perdagangan bebas regional dan daya sain
PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN DAYA SAING EKSPOR
KASUS INDONESIA
OLEH:
NUR FAIDAH HIDAYATI (128620600141)
PGSD PAGI-C
JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
2016
PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN DAYA SAING EKSPOR:
KASUS INDONESIA
1
ABSTRACT
Indonesia has involved in quite many regional trade agreements, since more than a
decade ago. Theoritically, Free Trade Agreements (FTAs) are very beneficial to the countries, as
resources are more efficiently allocated due to production specialization. However, presence of
asymmetric information, market inefficiency, and economic distortion in the real world have led
to a deviation of FTAs benefits from its theoritical framework. This paper studies whether
Indonesian export competitiveness is improving after Indonesia involves in ASEAN Free Trade
Agreement (AFTA) and ASEAN-Cina Free Trade Agreement (ACFTA). Export competitiveness
are measured by some trade indicators, such as: trade intensity index, market share, export
product dynamics, and RCA, for some Indonesian main export products. The indices are
compared across ASEAN countries and Cina to reveal: (i) which products are gaining or losing
competitiveness in ASEAN and Cina markets; and (ii) which countries are becoming Indonesian
main competitors in ASEAN and Cina markets. Additionally, this paper ends up with some
policy recommendations that Indonesia should undertake to improve competitiveness of its
products in ASEAN and Cina markets.
Keywords: FTA, export competitiveness, Indonesia
2
bahwa
PENDAHULUAN
banyak
negara-negara
di
dunia telah terlibat di berbagai
perjanjian dagang, baik perjanjian
dagang bilateral maupun regional.
A. Latar Belakang
Menurut
teori
dagang
internasional, FTA diterima karena
keuntungan yang diperoleh oleh
negara-negara
yang
terlibat
Grafik II.1 menunjukkan adanya
peningkatan
jumlah
FTA secara
signifikan sejak tahun 20022.
dari
perdagangan ini, yang berasal dari
konsep
keuntungan
komparatif.
Sebuah negara akan mengkhususkan
diri
dalam
menghasilkan
suatu
produk jika memiliki keuntungan
komparatif1. Dengan pengkhususan
Data
di
atas
juga
macam ini, secara umum dunia dapat
menunjukkan bahwa hingga saat ini
mengembangkan
dunia
FTA di dunia berjumlah 221,naik
total (total world output) dengan
sebanyak 152 perjanjian dari tahun
jumlah sumber daya yang sama, dan
2002, yang hanya berjumlah 69
pada
perjanjian.
saat
ekonomi
yang
akan
keluaran
sama
terus
efisiensi
Jumlah
perjanjian
meningkat.
bilateral dan regional meningkat
Hasilnya, secara teoritis, sebuah FTA
dikarenakan keduanya merupakan
dapat
menjamin
bahwa
negara-
opsi terbaik kedua bagi FTA setelah
negara
yang
terlibat
dalam
perjanjian
multilateral.
Namun
kesepakatan ini, akan memperoleh
karena implementasi dari perjanjian
keuntungan dari hasil terbentuknya
multilateral sulit untuk sepenuhnya
perdagangan (trade creation) dan
diterapkan, banyak negara lebih
pengalihan dagang (trade diversion).
memilih perjanjian bilateral dan
Tren terbaru dari FTA menunjukkan
1 Edwards and Schoer (2001). The
Structure and Competitiveness of South
African Trade, Trade
and Industrial Policy Strategy √ Annual
Forum, Muldersdrift.
2 Mikic (2005). Commonly Used Trade
Indicators: A Note,dipresentasikan pada
ARTNeT Capacity
Building Workshop on Trade Research,
UNESCAP.
3
regional
untuk
perdagangan
dan
memperluas
yang sudah berjalan, dan 8 perjanjian
memperkuat
yang masih dalam tahap negosiasi
hubungan ekonomi dengan Negara
atau
lain Gambar kedua menunjukkan
memperlihatkan
klasifikasi FTK kedalam perjanjian
melibatkan Indonesia Makalah ini
bilateral dan plurilateral. Perjanjian
akan fokus dalam menganalisis daya
bilateral mengacu pada preferential
saing dari produk ekspor Indonesia
trading
arrangement(perjanjian
setelah diterapkannya ASEAN Free
dagang pilihan) yang melibatkan dua
Trade Area (AFTA) and ASEAN-
pihak.
perjanjian
Cina Free Trade Area (ACFTA).
plurilateral merupakan preferential
Alasan mengapa kedua FTA ini
tradingarrangement yang melibatkan
dipilih karena: (i) ASEAN dan Cina
lebih dari dua pihak. Berdasarkan
adalah pasar ekspor utama Indonesia;
gambar
dan
Sebaliknya
di
bahwa
bawah,
perjanjian
mendominasi
bisa
dilihat
bilateral
lebih
dibandingkan
studi
(ii)
lanjut.
Tabel
FTA
Negara-negara
II.2
yang
ASEAN
merupakan pesaing utama Indonesia
dalam pasar ini.
perjanjian multilateral, yang meliputi
77% dari total 221 perjanjian di
tahun 2009. Hanya 23% dari seluruh
perjanjian
ini
yang
bersifat
Indonesia
telah
banyak
plurilateral.
terlibat dalam berbagai perjanjian
dagang.
Hingga
saat
ini,
Indonesia telah memiliki 7 perjanjian
4
Efektif Yang Dipilih) dan daftar
penurunan tarif untuk ASEAN-6
PEMBAHASAN
lebih maju dibandingkan negaranegara CMLV (Kamboja, Myanmar,
A. INDONESIA DIANTARA AFTA
DAN ACFTA
Laos, dan Vietnam). Dibawah skema
CEPT, semua produk dikategorikan
dalam 5 kelompok: Produk Inklusif/
Para
kepala
negara
dan
Inclusion
List
(IL),
Produk
pemerintahan ASEAN telah setuju
Sensitif/Sensitive List (SL), Produk
untuk membentuk ASEAN Free
Sangat Sensitif/Highly Sensitive List
Trade Area atau AFTA pada bulan
(HSL),
Januari 1992. Tujuan dari AFTA
Sementara/Temporary Exclusion List
adalah menghilangkan batasan tarif
(TEL), and Daftar Pengecualian
diantara
Umum/General
negara-negara
Tenggara
dengan
Asia
Produk
Eksklusif
Exception
List
visi
(GEL) Untuk Indonesia, jumlah
mengintegrasikan ekonomi ASEAN
batasan tarif yang dimasukkan dalam
ke dalam satu dasar produksi dan
skema CEPT sebanyak 11.153 buah
menciptakan pasar regional, yang
dimana
akan ditempuh melalui penghapusan
batasan tarif dimasukkan ke dalam
tarif intra-regional dan batasan non-
Inclusion List4. Sisanya termasuk
tarif. ASEAN Free Trade Area atau
dalam General Exclusion Listdan
AFTA
Sensitive List. Struktur dari tarif
dianggap
sebagai
wujud
98.9%-nya
atau
11.028
integrasi ekonomi ASEAN3. AFTA
Indonesia
mulai
yang masuk dalam skema CEPT
diimplementasikan
sejak
Januari 1993. Daftar pengurangan
dapat dilihat pada gambar berikut
tarif untuk AFTA dibuat dibawah
skema CEPT (Common Effective
Preferential
Tariff/
Tarif
Umum
3 Edwards and Schoer (2001). The
Structure and Competitiveness of South
African Trade, Trade
and Industrial Policy Strategy √ Annual
Forum, Muldersdrift.
4 Ng (2002). Trade Indicators and
Indices,in Development, Trade, and WTO:
A Handbook, edited
by Hoekman, Mattoo, and English, The
World Bank, Washington DC.
5
persen dari produk-produk yang tergolong
dalam CEPT Inclusion List (IL) dari
ASEAN-6,
yang
meliputi
Brunei
Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filippina,
Singapura dan Thailand, telah mengalami
penurunan tarif diantara 0-5 persen. Gambar
4 menunjukkan bahwa impor dari negaranegara ASEAN-6 dari wilayah ini telah
meningkat seiring dengan diturunkannya
tarif impor di ASEAN-6.
B. ASEAN-Cina FTA
Dibulan November
2004,
dalam acara 10th ASEAN Summit di
Vientiane,
Laos,
perekonomian
para
menteri
negara-negara
ASEAN dan Cina menandatangani
Perjanjian
Perdagangan
Barang/
Agreement on Trade in Goods (TIG)
dari Kerangka Perjanjian Kerjasama
Ekonomi Komprehensif (Framework
Agreement
on
Comprehensive
Economic Cooperation) antara Cina
ASEAN
dan ASEAN. Perjanjian ini dikenal
telah membuat kemajuan yang signifikan
sebagai ASEAN-Cina Free Trade
dalam5.
Agreement (ACFTA) yang telah
Negara-negara
menurunkan
tarif
anggota
intra-regional
melalu
diterapkan6.
Preferential
efektif mulai 1 Juli 2005. Dalam
Tariff(CEPT) untuk AFTA. Lebih dari 99
perjanjian ini, batasan tarif dibawah
skema
Common
Effective
5 ITC Market Analysis Section (2000). The
Trade Performance Index √ Background
Paper,UNCTAD/
WTO.
6 World Bank Institute (2010). World Trade
Indicators 2009/2010 √ User Guide to
Trade Data,
The World Bank.
6
modalitas
penurunan
tariff
2012,
dan
akan
mengalami
diklasifikasikan dalam 3 kelompok:
penurunan sebesar 0-5% tidak lewat
early harvest program, normal track,
dari
dan sensitive etrack. Tarif yang
Selanjutnya
termasuk dalam Normal Track telah
dibawah High Sensitive List tidak
diturunkan
akan melebihi 50% dimulai pada
dieliminasi
secara
bertahap
berdasarkan
dan
daftar
berikut (ASEAN-6 dan Cina)7.
tanggal
1
Januari
2018.
tarif
dari
produk
20158.
tahun
Grafik
diatas
memperlihatkan bahwa weightedaverage
tariff
telah
mengalami
penurunan baik di pasar ASEAN-6
dan Cina. Tampak deficit pada
neraca perdagangan dari ASEAN6dengan Cina cenderung meningkat,
yang mengindikasikan bahwa impor
dari
ASEAN-6
naik
secara
cepat dibandingkan volume ekspor
ke pasar Cina. Disisi lain, neraca
perdagangan total antara Indonesia
cenderung surplus. Namun hal ini
tidak
berlaku
bagi
neraca
perdagangannon-migas
Indonesia
neraca
dengan
antara
perdagangan
Cina
dimana
ini
mulai
mengalami deficit sejak tahun 2005.
Sehingga
Namun penurunan tarif dari
kelompok Sensitive Tracks akan
mulai diimplementasikan pada tahun
7 Ng (2002). Trade Indicators and
Indices,in Development, Trade, and WTO:
A Handbook, edited
by Hoekman, Mattoo, and English, The
World Bank, Washington DC.
dapat
dikatakan
perdagangan Indonesia dengan Cina
mengalami
surplus
dikarenakan
adanya surplus dalam jumlah besar
8 Edwards and Schoer (2001). The
Structure and Competitiveness of South
African Trade, Trade
and Industrial Policy Strategy √ Annual
Forum, Muldersdrift
7
dalam perdagangan minyak dangas
negara lain di dunia. Persamaannya
dari Indonesia ke Cina.
dapat dirumuskan sebagai berikut:10
C. COMPETITIVENESS
INDICATORS
Sejumlah
literature
(Ng,
2002; Mikic, 2005; ITC Market
Analysis Section, 2000; World Bank
Pangsa
Institute, 2010) telah menyediakan
umum
digunakan
diukur
berdasarkan persamaan berikut:
beberapa indikator dan petunjuk
yang
pasar
dalam
analisis perdagangan internasional.
Namun
paper
indicator
yang
ini
menggunakan
kemampuan
dianggap
menganalisis
kompetisi
praktis
apakah
dalam
RCA Dinamis merupakan modifikasi
produk
Indonesia semakin kompetitif, atau
dari
sebaliknya,
dan
digunakan sebagaimana RCA Statis. RCA
ACFTA diterapkan. Indikator yang
Dinamis telah digunakan oleh Edwards dan
digunakan9. adalah indeks intensitas
Schoer (2001) untuk menganalisis struktur
ekspor
intensityindex),
dan daya saing dari perdagangan Afrika
pangsa pasar (marketshare), danRCA
Selatan. Keuntungan menggunakan RCA
dinamis
RCA)
dinamis adalah: (i) mampu mendeskripsikan
adalah
RCA
Indeks
setelah
(export
AFTA
(dynamic
intensitas
ekspor
RCA Statis,
seiring
ukuran penentu apakah satu negara
menentukan
mengekspor
negara-negara
ke
satu
dan
waktu;
kedudukan
dan
(ii)
dapat
produk
dalam
tujuan
ekspor,
dimana
lebih sedikit dibandingkan negara-
produk berdasarkan posisi mereka dalam
9 Mikic (2005). Commonly Used Trade
Indicators: A Note,dipresentasikan pada
ARTNeT Capacity
Building Workshop on Trade Research,
UNESCAP.
sehingga
ini
banyak
negara tujuan lain lebih banyak atau
pasar
indikator
belum
RCA
mengelompokkan
dinamis
lebih
bermanfaat dibandingkan RCA tradisional.
10 ITC Market Analysis Section (2000). The
Trade Performance Index √ Background
Paper,UNCTAD/
WTO.
8
Terutama bila mana studi ini digunakan
Bagian pertama dari sisi sebelah
untuk mengidentifikasi produk mana yang
kanan persamaan mengacu pada bagian
pasarnya makin luas atau semakin sempit
ekspordari komoditas j dalam laporan
dan
rekomendasi
ekspor total suatu negara ke pasar tujuan.
kebijakan berdasarkan posisi pasar dari
Bagian kedua mengacu pada bagian ekspor
produk ekspor. Selain itu, RCA dinamis
dari negara ASEAN atas komoditas j
lebih informatif dibandingkan RCA statis
terhadap
dalam menjelaskan daya saing suatu produk
diarahkan kepada pasar tujuan. Edwards dan
ekspor.
Schoer
untuk
menghasilkan
Dalam paper ini, rumus dari RCA
dinamis yang mengacu pada Edwards dan
Schoee
formula
(2001),
dihitung
dibawah
dimodifikasi
agar
ini
menggunakan
dan
sesuai
sedikit
ekspor
(2001)
total
ASEAN
memberikan
yang
matriks
penempatan yang sangat berguna untuk
menganalisis daya saing dari produk dalam
proses evaluasi. Matriks ini ditunjukkan
pada Tabel II.3.
dengan
pasar ASEAN dan Cina, sebagai berikut:11
11 World Bank Institute (2010). World
Trade Indicators 2009/2010 √ User Guide
to Trade Data,
The World Bank.
9
produk ini, masih dibawah permintaan pasar.
KESIMPULAN DAN SARAN
Makalah ini memberikan beberapa
Kebanyakan produk ekspor Indonesia di
pasar Cina dikategorikan sebagai leading
retreat dan lagging retreat. Pada kasus
analisis mengenai daya saing produk ekspor
ACFTA,
Indonesia di ASEAN dan Cina, setelah
meningkatkan performa ekspornya di pasaar
implementasi ASEAN FTA dan ASEAN-
Cina.
Cina
FTA.
Indikatordaya
saing
Indonesia
masih
dapat
yang
digunakan dalam paper ini adalah pangsa
pasar, indeks intensitas ekspor dan RCA
dinamis. Hasilnya menunjukkan bahwa
Indonesia dalam kondisi yang baik dan telah
membuka pangsa pasarnya sendiri untuk
beberapa produk. Namun beberapa strategi
kebijakan diperlukan untuk produk-produk
ini, terutama untuk produk sayuran yang
telah
kehilangan
kesempatannya
di pasar ASEAN. Beberapa kebijakan yang
dibutuhkan diantaranya adalah diversifikasi
produk, perbaikan kendali mutu dan masalah
yang
terkait
dengan
kesehatan.
Di pasar Cina, Indonesia berhasil merebut
pasar hanya untuk produk plastik dan karet,
produk mineral dan alas kaki. Produkproduk yang berada dalam kondisi lagging
opportunity, adalah minyak dan lemak
hewani dan nabati, dan produk makanan,
yang
berarti
Indonesia
masih dapat melakukan perbaikan-perbaikan
untuk mengoptimalkan kesempatan ini,
dimana tingkat pertumbuhan ekspor untuk
10
KASUS INDONESIA
OLEH:
NUR FAIDAH HIDAYATI (128620600141)
PGSD PAGI-C
JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
2016
PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN DAYA SAING EKSPOR:
KASUS INDONESIA
1
ABSTRACT
Indonesia has involved in quite many regional trade agreements, since more than a
decade ago. Theoritically, Free Trade Agreements (FTAs) are very beneficial to the countries, as
resources are more efficiently allocated due to production specialization. However, presence of
asymmetric information, market inefficiency, and economic distortion in the real world have led
to a deviation of FTAs benefits from its theoritical framework. This paper studies whether
Indonesian export competitiveness is improving after Indonesia involves in ASEAN Free Trade
Agreement (AFTA) and ASEAN-Cina Free Trade Agreement (ACFTA). Export competitiveness
are measured by some trade indicators, such as: trade intensity index, market share, export
product dynamics, and RCA, for some Indonesian main export products. The indices are
compared across ASEAN countries and Cina to reveal: (i) which products are gaining or losing
competitiveness in ASEAN and Cina markets; and (ii) which countries are becoming Indonesian
main competitors in ASEAN and Cina markets. Additionally, this paper ends up with some
policy recommendations that Indonesia should undertake to improve competitiveness of its
products in ASEAN and Cina markets.
Keywords: FTA, export competitiveness, Indonesia
2
bahwa
PENDAHULUAN
banyak
negara-negara
di
dunia telah terlibat di berbagai
perjanjian dagang, baik perjanjian
dagang bilateral maupun regional.
A. Latar Belakang
Menurut
teori
dagang
internasional, FTA diterima karena
keuntungan yang diperoleh oleh
negara-negara
yang
terlibat
Grafik II.1 menunjukkan adanya
peningkatan
jumlah
FTA secara
signifikan sejak tahun 20022.
dari
perdagangan ini, yang berasal dari
konsep
keuntungan
komparatif.
Sebuah negara akan mengkhususkan
diri
dalam
menghasilkan
suatu
produk jika memiliki keuntungan
komparatif1. Dengan pengkhususan
Data
di
atas
juga
macam ini, secara umum dunia dapat
menunjukkan bahwa hingga saat ini
mengembangkan
dunia
FTA di dunia berjumlah 221,naik
total (total world output) dengan
sebanyak 152 perjanjian dari tahun
jumlah sumber daya yang sama, dan
2002, yang hanya berjumlah 69
pada
perjanjian.
saat
ekonomi
yang
akan
keluaran
sama
terus
efisiensi
Jumlah
perjanjian
meningkat.
bilateral dan regional meningkat
Hasilnya, secara teoritis, sebuah FTA
dikarenakan keduanya merupakan
dapat
menjamin
bahwa
negara-
opsi terbaik kedua bagi FTA setelah
negara
yang
terlibat
dalam
perjanjian
multilateral.
Namun
kesepakatan ini, akan memperoleh
karena implementasi dari perjanjian
keuntungan dari hasil terbentuknya
multilateral sulit untuk sepenuhnya
perdagangan (trade creation) dan
diterapkan, banyak negara lebih
pengalihan dagang (trade diversion).
memilih perjanjian bilateral dan
Tren terbaru dari FTA menunjukkan
1 Edwards and Schoer (2001). The
Structure and Competitiveness of South
African Trade, Trade
and Industrial Policy Strategy √ Annual
Forum, Muldersdrift.
2 Mikic (2005). Commonly Used Trade
Indicators: A Note,dipresentasikan pada
ARTNeT Capacity
Building Workshop on Trade Research,
UNESCAP.
3
regional
untuk
perdagangan
dan
memperluas
yang sudah berjalan, dan 8 perjanjian
memperkuat
yang masih dalam tahap negosiasi
hubungan ekonomi dengan Negara
atau
lain Gambar kedua menunjukkan
memperlihatkan
klasifikasi FTK kedalam perjanjian
melibatkan Indonesia Makalah ini
bilateral dan plurilateral. Perjanjian
akan fokus dalam menganalisis daya
bilateral mengacu pada preferential
saing dari produk ekspor Indonesia
trading
arrangement(perjanjian
setelah diterapkannya ASEAN Free
dagang pilihan) yang melibatkan dua
Trade Area (AFTA) and ASEAN-
pihak.
perjanjian
Cina Free Trade Area (ACFTA).
plurilateral merupakan preferential
Alasan mengapa kedua FTA ini
tradingarrangement yang melibatkan
dipilih karena: (i) ASEAN dan Cina
lebih dari dua pihak. Berdasarkan
adalah pasar ekspor utama Indonesia;
gambar
dan
Sebaliknya
di
bahwa
bawah,
perjanjian
mendominasi
bisa
dilihat
bilateral
lebih
dibandingkan
studi
(ii)
lanjut.
Tabel
FTA
Negara-negara
II.2
yang
ASEAN
merupakan pesaing utama Indonesia
dalam pasar ini.
perjanjian multilateral, yang meliputi
77% dari total 221 perjanjian di
tahun 2009. Hanya 23% dari seluruh
perjanjian
ini
yang
bersifat
Indonesia
telah
banyak
plurilateral.
terlibat dalam berbagai perjanjian
dagang.
Hingga
saat
ini,
Indonesia telah memiliki 7 perjanjian
4
Efektif Yang Dipilih) dan daftar
penurunan tarif untuk ASEAN-6
PEMBAHASAN
lebih maju dibandingkan negaranegara CMLV (Kamboja, Myanmar,
A. INDONESIA DIANTARA AFTA
DAN ACFTA
Laos, dan Vietnam). Dibawah skema
CEPT, semua produk dikategorikan
dalam 5 kelompok: Produk Inklusif/
Para
kepala
negara
dan
Inclusion
List
(IL),
Produk
pemerintahan ASEAN telah setuju
Sensitif/Sensitive List (SL), Produk
untuk membentuk ASEAN Free
Sangat Sensitif/Highly Sensitive List
Trade Area atau AFTA pada bulan
(HSL),
Januari 1992. Tujuan dari AFTA
Sementara/Temporary Exclusion List
adalah menghilangkan batasan tarif
(TEL), and Daftar Pengecualian
diantara
Umum/General
negara-negara
Tenggara
dengan
Asia
Produk
Eksklusif
Exception
List
visi
(GEL) Untuk Indonesia, jumlah
mengintegrasikan ekonomi ASEAN
batasan tarif yang dimasukkan dalam
ke dalam satu dasar produksi dan
skema CEPT sebanyak 11.153 buah
menciptakan pasar regional, yang
dimana
akan ditempuh melalui penghapusan
batasan tarif dimasukkan ke dalam
tarif intra-regional dan batasan non-
Inclusion List4. Sisanya termasuk
tarif. ASEAN Free Trade Area atau
dalam General Exclusion Listdan
AFTA
Sensitive List. Struktur dari tarif
dianggap
sebagai
wujud
98.9%-nya
atau
11.028
integrasi ekonomi ASEAN3. AFTA
Indonesia
mulai
yang masuk dalam skema CEPT
diimplementasikan
sejak
Januari 1993. Daftar pengurangan
dapat dilihat pada gambar berikut
tarif untuk AFTA dibuat dibawah
skema CEPT (Common Effective
Preferential
Tariff/
Tarif
Umum
3 Edwards and Schoer (2001). The
Structure and Competitiveness of South
African Trade, Trade
and Industrial Policy Strategy √ Annual
Forum, Muldersdrift.
4 Ng (2002). Trade Indicators and
Indices,in Development, Trade, and WTO:
A Handbook, edited
by Hoekman, Mattoo, and English, The
World Bank, Washington DC.
5
persen dari produk-produk yang tergolong
dalam CEPT Inclusion List (IL) dari
ASEAN-6,
yang
meliputi
Brunei
Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filippina,
Singapura dan Thailand, telah mengalami
penurunan tarif diantara 0-5 persen. Gambar
4 menunjukkan bahwa impor dari negaranegara ASEAN-6 dari wilayah ini telah
meningkat seiring dengan diturunkannya
tarif impor di ASEAN-6.
B. ASEAN-Cina FTA
Dibulan November
2004,
dalam acara 10th ASEAN Summit di
Vientiane,
Laos,
perekonomian
para
menteri
negara-negara
ASEAN dan Cina menandatangani
Perjanjian
Perdagangan
Barang/
Agreement on Trade in Goods (TIG)
dari Kerangka Perjanjian Kerjasama
Ekonomi Komprehensif (Framework
Agreement
on
Comprehensive
Economic Cooperation) antara Cina
ASEAN
dan ASEAN. Perjanjian ini dikenal
telah membuat kemajuan yang signifikan
sebagai ASEAN-Cina Free Trade
dalam5.
Agreement (ACFTA) yang telah
Negara-negara
menurunkan
tarif
anggota
intra-regional
melalu
diterapkan6.
Preferential
efektif mulai 1 Juli 2005. Dalam
Tariff(CEPT) untuk AFTA. Lebih dari 99
perjanjian ini, batasan tarif dibawah
skema
Common
Effective
5 ITC Market Analysis Section (2000). The
Trade Performance Index √ Background
Paper,UNCTAD/
WTO.
6 World Bank Institute (2010). World Trade
Indicators 2009/2010 √ User Guide to
Trade Data,
The World Bank.
6
modalitas
penurunan
tariff
2012,
dan
akan
mengalami
diklasifikasikan dalam 3 kelompok:
penurunan sebesar 0-5% tidak lewat
early harvest program, normal track,
dari
dan sensitive etrack. Tarif yang
Selanjutnya
termasuk dalam Normal Track telah
dibawah High Sensitive List tidak
diturunkan
akan melebihi 50% dimulai pada
dieliminasi
secara
bertahap
berdasarkan
dan
daftar
berikut (ASEAN-6 dan Cina)7.
tanggal
1
Januari
2018.
tarif
dari
produk
20158.
tahun
Grafik
diatas
memperlihatkan bahwa weightedaverage
tariff
telah
mengalami
penurunan baik di pasar ASEAN-6
dan Cina. Tampak deficit pada
neraca perdagangan dari ASEAN6dengan Cina cenderung meningkat,
yang mengindikasikan bahwa impor
dari
ASEAN-6
naik
secara
cepat dibandingkan volume ekspor
ke pasar Cina. Disisi lain, neraca
perdagangan total antara Indonesia
cenderung surplus. Namun hal ini
tidak
berlaku
bagi
neraca
perdagangannon-migas
Indonesia
neraca
dengan
antara
perdagangan
Cina
dimana
ini
mulai
mengalami deficit sejak tahun 2005.
Sehingga
Namun penurunan tarif dari
kelompok Sensitive Tracks akan
mulai diimplementasikan pada tahun
7 Ng (2002). Trade Indicators and
Indices,in Development, Trade, and WTO:
A Handbook, edited
by Hoekman, Mattoo, and English, The
World Bank, Washington DC.
dapat
dikatakan
perdagangan Indonesia dengan Cina
mengalami
surplus
dikarenakan
adanya surplus dalam jumlah besar
8 Edwards and Schoer (2001). The
Structure and Competitiveness of South
African Trade, Trade
and Industrial Policy Strategy √ Annual
Forum, Muldersdrift
7
dalam perdagangan minyak dangas
negara lain di dunia. Persamaannya
dari Indonesia ke Cina.
dapat dirumuskan sebagai berikut:10
C. COMPETITIVENESS
INDICATORS
Sejumlah
literature
(Ng,
2002; Mikic, 2005; ITC Market
Analysis Section, 2000; World Bank
Pangsa
Institute, 2010) telah menyediakan
umum
digunakan
diukur
berdasarkan persamaan berikut:
beberapa indikator dan petunjuk
yang
pasar
dalam
analisis perdagangan internasional.
Namun
paper
indicator
yang
ini
menggunakan
kemampuan
dianggap
menganalisis
kompetisi
praktis
apakah
dalam
RCA Dinamis merupakan modifikasi
produk
Indonesia semakin kompetitif, atau
dari
sebaliknya,
dan
digunakan sebagaimana RCA Statis. RCA
ACFTA diterapkan. Indikator yang
Dinamis telah digunakan oleh Edwards dan
digunakan9. adalah indeks intensitas
Schoer (2001) untuk menganalisis struktur
ekspor
intensityindex),
dan daya saing dari perdagangan Afrika
pangsa pasar (marketshare), danRCA
Selatan. Keuntungan menggunakan RCA
dinamis
RCA)
dinamis adalah: (i) mampu mendeskripsikan
adalah
RCA
Indeks
setelah
(export
AFTA
(dynamic
intensitas
ekspor
RCA Statis,
seiring
ukuran penentu apakah satu negara
menentukan
mengekspor
negara-negara
ke
satu
dan
waktu;
kedudukan
dan
(ii)
dapat
produk
dalam
tujuan
ekspor,
dimana
lebih sedikit dibandingkan negara-
produk berdasarkan posisi mereka dalam
9 Mikic (2005). Commonly Used Trade
Indicators: A Note,dipresentasikan pada
ARTNeT Capacity
Building Workshop on Trade Research,
UNESCAP.
sehingga
ini
banyak
negara tujuan lain lebih banyak atau
pasar
indikator
belum
RCA
mengelompokkan
dinamis
lebih
bermanfaat dibandingkan RCA tradisional.
10 ITC Market Analysis Section (2000). The
Trade Performance Index √ Background
Paper,UNCTAD/
WTO.
8
Terutama bila mana studi ini digunakan
Bagian pertama dari sisi sebelah
untuk mengidentifikasi produk mana yang
kanan persamaan mengacu pada bagian
pasarnya makin luas atau semakin sempit
ekspordari komoditas j dalam laporan
dan
rekomendasi
ekspor total suatu negara ke pasar tujuan.
kebijakan berdasarkan posisi pasar dari
Bagian kedua mengacu pada bagian ekspor
produk ekspor. Selain itu, RCA dinamis
dari negara ASEAN atas komoditas j
lebih informatif dibandingkan RCA statis
terhadap
dalam menjelaskan daya saing suatu produk
diarahkan kepada pasar tujuan. Edwards dan
ekspor.
Schoer
untuk
menghasilkan
Dalam paper ini, rumus dari RCA
dinamis yang mengacu pada Edwards dan
Schoee
formula
(2001),
dihitung
dibawah
dimodifikasi
agar
ini
menggunakan
dan
sesuai
sedikit
ekspor
(2001)
total
ASEAN
memberikan
yang
matriks
penempatan yang sangat berguna untuk
menganalisis daya saing dari produk dalam
proses evaluasi. Matriks ini ditunjukkan
pada Tabel II.3.
dengan
pasar ASEAN dan Cina, sebagai berikut:11
11 World Bank Institute (2010). World
Trade Indicators 2009/2010 √ User Guide
to Trade Data,
The World Bank.
9
produk ini, masih dibawah permintaan pasar.
KESIMPULAN DAN SARAN
Makalah ini memberikan beberapa
Kebanyakan produk ekspor Indonesia di
pasar Cina dikategorikan sebagai leading
retreat dan lagging retreat. Pada kasus
analisis mengenai daya saing produk ekspor
ACFTA,
Indonesia di ASEAN dan Cina, setelah
meningkatkan performa ekspornya di pasaar
implementasi ASEAN FTA dan ASEAN-
Cina.
Cina
FTA.
Indikatordaya
saing
Indonesia
masih
dapat
yang
digunakan dalam paper ini adalah pangsa
pasar, indeks intensitas ekspor dan RCA
dinamis. Hasilnya menunjukkan bahwa
Indonesia dalam kondisi yang baik dan telah
membuka pangsa pasarnya sendiri untuk
beberapa produk. Namun beberapa strategi
kebijakan diperlukan untuk produk-produk
ini, terutama untuk produk sayuran yang
telah
kehilangan
kesempatannya
di pasar ASEAN. Beberapa kebijakan yang
dibutuhkan diantaranya adalah diversifikasi
produk, perbaikan kendali mutu dan masalah
yang
terkait
dengan
kesehatan.
Di pasar Cina, Indonesia berhasil merebut
pasar hanya untuk produk plastik dan karet,
produk mineral dan alas kaki. Produkproduk yang berada dalam kondisi lagging
opportunity, adalah minyak dan lemak
hewani dan nabati, dan produk makanan,
yang
berarti
Indonesia
masih dapat melakukan perbaikan-perbaikan
untuk mengoptimalkan kesempatan ini,
dimana tingkat pertumbuhan ekspor untuk
10