Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Termofilik

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT
Dalam 10 tahun terakhir ini, Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Indonesia

berkembang dengan sangat pesat. Sebagian besar lahan-lahan perkebunan non kelapa
sawit di seluruh Indonesia berangsur-angsur beralih di peruntukan menjadi lahan
perkebunan kelapa sawit.Dengan meningkatnya jumlah pabrik kelapa sawit (PKS),
Indonesia telah berubah menjadi negara yang paling besar dalam produksi CPO.
Namun konsekuensi lain adalah timbulnya permasalahan limbah PKS. Hampir
semua pabrik kelapa sawit, bahkan yang sudah mengeksport minyak mentah kelapa
sawit mempunyai kelemahan dalam hal penanganan limbahnya [21].
Pabrik kelapa sawit dalam mengolah setiap ton tandan buah segar (TBS) akan
menghasilkan rata-rata 120-200 kg minyak kelapa sawit mentah (CPO), 230-250 kg
tandan kosong kelapa sawit (TKKS), 130-150 kg serat/ fiber, 60-65 kg cangkang, 5560 kg kernel, dan 0,7 m3 air limbah. Jika Indonesia berhasil menjadi produsen utama
CPO dunia, dengan memproduksi 18 juta ton CPO per tahun sebagaimana yang
ditargetkan, maka akan dihasilkan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS)sebanyak
>50 juta ton per tahun [22]. Hal ini menunjukkan bahwa selama industri pengolahan
kelapa sawit tetap beroperasi maka LCPKS sebagai hasil samping juga turut akan

terbentuk diakhir proses.
Tabel 2.1 Produksi Minyak Kelapa Sawit di Indonesia[23]
Tahun

Luas Areal Perkebunan

Produksi Minyak Sawit

(Ha)

(ton)

2012

10.130.000

26.020.000

2013


10.590.000

26.900.000

2014

10.850.000

28.020.000

Berdasarkan tabel 2.1 dengan meningkatnya produksi minyak sawit (CPO),
maka akan berdampak pada peningkatan jumlah limbah yang dihasilkan. Limbah
yang dihasilkan dari proses pengolahan minyak kelapa sawit adalah limbah cair,
limbah padat dan limbah gas.

7
Universitas Sumatera Utara

Palm oil mill effluent (POME) adalah limbah cair kelapa sawit yang kental,
berwarna coklat pekat mengandung bahan tersuspensi yang tinggi. LCPKS segar

adalah kombinasi dari 95-96 air, 0,6-0,7 % minyak dan 4-5 % total padatan [24].
LCPKS memiliki kandungan COD 50.000 mg/L, total solids 40.500 mg/L BOD
25.000 mg/L, minyak dan lemak 4.000 mg/L[25].Hal inilah yang menyebabkan
LCPKS menjadi penyumbang polusi terbesar untuk industri pertanian. Namun
begitu, LCPKS ini bersifat non-toksik karena tidak ada penambahan bahan kimia
selama proses pemurnian minyak sawit [26]. Oleh karena itu, pemanfaatan LCPKS
sebagai bahan baku biogas akan memberi keuntungan antara lain pengurangan
jumlah padatan organik, jumlah mikroba pembusuk yang tidak diinginkan, serta
kandungan racun dalam limbah [22].
Limbah cair pabrik kelapa sawit(LCPKS) memiliki karakteristik tertentu
yang akan ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 2.2 Karakteristik dari LCPKS [5,27]
Parameter

Konsentrasi

Ph

4,7


Minyak dan lemak kasar (grease)

4.000

Biochemical Oxygen Demand (BOD)

25.000

Chemical Oxygen Demand (COD)

50.000

Padatan Total

40.500

Padatan Tersuspensi

18.000


Padatan Volatil Total

34.000

Nitrogen Total

750
Unsur

Fosfor

180

Kalium

2.270

Magnesium

615


Kalsium

439

Boron

7,6

Besi

46,5

Mangan

2,0

Tembaga

0,89


Seng

2,3

*Semua parameter dalam satuan mg L-1 kecuali pH

8
Universitas Sumatera Utara

LCPKS yang dibuang ke sungai atau lingkungan harus memenuhi standar
baku mutu agar aman terhadap lingkungan. Berikut ini adalah baku mutu untuk
limbah cair industri minyak kelapa sawit berdasarkan Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 1995.
Tabel 2.3 Baku Mutu LCPKS Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup [28]

BOD5

Kabar

Maksimum
(mg/L)
100

COD

350

1,4

Minyak dan Lemak

25

0,1

Nitrogen Total

50


0,2

Parameter

pH

0,4

6,0-9,0
4,5 m3per ton CPO

Debit Limbah Maksimum

2.2

Beban Pencernaan
Maksimum (kg/ton)

BIOGAS
Biogas adalah salah satu sumber energi yang dapat diperbaharui [8] yang


merupakan campuran gas yang dihasilkan dari proses peruraian senyawa organik
dalam biomassa oleh bakteri alami metanogenik dalam kondisi anaerob. Pada
umumnya biogas merupakan campuran 50-70% gas metana (CH4), 30-40% gas
karbondioksida (CO2), 5-10% gas hidrogen (H2) dan sisanya berupa gas lain seperti
N2dan H2S. Biogas memliki berat 20% lebih ringan dibandingkan dengan udara dan
memiliki nilai panas pembakaran antara 4800-6200 kkal/m3. Nilai ini sedikit lebih
rendah dari nilai pembakaran gas metana murni yang mencapai 8900 kkal/m3 [29].
Tabel 2.4 Komponen Biogas, Kandungan dan Pengaruhnya [30]
Kompenen
CH4
CO2

Kandungan
50-75 (%volume)
25-50 (%volume)

H2S

0,005 – 0,5 mgS/m3


Pengaruh
Komponen yang mudah terbakar.
Mengurangi
nilai
bahan
bakar;
menyebabkan korosi (karbonat asam
lemah), jika gas juga lembab itu
kerusakan sel bahan bakar alkali.
Korosif pada agregat dan pipa (korosi);
timbul emisi SO2 setelah pembakaran H2S
jika pembakaran tidak sempurna;

9
Universitas Sumatera Utara

NH3

0-1 (%volume)

Uap air

1-5 (%volume)

Debu

>5 mikrometer

N2

0-5 (%volume)

Siloxane

0-50 mg/m3

2.3

keracunan katalis.
Emisi
NOx
setelah
pembakaran;
berbahaya untuk sel bahan bakar.
Berkontribusi terhadap korosi dalam
agregat dan pipa; kondensat akan
menyebabkan kerusakan instrumen; dapat
menyebabkan
pipa
dan
ventilasi
membeku pada suhu beku.
Ventilasi tersumbat dan kerusakan sel
bahan bakar.
Mengurangi nilai bahan bakar dan
meningkatkan sifat anti –ketuk motor.
Hanya dalam bentuk limbah dan gas TPA
dari kosmetik, cuci bubuk, tinta cetak dll,

PROSES DIGESTASI ANAEROBIK
Digestasi anaerobik merupakan proses kompleks dalam penguraian senyawa

organik menjadi metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) oleh berbagai jenis
mikroorganisme anaerobik. Hasil dari dekomposisi anaerobik berupa CH4, CO2, serta
sejumlah kecil nitrogen (N2), hidrogen (H2), dan hidrogen sulfida (H2S)

yang

merupakan energi alternatif yang dikenal sebagai biogas [9]. Dalam proses ini, juga
dihasilkan endapan lumpur berupa slurry yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk
organik untuk tanaman [31].
Digesti anaerobik pada umumnya dilakukan pada dua kondisi suhu yaitu
mesofilik (20-45) biasanya 350C dan temofilik (50-65) biasanya 550C [32].
Pembentukan gas metana merupakan proses biologis yang terjadi secara alamiah
ketika biomassa atau senyawa organik diuraikan tanpa kehadiran udara dengan
bantuan mikroorganisme [33]. Keuntungan dari proses ini adalah dalam
pengolahannya mengkonsumsi lebih sedikit energi dan ruang dibandingkan digestasi
aerob yang memerlukan input energi lebih tinggi dengan tujuan aerasi [34].
Proses digestasi anerobik terdiri dari empat tahapan yaitu hidrolisis,
asidogenesis, asetogenesis dan metanogenesis [12]. Tiap tahap membutuhkan jenis
mikroba yang berbeda. Diagram pembentukan metana dari limbah senyawa
kompleks ditunjukkan pada Gambar 2.1 :

10
Universitas Sumatera Utara

Senyawa Partikel Organik:
Karbohidrat, protein dan lemak
Hidrolisis
Asam Amino, Gula, Alkohol,
Asam Lemak
Asidogenesis
Produk Intermediet :
Asam Asetat, Asam Propionat, Etanol, Asam Laktat
Asetogenesis
Oksidasi
homoasetogenesis
Asam Asetat
Reduksi
homoasetogenesis

H2
CO2

Metanogenesis
CH4 + CO2
Gambar 2.1 Empat Fase Pembuatan Biogas Secara Garis Besar[30]

Proses anaerob adalah proses yang kompleks dengan melibatkan berbagai
kelompok bakteri yang saling menguntungkan satu sama lainnya karena tidak terjadi
kompetisi antar kelompok dalam rangka pemanfaatan nutrisi atau substrat.
Kelompok bakteri yang terlibat mempunyai substrat tertentu antara lain kelompok
bakteri hidrolitik hanya memanfaatkan substrat berupa senyawa organik dengan
molekul besar seperti karbohidrat, protein dan minyak lemak, kelompok bakteri
asidogen hanya dapat memanfaatkan substrat yang lebih sederhana dengan molekul
organik

penguraian

dari

sebelumnya,

sedangkan

bakteri

astogen

hanya

memanfaatkan asam organik rantai sedang. Selanjutnya produk akhir dari kelompok

11
Universitas Sumatera Utara

bakteri pembentuk asam berupa asam asetat akan dimanfaatkan oleh bakteri
metanogen asetotrof untuk membentuk gas metan. Gas yang dihasilkan berupa gas
CO2 dan H2 akan dimanfaatkan oleh kelompok bakteri metanogen hidrogenotrof
untuk membentuk gas metana [35].

2.3.1 Hidrolisis
Pada hidrolisis, senyawa organik kompleks tidak terlarut dengan berat
molekul tinggi akan dihidrolisa menjadi senyawa organik lebih sederhana dengan
melibatkan enzim ekstraseluler [36]. Sebagian besar komponen organik yang terlarut
seperti karbohidrat, protein, lemak terdekomposisi menjadi monomer-monomer yaitu
gula sederhana, asam amino, dan fatty acid. Pada tahap ini proses digestasi gas metan
melewati enzim ekstraseluler dari kelompok hidrolase (amilase, protease, lipase)
yang diproduksi oleh bakteri hidrolisis. Selama proses digestasi padatan limbah,
hanya 50% zat-zat organik yang mengalami biodegradasi. Komponen-komponen
yang tersisa tetap pada keadaan awalnya karena kekurangan enzim yang terlibat pada
saat degradasi [37]. Adapun reaksinya adalah sebagai berikut [38] :
a)

enzim lipase
Lemak    → asam lemak, gliserol

enzim selulosa, selobiase, xilanase, amilase
b) Polisakarida                
→ monosakarida

c)

enzim protease
Protein     → asam amino

Kelompok terbesar dari bakteri yang mendegradasi selulosa dalam proses
hidrolisis termasuk Bacterioides succinogenes,Clostridium lochhadii, Clostridium
cellobioporus, Ruminococcus flavefaciens, Ruminococcus albus, Butyrivibrio
fibrosolvens,

Clostridium

thermocellum,

Clostridium

stercorarium

dan

Micromonospora bispora [39].

2.3.2 Asidogenesis
Pada tahap asidogenesis produk yang telah dihidrolisa dikonversikan menjadi
asam lemak volatil (asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam laktat, dll),
alkohol, amonia, karbondioksida, dan hidrogen oleh bakteri pembentuk asam. Asam
organik yang terbentuk adalah asam asetat, asam propionat, asam butirat dan asam
laktat [38]. Reaksi asidogenesis dapat dilihat di bawah ini :

12
Universitas Sumatera Utara

C6H12O6

CH3CH2CH2COOH

(glukosa)
C6H12O6

+ 2 CO2

+ 2 H2

(asam butirat)
+ 2 H2

CH3CH2COOH + 2 H2O

(glukosa)

(asam propionat)
Gambar 2.2 Reaksi asidogenesis [39]

2.3.3 Asetogenesis
Asam lemak volatil dengan empat atau lebih rantai karbon tidak dapat
digunakan secara langsung oleh metanogen. Asam organik ini dioksidasi terlebih
dahulu menjadi asam asetat dan hidrogen oleh bakteri asetogenik penghasil hidrogen
melalui proses yang disebut asetogenesis. Asetogenesis juga menghasilkan asetat
dari hidrogen dan karbon dioksida oleh asetogen dan homoasetogen. Sering proses
Asidogenesis dan asetogenesis dikombinasikan sebagai satu tahapan saja [39].
Reaksi asetogenesis dapat dilihat sebagai berikut:
CH3CH2COOH

CH3COOH + CO2 + 3 H2

(asam propionat)

(asam asetat)

CH3CH2CH2COOH

2CH3COOH + 2 H2

(asam butirat)

(asam asetat)
Gambar 2.3 Reaksi asetogenesis[40]

2.3.4 Metanogenesis
Pada proses metanognesis, asam asetat dari proses asetogenesis dikonversi
menjadi CO2 dan CH4. Pada proses ini produksi CH4 dapat dibagi menjadi dua cara.
Pertama asam asetat dikonversi menjadi CO2 dan CH4 oleh bakteri acetoclastic.
Kedua menggunakan CO2 sebagai sumber karbon dan hidrogen sebagai agen
pereduksi oleh bakteri hydrognetropic atau dihasilkan bentuk lain oleh bakteri jenis
lain.

Genus

bakteri

paling

besar

dalam

Methanobacterium,

Methanothermobacter

Methanobrevibacter,

Methanosarcina,

and

proses

metanognesis

(formerly
Methanosaeta.

adalah

Methanobacterium),
Reaksinya

dapat

dituliskan sebagai berikut ;
CH3COOH

Metanognesis

CO2 + 4H2Reduksi

CH4 + CO2
CH4 + 3H2O

13
Universitas Sumatera Utara

Atau CO2 dapat di hidrolisis menjadi asam karbonik dan metana
CO2 + H2O

Hidrolisis

4H2 + H2CO3Reduksi

H3CO3
CH4 + 3H2O

Kehadiran gas CO2 tidak diinginkan. Gas ini harus dihilangkan untuk
meminimumkan kualitas biogas sebagai bahan bakar [38].
Tabel 2.5 Karakteristik Umum Mikroorganisme Metanogenik [41]

Spesies

Substrat

Temperatur

Interval

optimal

pH

(oC)

optimal

Methanobacterium bryantii

H2/CO2

37

6,9-7,2

Methanothermobacter wolfeii

H2/CO2

55-65

7,0-7,5

Methanobrevibacter smithii

H2/CO2, format

37-39

-

Methanothermus fervidus

H2/CO2, format

83

Dokumen yang terkait

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Ambient

3 61 86

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Termofilik

3 21 113

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Temperatur 45oC

2 14 107

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Termofilik

1 1 23

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Termofilik

1 1 2

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Termofilik

0 0 6

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Termofilik

0 0 7

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Termofilik

0 0 26

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Ambient

0 0 5

PENGARUH HYDRAULIC RETENTION TIME (HRT) DAN LAJU PENGADUKAN PADA PROSES ASIDOGENESIS LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS) PADA KEADAAN AMBIENT SKRIPSI

1 0 18