Perjuangan Tokoh Enong Dalam Novel Dwilogi Padang Bulan Karya Andrea Hirata: Analisis Feminisme

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Alwi, Hasan,dkk. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Damono, Sapardi Djoko. 2002. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta : MedPress
Fakih, Mansour. 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gamble, Sarah. 2010. Feminisme & Postfeminisme. Yogyakarta: Jalasutra.
Handayani, Trisakti dan Sugiarti. 2008. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang Press.
Mosse, Julia Cleves. 1996. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta: Kerja Sama Rifka Annisa
Women’s Crisis Centre dengan Pustaka Pelajar.
Murniati, A. Nunuk P. 2004. Getar gender. Magelang: Indonesia Tera.
Pradopo, Rachmat Djoko,dkk. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha
Widia.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian sastra. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Ratna, Nyoman Kutha. 2005. Sastra dan Cultural Studies : Reprentasi Fiksi dan Fakta.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Semi, Atar. 1988. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa.

Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori kesusastraan ( Terjemahan oleh Melani Budianta
). Jakarta: Gramedia.
Internet
Burhan, Faika. 2012. Eksistensi Perempuan dalam Dwilogi Novel Padang Bulan dan Cinta di
dalam Gelas karya Andrea
Hirata.(http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=Peneli

Universitas Sumatera Utara

tianDetail&act=view&typ=html&buku_id=57189&obyek_id=4) diakses
tanggal 26 Februari 2013.
Depy Nopita Valma, 2012. Nilai Moral Dalam Novel Padang Bulan Karya Andrea Hirata
Sebagai Bahan Pembelajaran Sastra Di Kelas XI SMA.
(http://digilib.umpwr.ac.id/index.php?p=show_detail&id=699)
diakses
tanggal 26 Februari 2013.
Elia Merisa, 2012. Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel Padang Bulan Karya Andrea
Hirata.(http://bahasaindonesiafbsunp.files.wordpress.com/2012/02/konflik
-batin-tokoh-utama-dalam-novel-padang-bulan-karya-andrea-hirata1.pdf)

diakses tanggal 26 Februari 2013.
Fadhilah, Umi,. 2011. Watak Tokoh dalam Novel Padang Bulan karya Andrea Hirata pdan
Implikasinya
dalam
Pembelajaran
di
SMA.
(http://perpus.upstegal.ac.id/v4/?mod=opaq.koleksi.form&page=2289&b
arcode=PBSI0911160) diakses 26 Februari 2013.
GBHN Repelita VI diakses tanggal 25 Februari 2013.
http// kajian hermeneutika Paul Ricour oleh Crispina.com. diakses tanggal 25 Januari 2013.
http://id.shvoong.com/books/novel-novella/2237500-padang-bulan-andreahirata/#ixzz0wVhFU0CP. Diakses tanggal 25 Januari 2013.
http://profil.merdeka.com/indonesia/a/andrea-hirata/] diakses tanggal 30 Juli 2013

Prastiyawati, Tari. 2012. Analisis Struktural Dan Nilai Edukatif Novel Padang Bulan Karya
Andrea
Hirata
(http://diglib.uns.ac.id/pengguna.php?mn=showview&id=25388 diakses
tanggal 26 Februari 2013.
Rahmawati, dkk. Gaya Bahasa Andrea Hirata Dalam Dwilogi Padang Bulan: Kajian Stilistika.

(http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/3ca5e640fdd15ce0ecc870f802ba7b6
8.pdf) diakses tanggal 26 Februari 2013.
Tri Surani, 2011. Nilai Optimisme Dalam Novel Dwilogi Padang Bulan Dan Cinta Di Dalam
Gelas Karya Andrea Hirata (Tinjauan dari Perspektif Pendidikan Agama
Islam). (http://digilib.uin-suka.ac.id/6105/) diakses tanggal 26 Februari
2013.
Udi Budi Harsiwi. 2011. Sosial Budaya Bangka Belitung Dalam Novel Dwilogi Padang Bulan
Karya Andrea Hirata (Pendekatan Sosiologi Sastra dan Nilai
Pendidikan)(http://pasca.uns.ac.id/?p=2069) diakses tanggal 26 Februari
2013.

Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN
1. SINOPSIS CERITA
Syalimah yang selama hidupnya jarang menerima kado ataupun kejutan dari suaminya,
Zamzami karena kemiskinan mereka, tiba-tiba mendapatkan hadiah sepeda Sim King yang
selama ini diidam-idamkan Syalimah. Begitu pun dengan Enong, gadis yang begitu mencintai
bahasa Inggris ini baru saja mendapatkan kamus bahasa Inggris dari ayahnya. Namun ternyata
nasib berkata lain, disaat kebahagiaan berada di pihak mereka, tiba-tiba saja mereka dikejutkan

dengan berita meninggalnya ayah Enong akibat tertimbun tanah galian timah tersebut.
Sepeninggal Zamzami, kisah getir perjuangan hidup Enong pun dimulai. Untuk
membantu menafkahi keluarga, Enong akhirnya berhenti sekolah dan pergi merantau. Enong
merantau dengan harapan meraih pekerjaan untuk menafkahi keluarga dan menyekolahkan adikadiknya. Akan tetapi, kenyataannya tak semudah yang dibayangkan oleh Enong. Setiap kali
tempat kerja yang didatanginya selalu menolak karena kondisi fisiknya yang kurus dan kecil.
Enong akhirnya kembali ke kampung halamannya tanpa mendapatkan pekerjaan.
Di Belitung, Enong mencoba sebuah pekerjaan yang saat itu tidak pernah terpikirkan di
masyarakat, yaitu pendulang timah. Hal ini sebagai wujud paksaan nasib karena tidak ada hal
lain lagi yang membutuhkan tenaganya. Pekerjaan ini sangat di luar batas kemampuannya.
Bukan hanya karena ia terlalu kecil, akan tetapi pendulang timah adalah profesi laki-laki dan
selama ini tidak ada satu pun wanita yang melakukan pekerjaan tersebut. Enonglah yang
menjadi pionir di sana. Alasan utama Ia memilih pekerjaan ini adalah menjadi pendulang timah
tidak membutuhkan ijazah dan persyaratan muluk-muluk selain fisik yang kuat.
Di usia empat belas tahun Enong sah menyandang sebutan pendulang timah. Dia bekerja
tanpa lelah dan mengerahkan seluruh tenaganya, tetapi terkadang Dia tidak mendapatkan apaapa. Sebagai satu-satunya perempuan pendulang, Enong tidak jarang diperlakukan seenaknya
mulai dari memberi harga jual timah yang sangat murah hingga merebut secara paksa lahan
tempat Enong mencari nafkah. Hal itu menyebabkan Enong trauma terhadap gonggongan anjinganjing yang pernah hampir membunuhnya ketika lahannya direbut oleh preman kampung
Belitung.
Meskipun Enong tidak bersekolah lagi, semangat dan antusiasmenya terhadap bahasa
Inggris tidak pernah padam. Sampai-sampai Enong ikut kursus di Tanjung Pandan meskipun saat

itu usianya sudah tidak muda lagi. Di kehidupan pribadinya Enong pun tidak beruntung karena
tuntutan adat dan kebiasaan bahwa wanita seusianya haruslah menikah, Enong akhirnya menikah
dengan pemuda bernama Matarom. Rumah tangganya tidak mampu bertahan lama karena
kelakuan Matarom yang jahat dan suka melakukan tindakan kekerasan terhadap Enong. Rasa
bencinya terhadap laki-laki khususnya Matarom dan Preman yang pernah merebut lahannya
dapat dibalaskan oleh Enong dengan cara yang terhormat. Lewat pertandingan catur ia menekuk
harga diri Matarom dan kawan-kawannya. Semangatnya dalam mempelajari permainan catur
meskipun sebelumnya belum pernah menyentuh satu pun bidak catur demi dapat mengalahkan
Matarom, mantan suaminya. Semangat yang tertuang dalam kata, “Berikan aku sesuatu yang
paling sulit, aku akan belajar” mampu mengubah sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Mimpi dan tekad yang kelak menjadi stimulan positif bagi Enong.

Universitas Sumatera Utara