjang dari benangsari; putik dengan bakal buah menumpang,
dekat ujung panjang dan melengkung, kepala putik membesar [12].
Gambar 2.1 Buah Kapuk (Ceiba Petandra) [13].
Gambar 2.2 Bunga Kapuk (Ceiba Petandra) [14].
2.2 KOMPONEN KULIT BUAH KAPUK (Ceiba Petandra)
Kapuk randu ( Ceiba Petandra) mengandung beberapa senyawa alkali yang
bermanfaat bagi kehidupan. Abu kulit buah kapuk mengandung senyawa Kalium
Karbonat (K2CO3) 50,78 %, Natrium Karbonat (Na2CO3) 26,27%, dan Natrium
Universitas Sumatera Utara
6
Hidroksida (NaOH) 4,37%. Data tersebut berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan di Laboratorium Sulfindo. Sampai sekarang abu kulit buah kapuk
sebatas hanya digunakan untuk tambahan pada industri sabun dan soda kue,
belum ada usaha yang mumpuni untuk memisahkan kalium dari abu kulit buah
kapuk padahal manfaat kalium cukup banyak salah satunya bahan dasar
pembuatan pupuk [15].
Tabel 2.1 Kandungan Komponen Abu Kulit Buah Kapuk
Parameter
Unit
Jumlah
Kandungan NaOH
%
4,37
Kandungan Na2CO3
%
26,27
Kandungan K2CO3
%
50,78
Kandungan Cl dalam NaCl
%
1,20
Kandungan SiO4
%
3,63
Kandungan SiO2
%
13,68
Kandungan Al dalam Al2O3
%
0,04
Kandungan Fe dalam Fe2O3
%
0,03
Kandungan Ca dalam CaO
%
24,08
Kandungan Mg dalam MgO
%
39,02
2.3
EKSTRAKSI PADAT - CAIR
Ekstraksi merupakan suatu metode untuk memisahkan suatu zat dari suatu
senyawa yang didasarkan pada koefisien distribusi zat terlarut yang terdapat pada
2 larutan yang mempunyai fasa yang berbeda dan kedua larutan tersebut tidak
saling melarut. Terdapat beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
melakukan ekstraksi seperti rendahnya polusi yang dihasilkan, kemurnian produk
yang dihasilkan tinggi, efektifitas dan selektifitas yang dilakukan tinggi,
kemudahan dan kecepatan proses yang dilakukan, dan biaya yang dikeluarkan
seminimal mungkin. Ekstraksi dilakukan dengan cara mengontakkan suatu
senyawa yang ingin dipisahkan dengan solvent (pelarut). Pada Ekstraksi Padat
Cair dengan menggunakan pelarut terjadi dengan suatu proses pelarutan yang
dilakukan secara selektif dari satu atau lebih pelarut dari suatu matriks padatan
Universitas Sumatera Utara
7
dengan menggunakan cairan pelarut (solvent). Prinsip dasar yang digunakan
adalah kelarutan. Untuk memisahkan zat yang diinginkan yang ada pada padatan,
maka padatan dikontakkan langsung dengan fase cair. Pada peristiwa tersebut, zat
analit yang diinginkan akan berdifusi dari fase padat ke fase cair pada solvent
yang digunakan sehingga zat analit yang diinginkan akan terpisah dari padatan
[16].
PELARUT (SOLVENT)
2.4
Dalam menggunakan pelarut (solvent) pada proses ekstraksi ada beberapa
hal yang perlu dipertimbangkan untuk menghasilkan analit yang optimal, seperti :
1. Memiliki
kemampuan semaksimal mungkin dalam melarutkan solute
tetapi seminimal mungkin dalam melarutkan diluent
2. Perbedaan titik didih yang cukup besar dan densitas dengan solute
sehingga mudah dipisahkan
3.
Mempunyai kemurnian yang sangat tinggi
4. Pelarut yang digunakan tidak bereaksi dengan solute maupun diluent
sehingga tidak menghasikan produk baru yang tidak diinginkan sebagai
hasil akhir
5. Pada ekstraksi yang dilakukan tidak menghasilkan bau [17].
2.5
KALIUM
Kalium/Potassium merupakan logam yang mempunyai berat molekul 39,1
gram/mol, titik didihnya 765,5 oC dan mempunyai titik leleh pada suhu 63,2 oC.
Logam ini dapat larut dalam cairan amonia, etilendiamin, anilin, beberapa logam,
membentuk paduan (alloys), dan larutan asam. Kalium sangat reaktif dengan
kelembaban. Hal ini dapat menghasilkan larutan korosif saat kontak langsung
dengan dengan air atau uap air. Reaksi ini sangat berbahaya karena melepaskan
hidrogen dengan panas yang cukup besar dapat menyebabkan pengapian atau
ledakan. Kalium juga sangat sensitif terhadap udara, Pembentukan peroksida
dapat terjadi dalam wadah yang telah dibuka dan tetap dalam penyimpanan [18].
Universitas Sumatera Utara
8
2.6
PIROLISIS
Pirolisis atau lebih dikenal serangkaian proses dekomposisi termokimia
bahan bakar, merupakan proses yang terjadi cukup kompleks, apalagi terjadi
karena tipisnya jarak dan jumlah reaksi kimia yang terjadi pada pirolisis tersebut.
Pirolisis merupakan langkah yang cukup penting dalam pembakaran bahan bakar
biomassa seperti hal nya kayu. Pada bubuk kayu, atau lebih dikenal sebagai
serbuk gergaji, digunakan secara luas sebagai bahan bakar untuk tungku atau
perapian, paling banyak digunakan di kalangan penduduk dunia ketiga ketika
terjadi musim dingin berkepanjangan. Serbuk gergaji mempunyai komposisi
kimia yang sama seperti pada kayu, reaksi kimia yang terjadi selama proses
pirolisis dapat diharapkan menjadi sama dalam kedua kasus. Namun, dinamika
pirolisis berbeda untuk kayu dan serbuk gergaji, karena perbedaan dalam struktur
fisik [19].
Pirolisis merupakan
proses termokimia yang bisa
dilakukan pada
pengubahan biomassa yang mempunyai densitas yang rendah atau bahan organik
menjadi biomassa yang mempunya densitas energi yang tinggi. Pirolisis
melibatkan pemanasan bahan organik sampai pada suhu lebih dari 400 °C tanpa
adanya oksigen. Pada suhu ini, bahan organik secara normal
akan terurai
menghasilkan fasa uap dan fasa padatan residual (biochar). Pada pendinginan uap
yang terdapat pada pirolisis, senyawa polar dengan berat molekuler yang tinggi
terkondensasi sebagai cair (bio-oil) sedangkan senyawa berat molekul volatil
(mudah menguap ) rendah tetap dalam fase gas (syngas) [20].
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan pirolisis:
a.
Suhu pirolisis, yang tentu berpengaruh pada produk yang dihasilkan, hal itu
disebabkan karena semakin bertambahnya suhu maka proses peruraian akan
semakin sempurna.
b.
Waktu pirolisis, yang akan mempengaruhi kesempatan untuk bereaksi pada
pirolisis. Waktu pirolisis yang semakin lama akan meningkatkan hasil cair
dan gas, sedangkan hasil padatnya yang dihasilkan akan menurun.
c.
Kadar air bahan, apabila kadar air semakin tinggi menyebabkan waktu yang
digunakan akan semakin lama sehingga energi yang dibutuhkan semakin
besar.
Universitas Sumatera Utara
9
d.
Ukuran bahan, apabila semakin besar maka alat yang digunakan semakin
besar [21].
2.7
PIROLISIS BIOMASSA
Pembakaran adalah sebuah fenomena kompleks antara hubungan simultan
perpindahan panas dan perpindahan massa dengan reaksi kimia dan aliran fluida.
Reaksi pada umumnya pada pembakaran biomassa di udara menghasilkan
bermacam bentuk, dimana kandungan reaktan pertama pada biomassa yaitu :
C x1 H x2 O x3 N x4 S x5 Cl x6 Si x7 K x8 Ca x9 Mg x10 Na x11 P x12 Fe x13 Al x14 Ti x15 n1
H2O + n2 (1 + e) (O2 + 3.76N2) → n3 CO2 + n4 H2O + n5 O2 + n6 N2 + n7 CO
+ n8 CH4 + n9 NO + n10 NO2 + n11 SO2
+ n12 HCl + n13 KCl + n14 K SO + n15 C + . . . .[22].
Abu adalah bahan anorganik yang tidak bisa dilakukan pembakaran dari
sumber bahan bakar yang tersisa setelah melalui pembakaran sempurna dan
mengandung fraksi mineral dari biomassa tersebut. Abu adalah turunan bagian
dari struktur tanaman dan mengandung berbagai unsur. Dalam kayu, abu
terkandung kurang dari 2 persen, sedangkan bahan-bahan tanaman perkebunan
dapat mencapai antara 5 % -10% dan mencapai 30%-40% dalam sekam padi.
Produk dasar biomassa menghasilkan residu abu, yang melibatkan proses
termokimia yang meliputi pembakaran, pirolisis dan insinerasi dari biomassa
tersebut. Potensial penggunaan abu dipengaruhi oleh adanya kehadiran logamlogam berat yang tergantung dari sumber biomassa. Komposisi dari abu juga
tergantung pada kondisi pertumbuhan, jenis tumbuhan dan fraksi abu. Akan
tetapi, beberapa mineral dari abu mempunyai dampak yang menguntungkan pada
aplikasi perkebunan dan lahan tanah kehutanan [23].
Langkah-langkah
yang dilakukan untuk memperoleh mineral yang
terbentuk pada abu selama pembakaran masih belum jelas, akan tetapi dengan
alasan yang yakin mengasumsikan konversi mineral tersebut berubah berdasarkan
temperatur pembakaran. Karbonat terbentuk pada temperatur yang rendah
sedangkan abu terbentuk pada temperatur yang tinggi didalam keadaan atmosfir
oksigen yang secara utama membentuk logam oksida. Pada temperatur yang
tinggi, kalium oksida yang terbentuk akan bereaksi dengan unsur-unsur lain dan
Universitas Sumatera Utara
10
membentuk ikatan kimia, pada keadaan yang sama terjadi disosiasi dari kalium
karbonat dan senyawa kalium oksida akan mengalami penguapan dengan cepat
sedangkan temperatur yang rendah, panas akan berpindah ke permukaan KOH
sehingga K2CO3 akan terbentuk [24].
Kombinasi kandungan oksigen tinggi dengan bahan organik volatil yang
terkandungan didalam biomassa menunjukkan potensi terjadinya penguapan pada
sejumlah bahan anorganik selama pembakaran. Unsur alkali juga secara langsung
menguap pada suhu operasi normal furnace [25]. K, Na, S dan Cl merupakan
senyawa-senyawa volatil yang terbentuk dari abu berdasarkan cara pembakaran
biomassa, begitu pula hanya dengan logam berat volatil (Zn dan Cd) akan terlepas
dari bahan yang dibakar menjadi fasa gas dan kemudian bereaksi dalam kondisi
fasa gas [26].
Klorin merupakan faktor utama dalam pembentukan abu. Klorin sangat
mempengaruhi kehadiran senyawa-senyawa anorganik, pada khususnya kalium,
kalium klorida merupakan senyawa paling stabil pada temperatur tinggi, dalam
fasa gas. Konsentrasi klorin sering mendedikasikan sebagai jumlah logam alkali
yang menguap selama pembakaran yang juga mengartikan konsentrasi dari logam
alkali tersebut. Ketidakhadiran klorin membuat alkali hidroksida menjadi senyawa
utama dalam fasa gas yang stabil pada gas pembakaran [27].
2.8
PENGGUNAAN ABU
2.8.1 Penggunaan sebagai pupuk
Abu biomassa dapat digunakan secara langsung sebagai pupuk atau
pengontrolan pH pada tanah atau dapat digunakan sebagai bahan baku dalam
memproduksi pupuk mineral. Penggunaan sebagai bahan pupuk menghemat
sumber bahan baku utama yang ada. Tiga unsur untuk memenuhi sebagai pupuk
adalah nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Abu biomassa hanya dapat
dijadikan sebagai sumber kalium, karena abu dari proses termal akan melepaskan
unsur nitrogen, dan kehadiran senyawa fosfor membuatnya sangat sukar larut
dalam tanah. Penggunaan abu biomassa yang dapat dijadikan sebagai bahan
mentah untuk pupuk dapat dipertimbangkan sebagai pilihan penggunaan abu,
Universitas Sumatera Utara
11
karena kandungan pada abu akan kembali ke lingkungan dan sumber bahan alam
tak terbarukan dapat dijaga.
2.8.2 Penggunaan sebagai bahan bangunan
Bottom ash adalah abu dengan pemanfaatan yang paling mudah sebagai
bahan bangunan. Bottom ash dapat menggantikan beberapa jenis dari pasir dalam
konstruksi atau perataan jalan. Bottom ash dapat dibuat menjadi butiran dan
digunakan untuk konstruksi jalan dan beton. Salah satu cara untuk memanfaatkan
biomassa fly ash adalah sebagai bahan pengisi dalam campuran semen atau di
mortir untuk penerapan khusus. Penggunaannya juga dapat digunakan untuk
menghindari kontak langsung dengan air (air hujan atau air tanah). Pemanfaatan
sebagai bahan bangunan atau sebagai komponen dalam produksi produk
bangunan saat ini memberikan pilihan terbaik untuk abu dari pembakaran
biomassa. Abu biomassa hanya menarik apabila tersedia dalam jumlah yang lebih
besar pada kualitas yang dapat diprediksi bahkan saat kualitas yang lebih rendah.
2.8.3 Penggunaan sebagai bahan bakar
Pemanfaatan sebagai bahan bakar adalah pilihan yang layak untuk abu
dengan sejumlah besar karbon yang tidak terbakar. Pemanfaatan sebagai bahan
bakar adalah pilihan yang logis dan disukai, karena menggunakan abu dengan
tujuan yang sama sebagai bahan asli, yaitu menghasilkan panas dan tenaga.
Pemanfaatan sebagai bahan bakar tidak sama dengan pembakaran sampah disertai
pemulihan energi. Perkiraan pertama menunjukkan bahwa pemanfaatan sebagai
bahan bakar sangat memunginkan bila kandungan karbon lebih besar dari 35%
berat atau nilai kalor lebih tinggi dari 15 MJ / kg. Kadar air dan nilai kalor
merupakan parameter yang paling penting, tetapi sifat fraksi anorganik dalam
jumlah besar di ruang bakar juga penting ketika mempertimbangkan penggunaan
abu biomassa sebagai bahan bakar [28].
Universitas Sumatera Utara