Analisis Perbandingan Elemen Pelengkung pada Pembangunan Jembatan Leho Kawasan Pesisir Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau Menggunakan Metode AISC2010- LRFD dengan Metode ASD

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
II. 1

Pengertian Jembatan
Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan

melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah.Rintangan ini biasanya jalan lain
(jalan air atau jalan lalu lintas biasa).Jika jembatan itu berada di atas jalan lalu
lintas

biasa

maka

biasanya

dinamakan

viaduct.(Struyk,


J.H,

dkk,

1995).Rintangan-rintangan tersebut dapat berupa sungai, jurang, laut, ruas jalan
yang tidak sebidang dan lain sebagainya. Hal ini dapat memungkinkan kendaraan,
pejalan kaki dan kereta api dapat melintas diatasnya.
II.2

Jenis-jenis Jembatan
Jembatan dapat dibagi berdasarkan fungsi, lokasi bahan konstruksi yang

digunakan serta tipe strukturnya. Jika ditinjau berdasarkan fungsinya maka dapat
terdiri dari :


Jembatan jalan raya (highway bridge)




Jembatan jalan kereta api (railway bridge)



Jembatan pejalan kaki atau penyeberangan (pedestrian bridge)

Jika ditinjau dari segi lokasi maka jembatan dapat dibedakan menjadi :


Jembatan diatas sungai atau danau



Jembatan diatas lembah



Jembatan diatas jalan yang ada




Jembatan diatas saluran irigasi



Jembatan di dermaga

Universitas Sumatera Utara

Jika ditinjau dari segi bahan konstruksi yang digunakan maka jembatan dapat
dibedakan menjadi bebarapa jenis yaitu :


Jembatan beton (concrete bridge)



Jembatan baja (steel bridge)




Jembatan kayu (log bridge)



Jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge)



Jembatan komposit (composite bridge)

Jika ditinjau dari segi tipe strukturnya maka jembatan dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis yaitu :


Jembatan plat (slab bridge)



Jembatan gelagar (girder bridge)




Jembatan rangka (truss bridge)



Jembatan pelengkung (arch bridge)



Jembatan kabel (cable stayed bridge)



Jembatan gantung (suspension bridge)

II. 3

Struktur Jembatan

Struktur jembatan terbagi dari tiga bagian utama yaitu struktur atas

(superstructure), struktur bawah (substructure), pondasi. Struktur atas jembatan
merupakan bagian jembatan yang menerima beban secara langsung yang meliputi
beban mati, berat sendiri, beban mati tambahan, beban lalu lintas kendaraan, gaya
rem, beban pejalan kaki dan beban lainnya. Struktur atas jembatan terdiri dari :
a.

Trotoar

b.

Slab lantai kendaraan

Universitas Sumatera Utara

c.

Gelagar


d.

Balok diafragma

e.

Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan melintang)
Struktur bawah jembatan berfungsi menerima beban yang berasal sari struktur

atas jembatan dan beban timbul akibat tekanan tanah, aliran air dan hanyutan,
tumbukan, gesekan pada tumpuan dan di salurkan ke pondasi. Bagian-bagian
utama dari struktur bawah jembatan terdiri dari :


Abutment



Piers




Bearings

II. 4

Jembatan Pelengkung
Salah satu tipe struktur jembatan yang sering digunakan adalah jembatan

pelengkung (arch bridge). Banyaknya jenis-jenis jembatan pelengkung telah ada
sejak jaman dahulu dan jembatan dengan tipe ini pada umumnya masih berdiri
kokoh dan kuat hingga saat ini. Hal ini membuktikan kekuatan dan kekokohan
jembatan pelengkung ini tidak terpengaruh oleh perkembangan jaman. Pada
umumnya jembatan pelengkung ini dibangun karena memiliki alasan yang cukup
menarik yaitu dapat ditinjau dari segi estetika dan keindahannya dimana jembatan
jenis lain tidak memilikinya. Karena alasan ini jembatan pelengkung dapat
menjadi suatu landmark bagi suatu daerah.
Melengkung adalah suatu keunikan dari sebuah jembatan yang
ditunjukkan seperti setengah lingkaran atau elips.Jembatan pelengkung adalah
jembatan dengan struktur setengah lingkaran yang kedua ujungnya bertumpu pada

abutmen.Jembatan pelengkung telah ada sejak zaman romawi.Namun jembatan

Universitas Sumatera Utara

pelengkung yang dibangun pada saat itu masih menggunakan beton, penggunaan
baja pada jembatan baru dibangun pada akhir tahun 1980. Desain pelengkung
pada umumnya akan mengalihkan beban yang diterima lantai kendaraan jembatan
menuju ke abutmen yang menjaga kedua sisi jembatan agar tidak bergerak ke
samping, sehingga desain jembatan pelengkung membutuhkan penahan yang kuat
(abutment) pada kedua sisinya. Saat menahan beban akibat berat sendiri jembatan
pelengkung dan beban lalu lintas yang melintas diatas jembatan, bagian
pelengkung akan menerima gaya tekan. Untuk itu diperlukan material atau bahan
yang tahan saat menerima gaya tekan tersebut.
Pada jaman dahulu pembangunan jembatan pelengkung menggunakan
material batu atau material lainnya yang tidak mampu menahan gaya tarik. Saat
ini pembangunan jembatan pelengkung didesain menggunakan material baja atau
beton bertulang dengan dimensi yang dapat menahan gaya tarik yang ditimbulkan
dari perbandingan gaya tekan akibat bentuk yang melengkung. Bagian
pelengkung tidak menerima gaya tarik. Oleh karena itu pelengkung lebih efisien
dibandingkan dengan jembatan balok.Akan tetapi kekuatan jembatan pelengkung

masih harus dibatasi.
Semakin tinggi lengkungannya maka efek dari gaya tekan semakin kecil, namun
itu berarti bentangnya menjadi lebih kecil. Jika ingin membuat jembatan
pelengkung dengan bentang panjang maka sudut pelengkung harus diperkecil
sehingga gaya tekan menjadi lebih besar sehingga dibutuhkan abutmen yang lebih
besar untuk menahan gaya horizontal tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 Jembatan pelengkung baja
(Anonim 2, 2011)

Bentuk melengkung dari struktur memungkinkan berat sendiri struktur
disalurkan ke pondasi sebagai gaya normal tekan tanpa lenturan. Hal ini sangat
penting untuk material pasangan batu dan beton yang memiliki kuat tekan relatif
sangat tinggi dibandingkan kuat tariknya. Bahan tersebut juga memiliki kekakuan
yang sangat besar sehingga faktor tekuk akibat gaya aksial tekan tidak menjadi
masalah utama, karena bentuknya yang melengkung maka diperlukan lantai kerja
untuk lalu lintas yang bisa diletakkan diatas, dibawah atau diantara struktur
utamanya. Pemakaian struktur pelengkung akan lebih efisin jika lokasi

pembangunannya tepat seperti di lembah ataupun sungai yang dalam dimana
posisipondasi melengkung terletak pada tanah keras. Abutmen berfungsi untuk
membuat tegangan yang terjadi akibat dorongan pelengkung menurun sampai
pada titik yang bisa dipikul oleh tanah karena tanah mampu menerima tekan dan
tanah tidak akan bergerak lagi (selama tegangan tanah lebih besar dari tegangan
yang terjadi), biasanya ada gaya geser yang bekerja di daerah dekat abutmen.

Universitas Sumatera Utara

Kelebihan Jembatan Pelengkung
a.

Keseluruhan bagian pelengkug menerima tekan kemudian gaya tekan ini akan
ditransfer ke abutmen dan ditahan oleh tegangan tanah di bawah pelengkung.
Tanpa gaya tarik yang diterima oleh pelengkung memungkinkan jembatan
pelengkung bisa dibuat lebih panjang dari jembatan balok dan bisa
menggunakan material yang tidak mampu menerima tarik dengan baik seperti
beton.

b.

Bentuk jembatan pelengkung adalah inovasi dari peradaban manusia yang
memiliki nilai estetika tinggi namun memiliki struktur yang sangat kuat
terbukti jembatan pelengkung Romawi kuno yang masih berdiri hingga
sekarang.

Kekurangan Jembatan Pelengkung :
Konstruksi jembatan pelengkung lebih sulit daripada jembatan balok karena
pembangunan jembatan ini memerlukan metode pelaksanaan yang cukup rumit
karena struktur belum dikatakan selesai sebelum kedua bentang bertemu di
tengah-tengah.Salah satu tekniknya dengan membuat “scaffolding” dibawah
bentang untuk menopang struktur sampai bertemu dipuncak.
II. 4. 1. Tipe-tipe Jembatan Pelengkung
Jembatan pelengkung dibagi menjadi 3 (tiga) tipe jembatan yaitu :
a. Jembatan pelengkung dengan dek (deck)
Jembatan pelengkung tipe dek merupakan jembatan pelengkung
yang sangat sederhana dibandingkan tipe jembatan pelengkung yang
lainnya. Jembatan pelengkung ini dapat digunakan pada jarak yang

Universitas Sumatera Utara

sangat jauh ±518 m. Jembatan ini didesain untuk menahan kombinasi
gaya aksial dan momen akibat lalu lintas jembatan.

Gambar 2.2. Jembatan Pelengkung dengan deck
(Anonim 2 , 2011)
b.

Jembatan pelengkung menerus (through)
Jembatan pelengkung menerus memiliki konstruksi konstruksi tipe
pelengkung yang berada diatas jalan raya dan lengkung pondasi
dibawah jalan raya. Beban jembatan akibat lalu lintas ditahan oleh dek
jembatan yang kemudian diteruskan ke bagian utama pelengkung baja
melalui kabel baja yang menghubungkan dek jembatan ke bagian
pelengkung utama.

Gambar 2.3. Jembatan Pelengkung Menerus
(Anonim 2 , 2011)

c.

Jembatan pelengkung mengikat (tied)
Jembatan pelengkung pengikat adalah variasi dari jembatan
pelengkung menerus dengan satu hal yang berbeda. Pada tipe
jembatan menerus gaya dorong horizontal yang terjadi disalurkan
langsung ke pondasi sedangkan pada jembatan pelengkung mengikat

Universitas Sumatera Utara

gaya dorong horizontal disalurkan ke bagian jembatan yang lainnya
secara menerus seperti rantai.
Desain dari jembatan pelengkung pengikat ini berbeda dari
jembatan pelengkung menerus dan jembatan pelengkung dek. Desain
jembatan pelengkung mengikat mendistribusikan gaya dorong
horizontal yang diterima ke girder jembatan sehingga pier (pondasi
jembatan) pada jembatan mengikat menjadi lebih kecil dibandingkan
tipe lainnya.

Gambar 2.4. Jembatan Pelengkung Mengikat
(Anonim 2 , 2011)

II. 4. 2.

Elemen-elemen struktur atas jembatan pelengkung baja tipe

tied arch
Elemen struktur atas jembatan pelengkung tipe mengikat (tied arch) terdiri
dari beberapa bagian yaitu pelat lantai, balok pembagi (stringer), balok melintang
(cross girder), balok utama (main beam), penggantung (hanger), rusuk
pelengkung (arch rib), ikatan angin atas, ikatan angin bawah.


Arch rib merupakan elemen utama dari jembatan pelengkung. Bagian
ini memberikan perilaku unik pada jembatan pelengkung yaitu gaya
yang terjadi hanya gaya aksial tekan dan momen langsung ditahan

Universitas Sumatera Utara

oleh abutmen di kedua sisinya. Komponen yang digunakan untuk
menghubungkann arch rib dengan deck jembatan yaitu hangers.
Dewasa ini komponen yang digunakan untuk arch rib yaitu box girder
dan plate girder. Dimana box girder lebih memiliki keunggulan
dibandingkan dengan plate girder dimana komponen box girder
memiliki kekakuan torsi yang baik sehingga menjadikannya lebih
efisien dan ekonomis hal ini menjadikannya tidak memerlukan
bracing dalam beberapa kondisi serta memenuhi persyaratan
pembebanan yang diijinkan.


Bracing, adalah elemen yang berfungsi untuk menambah kekakuan
sistem atau menahan gaya lateral dan deformasi yang dapat terjadi
pada struktur. Sway bracing merupakan komponen transversal yang
menghubungkan dalam dari lengkungan, yang berfungsi juga untuk
mencegah terjadinya goyangan pada struktur. Lateral bracing
merupakan komponen diagonal yang menghubungkan bagian dalam
dari lengkungan dan berfungsi menyalurkan beban lateral dan geser
sehingga jembatan menjadi lebih stabil



Stringers adalah salah satu elemen dari jembatan yang memikul beban
langsung dari deck. Profil yang biasanya dihunakan sebagai stringers
adalah plate girder.



Hangersadalah elemen yang menghubungkan arch rib dengan tie
girder ataupun floor beam. Hangersharus direncanakan untuk
menahan beban mati dan beban hidup yang dialami deck. Komponen
dari hangers harus dapat memikul gaya tarik yang besar sehingga

Universitas Sumatera Utara

material yang dihunakan sebagai hangers adalah tali atau kabel.
Tujuan utama dari elemen ini adalah untuk menahan beban tarik yang
besar akan tetapi tidak menutup kemungkinan hangers harus
direncanakan

untuk

dapat

menahan

gaya

luar

yang

dapat

mengakibatkan gaya tekan seperti gaya angin. Dalam kasus ini
hangers harus diijinkan untuk terjadi tekuk (buckling).
II. 5.

Pembebanan Jembatan
Dalam merencanakan dan merancang jembatan ada faktor penting yang

perlu diperhitungkan yaitu masalah pembebanan. Pembebanan yaitu segala jenis
beban yang atau gaya yang harus ditahan oleh struktur yang harus diperhitungkan
dan dibatasi. Di Indonesia peraturan tentang pembebanan struktur jembatan
mengacu kepada peraturan yang dibuat oleh Pemerintah yaitu Standar Nasional
Indonesia dan mengacu Bridge Management System (BMS 1992) .Untuk
pembebanan jembatan di Indonesia mengacu kepada peraturan yang dibuat oleh
Departemen Pekerjaan Umum yaitu Rencana Standar Nasional Indonesia tentang
pembebanan

jembatan

tahun

2005

(RSNI-T-02-2005).Pembebanan

yang

diperhitungkan meliputi pembebanan mati /gravitasi, pembebanan hidup,
pembebanan lalu lintas, pembebanan angin dan pembebanan gempa dan beban
lainnya yang terkait dalam perencanaan struktur jembatan.
II. 5. 1 Beban Mati
Beban mati jembatan terdiri dari berat masing-masing bagian struktural
dan elemen-elemen non-struktural.Masing-masing berat elemen ini harus
dianggap sebagai aksi yang terintegrasi pada waktu menerapkan faktor beban

Universitas Sumatera Utara

biasa

dan

yang

terkurangi.

Perencana

jembatan

harus

menggunakan

kebijaksanaannya di dalam menentukan elemen-elemen tersebut
II.5.1.1 Berat sendiri
Berat sendiri dari bagian bangunan adalah berat dari bagian tersebut dan
elemen- elemen struktural lain yang dipikulnya. Termasuk dalam hal ini adalah
berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah
dengan elemen non struktural yang dianggap tetap.
Tabel 2.1 Faktor beban untuk berat sendiri
Faktor Beban
Jangka

K

K

Waktu

Tetap

Biasa

Terkurangi

Baja, alumunium

1,0

1,1

0,90

Beton pracetak

1,0

1,2

0,85

Beton dicor ditempat

1,0

1,3

0,75

Kayu

1,0

1,4

0,7

(Anonim 1, 2005)

Tabel 2.2 Berat isi untuk beban mati [ kN/m³ ]

No

1

Berat/satuan isi

Kerapatan Masa

(kN/ms)

(kg/ms)

26,7

2720

Bahan

Campuran alumunium

Universitas Sumatera Utara

2

Lapisan permukaan beraspal

22,0

2240

3

Besi tuang

71,0

7200

4

Timbunan tanah dipadatkan

17,2

1760

5

Kerikil dipadatkan

18,8-22,7

1920-2320

6

Aspal beton

22,0

2240

7

Beton ringan

12,25-19,6

1250-2000

8

Beton

22,0-25,0

2240-2560

9

Beton prategang

25,0-26,0

2560-2640

10

Beton bertulang

23,5-25,5

2400-2600

11

Timbal

111

11400

12

Lempung lepas

12,5

1280

13

Batu pasangan

23,5

2400

14

Neoprin

11,3

1150

15

Pasir kering

15,7-17,2

1600-1760

16

Pasir basah

18,0-18,8

1840-1920

17

Lumpur lunak

17,2

1760

18

Baja

77,0

7850

19

Kayu ringan

7,8

800

20

Kayu (keras)

11,0

1120

21

Air murni

9,8

1000

22

Air garam

10,0

1025

23

Besi tempa

75,5

7680

(Anonim 1, 2005)
II.5.1.2

Beban Mati tambahan

Universitas Sumatera Utara

Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk
suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan besarnya
dapat berubah selama umur jembatan.Dalam hal tertentu harga KMA yang telah
berkurang boleh digunakan dengan persetujuan Instansi yang berwenang.Hal ini
bisa dilakukan apabila instansi tersebut mengawasi beban mati tambahan sehingga
tidak dilampaui selama umur jembatan.
Tabel 2.3 Faktor beban untuk beban mati tambahan
Faktor Beban
Jangka

K

K

Waktu

Tetap

Biasa

Terkurangi

Keadaan umum

1,0 (1)

2,0

0,70

Keadaan khusus

1,0

1,4

0,80

CATATAN (1) Faktor beban daya layan 1,3 digunakan untuk berat utilitas
(Anonim 1 , 2005)
II.5.2 Beban Lalu lintas
Beban lalu lintas dalam perencanaan suatu struktur jembatan terdiri cari
beban lajur “D” dan beban truk “T”.Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar
jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen
dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur
"D" yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri. Beban truk
"T" adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa
posisi dalam lajur lalu lintas rencana.Tiap as terdiri dari dua bidang kontak
pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan
berat.Hanya satu truk "T" diterapkan per lajur lalu lintas rencana.

Universitas Sumatera Utara

Secara umum, beban "D" akan menjadi beban penentu dalam perhitungan
jembatan yang mempunyai bentang sedang sampai panjang, sedangkan beban "T"
digunakan untuk bentang pendek dan lantai kendaraan. Dalam keadaan tertentu
beban "D" yang harganya telah diturunkan atau dinaikkan mungkin dapat
digunakan.
II.5.2.1. Lajur lalu lintas rencana
Lajur lalu lintas rencana harus mempunyai lebar 2,75 m. Jumlah
maksimum lajur lalu lintas yang digunakan untuk berbagai lebar jembatan. Lajur
lalu lintas rencana harus disusun sejajar dengan sumbu memanjang jembatan.
Jumlah maksimum lajut lalu lintas yang digunakan berbagai lebar jembatan dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.4 Jumlah lajur lalu lintas rencana
Tipe Jembatan (1 )

Lebar Jalur Kendaraan

Jumlah Lajur Lalu lintas

(m) (2)

rencana (nl)

Satu lajur

4,0 - 5,0

1

Dua arah, tanpa median

5,5 - 8,25

2 (3)

11,3 - 15,0

4

8,25 - 11,25

3

11,3 - 15,0

4

15,1 - 18,75

5

18,8 - 22,5

6

Banyak arah

CATATAN (1) Untuk jembatan tipe lain, jumlah lajur lalu lintas rencana harus
ditentukan oleh Instansi yang berwenang.
CATATAN (2) Lebar jalur kendaraan adalah jarak minimum antara kerb atau

Universitas Sumatera Utara

rintangan untuk satu arah atau jarak antara kerb/rintangan/median dengan median
untuk banyak arah.
CATATAN (3) Lebar minimum yang aman untuk dua-lajur kendaraan adalah 6.0
m. Lebar jembatan antara 5,0 m sampai 6,0 m harus dihindari oleh karena hal ini
akan
memberikan kesan kepada pengemudi seolah-olah memungkinkan untuk
menyiap.
(Anonim 1, 2005)
II.5.2.2. Beban Lajur “D”
Beban lajur "D" terdiri dari beban tersebar merata (BTR) yang digabung
dengan beban garis (BGT) yang dapat dilihat seperti gambar dibawah ini :

Gambar 2.5 Beban lajur “D”
(Anonim 1, 2005)
Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya
q tergantung pada panjang total yang dibebani L seperti berikut :
L ≤ 30 m :q = 9,0 kPa
L > 30 m :q = 9,0 (0,5 +

15

)kPa

dengan pengertian :
q adalah intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan

Universitas Sumatera Utara

L adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter)
Hubungan antara beban terbagi rata dengan panjang total dapat dilihat pada
gambar dibawah ini :

Gambar 2.6 Hubungan antara beban terbagi rata dengan panjang total
(Anonim 1, 2005)
Panjang yang dibebani L adalah panjang total BTR yang bekerja pada
jembatan.BTR

harus

dipecah

menjadi

panjang-panjang

tertentu

untuk

mendapatkan pengaruh maksimum pada jembatan menerus atau bangunan
khusus.Dalam hal ini L adalah jumlah dari masing-masing panjang beban –beban
yang dipecah.
Beban garis (BGT) dengan intensitas p kNm harus ditempatkan tegak
lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0
kN m. Untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan
menerus, BGT kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi dalam arah
melintang jembatan pada bentang lainnya. Beban “D” harus disusun pada arah
melintang

sedemikan

rupa

sehingga

menimbulkan

momen

maksimum.

Penyusunan komponen-komponen BTR dan BGT dari beban “D” pada arah

Universitas Sumatera Utara

melintang harus sama. Penempatan beban dilakukan dengan memenuhi syaratsyarat dibawah ini :
1.

Jika lebar jalur kendaraan jembatan kurang atau sama dengan 5,5 meter, maka
beban “D” harus ditempatkan pada seluruh jalur dengan dengan intensitas
100%

2.

Apabila lebar jalur lebih besar dari 5,5 meter maka beban “D”harus
sitempatkan pada jumlah lajur lalu lintas rencana (n1) yang berdekatan
dengan intensitas 100% . Hasilnya adalah beban garis ekivalen sebesar n1 x
2,75 q kNm dan beban terpusat ekuivalen sebesar n1 x 2,75 p kN, keduaduanyabekerja berupa strip pada jalur selebar n1 x 2,75 meter.

3.

Lajur lalu intas rencana yang membentuk strip ini bisa ditempatkan dimana
saja pada jalur jembatan. Beban “D” tambahan harus ditempatkan pada
seluruhlebar sisa dari jalur dengan intensitas sebesar 50%. Susunan
pembebanan dapat dilihat pada gambar berikut ini

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.7 Penyebaran pembebanan pada arah melintang
(Anonim 1, 2005)

4.

Luas jalur yang ditempati median yang dimaksud dalam pasal ini harus
dianggap bagian jalur dan dibebani dengan beban yang sesuai, kecuali apabila
median tersebut terbuat dari penghalang lalu lintas yang tetap.
Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk memperoleh

momen

dan

geser

dalam

arah

longitudinal

pada

gelagar

dengan

mempertimbangkan beban lajur “D” yang tersebar di seluruh lebar balok (tidak
termasuk kerb dan trotoar) dengan intensitas 100% untuk panjang terbebani yang
sesuai.

II.5.2.3. Beban Truk “T”
Pembebanan truk “T” dalam perencanaan struktur jembatan untuk
kendaraan jenis trailer maupun semi trailer dalam dilihat dari gambar berikut ini

Gambar 2.8 Pembebanan truk “T” (500 kN)
(Anonim 1, 2005)
Tabel 2.5 Faktor distribusi untuk pembebanan truk “T”

Universitas Sumatera Utara

Jenis bangunan atas

Jembatan jalur tunggal

Jembatan jalur
majemuk

Pelat lantai beton diatas :
 Balok baja I atau balok
beton pratekan
 Balok beton bertulang T

 Balok kayu

S4.2

S3.4

(bila S > 3.0 m lihat catatan 1)

(bila S >4.3 m lihat

S  4.0

catatan 1)

(bila S > 1.8 m lihat catatan 1)

S  3,6

S4.8

(bila S > 3,0 m lihat

(bila S > 3.7 m lihat catatan 1)

catatan 1)
S4.2
(bila S > 4,9 m lihat
catatan 1)

Lantai papan kayu

S2.4

S2.2

Lantai baja gelombang

S3.3

S2.7

S2.6

S2.4

S3.6

S3.0

(bila S > 3.6 m lihat catatan 1)

(bila S > 3.2 m lihat

tebal 50 mm atau lebih
Kisi-kisi baja :


Kurang dari tebal 100
mm



Tebal 100 mm atau
lebih

catatan 1)
Catatan 1 dalam hal ini, beban pada tiap balok memanjang adalah reaksi beban roda

Universitas Sumatera Utara

dengan

menganggap lantai antara gelagar sebagai balok sederhana

Catatan 2 Geser balok dihitung untyk beban roda dengan reaksi 2S yang disebarkan
oleh Sfaktor ≥ 0,5
Catatan 3

S adalah jarak rata-rata antara balok memanjang (m)
(Anonim 1, 2005)

Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang
merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as
tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk mendapatkan
pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.Terlepas dari panjang jembatan
atau susunan bentang, hanya ada satu kendaraan truk “T” yang bisa ditempatkan
pada satu lajur lalu lintas rencana.
Kendaraan truk “T’ harus ditempatkan ditengah-tengah lajur lalu lintas
rencana seperti gambar 2.8 diatas.Jumlah maksimum lajur lalu lintas rencana
dapat dilihat berdasarkan tipe jembatan dan lebar jalur kendaraan.Namun jumlah
lebih kecil dapat digunakan dalam perencanaan jika menghasilkan pengaruh yang
lebih besar.Jumlah lajur lalu lintas rencana dalam nilai bulat harus
digunakan.Lajur lalu lintas rencana bisa ditempatkan dimana saja pada lajur
jembatan. Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk
memperoleh momen dan geser dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan
dengan :
 Menyebar beban truk tunggal “T” pada balok memanjang sesuai dengan
factor yang diberikan pada tabel 2.5 dibawah ini

Universitas Sumatera Utara

 Momen lentur ultimit rencana akibat pembebanan truk “T” yang diberikan
dapat digunakan untuk pelat lantai yang membentang di gelagar atau balok
dalam arah melintang dengan bentang antara 0,6 dan 7,4 m
 Bentang efektif S untuk pelat lantai yang bersatu dengan balok atau dinding
(tanpa peninggian), S yang diabil adalah bentang bersih sedangkan untuk
pelat lantai yang didukung pada gelagar dari bahan berbeda atau tidak dicor
menjadi kesatuan S yang diambil yaitu bentang bersih ditambah setengah
lebar dudukan tumpuan.
II.5.3 Gaya Rem
Akibat

pengereman

kendaraan

diatas

jembatan

maka

dalam

perencanaannya perlu diperhitungkan karena gaya rem kendaraan bekerja diatas
permukaan lantai jembatan. Bekerjanya gaya-gaya di arah memanjang jembatan
diakibatkan terjadinya gaya rem dan traksi dan harus ditinjau untuk kedua jurusan
lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan gaya rem sebesar 5% dari
beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas tanpa dikalikan
dengan faktor beban dinamis dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap
bekerja horizontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8
meter diatas permukaan lantai kendaraan. Beban lajur D tidak boleh direduksi jika
panjang bentang melebihi 30 meter, digunakan rumus 1 : q = 9 kPa.
Untuk memperkirakan adanya pengaruh gaya memanjang terhadap
perletakan dan bangunan bawah jembatan, maka gesekan atau karakteristik
perpindahan geser dari perletakan ekspansi dan kekakuan bangunan bawah harus
diperhitungkan.
Tabel 2.6 Faktor beban akibat gaya rem

Universitas Sumatera Utara

FAKTOR BEBAN
JANGKA WAKTU

Transien

K S;; TB;

K U;; TB;

1,0

1,8

(Anonim 1, 2005)
Gaya rem tidak boleh digunakan tanpa memperhitungkan pengaruh beban
lalu lintas vertikal. Dimana beban lalu lintas vertikal mengurangi pengaruh dari
gaya rem (seperti pada stabilitas guling dari pangkal jembatan), maka faktor
beban ultimit terkurangi sebesar 40% boleh digunakan untuk pengaruh beban lalu
lintas vertikal. Pembebanan lalu lintas 70% dan faktor pembesaran diatas 100%
BGT dan BTR tidak berlaku untuk gaya rem. Adapun distribusi gaya rem per lajur
2.75 meter dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.9 Gaya rem per lajur 2.75 meter (KBU)
(Anonim 1, 2005)

II. 5. 4

Pembebanan untuk pejalan kaki

Universitas Sumatera Utara

Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung
memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kPa.Jembatan
untuk pejalan kaki dan trotoar pada jembatan jalan raya harus direncanakan untuk
memikul beban per m2 dari luas yang dibebani dapat dilihat pada gambar 2.10.

Gambar 2.10 Pembebanan untuk pejalan kaki
(Anonim 1, 2005)
Luas yang dibebani adalah luas yang terkait dengan elemen bangunan
yang ditinjau.Untuk jembatan pembebanan lalu lintas dan pejalan kaki tidak boleh
diambil secara bersamaan pada keadaan batas ultimit.Jika trotoar memungkinkan
digunakan untuk kendaraan ringan atau ternak, maka trotoar harus direncanakan
untuk bisa memikul beban hidup terpusat sebesar 20 kN.
Tabel 2.7 Faktor beban akibat pembebanan untuk pejalan kaki
FAKTOR BEBAN
JANGKA WAKTU
K S;; TP;
K U;; TP;
Transien

1,0

1,8

(Anonim 1, 2005)
II.5.5 Beban angin
Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat angin tergantung
kecepatan angin rencana seperti berikut :

Universitas Sumatera Utara

TEW = 0,0006 Cw (Vw)2 Ab (kN)
Dimana :
Vw adalah kecepatan angin rencana (ms) untuk keadaan batas yang ditinjau
Cw adalah koefisien seret
Ab adalah luas koefisien bagian samping jembatan (m2)
Kecepatan angin rencana harus diambil dari tabel 2.9
Luas ekivalen bagian samping jembatan adalah luas total bagian yang massif
dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Untuk jembatan rangka luas
ekivalen ini dianggap 30% dari luas yang dibatasi oleh batang-batang bagian
terluar.Angin harus dianggap bekerja secara merata pada seluruh bagian atas.
Apabila suatu kendaraan sedang berada diatas jembatan maka beban garis merata
tambahan arah horizontal harus diterapkan pada permukaan lantai seperti
diberikan dengan rumus :
TEW = 0,0012 Cw (Vw)2 Ab (kN)
Dimana Cw = 1,2
Tabel 2.8 Koefisien seret Cw
Tipe Jembatan

Cw

Bangunan atas masif : (1), (2)
bd = 1,0

2,1 (3)

bd = 2,0

1,5 (3)

bd ≥ 6,0

1,25 (3)

Bangunan atas rangka

1,2

CATATAN (1) b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran
d = tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran yang

Universitas Sumatera Utara

masif
CATATAN (2)

Untuk harga antara dari bd bisa diinterpolasi linier

CATATAN (3)

Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, Cw harus
dinaikkan sebesar 3% untuk setiap derajat superelevasi
dengan kenaikan maksimum 2,5 %
(Anonim 1, 2005)

Tabel 2.9 Kecepatan angin rencana Vw
Lokasi
Keadaan batas
Sampai 5 km dari pantai
>5km dari pantai
Daya layan

30 ms

25 ms

Ultimit

35 ms

30 ms

(Anonim 1, 2005)
II.5.6 Beban gempa
Pengaruh

gempa

rencana

hanya

ditinjau

pada

keadaan

batas

ultimit.Metode untuk menghitung beban statis ekivalen untuk jembatan-jembatan
dimana analisa statis ekivalen adalah sesuai.Untuk jembatan besar, rumit dan
penting mungkin diperlukan analisa dinamis. Beban rencana gempa minimum
diperoleh dari rumus berikut :
T*EQ = Kh WT
Dimana
Kh = C. S dimana
T*EQ adalah

Gaya geser dasar total dalam arah yang ditinjau (kN)

Kh adalah

koefisien beban gempa horizontal

Universitas Sumatera Utara

C

adalah

koefisien geser dasar untuk daerah, waktu dan kondisi setempat
yang sesuai

I

adalah

Faktor kepentingan

S

adalah

Faktor tipe bangunan

WT adalah

berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan
gempa, diambil sebagai beban mati ditambah beban mati tambahan
(kN)

Koefisien geser dasar C diperoleh sesuai dengan daerah gempa, fleksibilitas tanah
dibawah permukaan dan waktu getar bangunan.Gambar 2.11 digunakan untuk
menentukan pembagian daerah.Kondisi tanah dibawah permukaan dicantumkan
berupa garis dan digunakan untuk memperoleh koefisien geser dasar.Kondisi
tanah dibawah permukaan didefinisikan sebagai teguh, sedang dan lunak sesuai
dengan kriteria.Waktu dasar getaran jembatan yang digunakan untuk menghitung
geser dasar harus dihitung dan analisa yang meninjau seluruh elemen bangunan
yang memberikan kekakuan dan fleksibilitas dari sistem fondasi. Untuk bangunan
yang mempunyai satu derajat kebebasan yang sederhana, rumus berikut bisa
digunakan :

= 2�

dimana
T adalah

waktu getar dalam detik untuk free body pilar dengan derajat
kebebasan tunggal pada jembatan bentang sederhana

g adalah

percepatan gravitasi (g = 9,8 ms2)

Universitas Sumatera Utara

WTP adalah

berat total nominal bangunan atas termasuk beban mati tambahan
ditambah setengah berat dan pilar

KP adalah

kekeakuan gabungan sebagai gaya horizontal yang diperlukan
untuk menimbulkan satu satuan lendutan pada bagian atas pilar
(kNm)

Perhatikan bahwa jembatan biasanya mempunyai waktu getar yang
berbeda pada arah memanjang dan melintang sehingga beban rencana statis
ekivalen yang berbeda harus digitung untuk masing-masing arah.Faktor
kepentingan I ditentukan pada tabel 2.10 dibawah ini.Faktor lebih besar
memberikan frekuensi lebih rendah dari kerusakan bangunan yang diharapkan
selamaumur jembatan.Faktor tipe bangunan S yang berkaitan dengan kapasitas
penyerapan energi (kekenyalan) dari jembatan.
Tabel 2.10 Faktor kepentingan
1. Jembatan memuat lebih dari 2000 kendaraanhari, jembatan pada

1,2

jalan raya utama atau arteri dan jembatan dimana tidak ada rute
alternative
2. Seluruh jembatan permanen lainnya dimana rute alternatif

1,0

tersedia, tidak termasuk jembatan yang direncanakan untuk
pembebanan lalu lintas yang dikurangi.
3. Jembatan sementara (misal : bailey) dan jembatan yang

0,8

direncanakan untuk pembebanan lalu lintas yang dikurangi
(Anonim 1, 2005)


Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.11 Wilayah gempa Indonesia untuk periode

35

35
Universitas Sumatera Utara

II.6

Material Baja, Metode perhitungan LRFD dan metode perhitungan
ASD (Alloawable stress design)

II.6.1 Material Baja
Baja merupakan salah satu material yang digunakan dalam dunia
konstruksi. Baja juga material konstruksi yang ketersediaannya bergantung pada
hasil industri. Mutu baja tidak hanya ditentukan berdasarkan tegangan leleh, kuat
tarik atau panjang elongasi akan tetapi komposisi kimiawi juga harus dievaluasi.
Pada dasarnya baja adalah campuran (alloy) antara besi dan karbon yang melalui
proses peleburan pada suhu tinggi. Karakter perilaku material baja konstruksi
dasarnya mirip satu sama lain antara standar di Indonesia maupun degan standar
yang ada di luar negeri. Spesifikasi mutu baja di Indonesia diatur berdasarkan
peraturan yang berlaku yairu sesuai dengan SNI. Adapun spesifikasi dari mutu
baja tersebut yaitu :
Tabel 2.11 Spesifikasi material baja untuk keperluan desain (SNI)
Kuat leleh

Kuat tarik

Elongasi

min (MPa)

min (MPa)

min (%)

BJ 34

210

340

22

BJ 37

240

370

20

BJ 41

250

410

18

BJ 50

290

500

16

BJ 55

410

550

13

Tipe

(Anonim 4, 2002)
Modulus elastisitas

: E = 200000 MPa

Modulus geser

: G = 80000 MPa

Universitas Sumatera Utara

Angka poisson

:  = 0.3

Koefisien pemuaian :  = 12 x 10-6 peroC
II.6.2 Metode perhitungan ASD (Allowable stress design)
Dalam suatu perencanaan struktur baja sering digunakan dua metode yaitu
berdasarkan tegangan kerjaworking stress design (Allowable Stress DesignASD)
dan perencanaan kondisi bataslimit states design (Load and Resistance Factor
DesignLRFD). Dalam desain keadaan batas terdiri dari metode-metode yang pada
umumnya disebut desain kekuatan ultimit (ultimate strength design), desain
kekuatan (strength design), desain plastis (design plastic), desain faktor beban
(load factor design), desain batas (limit design), desain faktor resistensi dan
beban. Keadaan batas dibagi menjadi 2 kategori yaitu kekuatan dan kemampuan
layan.
Dalam metode ASD (allowable stress design) fokusnya terletak pada
kondisi beban layan yaitu tegangan-tegangan unit yang mengasumsikan struktur
elastis. Dimana tegangan yang terjadi memenuhi persyaratan keamanan (kekuatan
yang cukup) bagi struktur yang direncanakan. Adapun persamaan dalam metode
perhitungan ASD yaitu :




Dimana

N = gaya tekan pada batang
A = luas penampang batang
� = tegangan dasar (tegangan ijin)

 = faktor tekuk yang tergantung dari kelangsingan () dan jenis baja

Universitas Sumatera Utara

Nilai  dapat dicari pada tabel 2,3,4 atau 5 pada peraturan PPBBI’83 berdasarkan
mutu baja yang digunakan.Harga kelangsingan () dapat ditentukan dengan
persamaan :
g = �

s =



0.7 �

s

Untuk s = ≤ 0.163

maka  = 1

Untuk 0.183 2.25, tekuk elastis maka, Fcr = 0.877 Fe dimana Fe

adalah tegangan tekuk euler (elastis) dimana dirumuskan sebagai berikut

=

�2

2



Universitas Sumatera Utara

Selain tekuk lentur terdapat jenis tekuk yang lain yaitu tekuk puntir (tekuk
torsi) dan gabungan antara tekuk lentur dan puntir yang sering disebut sebagai
tekuk lentur torsi. Tekuk puntir terjadi pada penampang dengan kekakuan torsi
yang relative kecil atau pusat geser dan pusat beratnya tidak berhimpit.Penampang
yang memiliki kekakuan torsi yang kecil yaitu profil built-up simetri ganda
bentuk I atau X, penampang simetri tunggal dengan pusat geser dan pusat berat
tidak berhimpit. Profil siku atau tee harus dihitung kapasitasnya terhadap tekuk
torsi atau tekuk lentur torsi. Bila kapasitasnya lebih kecil disbanding tekuk lentur
maka perilaku tekuk torsi atau tekuk lentur-torsi akan terjadi lebih awal. Kapasitas
tekan nominal penampang kolom tidak langsing terhadap tekuk torsi dan lentur
torsi adalah sebagai berikut :
Pn = Fcr .Aa
II.6.3.3

Balok Lentur
Balok lentur adalah struktur yang ditempatkan secara horizontal dan

diberi beban secara vertikal. Jika beban yang diberikan relative kecil maka lentur
yang terjadi pada balok tersebut tidak akan mengubah bentuknya. Jika beban yang
diberikan hilang maka balok akan kembali ke posisi semula dan perilaku tersebt
dikenal dengan elastis. Kondisi elastis akan berakhir saat serat terluar dari
penampang mencapai leleh (Fy) yang disebabkan oleh momen (My) dan perilaku
plastis akan mulai, jika penampang diberi beban secara terus menerus maka
tegangan yang terjadi akan konstan namun akan terjadi rotasi sekaligus
penyebaran tegangan leleh ke serat lain penampang yang akan mengakibatkan
terjadinya leleh. Perilaku seperti ini disebut juga penampang plastis.

Universitas Sumatera Utara

Dalam memulai proses perencanaan struktur yang menggunakan
material baja maka perlu dilakukan pembagian jenis profil. Hal ini dilakukan
untuk mengantisipasi bahaya tekuk local yang akan terjadi dari elemn penyusun
profil tersebut. Cara sederhana dan efektif yaitu adanya rasio lebar terhadap tebal
(bt) menunjukkan kelangsingan elemen pelat sayap dan badan. Yang kemudian
akan di evaluasi berdasarkan kekekangannya. Elemen profil dikalsifikasikan
sebagai berikut :
1.

Kompak
Balok dikatakan kompak jika bt dari elemen sayap dan badan memenuhi
klasifikasi kompak. Balok yang kompak mampu memikul momen sampai
serat terluarnya mencapai tegangan leleh dan ketika diberi momen mampu
berotasi lagi serta mendistribusi tegangan ke serat penampang bagian dalam
sampai mencapai plastis (Mp)

2.

Non-kompak
Penampang ini memiliki efisiensi satu tingkat lebih kecil disbanding
penampang kompak. Ketika dibebani serat tepi terluar mampu mencapai
tegangan leleh meskipun penampang plastis belum terbentuk profil ini akan
mengalami tekuk lokal terlebih dahulu. Dimana kapasitas momen yang
diandalkan My< Mp.

3.

Langsing
Penampang ini merupakan konfigurasi profil yang tidak efisien jika ditinjau
dari pemakaian material.Jika profil yang digunakan merupakan profil dengan
mutu tinggi maka ketika dibebani sebelum tegangan mencapai kondisi leleh
maka tekuk lokal telah terjadi terlebih dahulu.Keruntuhan dari profil jenis ini

Universitas Sumatera Utara

ditentukan oleh tekuk yang sifatnya tidak daktail, penampang yang langsing
tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai elemen struktur utama terlebih lagi
untuk bangunan tahan gempa. Kapasitas momen balok yaitu M < Mp
Struktur balok dapat mengalami kegagalan saat mencapai momen plastis
dan dapat gagal karena terjadinya tekuk dengan salah satu cara berikut yaitu :
a. Lateral torsional buckling (LTB), keadaan elastis atau inelastis
b. Flange local buckling (FLB), keadaan elastis atau inelastis
c. Web local buckling (WLB), keadaan elastis atau inelastis
Perhitungan kekuatan nominal harus memperhatikan peraturan misalnya tegangan
lentur maksimum adalah kurang dari batas proporsional dan terjadi tekuk maka
dikatakan elastis. Dalam merancang kekuatan elemen balok dengan berbagai
penampang :

-

Kompak (tidak terjadi tekuk)
Lb ≤ Lp, Mn = 0,9Mp
Dimana Lb adalah panjang tanpa pengikat (mm)
Lp =

787�

Mn = Mp, Mp = Fy . Z ≤ 1.5 My
-

Non kompak (inelastis LTB)
Lp ≤ Lb ≤ Lr
Mn = 0.9Cb

Lr =

� . 1