Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesuksesan suatu perusahaan banyak ditentukan oleh karakteristik strategis dan manajerial perusahaan tersebut. Strategi tersebut diantaranya mencakup strategi penerapan sistem Good Corporate Governance dalam perusahaan. Struktur dalam Good Corporate Governance bias menjadi tolok ukur dalam menentukan kesuksesan atau kegagalan pada suatu perusahaan. Maka sulit dipungkiri bahwa selama tahun-tahun terakhir ini, Good Corporate Governance sangat popular. Tak hanya popular, tetapi Good Corporate Governance tersebut juga ditempatkan di posisi terhormat. Hal tersebut terwujud dalam dua keyakinan. Pertama, Good Corporate Governance merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, dan kedua memenangkan dalam bisnis global, terutama bagi perusahaan yang telah mampu berkembang.

Industri perbankan mempunyai regulasi yang lebih ketat dibandingkan dengan industri lainnya, misalnya suatu bank harus memenuhi kriteria CAR minimum sebesar 10 %. Bank Indonesia menggunakan laporan keuangan sebagai dasar dalam penentuan status suatu bank (apakah bank tersebut termasuk dalam bank yang sehat atau tidak). Sesuai dengan Undang-undang nomor 2 tahun 2008, Bank Indonesia sebagai pengawas tunggal perbankan secara konsisten akan terus berupaya agar perkembangan sistem perbankan di Indonesia menuju ke arah


(2)

sistem perbankan yang sehat dan kokoh. Sebagai konsekuensinya, dalam masa transisi bank-bank yang lemah harus mencari sendiri cara penyelesaian yang terbaik untuk memperkuat posisinya berdasarkan situasi dan kompetisi pasar tanpa campur tangan dari Bank Indonesia. Sikap Bank Indonesia dan komitmen untuk mendorong ke arah terciptanya sistem perbankan yang sehat dan kokoh berdasarkan standar internasioanal yang akan menjamin adanya pengakuan internasioanal terhadap perbankan di Indonesia dalam era globalisasi.

Oleh karena itu, banyak manajer keuangan yang melakukan tindakan manajemen laba supaya perusahaan mereka dapat masuk dalam kriteria kinerja keuangan yang baik. Hasil penelitian Rahmawati dan Baridwan (2006) menunjukkan bahwa industri perbankan di Indonesia melakukan tindakan manajemen laba untuk memenuhi kriteria dari Bank Indonesia tersebut.

Padahal industri perbankan merupakan industri kepercayaan bagi para invertor. Jika para investor berkurang kepercayaannya karena laporan keuangan yang bias yang disebabkan karena adanya tindakan manajemen laba, maka mereka akan melakukan penarikan dana secara bersama-sama yang dapat mengakibatkan rush. Oleh karena itu, perlu adanya suatu mekanisme untuk meminimalkan bahkan menghilangkan tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan perbankan. Salah satu mekanisme tersebut adalah dengan menerapkan praktik Good Corporate Governance.

Kinerja merupakan gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Pelaporan kinerja merupakan wujud pertanggungjawaban terhadap penggunaan sumber daya perusahaan secara optimal. Dengan mendeteksi kinerja


(3)

keuangan perusahaan, maka dapat diidentifikasi kondisi keuangan perusahaan secara menyeluruh dan menjadi patokan apakah manajemen berhasil atau tidak menjalankan kebijakan yang telah digariskan perusahaan (Kasmir, 2008).

Kinerja keuangan yang baik merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan nilai perusahaan. Dimana peningkatan nilai atau citra perusahaan merupakan cara untuk meningkatkan kesejahteraan para pemiliknya, atau untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham perusahaan (Bringham dan Houston, 2006).

Dalam mencapai tujuan tersebut, perusahaan cenderung menghadapi beberapa hambatan yang umumnya bersifat fundamental, yaitu:

1. Kurang mampu untuk mengelola sumber daya yang dimiliki secara efektif dan efisien, yang mencakup semua bidang aktivitas (sumber daya manusia, akuntansi, manajemen, pemasaran, produksi),

2. Konflik kepentingan yang sering terjadi antara manajemen dengan pemegang saham (masalah keagenan), dan

3. Perlunya kemampuan perusahaan untuk menciptakan kepercayaan pada penyandang dana ekstern, bahwa dana ekstern digunakan secara tepat dan efisien, serta memastikan bahwa manajemen bertindak yang terbaik untuk kepentingan perusahaan.

Kondisi demikian mencerminkan masih lemahnya perusahaan-perusahaan publik di Indonesia dalam mengelola perusahaan, yaitu lemahnya standar-standar akuntansi keuangan dan regulasi, pertanggungjawaban terhadap pemegang saham, standar-standar pengungkapan dan transparansi serta proses kepengurusan perusahaan.


(4)

Dalam upaya mengatasi sistem pengelolaan perusahaan, maka para pelaku ekonomi dan bisnis di Indonesia menyepakati penerapan Good Corporate Governance (GCG) sebagai suatu sistem pengelolaan perusahaan yang tepat. GCG menjadi suatu pokok pembahasan yang penting dan relevan untuk diteliti karena diperlukan untuk menyiapkan sistem dan struktur yang kuat serta kokoh bagi korporasi di Indonesia dan merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan bisnis global – terutama bagi perusahaan go-public.

Bukan hanya itu, krisis ekonomi dunia, dikawasan Asia dan Amerika Latin merupakan fakta lain dari pentingnya sistem pengelolaan perusahaan yang baik, karena krisis tersebut diyakini muncul disebabkan gagalnya penerapan GCG. Diantaranya, sistem regulatory yang buruk, standar akuntansi dan audit yang tidak konsisten, praktek perbankan yang lemah, serta pandangan Board of Directors (BOD) yang kurang peduli terhadap hak-hak pemegang saham minoritas (Paradita, 2009).

Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997-1998 membuat perekonomian nasional menjadi terpuruk. Pada pertengahan tahun 1998, bursa ditinggalkan oleh hampir seluruh investor asing, hanya pemain domestik yang bertahan di bursa saat itu. Indonesia dianggap sebagai negara yang tidak kompetitif untuk investasi jangka panjang, bahkan indek harga saham bursa Indonesia pada saat itu mencapai titik terendah dalam lima tahun terakhir bursa beroperasi. Krisis keuangan global yang terjadi sejak Oktober 2008 juga membuat perekonomian nasional sedikit terganggu.


(5)

Salah satu penyebabnya adalah lemahnya penerapan praktek good corporate governance (GCG) pada perusahaan di Indonesia, seperti lemahnya hukum, standar akuntansi dan pemeriksaan keuangan (auditing) yang belum mapan, pasar modal yang masih under-regulated, lemahnya pengawasan komisaris, dan terabaikannya hak minoritas (Kusumawati dan Riyanto, 2005:248). Sejak saat itu, baik pemerintah maupun investor mulai memberikan perhatian yang cukup signifikan dalam praktik corporate governance.

Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) menilai diperlukan suatu insentif bagi perusahaan yang telah menerapkan sistem good corporate gonernance (GCG). Hal ini guna memicu perusahaan tersebut lebih meningkatkan sistem GCG dalam perusahaan.

Ada beberapa prinsip yang dibutuhkan untuk membangun suatu budaya bisnis yang sehat, yaitu transparansi (transparency), kemandirian (independency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility) dan kewajaran (fairness). Kelima prinsip ini kemudian dikenal sebagai prinsip-prinsip GCG.

Prinsip-prinsip dasar dari Good Corporate Governance (GCG) pada dasarnya memiliki tujuan untuk memberikan kemajuan terhadap kinerja suatu perusahaan. Tidak dilaksanakannya prinsip-prinsip tersebut, akan tercermin dari kurang tersedianya informasi untuk melaksanakan analisis risiko atau hasil investasi yang berlebihan pada sumber daya yang tidak produktif yang pada akhirnya menurun atau pudarnya kepercayaan pemodal.

Dari sejumlah besar perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, penulis memilih melakukan penelitian pada perusahaan perbankan dengan kriteria sampel tertentu. Pemilihan kelompok perusahaan yang tergabung


(6)

dalam perusahaan perbankan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia adalah dengan pertimbangan bahwa perusahaan perbankan merupakan tiang pokok perekonomian di Indonesia, dimana sektor ini telah mengalami kemunduran akibat krisis moneter 1997, yang telah mengubah struktur permodalan dan peta

perbankan Indonesia dari sekitar 240 bank menjadi 134 bank. Selain melaksanakan kebijakan reformasi perbankan, pada tahun 2004 pemerintah

melalui Bank Indonesia (BI) melakukan pembenahan fundamental terhadap perbankan nasional yaitu dengan dikeluarkannya API (Arsitektur Perbankan Indonesia). Seiring perkembangan dunia perbankan saat ini, informasi mengenai kinerja keuangan bank sangat diperlukan, sebab merupakan indikasi untuk menetapkan kebijakan pajak, pembuatan berbagai figulasi dan pemberian fasilitas.

Hasil penilaian Bank Indonesia tahun 2005 menunjukkan 69% perbankan masih melanggar GCG, terutama pelanggaran oleh bank-bank kecil swasta. Menurut Deputi Gubernur BI, Siti Fadjriah pelanggaran yang terjadi terutama pada masalah komisaris independen dalam dewan komisaris (53%). Pelanggaran dalam pembentukan mencapai 30,7%, untuk kasus tidak terpenuhinya jumlah komisaris independen adalah sekitar 18%, pelanggaran terhadap keharusan independensi presiden direktur dari pemegang saham mencapai 10%, serta kasus rangkap jabatan mencapai 7%

Pada Januari 2008, Bank Indonesia telah mengeluarkan peraturan Bank Indonesia nomor 8/4/PBI/2008 tentang pelaksanaan GCG bagi bank umum. Perusahaan perbankan yang tidak menerapkan prinsip GCG secara konsisten akan memberikan dampak buruk bagi kelangsungan hidup perusahaan (going concern). Pada tahun 2010, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan agar bank-bank umum


(7)

memberikan laporan GCG kepada BI. Kebijakan tersebut bertujuan agar pihak perbankan melaksanakan tata kelola yang baik secara transparan, diharapkan bank terus menjaga kinerjanya.

Dalam hubungannya dengan kinerja, laporan keuangan sering dijadikan dasar untuk penilaian kinerja perusahaan. Salah satu jenis laporan keuangan yang mengukur keberhasilan operasi perusahaan untuk suatu periode tertentu adalah laporan laba rugi. Akan tetapi angka laba yang dihasilkan dalam laporan laba rugi seringkali dipengaruhi oleh metode akuntansi yang digunakan (Kieso dan Weygandt, 2002:234). Kinerja keuangan bank dapat dinilai berdasarkan beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO), capital adequacy ratio (CAR), net interest margin (NIM), return on asset (ROA) dan return on equity (ROE). Semakin kecil rasio BOPO berarti semakin efisiensi biaya operasional yang dikeluarkan oleh bank, sehingga kemungkina bank berada dalam kondisi yang bermasalah adalah semakin kecil. Semakin besar rasio CAR maka aktiva bank yang mengandung resiko semakin kecil. Semakin besar rasio NIM maka pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank akan semakin meningkat sehingga kemungkinan bank berada dalam kondisi bermasalah akan semakin kecil. Semakin besar rasio ROA maka semakin besar pula kinerja perusahaan karena return yang didapat perusahaan akan semakin besar. Semakin besar rasio ROE maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.

Lammindo Jelita (2007) telah melakukan penelitian pada perusahaan perkebunan milik Negara (PTPN). Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kebijakan penilaian tingkat kesehatan BUMN dan penerapan GCG di lingkungan


(8)

BUMN ternyata memberi dampak meningkatkan angka profitabilitas dan likuiditas PTPN, akan tetapi hal tersebut tidak disertai dengan peningkatan angka rasio aktivitas dan tidak menurunkan angka rasio solvabilitas. Penelitian tersebut difokuskan pada PTPN, sedangkan pada penelitian ini akan difokuskan pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Dalam kaitan inilah, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh penerapan corporate governance terhadap kinerja keuangan, dengan objek penelitian perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2009-2012 dengan judul Analisis Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah GCG berpengaruh terhadap kinerja keuangan perbankan (diproksikan oleh BOPO, CAR, NIM, ROA dan ROE) secara parsial.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian empiris ini adalah untuk mengetahui pengaruh GCG terhadap BOPO, CAR, NIM, ROA dan ROE.

D. Manfaat Penelitian


(9)

1. Bagi Peneliti, memberi manfaat berupa tambahan pengetahuan empiris tentang pelaksanaan GCG di Indonesia; khususnya pengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan, disamping pengetahuan konseptual yang dimiliki.

2. Bagi Praktisi, memberi masukan dalam pengambilan keputusan mengenai pengaruh GCG terhadap kinerja keuangan perusahaan perbankan di Indonesia.

3. Bagi Peneliti selanjutnya, sebagai bahan masukan untuk menyempurnakan penelitian selanjutnya yang sejenis.

4. Bagi Ilmu Pengetahuan, memberi manfaat berupa tambahan kepustakaan/referensi empiris mengenai pengaruh pelaksanaan GCG di Indonesia, khususnya pengaruh kinerja keuangan perusahaan seperti: Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional,Capital Adequacy Ratio,Net Interest Margin,Return On Asset dan Return On Equity.


(1)

Dalam upaya mengatasi sistem pengelolaan perusahaan, maka para pelaku ekonomi dan bisnis di Indonesia menyepakati penerapan Good Corporate Governance (GCG) sebagai suatu sistem pengelolaan perusahaan yang tepat. GCG menjadi suatu pokok pembahasan yang penting dan relevan untuk diteliti karena diperlukan untuk menyiapkan sistem dan struktur yang kuat serta kokoh bagi korporasi di Indonesia dan merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan bisnis global – terutama bagi perusahaan go-public.

Bukan hanya itu, krisis ekonomi dunia, dikawasan Asia dan Amerika Latin merupakan fakta lain dari pentingnya sistem pengelolaan perusahaan yang baik, karena krisis tersebut diyakini muncul disebabkan gagalnya penerapan GCG. Diantaranya, sistem regulatory yang buruk, standar akuntansi dan audit yang tidak konsisten, praktek perbankan yang lemah, serta pandangan Board of Directors

(BOD) yang kurang peduli terhadap hak-hak pemegang saham minoritas (Paradita, 2009).

Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997-1998 membuat perekonomian nasional menjadi terpuruk. Pada pertengahan tahun 1998, bursa ditinggalkan oleh hampir seluruh investor asing, hanya pemain domestik yang bertahan di bursa saat itu. Indonesia dianggap sebagai negara yang tidak kompetitif untuk investasi jangka panjang, bahkan indek harga saham bursa Indonesia pada saat itu mencapai titik terendah dalam lima tahun terakhir bursa beroperasi. Krisis keuangan global yang terjadi sejak Oktober 2008 juga membuat perekonomian nasional sedikit terganggu.


(2)

Salah satu penyebabnya adalah lemahnya penerapan praktek good corporate governance (GCG) pada perusahaan di Indonesia, seperti lemahnya hukum, standar akuntansi dan pemeriksaan keuangan (auditing) yang belum mapan, pasar modal yang masih under-regulated, lemahnya pengawasan komisaris, dan terabaikannya hak minoritas (Kusumawati dan Riyanto, 2005:248). Sejak saat itu, baik pemerintah maupun investor mulai memberikan perhatian yang cukup signifikan dalam praktik corporate governance.

Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) menilai diperlukan suatu insentif bagi perusahaan yang telah menerapkan sistem good corporate gonernance (GCG). Hal ini guna memicu perusahaan tersebut lebih meningkatkan sistem GCG dalam perusahaan.

Ada beberapa prinsip yang dibutuhkan untuk membangun suatu budaya bisnis yang sehat, yaitu transparansi (transparency), kemandirian (independency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility) dan kewajaran (fairness). Kelima prinsip ini kemudian dikenal sebagai prinsip-prinsip GCG.

Prinsip-prinsip dasar dari Good Corporate Governance (GCG) pada dasarnya memiliki tujuan untuk memberikan kemajuan terhadap kinerja suatu perusahaan. Tidak dilaksanakannya prinsip-prinsip tersebut, akan tercermin dari kurang tersedianya informasi untuk melaksanakan analisis risiko atau hasil investasi yang berlebihan pada sumber daya yang tidak produktif yang pada akhirnya menurun atau pudarnya kepercayaan pemodal.

Dari sejumlah besar perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, penulis memilih melakukan penelitian pada perusahaan perbankan dengan kriteria sampel tertentu. Pemilihan kelompok perusahaan yang tergabung


(3)

dalam perusahaan perbankan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia adalah dengan pertimbangan bahwa perusahaan perbankan merupakan tiang pokok perekonomian di Indonesia, dimana sektor ini telah mengalami kemunduran akibat krisis moneter 1997, yang telah mengubah struktur permodalan dan peta

perbankan Indonesia dari sekitar 240 bank menjadi 134 bank. Selain melaksanakan kebijakan reformasi perbankan, pada tahun 2004 pemerintah

melalui Bank Indonesia (BI) melakukan pembenahan fundamental terhadap perbankan nasional yaitu dengan dikeluarkannya API (Arsitektur Perbankan Indonesia). Seiring perkembangan dunia perbankan saat ini, informasi mengenai kinerja keuangan bank sangat diperlukan, sebab merupakan indikasi untuk menetapkan kebijakan pajak, pembuatan berbagai figulasi dan pemberian fasilitas.

Hasil penilaian Bank Indonesia tahun 2005 menunjukkan 69% perbankan masih melanggar GCG, terutama pelanggaran oleh bank-bank kecil swasta. Menurut Deputi Gubernur BI, Siti Fadjriah pelanggaran yang terjadi terutama pada masalah komisaris independen dalam dewan komisaris (53%). Pelanggaran dalam pembentukan mencapai 30,7%, untuk kasus tidak terpenuhinya jumlah komisaris independen adalah sekitar 18%, pelanggaran terhadap keharusan independensi presiden direktur dari pemegang saham mencapai 10%, serta kasus rangkap jabatan mencapai 7%

Pada Januari 2008, Bank Indonesia telah mengeluarkan peraturan Bank Indonesia nomor 8/4/PBI/2008 tentang pelaksanaan GCG bagi bank umum. Perusahaan perbankan yang tidak menerapkan prinsip GCG secara konsisten akan memberikan dampak buruk bagi kelangsungan hidup perusahaan (going concern). Pada tahun 2010, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan agar bank-bank umum


(4)

memberikan laporan GCG kepada BI. Kebijakan tersebut bertujuan agar pihak perbankan melaksanakan tata kelola yang baik secara transparan, diharapkan bank terus menjaga kinerjanya.

Dalam hubungannya dengan kinerja, laporan keuangan sering dijadikan dasar untuk penilaian kinerja perusahaan. Salah satu jenis laporan keuangan yang mengukur keberhasilan operasi perusahaan untuk suatu periode tertentu adalah laporan laba rugi. Akan tetapi angka laba yang dihasilkan dalam laporan laba rugi seringkali dipengaruhi oleh metode akuntansi yang digunakan (Kieso dan Weygandt, 2002:234). Kinerja keuangan bank dapat dinilai berdasarkan beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO), capital adequacy ratio

(CAR), net interest margin (NIM), return on asset (ROA) dan return on equity

(ROE). Semakin kecil rasio BOPO berarti semakin efisiensi biaya operasional yang dikeluarkan oleh bank, sehingga kemungkina bank berada dalam kondisi yang bermasalah adalah semakin kecil. Semakin besar rasio CAR maka aktiva bank yang mengandung resiko semakin kecil. Semakin besar rasio NIM maka pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank akan semakin meningkat sehingga kemungkinan bank berada dalam kondisi bermasalah akan semakin kecil. Semakin besar rasio ROA maka semakin besar pula kinerja perusahaan karena return yang didapat perusahaan akan semakin besar. Semakin besar rasio ROE maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.

Lammindo Jelita (2007) telah melakukan penelitian pada perusahaan perkebunan milik Negara (PTPN). Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kebijakan penilaian tingkat kesehatan BUMN dan penerapan GCG di lingkungan


(5)

BUMN ternyata memberi dampak meningkatkan angka profitabilitas dan likuiditas PTPN, akan tetapi hal tersebut tidak disertai dengan peningkatan angka rasio aktivitas dan tidak menurunkan angka rasio solvabilitas. Penelitian tersebut difokuskan pada PTPN, sedangkan pada penelitian ini akan difokuskan pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Dalam kaitan inilah, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh penerapan corporate governance terhadap kinerja keuangan, dengan objek penelitian perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2009-2012 dengan judul Analisis Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah GCG berpengaruh terhadap kinerja keuangan perbankan (diproksikan oleh BOPO, CAR, NIM, ROA dan ROE) secara parsial.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian empiris ini adalah untuk mengetahui pengaruh GCG terhadap BOPO, CAR, NIM, ROA dan ROE.

D. Manfaat Penelitian


(6)

1. Bagi Peneliti, memberi manfaat berupa tambahan pengetahuan empiris tentang pelaksanaan GCG di Indonesia; khususnya pengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan, disamping pengetahuan konseptual yang dimiliki.

2. Bagi Praktisi, memberi masukan dalam pengambilan keputusan mengenai pengaruh GCG terhadap kinerja keuangan perusahaan perbankan di Indonesia.

3. Bagi Peneliti selanjutnya, sebagai bahan masukan untuk menyempurnakan penelitian selanjutnya yang sejenis.

4. Bagi Ilmu Pengetahuan, memberi manfaat berupa tambahan kepustakaan/referensi empiris mengenai pengaruh pelaksanaan GCG di Indonesia, khususnya pengaruh kinerja keuangan perusahaan seperti: Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional,Capital Adequacy Ratio,Net Interest Margin,Return On Asset dan Return On Equity.