Komposisi dan Keanekaragaman Tumbuhan Bawah Pada Tanah Gambut dan Tanah Mineral di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Supra Matra Abadi (SMA) Kecamatan Kampung Rakyat Kabupaten Labuhan Batu Selatan

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkebunan
Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada
tanah atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, dan memasarkan
hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanaman
yang ditanam bukanlah tanaman yang menjadi makanan pokok maupun sayuran
untuk membedakannya dengan usaha ladang dan hortikultura sayur mayur dan
bunga, meski usaha penanaman pohon buah masih disebut usaha perkebunan.
Tanaman yang ditanam umumnya berukuran besar dengan waktu penanaman
yang relatif lama, antara kurang dari setahun hingga tahunan (Puslitbang
Perkebunan, 2007).
Menurut Kartodirjo dan Suryo (1991) perkebunan merupakan bagian dari
sistem perekonomian pertanian komersial dan kapitalistik, diwujudkan dalam
bentuk usaha pertanian dalam skala besar dan kompleks, bersifat padat modal,
penggunaan areal pertanahan luas, organisasi tenaga kerja besar, pembagian kerja
secara rinci, penggunaan tenaga kerja upahan, struktur hubungan kerja yang rapi
dan penggunaan teknologi modern, spesialisasi, sistem administrasi dan birokrasi,

serta penanaman tanaman komersial yang ditujukan untuk komoditi ekspor di
pasaran dunia.
Saat

ini

lahan-lahan

subur untuk

perkebunan semakin terbatas

ketersediaannya akibat berbagai kegiatan pembangunan seperti pembangunan
industri, pariwisata, perumahan, jalan, dan pemukiman. Sehingga sebagai
akibatnya lahan pengembangan perkebunan bergeser kelahan-lahan marginal
seperti lahan gambut dan mineral. Di antara tanaman perkebunan yang banyak
diusahakan di lahan gambut ialah kelapa sawit (Najiyati et al., 2005).

2.2 Perkebunan Kelapa Sawit
Kelapa sawit


atau dalam bahasa latinnya Elaeis guinensis Jacq. merupakan

tanaman industri yang menghasilkan minyak nabati. Perkebunan kelapa sawit kini

Universitas Sumatera Utara

5

telah menjamur di Indonesia. Pembukaan lahan gambut dengan cara membuat
saluran drainase akan menyebabkan penurunan muka air tanah dan perubahan
ekosistem. Perubahan ekositem ini mengakibatkan perubahan karakteristik dan
sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Sutarta et al., 2006).
Menurut Aththorick (2005) di areal perkebunan sawit vegetasi tumbuh di
sela-sela tanaman utama dan menjadi pengganggu jika terlalu dekat dengan
tanaman tersebut, namun demikian di bagian-bagian tertentu di areal perkebunan,
vegetasi ini tetap dipertahankan tetap tumbuh meliar karena dapat mencegah erosi,
mengatur tata air, mengurangi evaporasi seperti jenis kacang-kacangan.

2.3 Tanah Gambut dan Tanah Mineral

Secara garis besar dalam perkebunan kelapa sawit, jenis tanah yang
dijadikan tempat perkebunan kelapa sawit adalah a) tanah gambut

b) tanah

mineral
a. Tanah Gambut
Gambut adalah bahan organik yang terdiri dari akumulasi sisa-sisa vegetasi yang
telah mengalami humifikasi tetapi belum mengalami mineralisasi. Tanah gambut
adalah suatu bahan organik setengah lapuk berserat atau tanah yang mengandung
bahan organis berserat dalam jumlah besar (Bowles, 1989). Sifat fisik tanah
gambut yang penting dalam pemanfaatannya untuk pertanian meliputi kadar air,
berat isi (bulk density, BD), daya menahan beban (bearing capacity), subsiden
(penurunan permukaan), dan mengering tidak balik (irriversible drying) (Dariah
et al., 2012).

Karakteristik kimia lahan gambut sangat ditentukan oleh kandungan,
ketebalan, dan jenis mineral pada substratum (di dasar gambut), serta tingkat
dekomposisi gambut. Kandungan mineral gambut di Indonesia umumnya kurang
dari 5% dan sisanya adalah bahan organik, tanah gambut mengandung hara yang

sangat rendah khususnya P dan K, dan basa-basa (Ratmini, 2012).
Meskipun menurut Permentan tidak semua lahan gambut dapat digunakan
untuk budidaya kelapa sawit. Seperti halnya penanaman kelapa sawit pada lahan
mineral, penanaman kelapa sawit pada lahan gambut memiliki beberapa kendala,
satu di antaranya ialah permasalahan tumbuhan bawah. Lebih dari itu kehadiran

Universitas Sumatera Utara

6

tumbuhan bawah pada lahan gambut lebih tinggi dibandingkan dengan lahan
mineral. Tingginya kadar organik dan rendahnya unsur hara mikro pada tanah
gambut membuat keasamannya tinggi. Seperti halnya penanaman kelapa sawit
pada lahan mineral, penanaman kelapa sawit pada lahan gambut memiliki
beberapa kendala, satu di antaranya ialah permasalahan tumbuhan bawah. Lebih
dari itu kehadiran tumbuhan bawah pada lahan gambut lebih tinggi dibandingkan
dengan lahan mineral (Syahputra et al., 2011).
Kematangan gambut diartikan sebagai tingkat pelapukan bahan organik
yang menjadi komponen utama dari tanah gambut. Kematangan gambut sangat
menentukan tingkat produktivitas lahan gambut, karena sangat berpengaruh

terhadap tingkat kesuburan tanah gambut, dan ketersediaan hara. Ketersediaan
hara pada lahan gambut yang lebih matang relatif lebih tinggi dibandingkan lahan
gambut mentah. Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi
- Gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut dan bahan
asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila diremas
kandungan seratnya kurang dari 15%.
- Gambut hemik (setengah matang) adalah gambut setengah lapuk, sebagian
bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarma coklat, dan bila diremas bahan
seratnya 15 – 75%.
-

Gambut fibrik (mentah) adalah gambut yang belum melapuk, bahan asalnya
masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas lebih dari 75% seratnya
masih tersisa (Dariah et al., 2012).

b. Tanah Mineral
Jenis tanah mineral pada perkebunan kelapa sawit kebanyakan adalah berjenis
podsolik merah kuning. Menurut Notohadiprawiro (1968) podsolik merah-kuning
adalah nama kelompok tanah yang terdiri atas dua jenis tanah, yaitu tanah
podsolik merah dan tanah podsolik kuning. Dalam klasifikasi tanah kedua jenis

tanah tadi perlu dipilahkan karena beberapa sifat diagnostiknya berbeda, warna,
regim lengas tanah dan pH. Jenis yang merah mempunyai regim lengas tanah
lebih kering dan pH lebih tinggi (kurang masam).
Dalam sistem klasifikasi tanah USDA terbaru (1975) yang masih terus
dikembangkan dengan kerjasama internasional untuk kesempurnaannya, tanah

Universitas Sumatera Utara

7

podsolik merah-kuning secara umum masuk dalam ordo ultisol. Tanah mineral
podzolik merah kuning merupakan jenis tanah yang memiliki persebaran terluas
di Indonesia. Berasal dari bahan induk batuan kuarsa di zona iklim basah dengan
curah hujan antara 2.500 – 3.000 mm/tahun. Sifatnya mudah basah dan mudah
mengalami pencucian oleh air hujan, sehingga kesuburannya berkurang. Dengan
pemupukan yang teratur, jenis tanah ini dapat dimanfaatkan untuk persawahan
dan perkebunan.
Tanah tipe ini merupakan salah satu lahan kering marjinal berpotensi besar
untuk dikembangkan sebagai daerah pertanian dengan kendala berupa rendahnya
kesuburan tanah seperti kemasaman tanah yang tinggi, pH rata-rata kurang dari

4,50. Kejenuhan Al tinggi, kandungan hara makro terutama P, K, Ca dan Mg
rendah, kandungan bahan organik yang rendah, kelarutan Fe dan Mn yang cukup
tinggi yang akan bersifat racun, dapat menyebabkan unsur Fosfor (P) kurang
tersedia bagi tanaman karena terfiksasi oleh ion Al dan Fe, akibatnya tanaman
sering menunjukkan kekurangan unsur P (Nyakpa et al., 1988).

2.4 Tumbuhan Bawah
Tumbuhan bawah adalah komunitas tumbuhan yang menyusun stratifikasi bawah
dekat permukaan tanah. Tumbuhan ini umumnya berupa rumput, herba, semak
atau perdu rendah. Jenis-jenis vegetasi ini ada yang bersifat annual, biannual, atau
perenial dengan bentuk hidup soliter, berumpun, tegak menjalar atau memanjat.
Secara taksonomi vegetasi bawah umumnya anggota dari suku-suku Poaceae,
Cyperaceae, Araceae, Asteraceae, Paku-pakuan dan lain-lain. Vegetasi ini banyak

terdapat di tempat-tempat terbuka, tepi jalan, tebing sungai, lantai hutan, lahan
pertanian dan perkebunan (Aththorick, 2005). Tumbuhan bawah merupakan
komunitas tumbuhan yang tumbuh dengan menutup permukaan tanah. Tumbuhan
yang termasuk tumbuhan penutup tanah (tumbuhan bawah) terdiri dari herba
yang tingginya sampai 0,5 meter sampai satu meter (Southwood, 1980).
Selain itu, tumbuhan bawah sering dijadikan sebagai indikator kesuburan

tanah dan penghasil serasah dalam meningkatkan kesuburan tanah. Selain fungsi
ekologi, beberapa jenis tumbuhan bawah telah diidentifikasi sebagai tumbuhan
yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, tumbuhan obat, dan sebagai

Universitas Sumatera Utara

8

sumber energi alternatif. Tidak jarang juga tumbuhan bawah dapat berperan
sebagai tumbuhan bawah yang menghambat pertumbuhan permudaan pohon
khususnya pada tanaman monokultur yang dibudidayakan (Dahlan, 2011).
Vegetasi tumbuhan bawah juga merupakan salah satu komponen
ekosistem yang dapat menggambarkan pengaruh dari kondisi-kondisi faktor
lingkungan yang mudah diukur dan nyata. Ada dua cara dalam mengkaji vegetasi,
yaitu dengan mendeskripsikan dan menganalisis, masing-masing dengan berbagai
konsep pendekatan yang berlainan (Krebs, 1978).
Tumbuhan bawah merupakan yang tumbuh di areal kebun kelapa sawit
dan menjadi pengganggu tanaman utama. Tanaman ini akan berebut nutrisi tanah
dengan tanaman utama, sehingga keberadaannya tidak diinginkan dalam lingkup
bercocok tanam kelapa sawit. Tanaman penutup kacang-kacangan seperti

Pueraria javanica, Calopogonium caeruleum, Pueraria phaseloides, yang tumbuh

tidak terkendali pada tanaman belum menghasilkan merupakan gulma pada kelapa
sawit itu sendiri (Puslitbang Perkebunan, 2007).
Komposisi

dari

keanekaragaman

jenis

tumbuhan

bawah

sangat

dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti cahaya, kelembaban, pH tanah, tutupan
tajuk dari pohon di sekitarnya, dan tingkat kompetisi dari masing-masing jenis.

Pada komunitas hutan hujan, penetrasi cahaya matahari yang sampai pada lantai
hutan umumnya sedikit sekali. Hal ini disebabkan terhalang oleh lapisan-lapisan
tajuk pohon yang ada pada hutan tersebut, sehingga tumbuhan bawah yang
tumbuh dekat permukaan tanah kurang mendapat cahaya, sedangkan cahaya
matahari bagi tumbuhan merupakan salah satu faktor yang penting dalam proses
perkembangan, pertumbuhan dan reproduksi (Gusmaylina, 1983). Tingginya
tingkat frekuensi dan frekuensi relatif tumbuhan bawah atau persaingan tumbuhan
bawah tergantung pada curah hujan, varietas, kondisi tanah, kerapatan tumbuhan,
lamanya tanaman dan tumbuhan bawah bersaing, umur tanaman saat tumbuhan
mulai bersaing (Afrianti, 2015).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Sistem Pemasaran TBS Produksi Kebun Rakyat Di Labuhan Batu (Studi kasus Desa Tanjung Medan, Kecamatan Kampung Rakyat, Kabupaten Labuhan Batu, Propinsi Sumatera Utara)

0 44 85

Analisa Harga Pembelian TBS Kelapa Sawit Produksi Petani Rakyat Kabupaten Labuhan Batu

47 197 82

Komposisi Dan Distribusi Cacing Tanah Di Kawasan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Moeis Dan Di Perkebunan Rakyat Desa Simodong Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara

1 68 57

Prospek Pengembangan Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat (Studi Kasus :KUD-P3RSU, Desa Aek Nabara, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan batu)

4 68 70

Komposisi dan Keanekaragaman Tumbuhan Bawah Pada Tanah Gambut dan Tanah Mineral di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Supra Matra Abadi (SMA) Kecamatan Kampung Rakyat Kabupaten Labuhan Batu Selatan

0 9 55

Komposisi dan Keanekaragaman Tumbuhan Bawah Pada Tanah Gambut dan Tanah Mineral di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Supra Matra Abadi (SMA) Kecamatan Kampung Rakyat Kabupaten Labuhan Batu Selatan

0 0 11

Komposisi dan Keanekaragaman Tumbuhan Bawah Pada Tanah Gambut dan Tanah Mineral di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Supra Matra Abadi (SMA) Kecamatan Kampung Rakyat Kabupaten Labuhan Batu Selatan

0 0 2

Komposisi dan Keanekaragaman Tumbuhan Bawah Pada Tanah Gambut dan Tanah Mineral di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Supra Matra Abadi (SMA) Kecamatan Kampung Rakyat Kabupaten Labuhan Batu Selatan

0 1 3

Komposisi dan Keanekaragaman Tumbuhan Bawah Pada Tanah Gambut dan Tanah Mineral di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Supra Matra Abadi (SMA) Kecamatan Kampung Rakyat Kabupaten Labuhan Batu Selatan

0 1 4

Komposisi dan Keanekaragaman Tumbuhan Bawah Pada Tanah Gambut dan Tanah Mineral di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Supra Matra Abadi (SMA) Kecamatan Kampung Rakyat Kabupaten Labuhan Batu Selatan

0 1 13