Karakteristik Penderita Stroke yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang Tahun 2013-2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Stroke
Stroke atau Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO) merupakan penyakit

neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara tepat dan tepat. Stroke
merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan
terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan
kapan saja (Muttaqin, 2008). Stroke adalah penyakit gangguan fungsional otak,
berupa kelumpuhan saraf karena gangguan aliran darah pada salah satu bagian
otak. Gangguan saraf maupun kelumpuhan yang terjadi tergantung pada bagian
otak mana yang terkena (Irianto K, 2014).
2.2

Patofisiologi Stroke
Otak sangat membutuhkan oksigen. Berat otak hanya 2,5 % dari berat

badan seluruhnya, namun oksigen yang dibutuhkan hampir mencapai 20% dari

kebutuhan badan seluruhnya. Apabila terjadi anoksia atau kekurangan oksigen
pada cerebrovascular accident (CVA), metabolisme serebral akan segera
mengalami perubahan dan kematian sel dan kerusakan permanen dapat terjadi
dalam 3-10 menit (Widagdo dkk, 2009).
Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak akan
menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat
mengakibatkan iskemik otak. Iskemik dalam waktu singkat (kurang dari 10-15
menit) menyebabkan defisit sementara, sedangkan iskemik yang terjadi dalam
waktu lama dapat menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark

7

Universitas Sumatera Utara

8

pada otak. Tipe defisit fokal permanen akan tergantung pada daerah dari otak
yang terkena. Daerah otak yang terkena akan menggambarkan pembuluh darah
otak yang terkena. Pembuluh darah yang paling sering mengalami iskemik adalah
arteri serebral tengah dan arteri karotis interna. Defisit fokal permanen dapat tidak

diketahui jika klien pertama kali mengalami iskemik otak total yang dapat
teratasi (Batticaca, 2008).
Stroke trombolik adalah tipe stroke yang paling umum, dimana sering
dikaitkan dengan arterosklerosis dan menyebabkan penyempitan lumen arteri,
sehingga menyebabkan gangguan suplai darah yang menuju ke otak. Fase awal
dari thrombus tidak selalu menyumbat komplit lumen. Penyumbatan komplit
dapat terjadi dalam beberapa jam. Gejala-gejala dari CVA akibat thrombus terjadi
selama tidur atau segera setelah bangun tidur. Hal ini berkaitan pada orangtua
aktivitas simpatisnya menurun dan sikap berbaring menyebabkan menurunnya
tekanan darah, yang akan menimbulkan iskemia otak (Widagdo dkk, 2009).
Transient ischemic attack (TIA) berkaitan dengan iskemik serebral dengan

disfungsi neurologi sementara. Disfungsi neurologi dapat berupa hilang kesadaran
dan hilangnya seluruh fungsi sensorik dan motorik, atau hanya ada defisit fokal.
Defisit paling umum adalah kelemahan kontralateral wajah, tangan, lengan, dan
tungkai, disfasia sementara dan beberapa gangguan sensorik. Serangan iskemik
berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam (Widagdo dkk, 2009).

Universitas Sumatera Utara


9

Gambar 2.1 Gambaran Perbedaan Patofisiologi Stroke
2.3

Klasifikasi Stroke

2.3.1

Stroke Non Hemoragik (Iskemik)
Stroke Iskemik pada dasarnya disebabkan oleh oklusi pembuluh darah

otak yang kemudian menyebabkan terhentinya pasokan oksigen dan glukosa ke
otak dan sering diakibatkan oleh trombosis akibat plak aterosklerosis arteri
otak/atau yang memberi vaskularisasi pada otak atau suatu emboli dari pembuluh
darah di luar otak yang tersangkut di arteri otak. Stroke jenis ini merupakan stroke
yang paling sering ditemukan yaitu sekitar 80 % dari semua stroke. Stroke jenis
ini juga bisa disebabkan berbagai hal yang menyebabkan terhentinya aliran darah
otak antara lain syok atau hipovolemia dan berbagai penyakit lain (Martono dan
Kuswardani, 2009).

Menurut Harsono (2007), secara non hemoragik, stroke dapat dibagi
berdasarkan manifestasi klinik dan proses patologik.

Universitas Sumatera Utara

10

1. Berdasarkan manifestasi klinik
a. Transient Ischemic Attack ( TIA ), serangan kurang dari 24 jam
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
akan menghilang dalam waktu 24 jam.
b. Reversible Ischemic Neurological Defisit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama
dari 24 jam,tetapi tidak lebih dari 1 minggu.
c. Stroke in Evolution (SIE)
Pada stroke ini gejala neurologik makin lama makin berat
d. Completeled Stroke

Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi
2. Berdasarkan proses patologik (kausal)

a. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh
darah di otak sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat
menimbulkan edema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi
pada orangtua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi
karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemia selebri. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan
thrombosis otak: aterosklerosis yaitu mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.

Universitas Sumatera Utara

11

b. Stroke Emboli
Stroke ini terjadi saat suatu gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang
berasal dari dinding pembuluh arteri rontok dan menyumbat pembuluhpembuluh darah yang lebih kecil, merupakan cabang dari pembuluh-pembuluh
arteri utama yang menuju ke otak. Bagian dari otak yang tidak dialiri darah
akan mengalami kerusakan dan tidak berfungsi lagi.
2.3.2


Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi oleh karena pecahnya

pembuluh darah otak tertentu dan biasanya terjadi pada saat pasien melakukan
aktivitas atau saat aktif, namun juga pada kondisi saat istirahat (Tartowo dkk,
2007).
a. Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah terutama karena hipertensi mengakibatkan
darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan
otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)
yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan hipertensi sering dijumpai di daerah
putamen, thalamus, pons, dan serebelum (Muttaqin, 2008).
b. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry. Aneurisma yang
pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya
yang terdapat di luar parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang
subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka


Universitas Sumatera Utara

12

nyeri, dan vasoplasma pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak
global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemi sensorik, afasia, dan lain-lain) (Muttaqin, 2008).
c. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural terjadi diantara dura mater dan arakhnoid. Perdarahan
dapat

terjadi

akibat

robeknya

vena

jembatan


(bridging

veins)

yang

menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam dura mater
atau karena robeknya arachnoid (Harsono, 2007).
2.4

Gejala dan Tanda Stroke
Gejala stroke bisa dibedakan atas gejala atau tanda akibat lesi dan

gejala/tanda yang diakibatkan oleh komplikasinya. Gejala akibat lesi bisa sangat
jelas dan mudah untuk didiagnosis, akan tetapi bisa sedemikian tidak jelas
sehingga diperlukan kecermatan tinggi untuk mengenalinya. Pasien bisa datang
dalam keadaan sadar dengan keluhan lemah separuh badan pada saat bangun tidur
atau sedang bekerja , akan tetapi tidak jarang pasien datang dalam keadaan koma
sehingga memerlukan penyingkiran diagnosis banding sebelum mengarah ke lesi

stroke. Secara umum , gejala tergantung pada besar dan letak lesi di otak, yang
menyebabkan gejala dan tanda organ yang dipersarafi oleh bagian tersebut
(Martono dan Kuswardani, 2009).
Gejala dan tanda yang sering dijumpai pada penderita dengan stroke
secara umum adalah (Irianto K, 2014) :
1. Timbul rasa kesemutan pada sesisi badan, mati rasa, terasa seperti terbakar,
atau terkena cabai.

Universitas Sumatera Utara

13

2. Lemah, atau bahkan kelumpuhan pada sesisi badan, sebelah kanan atau kiri
saja.
3. Mulut, lidah mencong bila diluruskan. Mudah diamati jika sedang berkumur,
tidak sempurna atau air muncrat dari mulut.
4. Gangguan menelan, atau minum sering tersendak.
5. Gangguan bicara berupa pelo, atau aksentuasi kata-kata sulit dimengerti
(afasid), bahkan bicara tidak lancar, hanya sepatah-patah.
6. Tidak mampu membaca dan menulis. Kadang-kadang diawali dengan

perubahan tulisan yang tidak seperti biasa, karena tulisan lebih jelek.
7. Berjalan menjadi sulit, langkahnya kecil-kecil.
8. Kurang mampu memahami pembicaraan orang lain.
9. Kemampuan intelektual menurun drastis, bahkan tidak mampu berhitung,
menjadi pelupa.
10. Fungsi indra terganggu sehingga bisa terjadi gangguan penglihatan berupa
sebagian lapangan pandang tidak terlihat atau gelap, juga pendengaran
berkurang.
11. Gangguan suasana emosi, menjadi lebih mudah menangis atau tertawa.
12. Kelopak mata sulit dibuka, atau dalam keadaan terkatup.
13. Gerakan badan tidak terkoordinasi sehingga jika berjalan sempoyongan, atau
kehilangan koordinasi pada sesisi badan.
14. Gangguan kesadaran, pingsan, bahkan sampai koma.

Universitas Sumatera Utara

14

2.5


Diagnosa Stroke
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik

yaitu keadaan umum, tanda vital, status generalis, dan status neurologis.
Selanjutnya digunakan alat bantu skoring (skala) stroke dan pemeriksaan
computered tomography (CT) scan kepala sebagai standar baku emas untuk

menunjang diagnosis.
Penentuan diagnosa stroke untuk menentukan jenis stroke apakah Non
Haemoragik atau Haemoragik sejatinya adalah dengan menggunakan CT scan
ataupun magnetic resonance imaging (MRI), sayangnya peralatan CT scan
apalagi MRI masih sangat kurang tersedia di Rumah Sakit di daerah bahkan di
kota sekalipun. Namun jika tidak tersedia test diagnostik maka ada beberapa
perhitungan diantaranya dengan Alogarima stroke Gajah Mada dan Skore Stroke
Siriraj (SSS) (Tartowo dkk, 2007).
2.5.1

Skor Stroke Alogaritma Gajah Mada

Tabel 2.1 Skor Stroke Alogaritma Gajah Mada
Penurunan Kesadaran
+
+
-

Nyeri Kepala
+
+
-

Babinski
+
+
-

Jenis Stroke
Perdarahan
Perdarahan
Perdarahan
Iskemik
Iskemik

Universitas Sumatera Utara

15

2.5.2

Skor Stroke Siriraj (SSS) (Tartowo dkk, 2007)

Versi orisinal:
= (0.80 x kesadaran) + (0.66 x muntah) + (0.33 x sakit kepala) + (0.33x
tekanan darah diastolik) – (0.99 x atheromal) – 3.71.

Versi disederhanakan:
= (2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x tekanan
Pembacaan:
darahdiastolik) – (3 x atheroma) – 12.
SkorKesadaran:
> 1 : Perdarahan otak
< -1:Sadar
Infark= otak
0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2
Muntah:
Sensivitas:
Untuk perdarahan: 89.3%.
tidak
= 0 ;93.2%.
ya = 1
Untuk
infark:
Sakit kepala
dalam90.3%.
2 jam:
Ketepatan
diagnostik:
tidak = 0 ; ya = 1
Tanda-tanda ateroma:
tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma = 1
(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)
Pembacaan:
Skor > 1 : Perdarahan otak
< -1 : Infark otak
Sensivitas: Untuk perdarahan: 89.3%
Untuk infark: 93.2%
Ketepatan diagnostik: 90.3%

Universitas Sumatera Utara

16

2.6

Letak Kelumpuhan Akibat Serangan Stroke

2.6.1

Kelumpuhan Sebelah Kiri (Hemiparesis Sinistra)
Kerusakan pada sisi sebelah kanan otak yang menyebabkan kelemahan

tubuh bagian kiri. Pasien dengan kelumpuhan sebelah kiri sering memperlihatkan
ketidakmampuan

persepsi

visuomotor,

kehilangan

memori

visual

dan

mengabaikan sisi kiri. Penderita mamberikan perhatian hanya kepada sesuatu
yang berada dalam lapang pandang yangdapat dilihat (Harsono, 2007).
2.6.2

Kelumpuhan Sebelah Kanan (Hemiparesis Dextra)
Kerusakan pada sisi sebelah kiri otak yang menyebabkan kelemahan atau

kelumpuhan tubuh bagian kanan. Penderita ini biasanya mempunyai kekurangan
dalam

kemampuan

komunikasi

verbal,

namun

persepsi

dan

memori

visuomotornya sangat baik, sehingga dalam melatih perilaku tertentu harus
dengan cermat diperhatikan tahap demi tahap secara visual. Dalam komunikasi
kita harus lebih banyak menggunakan body language ( bahasa tubuh) (Harsono,
2007).
2.6.3

Kelumpuhan Kedua Sisi (Hemiparesis Duplex)
Karena adanya sklerosis pada banyak tempat, penyumbatan dapat terjadi

pada dua sisi yang mengakibatkan kelumpuhan satu sisi dan diikuti satu sisi lain.
Timbul gangguan pseudobulber (biasanya hanya pada vaskuler) dengan tandatanda

hemiplegik

dupleks,

sukar

menelan,

sukar

berbicara

dan

juga

mengakibatkan kedua kaki sulit untuk digerakkan dan mengalami hiperaduksi
(Markam, 2003).

Universitas Sumatera Utara

17

2.7

Epidemiologi Stroke

2.7.1

Distribusi dan Frekuensi

a.

Berdasarkan Orang
Stroke ditemukan pada semua golongan usia, dari bayi baru lahir sampai

pada usia sangat lanjut, namun sebagian besar dijumpai pada usia di atas 55 tahun.
Insiden usia 80-90 adalah 300/10.000 dibandingkan dengan 3/10.000 pada
golongan usia 30-40 tahun (Bustan MN, 2015).
b.

Berdasarkan Tempat
Insiden stroke bervariasi antarnegara dan tempat. Diantara penduduk Asia

Pasifik ada sebanyak 2,7% menderita stroke. Pada tahun 2009 terdapat 3.639
orang meninggal karena stroke di Asia Pasifik.
Menurut American Heart Association (AHA), angka kematian penderita
stroke di Amerika setiap tahunnya adalah 50 – 100 dari 100.000 orang penderita
dan membunuh satu orang penderita stroke setiap menitnya.
Di China (2005), terdapat 1,5 juta penderita stroke dan 1 juta penderita
stroke meninggal dunia dengan CFR 66,66%. Di India, angka prevalensi stroke
sebesar 8,6 per 100.000 populasi pertahun (Regional Statistik, 2008).
Di Indonesia diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 orang terkena
serangan stroke, 125.000 orang meninggal dunia dengan CFR 25% dan yang
mengalami cacat ringan atau berat dengan proporsi 75% (375.000 orang)
(Yastroki, 2009).

Universitas Sumatera Utara

18

c.

Berdasarkan Waktu
Berdasarkan hasil Riskesdas (2007) menunjukkan peningkatan angka

kematian stroke di Indonesia. Kejadian terbanyak penyebab kematian utama
hampir di seluruh RS di Indonesia juga karena penyakit stroke, terdapat sekitar
550.000 pasien baru setiap tahunnya dan kematian stroke meningkat sekitar
15,4% yaitu dari 41,7% ditahun 1995 menjadi 49,9% di tahun 2001 dan terus
meningkat menjadi 59,5% atau setara dengan 8,3 per 1.000 penduduk ditahun
2007 (Depkes RI, 2007).
2.7.2

Faktor Risiko
Stroke merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor

risiko (multikausal). Menurut Kemenkes RI (2013), faktor risiko stroke dibagi
menjadi faktor risiko yang tidak dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diubah.
a.

Faktor Risiko yang Tidak Dapat Diubah

a.1

Umur
Menurut Wahjoepramono (2005) umur merupakan faktor risiko stroke

dimana semakin meningkatnya umur seseorang, maka risiko untuk terkena stroke
juga semakin meningkat. Menurut hasil penelitian pada Framingham Study
menunjukkan risiko stroke meningkat sebesar 20%, 32%, 83% pada kelompok
umur 45-55, 55-64, 65-74 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Agreayu Dinata dkk
(2012) di RSUD Kabupaten Solok Selatan didapatkan kejadian stroke lebih dari
50% penderita berusia di atas 50 tahun, yaitu dengan persentase 81,25% dan

Universitas Sumatera Utara

19

hanya 18,75% penderita yang berusia di bawah 50 tahun. Berdasarkan penelitian
Jeong-yeon Kim, dkk (2011) menunjukkan hubungan umur dengan risiko stroke
( OR : 1,06 ; 95% CI: 1,03-1,10).
a.2

Jenis kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata laki-laki banyak

menderita stroke dibandingkan perempuan.3 Insiden stroke 1,25 kali lebih besar
pada laki-laki dibanding perempuan. Risiko stroke 20% lebih tinggi pada laki-laki
daripada perempuan, tetapi setelah perempuan menginjak usia 55 tahun dan kadar
estrogen menurun karena menopause, maka akibat stroke lebih tinggi pada
perempuan daripada laki-laki (Yastroki, 2009).
a.3

Riwayat penyakit keluarga
Riwayat pada keluarga yang pernah mengalami serangan stroke atau

penyakit yang berhubungan dengan kejadian stroke dapat menjadi faktor risiko
untuk terserang stroke juga. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya
faktor genetik, pengaruh budaya, dan gaya hidup dalam keluarga, interaksi
genetik dan pengaruh lingkungan (Lumbantobing, 2011).
a.4

Ras
Orang kulit hitam, Hispanik Amerika, Cina, dan Jepang memiliki insiden

stroke yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih (Wahjoepramono,
2005). Di Indonesia sendiri, suku Batak dan Padang lebih rentan terserang stroke
dibandingkan dengan suku Jawa. Hal ini disebabkan oleh pola dan jenis makanan
yang lebih banyak mengandung kolestrol (Depkes, 2007).

Universitas Sumatera Utara

20

b.

Faktor Risiko yang Dapat Diubah

b.1

Hipertensi
Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah

di dalam arteri. (Hiper artinya berlebihan, tensi artinya tekanan/tegangan; jadi,
hipertensi adalah gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan
tekanan darah diatas normal). Hipertensi didefinisikan oleh Joint National
Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure

(JIVC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140 / 90 mmHg (Widagdo dkk,
2009). Usia 30 tahun merupakan awal kewaspadaan tentang munculnya
hipertensi, terutama bagi mereka yang mempunyai riwayat hipertensi dalam
keluarga. Makin lanjut usia seseorang maka kemungkianan untuk munculnya
hipertensi makin tinggi. Pemeriksaan tekanan darah dapat dilakukan dimana saja,
bahkan saat ini sudah ada kecendrungan bahwa masyarakat awam merasa perlu
dilakukan secara terus menerus. Hipertensi menahun tidak saja mampu
menimbulkan GPDO, tetapi juga merupakan ancaman langsung terhadap penyakit
jantung dan mengancam retina dan ginjal (Harsono, 2007).
Sebuah penelitian yang dilakukan di RS Krakatau Medika pada tahun
2011 oleh Dian Nastiti mendapatkan hasil, 46% dari seluruh pasien stroke yang
diteliti, yang merupakan jumlah terbanyak mempunyai faktor risiko hipertensi.
b.2

Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Kelainan jantung akan meningkatkan risiko stroke adalah aritma jantung.

Aritma merupakan kelainan yang ditandai dengan detak jantung yang tidak teratur

Universitas Sumatera Utara

21

yang berpotensi menimbulkan suatu bekuan sel trombosit, dapat bermigrasi dari
jantung dan menyumbat arteri di otak serta menimbulkan stroke.
Menurut WHO (2011), penyakit penyerta PJK salah satunya stroke karena
disebabkan aterosklerosis. Faktor risiko stroke dan PJK disebabkan oleh faktor
risiko yang hampir sama seperti merokok dan hipertensi.
b.3

Hiperkolesterolemi
Meningkatnya kadar kolestrol dalam darah disebut hiperkolestrolemi.

Meningkatnya kadar kolesterol dalam darah, terutama low density lipoprotein
(LDL), merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya aterosklerosis
(menebalnya

dinding pembuluh

darah),

dan

koreksi

terhadap

dampak

aterosklerotik tadi ternyata sangat menurunkan risiko terjadinya GPDO.
Peningkatan kadar LDL dan penurunan kadar HDL (high density lipoprotein)
merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner, dan penyakit
jantung seperti ini merupakan faktor risiko GPDO (Harsono, 2007).
b.4

Diabetes Melitus
Menurut WHO seseorang disebut sebagai penderita diabetes mellitus

apabila kadar glukosa darah vena dalam keadaan puasa lebih dari 140 mg/desiliter
dan kadar glukosa darah kapilaris biasanya lebih tinggi 7-10% dibandingkan
dengan kadar glukosa darah vena.
Diabetes mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang
berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan menyempitkan
diameter pembuluh darah dan penyempitan tersebut kemudian akan menggangu

Universitas Sumatera Utara

22

kelancaran aliran darah ke otak yang pada akhirnya akanmenyebabkan infark selsel otak (Harsono, 2007).
b.5

Obesitas
Obesitas atau berat badan yang berlebih berpotensi untuk menimbulkan

stroke di kemudian hari. Penyakit jantung rematik, penyakit jantung koroner
dengan infark otot jantung, dan gangguan irama denyut jantung merupakan faktor
risiko GPDO yang cukup potensial. Faktor risiko ini pada umumnya akan
menimbulkan hambatan atau sumbatan aliran darah ke otak karena jantung
melepas gumpalan darah atau sel-sel / jaringan yang telah mati ke dalam aliran
darah. Peristiwa ini disebut emboli. Apabila penyakit jantung yang diberi obat anti
penggumpalan darah dengan dosis yang tak terkontrol dan/atau tidak dilakukan
kontrol terhadap waktu penjendalan darah maka dapat muncul komplikasi yang
serius, ialah perdarahan otak (Harsono, 2007).
b.6

Merokok
Menurut Sorganvi dkk (2014) merokok berisiko 2 kali lebih besar terkena

stroke. Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian telah menunjukkan merokok
menjadi faktor risiko penting untuk stroke. Nikotin dan karbon monoksida dalam
asap rokok merusak sistem kardiovaskular. Penggunaan kontrasepsi oral
dikombinasikan dengan merokok sangat meningkatkan risiko stroke (American
Stroke Assosiation, 2015).

b.7

Aktivitas fisik
Aktivitas fisik atau olahraga merupakan bentuk pemberian rangsangan

berulang pada tubuh. Tubuh akan beradaptasi jika diberikan rangsangan secara

Universitas Sumatera Utara

23

teratur dengan takaran dan waktu yang tepat. Aktivitas fisik sangat berhubungan
dengan faktor risiko stroke, yaitu hipertensi dan aterosklerosis. Seseorang yang
sering melakukan aktivitas fisik minimal 3-5 kali dalam seminggu dalam waktu
minimal 30-60 menit dapat menurunkan risiko untuk terkena penyakit yang
berhubungan dengan pembuluh darah, seperti stroke (Depkes, 2007).
b.8

Pemakaian alkohol
Sebuah studi meta-analisis terhadap 35 penelitian dari tahun 1966 hingga

2002 melaporkan bahwa dibandingkan dengan bukan pengguna alkohol, individu
yang mengkonsumsi 60 g per hari memiliki
adjusted RR untuk stroke iskemik yang signifikan lebih tinggi (Hakey dkk, 2006).

2.8

Pencegahan Stroke

2.8.1

Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor risiko stroke

bagi individu yang belum ataupun mempunyai faktor risiko dengan cara
melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, yaitu (Padila, 2013) (Kemenkes RI,
2013):
a. Memiliki gaya hidup yang sehat yaitu dengan menghindari stress, makan
rendah garam, lemak dan kalori, tidak merokok, dan menghindari minum
alkohol.

Universitas Sumatera Utara

24

b. Memperhatikan faktor risiko biologis (jenis kelamin, riwayat keluarga), efek
aspirin sehingga dapat lebih waspada terhadap penyakit stroke.
c. Mengontrol atau mengendalikan hipertensi, diabetes mellitus, penyakit
jantung dan aterosklerosis, kadar lemak darah, konsumsi makanan seimbang,
serta olahraga teratur 3-4 kali seminggu.
d. Pelayanan kesehatan untuk pengendalian kejadian stroke melalui pendidikan
kesehatan dan pelayanan pra stroke untuk deteksi dini dan monitoring faktor
risiko stroke pada individu sehat dan berisiko di masyarakat.
2.8.2

Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke

yaitu dengan cara:
a. Diagnosis dan pengobatan segera terhadap penderita stroke agar stroke tidak
berlanjut menjadi kronis. Obat-obatan yang digunakan seperti aspirin dengan
dosis 50-325 mg per oral yang diberikan sekali sehari, aspirin 25 mg dan
dipiridamol SR 200 mg per oral yang diberi 2 kali sehari, cilostazol 100 mg
per oral yang diberi 2 kali sehari dan clopidogrel 75 mg per oral sekali sehari,
dan ticlodipin 250 mg per oral yang diberi 2 kali sehari (Kemenkes RI, 2013).
b. Mengontrol

faktor

risiko

dengan

modifikasi

gaya

hidup

misalnya

mengkonsumsi obat antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi,
mengkonsumsi obat hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak
dan mengkonsumsi obat antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti
merokok, berhenti mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan dan
kurang gerak (Perdossi, 2011).

Universitas Sumatera Utara

25

c. Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM termasuk stroke yang merupakan
salah satu wujud peran serta masyarakat dalam kegiatan deteksi dini,
monitoring dan tindak lanjut dini terhadap faktor risiko stroke secara terpadu
dan terintegrasi dengan kegiatan rutin di masyarakat (Kemenkes RI, 2013).
2.8.3

Pencegahan Tersier
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita

stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi
ketergantungan pada orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Pencegahan tersier dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan
sosial. Rehabilitasi akan diberikan oleh tim yang terdiri dari dokter, perawat, ahli
fisioterapi, ahli terapi wicara dan bahasa, ahli okupassional, petugas sosial dan
peran serta keluarga.
a. Rehabilitasi dini
Upaya rehabilitasi harus segera dilakukan apabila keadaan pasien sudah
stabil. Fisioterapi pasif perlu diberikan bahkan saat pasien di ruang intensif yang
segera dilanjutkan dengan fisioterapi aktif jika memungkinkan. Upaya terapi
wicara dapat diberikan apabila terdapat gangguan bicara atau menelan. Setelah
pasien dapat berjalan sendiri, terapi fisis dan okulasi perlu dilakukan agar pasien
bisa kembali mandiri. Pendekatan psikologis sangat penting untuk memulihkan
kepercayaan diri pasien yang biasanya sangat menurun setelah terjadinya stroke,
dan jika diperlukan dapat diberikan antidepresi ringan (Martono dan Kuswardani,
2009).

Universitas Sumatera Utara

26

b. Tindakan pengawasan lanjutan
Tindakan untuk mencegah stroke berulang dan upaya rehabilitasi kronis
harus terus dikerjakan. Hal ini dikerjakan oleh spesialis penyakit dalam yang
mengetahui faktor risiko terjadinya stroke (Martono dan Kuswardani, 2009).
2.9

Kerangka Konsep
Karakteristik Penderita Stroke

1. Faktor Sosiodemografi:
Umur
Jenis kelamin
Suku
Agama
Status perkawinan
Pendidikan
Pekerjaan
2. Asal daerah
3. Sumber biaya
4. Pemeriksaan CT Scan
5. Tipe stroke
6. Sisi tubuh yang mengalami kelumpuhan
7. Onset serangan
8. Faktor Risiko
9. Lama rawatan rata-rata
10. Keadaan sewaktu pulang
11. Case Fatality Rate (CFR)

Universitas Sumatera Utara