Perbandingan Penerapan Model CAPM dan AP (20)

Perbandingan Penerapan Model CAPM dan APT Dalam Memprediksi Return
dan Risk di Bursa Efek Indonesia
Kondi, Ludvina Bella Vania
Universitas Trilogi
Latar Belakang Masalah
Bursa Efek Indonesia sebagai media dalam melakukan investasi di Indonesia
berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi Negara. Masyarakat di dorong untuk
berperan aktif untuk bernvestasi. Investor selaku subjek yang berkepentingan dalam
keputusan investasi dituntut untuk dapat jeli menilai tingkat pengembalian saham
(return) yang diharapkan. Banyak pengukuran secara teori dapat dilakukan sebagai
dasar evaluasi investasi saham. Perkembangan saat ini ada dua model populer yang
dapat digunakan untuk memrediksi pengembalian saham yang diharapkan. Kedua
model ini populer karena kemudahan dalam aplikasi serta asumsi yang mendasari
kedua model ini. Kedua model ini adalah capital asset pricing model (CAPM) dan
arbitrage pricing theory (APT). Kedua model ini sampai saat ini masih menjadi
perdebatan para ahli manajemen keuangan tentang ketepatan model tersebut dalam
memprediksi tingkat pendapatan suatu saham.
Model pertama adalah Capital Asset Pricing Model (CAPM). Model ini
diperkenalkan oleh Treynor, Sharpe, Lientner dan Mossin pada tahun 1960an. Model
ini mengasumsikan bahwa imbalan Seminar Nasional dan Gelar Produk saham
dipengaruhi oleh satu faktor, yaitu premi risiko pasar. Model ini didasarkan pada

adanya dalil bahwa tingkat pengembalian yang diharapkan dari suatu saham adalah
sama dengan tingkat pengembalian bebas risiko plus premi risiko yang hanya tinggal
mencerminkan risiko yang tersisa setelah dilakukan diversifikasi (Brigham: 2006:52).
CAPM mempunyai validitas yang tinggi sebagai alat pemrediksi return saham satu
tahun ke depan, tetapi tidak valid jika data yang digunakan pada saat pasar berada
dalam gejolak yang tinggi.
Model yang kedua adalah Arbitrage Pricing Theory (APT). Model ini
dikemukakan oleh Ross pada tahun 1970-an. Model APT dianggap lebih baik

daripada CAPM. Jika CAPM memerlukan banyak asumsi maka sebaliknya APT lebih
sedikit asumsi. Asumsi utama dari APT adalah setiap investor, yang memiliki peluang
untuk meningkatkan return portofolionya tanpa meningkatkan risikonya, akan
memanfaatkan peluang tersebut. Pada model APT faktor-faktor makro ekonomi
seperti inflasi, tingkat suku bunga, nilai tukar mata uang turut diperhitungkan dalam
memprediksi return saham. Ross merumuskan sebuah teori yang disebut dengan
Arbitrage Pricing Theory (APT). Meskipun model ini tidak bisa secara keseluruhan
memecahkan kekurangan yang terjadi pada model CAPM, tetapi model inilah yang
pertama kali dikembangkan.
Dengan dua teori yaitu CAPM dan APT serta kelemahan yang dimiliki masingmasing model dalam memprediksi return saham, maka penulis tertarik untuk
menjadikannya


sebagai

topik

peran

dalam

penelitian

dengan

judul

:

“PERBANDINGAN PENERAPAN MODEL CAPM DAN APT DALAM
MEMPREDIKSI RETURN DAN RISK DI BURSA EFEK INDONESIA”
Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui bagaimana perbandingan penerapan model CAPM dan APT dalam
memprediksi return dan risk di Bursa Efek Indonesia
Literatur (Isi/Pembahasan)
Capital Asset Pricing Model (CAPM)
CAPM merupakan hasil utama dari ekonomi keuangan modern. Capital Asset
Pricing Model (CAPM) memberikan prediksi yang tepat antara hubungan risiko
sebuah aset dan tingkat harapan pengembalian (expected return). Tujuan umum
CAPM adalah untuk menentukan tingkat keuntungan minimum yang disyaratkan dari
investasi aset yang berisiko.
Albitrage Pricing Theory (APT)
Arbitrage Pricing Theory adalah sebuah model asset pricing yang didasarkan
pada sebuah gagasan bahwa pengembalian sebuah aset dapat diprediksi dengan
menggunakan hubungan yang terdapat diantara aset yang sama dan faktor-faktor
resiko secara umum. Teori ini memprediksi hubungan tingkat pengembalian sebuah

portofolio dan pengembalian dari aset tunggal melalui kombinasi linear dari banyak
variabel makro ekonomi yang mandiri.
Risiko
Dalam melakukan investasi, secara umum investor bersifat risk averse
(menghindari risiko). Investor akan berusaha menghilangkan risiko dengan berbagai

macam cara. Namun risiko tidak dapat dihilangkan melainkan hanya dikurangi. Cara
mengurangi risiko tersebut adalah dengan melakukan diversifikasi investasi. Terkait
dengan hal tersebut, risiko dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Non Diversifiable Risk.(risiko yang tidak dapat didiversifikasikan) yang
disebut juga dengan risiko sistematis atau risiko pasar yang antara lain
disebabkan oleh faktor-faktor makro.
2. Diversifiable Risk (risiko yang dapat didiversifikasi) yang disebut juga risiko
tidak sistematis atau disebut juga risiko khusus yang terdapat pada masingmasing perusahaan, seperti risiko kebangkrutan/risiko usaha.
Return
Menurut Jogiyanto (2013), return merupakan hasil yang didapatkan dari
investasi. Return dapat berupa dua komponen yaitu current income dan capital gain.
Bentuk dari current income berupa keuntungan yang diperoleh melalui pembayaran
yang bersifat periodik berupa dividen sebagai hasil fundamental perusahaan. Capital
gain berupa keuntungan yang diterima karena selisih antara harga jual dan harga beli
saham. Besarnya capital gain suatu saham akan positif, bila mana harga jual dari
saham yang memiliki lebih tinggi dari harga beli.
Return Pasar (Market)
Menurut Menurut Jogiyanto (2010) return market adalah tingkat return dari
indeks pasar, pemilihan dari indeks pasar tidak tergantung dari suatu teori tetapi lebih
bergantung dari hasil empirisnya

Return Aset Bebas Risiko
Return asset bebas risiko adalah return minimum yang diharapkan investor

untuk investasinya. Tingkat pengembalian aset bebas risiko merupakan angka atau
tingkat pengembalian atas aset finansial yang tidak berisiko (Cherie, Darminto, &
Farah 2014). Tingkat pengembalian ini dapat dijadikan sebagai dasar penetapan retur
aset tidak berisiko. Dasar pengukuran digunakan dalam tingkat pengembalian ini
adalah tingkat suku bunga sekuritas yang dikeluarkan oleh pemerintah yaitu sertifikat
bank indonesia atau SBI (Husnan, 2005).
Rekomendasi
1. Menambah rentang waktu observasi dengan memperbanyak sampel penelitian
dan diharapkan dapat menghasilkan analisa lebih akurat.
2. Menambahkan atau mengubah faktor-faktor makro ekonomi pembentuk modal
APT yang lebih relevan.
3. Menggunakan software lain untuk forecasting pada variabel makro ekonomi
yang digunakan.
Kesimpulan
Tidak ada perbedaan penerapan model CAPM dan APT dalam memprediksi
return dan risk di Bursa Efek Indonesia, Model CAPM maupun model APT masih
kurang akurat dalam memprediksi return dan risk.


Daftar Pustaka
Jogiyanto 2007, Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi kedua, Yogyakarta : BPFE
Juwana 2015. Studi Perbandingan Metode CAPM dan APT Pada Perusahaan Sektor
Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2014 Jurnal
Manajemen

Kisman, Z., & Shintabelle Restiyanita, M.2015. The Validity of Capital Asset Pricing
Model (CAPM) and Arbitrage Pricing Theory (APT) in Predicting the Return of
Stocks in Indonesian Stock Exchange. American Journal of Economics, Finance and
Management Vol. 1, No.3, 2015, pp.184-189