Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Termofilik
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ketidakstabilan harga minyak mentah dan BBM serta pembengkakan subsidi
merupakan pemberitaan hangat yang sedang dibahas akhir-akhir ini. Pembahasan
ini menunjukkan bahwa minyak bumi masih menjadi sumber penyedia energi
terbesar di dunia. Tingginya konsumsi masyarakat terhadap BBM, tidak diimbangi
oleh produksi dan ketersediaan cadangan minyak. Sebagai dampak dari konsumsi
BBM tersebut adalah tingginya tingkat pencemaran lingkungan melalui emisi yang
dihasilkan, seperti CO2, NOx, SOx, dll [1].
Salah satu energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan adalah
biogas dari Palm Oil Mill Effluent (POME) atau sering disebut dengan Limbah Cair
Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS). Limbah yang berasal dari pabrik kelapa sawit dapat
diidentifikasi sebagai sumber energi potensial untuk menghasilkan bioenergi
terbarukan dengan proses fermentasi anaerobik [2].
Dalam pengoperasian pabrik kelapa sawit, akan menghasilkan produk utama
berupa Crued Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO), juga produk samping
yaitu limbah padat maupun limbah cair serta polutan ke udara bebas [3]. LCPKS
merupakan kombinasi dari air buangan yang dikeluarkan dari air kondensat pada
proses sterilisasi, air dari proses klarifikasi, air hydrocyclone (claybath), dan air
pencucian. LCPKS ini umumnya bersuhu tinggi, berwarna kecoklatan, mengandung
padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid [4] tidak dapat langsung dibuang ke
perairan karena memiliki Chemical Oxygen Demand (COD) dengan konsentrasi
tinggi hingga mencapai 100.000 mg/l [5], dan total solid (TS) 18,000-48,000 mg/l
[6]. Konsentrasi COD yang tinggi tersebut menyebabkan diperlukannya
pengelolaan LCPKS lebih lanjut untuk mencegah kerusakan pada lingkungan [7].
Biogas adalah sumber energi yang dapat diperbaharui yang mampu
menyumbangkan andil dalam usaha memenuhi kebutuhan bahan bakar [8]. Biogas
adalah hasil dari proses dekomposisi anaerobik yang terdiri dari gas metana (CH4),
karbon dioksida (CO2) dan sejumlah kecil nitrogen (N2), hidrogen (H2), dan
hidrogen sulfida (H2S) [9]. Komposisi biogas secara umum terdiri dari 50-75%
1
Universitas Sumatera Utara
metana (CH4) dan 25-45% karbon dioksida (CO2) serta beberapa gas lain seperti
hidrogen sulfida (H2S), N2, dan H2S dalam jumlah yang kecil [10].
Pembuatan biogas merupakan hasil proses digestasi anaerobik. Digestasi
anaerobik adalah proses biokimia tanpa oksigen yang menguraikan senyawa
organik kompleks oleh berbagai jenis mikroba anaerobik [9]. Proses ini melibatkan
tiga jenis kelompok bakteri yang berbeda (bakteri fermentatif, asetogenik, dan
metanogenik), dan ketiga jenis bakteri tersebut juga memiliki sifat fisiologi dan
kebutuhan nutrisi yang berbeda pula. Jika ketiga bakteri ini bekerja pada kondisi
yang sama maka akan terjadi ketidakseimbangan antara pembentukan asam dan
metana sehingga waktu pembentukan biogas akan semakin lama. Oleh sebab itu,
untuk mengatasi masalah ini maka banyak percobaaan dilakukan untuk
memisahkan proses digestasi anaerobik ini menjadi dua tahap yang berbeda, yakni
tahap asidogenesis dan metanogenesis [11].
Secara umum proses digestasi anaerob terdiri dari 4 tahapan, yaitu proses
hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis dan metanogenesis [12]. Pada fase hidrolisis,
hampir semua zat-zat organik yang terlarut yaitu karbohidrat, protein dan lemak
terdekomposisi menjadi gula gula sederhana dan asam lemak [13]. Tahap kedua
adalah asidogenesis, pada tahap ini produk yang telah dihidrolisa dikonversikan
menjadi
asam
lemak
volatil
(VFA),
alkohol,
aldehid,
keton,
amonia,
karbondioksida, air dan hidrogen oleh bakteri pembentuk asam. Asam organik yang
terbentuk adalah asam asetat, asam propionat, asam butirat dan asam valerik [14].
Selanjutnya adalah tahap asetogenesis, yaitu penguraian asam butirat dan propionat
oleh bakteri pembentuk asam menjadi asam asetat, gas H2, dan CO2 [15]. Pada fase
metanogenesis, bakteri metanogen menghasilkan metana (biogas) dari asam asetat,
H2, dan CO2. Mempertahankan suhu optimal untuk proses digestasi anaerobik
adalah aspek klasik karena suhu yang bervariasi mempengaruhi tingkat keseluruhan
proses digestasi, waktu retensi hidrolik (HRT), dan komposisi bakteri metanogen
[16].
Pengadukan menjadi salah satu variabel pendukung yang divariasikan.
Pengadukan dilakukan untuk meratakan kontak sel dan substrat di dalam reaktor,
menjaga agar mikroorganisme tidak mengendap di bawah bejana reaktor dan
meratakan temperatur di seluruh bagian reaktor [17]. Dengan pengadukan, lebih
2
Universitas Sumatera Utara
dari 80% dari patogen dan padatan tereliminasi, dan lebih efektif untuk mengubah
padatan organik menjadi unsur hara terlarut dengan bantuan mikroorganisme [2].
Pada penelitian ini, peneliti tertarik untuk mengetahui proses loading up (pengaruh
variasi HRT) dan pengaruh variasi pengadukan pada proses asidogenesis dengan
menggunakan LCPKS pada temperatur termofilik untuk meningkatkan efektivitas
proses digestasi anaerobik, sehingga dapat diaplikasikan ke skala yang lebih besar
untuk memanfaatkan LCPKS menjadi biogas sebagai salah satu energi alternatif
dan mengurangi pencemaran lingkungan.
Beberapa Penelitian Pembuatan Biogas yang telah dilakukan disajikan pada
tabel 1.1 :
No.
Peneliti
Hasil
1.
Yee Shian Wong, et
Produksi asam lemak volatil (VFA) dari proses asidogenesis
al, 2013 [18]
anaerobik limbah kelapa sawit dilakukan pengadukan secara
terus-menerus di reaktor suspended closed anaerobic reactor
(SCAR) pada temperatur mesofilik (35 ᵒC). Variasi volume
reaktor yang dilakukan dari 375 mL, 450 mL, 560 mL, 750
mL dan 1125 mL dan waktu retensi hidrolik (HRT) dari 12,
10, 8, 6 dan 4 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa :
Hydraulic Retention Time (HRT) : Produksi VFA (mg/L)
HRT 12 (12 hari) : 8.622,86±66,52
HRT 10 (10 hari) : 10.942,86±80,51
2.
HRT 8 (8 hari)
: 11.128,00±125,36
HRT 6 (6 hari)
: 11.944,00±35,55
HRT 4 (4 hari)
: 12.117,71±100,66
Q. Yuan, et al, 2011 Digestasi anaerobik dengan sampel dari limbah cair setempat
[19]
(Winnipeg Selatan, Manitoba) di Kanada. Dioperasikan pada
temperatur 4 ºC, 14 ºC dan 24,6 ºC dengan volume reaktor
1,3 L dengan variasi laju pengadukan adalah tanpa
pengadukan dan 50 rpm. Diperoleh hasil pada semua variasi
temperatur dimana VFA tertinggi dihasilkan pada reaktor
berpengaduk.
3
Joo-Young Jeong, et Limbah yang digunakan dari limbah cair pabrik kelapa sawit
3
Universitas Sumatera Utara
al, 2014 [20]
(LCPKS). Volume reaktor 3 L dengan variasi termofilik
mesofilik 37 ºC dan termofilik 55 ºC. Diperoleh hasil tingkat
pendegradasian COD pada temperatur termofilik lebih baik
dari pada temperatur mesofilik. Begitu juga dengan asam
lemak volatil (VFA) yang dihasilkan lebih banyak pada suhu
termofilik.
4
Tabassum Mumtaz, Pada penelitian ini, HRT yang paling baik adalah HRT 5
et al, 2008 [60]
dengan laju pengadukan yang digunakan sebesar 150 rpm
dan pengontrolan pH yaitu 6,5. Adapun hasil VFA yang
diperoleh adalah 5000-14000 mg/L.
Dari beberapa penelitian terdahulu tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
adanya pengaruh yang ditumbalkan dengan dilakukannya pengadukan pada proses
pengolahan limbah cair dengan cara digestasi anaerobik.
1.2
PERUMUSAN MASALAH
Laju pengadukan merupakan salah satu parameter yang sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan mikroorganisme pada proses digestasi anaerob yang
bertujuan agar pertumbuhan mikroorganisme merata di dalam fermentor. Oleh
karena itu perlu diperhatikan laju pengadukan yang optimal untuk memperoleh
pertumbuhan mikroorganisme yang baik.
Menurut penelitian dari Tabassum Mumtaz, et al, 2008 [60], pengaruh laju
pengadukan yang digunakan dalam penelitian adalah sebesar 150 rpm dengan
pengontrolan pH 6,5 diperoleh hasil VFA sebesar 5000-14000 mg/L. Dari
penelitian
tersebut
bisa
menjadi
acuan
selanjutnya
yang
mana,
dapat
memvariasikan laju pengadukan menjadi 50, 100, 150 dan 200 rpm untuk
mengetahui laju pengadukan terbaik dalam proses asidogenesis LCPKS menjadi
VFA.
Adapun beberapa permasalahan yang perlu diselesaikan alam penelitian ini
adalah: (i) Bagaimana pengaruh variasi HRT dalam proses asidogenesis LCPKS
pada keadaan termofilik. (ii) Bagaimana pengaruh variasi laju pengadukan dan laju
pengadukan dalam proses asidogenesis LCPKS pada keadaan termofilik.
4
Universitas Sumatera Utara
1.3
TUJUAN PENELITIAN
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh variasi HRT dan mendapatkan HRT target pada proses
asidogenesis LCPKS pada keadaan termofilik.
2. Mendapatkan pengaruh laju penagdukan dan laju pengadukan terbaik dalam
proses asidogenesis LCPKS pada keadaan termofilik.
1.4
MANFAAT PENELITIAN
Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi mengenai pengaruh variasi HRT dalam proses
asidogenesis LCPKS pada keadaan termofilik.
2. Memberikan informasi mengenai pengaruh variasi laju pengadukan dan laju
pengadukan terbaik dalam proses asidogenesis LCPKS pada keadaan termofilik.
1.5
RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ekologi, Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan
menggunakan proses asidogenesis digestasi anaerobik menggunakan digester jenis
Continous Stirred Tank Reactor (CSTR) dengan volume 2 liter. Adapun variabelvariabel dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel tetap:
a. Starter yang digunakan berasal dari penelitian sebelumnya.
b. Jenis bahan baku atau umpan yang digunakan: LCPKS dari PKS Adolina
PTPN IV.
c. pH : 6
d. Temperatur fermentor: 55 oC
2. Variabel divariasikan:
a. Variasi HRT yaitu 20; 15; 10 dan 4 hari.
b. Variasi pengadukan dari fermentor yaitu 50; 100; 150 dan 200
5
Universitas Sumatera Utara
Analisis yang akan dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis cairan yang
masuk dan keluar dari fermentor dan analisis biogas yang diproduksi. Adapun
analisis cairan terdiri dari:
1. Analisis pH
2. Analisis M-Alkalinity (Metode Titrasi)
3. Analisis Total Solids (TS) (Metode Analisa Proksimat)
4. Analisis Volatile Solids (VS) (Metode Analisa Proksimat)
5. Analisis Total Suspended Solids (TSS) (Metode Analisa Proksimat)
6. Analisis Volatile Suspended Solids (VSS) (Metode Analisa Proksimat)
7. Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) (Metode Reflux Terbuka)
8. Analisis Volatile Fatty Acid (VFA) (Metode Kromatografi)
Analisis pH, M-Alkalinity, TS, dan VS dilakukan setiap hari, sedangkan
analisis TSS, VSS, COD dan VFA dilakukan tiga kali dalam 15 hari yaitu hari ke
10, 13 dan 15.
6
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ketidakstabilan harga minyak mentah dan BBM serta pembengkakan subsidi
merupakan pemberitaan hangat yang sedang dibahas akhir-akhir ini. Pembahasan
ini menunjukkan bahwa minyak bumi masih menjadi sumber penyedia energi
terbesar di dunia. Tingginya konsumsi masyarakat terhadap BBM, tidak diimbangi
oleh produksi dan ketersediaan cadangan minyak. Sebagai dampak dari konsumsi
BBM tersebut adalah tingginya tingkat pencemaran lingkungan melalui emisi yang
dihasilkan, seperti CO2, NOx, SOx, dll [1].
Salah satu energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan adalah
biogas dari Palm Oil Mill Effluent (POME) atau sering disebut dengan Limbah Cair
Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS). Limbah yang berasal dari pabrik kelapa sawit dapat
diidentifikasi sebagai sumber energi potensial untuk menghasilkan bioenergi
terbarukan dengan proses fermentasi anaerobik [2].
Dalam pengoperasian pabrik kelapa sawit, akan menghasilkan produk utama
berupa Crued Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO), juga produk samping
yaitu limbah padat maupun limbah cair serta polutan ke udara bebas [3]. LCPKS
merupakan kombinasi dari air buangan yang dikeluarkan dari air kondensat pada
proses sterilisasi, air dari proses klarifikasi, air hydrocyclone (claybath), dan air
pencucian. LCPKS ini umumnya bersuhu tinggi, berwarna kecoklatan, mengandung
padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid [4] tidak dapat langsung dibuang ke
perairan karena memiliki Chemical Oxygen Demand (COD) dengan konsentrasi
tinggi hingga mencapai 100.000 mg/l [5], dan total solid (TS) 18,000-48,000 mg/l
[6]. Konsentrasi COD yang tinggi tersebut menyebabkan diperlukannya
pengelolaan LCPKS lebih lanjut untuk mencegah kerusakan pada lingkungan [7].
Biogas adalah sumber energi yang dapat diperbaharui yang mampu
menyumbangkan andil dalam usaha memenuhi kebutuhan bahan bakar [8]. Biogas
adalah hasil dari proses dekomposisi anaerobik yang terdiri dari gas metana (CH4),
karbon dioksida (CO2) dan sejumlah kecil nitrogen (N2), hidrogen (H2), dan
hidrogen sulfida (H2S) [9]. Komposisi biogas secara umum terdiri dari 50-75%
1
Universitas Sumatera Utara
metana (CH4) dan 25-45% karbon dioksida (CO2) serta beberapa gas lain seperti
hidrogen sulfida (H2S), N2, dan H2S dalam jumlah yang kecil [10].
Pembuatan biogas merupakan hasil proses digestasi anaerobik. Digestasi
anaerobik adalah proses biokimia tanpa oksigen yang menguraikan senyawa
organik kompleks oleh berbagai jenis mikroba anaerobik [9]. Proses ini melibatkan
tiga jenis kelompok bakteri yang berbeda (bakteri fermentatif, asetogenik, dan
metanogenik), dan ketiga jenis bakteri tersebut juga memiliki sifat fisiologi dan
kebutuhan nutrisi yang berbeda pula. Jika ketiga bakteri ini bekerja pada kondisi
yang sama maka akan terjadi ketidakseimbangan antara pembentukan asam dan
metana sehingga waktu pembentukan biogas akan semakin lama. Oleh sebab itu,
untuk mengatasi masalah ini maka banyak percobaaan dilakukan untuk
memisahkan proses digestasi anaerobik ini menjadi dua tahap yang berbeda, yakni
tahap asidogenesis dan metanogenesis [11].
Secara umum proses digestasi anaerob terdiri dari 4 tahapan, yaitu proses
hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis dan metanogenesis [12]. Pada fase hidrolisis,
hampir semua zat-zat organik yang terlarut yaitu karbohidrat, protein dan lemak
terdekomposisi menjadi gula gula sederhana dan asam lemak [13]. Tahap kedua
adalah asidogenesis, pada tahap ini produk yang telah dihidrolisa dikonversikan
menjadi
asam
lemak
volatil
(VFA),
alkohol,
aldehid,
keton,
amonia,
karbondioksida, air dan hidrogen oleh bakteri pembentuk asam. Asam organik yang
terbentuk adalah asam asetat, asam propionat, asam butirat dan asam valerik [14].
Selanjutnya adalah tahap asetogenesis, yaitu penguraian asam butirat dan propionat
oleh bakteri pembentuk asam menjadi asam asetat, gas H2, dan CO2 [15]. Pada fase
metanogenesis, bakteri metanogen menghasilkan metana (biogas) dari asam asetat,
H2, dan CO2. Mempertahankan suhu optimal untuk proses digestasi anaerobik
adalah aspek klasik karena suhu yang bervariasi mempengaruhi tingkat keseluruhan
proses digestasi, waktu retensi hidrolik (HRT), dan komposisi bakteri metanogen
[16].
Pengadukan menjadi salah satu variabel pendukung yang divariasikan.
Pengadukan dilakukan untuk meratakan kontak sel dan substrat di dalam reaktor,
menjaga agar mikroorganisme tidak mengendap di bawah bejana reaktor dan
meratakan temperatur di seluruh bagian reaktor [17]. Dengan pengadukan, lebih
2
Universitas Sumatera Utara
dari 80% dari patogen dan padatan tereliminasi, dan lebih efektif untuk mengubah
padatan organik menjadi unsur hara terlarut dengan bantuan mikroorganisme [2].
Pada penelitian ini, peneliti tertarik untuk mengetahui proses loading up (pengaruh
variasi HRT) dan pengaruh variasi pengadukan pada proses asidogenesis dengan
menggunakan LCPKS pada temperatur termofilik untuk meningkatkan efektivitas
proses digestasi anaerobik, sehingga dapat diaplikasikan ke skala yang lebih besar
untuk memanfaatkan LCPKS menjadi biogas sebagai salah satu energi alternatif
dan mengurangi pencemaran lingkungan.
Beberapa Penelitian Pembuatan Biogas yang telah dilakukan disajikan pada
tabel 1.1 :
No.
Peneliti
Hasil
1.
Yee Shian Wong, et
Produksi asam lemak volatil (VFA) dari proses asidogenesis
al, 2013 [18]
anaerobik limbah kelapa sawit dilakukan pengadukan secara
terus-menerus di reaktor suspended closed anaerobic reactor
(SCAR) pada temperatur mesofilik (35 ᵒC). Variasi volume
reaktor yang dilakukan dari 375 mL, 450 mL, 560 mL, 750
mL dan 1125 mL dan waktu retensi hidrolik (HRT) dari 12,
10, 8, 6 dan 4 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa :
Hydraulic Retention Time (HRT) : Produksi VFA (mg/L)
HRT 12 (12 hari) : 8.622,86±66,52
HRT 10 (10 hari) : 10.942,86±80,51
2.
HRT 8 (8 hari)
: 11.128,00±125,36
HRT 6 (6 hari)
: 11.944,00±35,55
HRT 4 (4 hari)
: 12.117,71±100,66
Q. Yuan, et al, 2011 Digestasi anaerobik dengan sampel dari limbah cair setempat
[19]
(Winnipeg Selatan, Manitoba) di Kanada. Dioperasikan pada
temperatur 4 ºC, 14 ºC dan 24,6 ºC dengan volume reaktor
1,3 L dengan variasi laju pengadukan adalah tanpa
pengadukan dan 50 rpm. Diperoleh hasil pada semua variasi
temperatur dimana VFA tertinggi dihasilkan pada reaktor
berpengaduk.
3
Joo-Young Jeong, et Limbah yang digunakan dari limbah cair pabrik kelapa sawit
3
Universitas Sumatera Utara
al, 2014 [20]
(LCPKS). Volume reaktor 3 L dengan variasi termofilik
mesofilik 37 ºC dan termofilik 55 ºC. Diperoleh hasil tingkat
pendegradasian COD pada temperatur termofilik lebih baik
dari pada temperatur mesofilik. Begitu juga dengan asam
lemak volatil (VFA) yang dihasilkan lebih banyak pada suhu
termofilik.
4
Tabassum Mumtaz, Pada penelitian ini, HRT yang paling baik adalah HRT 5
et al, 2008 [60]
dengan laju pengadukan yang digunakan sebesar 150 rpm
dan pengontrolan pH yaitu 6,5. Adapun hasil VFA yang
diperoleh adalah 5000-14000 mg/L.
Dari beberapa penelitian terdahulu tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
adanya pengaruh yang ditumbalkan dengan dilakukannya pengadukan pada proses
pengolahan limbah cair dengan cara digestasi anaerobik.
1.2
PERUMUSAN MASALAH
Laju pengadukan merupakan salah satu parameter yang sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan mikroorganisme pada proses digestasi anaerob yang
bertujuan agar pertumbuhan mikroorganisme merata di dalam fermentor. Oleh
karena itu perlu diperhatikan laju pengadukan yang optimal untuk memperoleh
pertumbuhan mikroorganisme yang baik.
Menurut penelitian dari Tabassum Mumtaz, et al, 2008 [60], pengaruh laju
pengadukan yang digunakan dalam penelitian adalah sebesar 150 rpm dengan
pengontrolan pH 6,5 diperoleh hasil VFA sebesar 5000-14000 mg/L. Dari
penelitian
tersebut
bisa
menjadi
acuan
selanjutnya
yang
mana,
dapat
memvariasikan laju pengadukan menjadi 50, 100, 150 dan 200 rpm untuk
mengetahui laju pengadukan terbaik dalam proses asidogenesis LCPKS menjadi
VFA.
Adapun beberapa permasalahan yang perlu diselesaikan alam penelitian ini
adalah: (i) Bagaimana pengaruh variasi HRT dalam proses asidogenesis LCPKS
pada keadaan termofilik. (ii) Bagaimana pengaruh variasi laju pengadukan dan laju
pengadukan dalam proses asidogenesis LCPKS pada keadaan termofilik.
4
Universitas Sumatera Utara
1.3
TUJUAN PENELITIAN
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh variasi HRT dan mendapatkan HRT target pada proses
asidogenesis LCPKS pada keadaan termofilik.
2. Mendapatkan pengaruh laju penagdukan dan laju pengadukan terbaik dalam
proses asidogenesis LCPKS pada keadaan termofilik.
1.4
MANFAAT PENELITIAN
Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi mengenai pengaruh variasi HRT dalam proses
asidogenesis LCPKS pada keadaan termofilik.
2. Memberikan informasi mengenai pengaruh variasi laju pengadukan dan laju
pengadukan terbaik dalam proses asidogenesis LCPKS pada keadaan termofilik.
1.5
RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ekologi, Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan
menggunakan proses asidogenesis digestasi anaerobik menggunakan digester jenis
Continous Stirred Tank Reactor (CSTR) dengan volume 2 liter. Adapun variabelvariabel dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel tetap:
a. Starter yang digunakan berasal dari penelitian sebelumnya.
b. Jenis bahan baku atau umpan yang digunakan: LCPKS dari PKS Adolina
PTPN IV.
c. pH : 6
d. Temperatur fermentor: 55 oC
2. Variabel divariasikan:
a. Variasi HRT yaitu 20; 15; 10 dan 4 hari.
b. Variasi pengadukan dari fermentor yaitu 50; 100; 150 dan 200
5
Universitas Sumatera Utara
Analisis yang akan dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis cairan yang
masuk dan keluar dari fermentor dan analisis biogas yang diproduksi. Adapun
analisis cairan terdiri dari:
1. Analisis pH
2. Analisis M-Alkalinity (Metode Titrasi)
3. Analisis Total Solids (TS) (Metode Analisa Proksimat)
4. Analisis Volatile Solids (VS) (Metode Analisa Proksimat)
5. Analisis Total Suspended Solids (TSS) (Metode Analisa Proksimat)
6. Analisis Volatile Suspended Solids (VSS) (Metode Analisa Proksimat)
7. Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) (Metode Reflux Terbuka)
8. Analisis Volatile Fatty Acid (VFA) (Metode Kromatografi)
Analisis pH, M-Alkalinity, TS, dan VS dilakukan setiap hari, sedangkan
analisis TSS, VSS, COD dan VFA dilakukan tiga kali dalam 15 hari yaitu hari ke
10, 13 dan 15.
6
Universitas Sumatera Utara