Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan Teoritis
1.
Good Corporate Governance (GCG)
a.
Pengertian Good Corporate Governance (GCG)
Secara sederhana corporate governance dapat diartikan sebagai suatu
sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai
tambah (value added) untuk semua stakeholders. Corporate governance
merupakan tata kelola yang berhubungan dengan interaksi antara pemerintah dan
masyarakat.
Corporate Governance adalah rangkaian proses terstruktur yang
digunakan untuk mengelola serta mengarahkan atau memimpin bisnis dan
usaha-usaha korporasi dengan tujuan untuk meningkatkan nilai-nilai perusaha-usahaan serta
kontinuitas usaha. Terdapat beberapa pemahaman tentang pengertian Corporate
Governance yang dikeluarkan beberapa pihak baik dalam perspektif yang sempit
(shareholder) dan perspektif yang luas (stakeholders, namun pada umumnya
menuju suatu maksud dan pengertian yang sama.
Menurut Surat Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman
Modal dan Pembinaan BUMN No. 23/M-PM.PBUMN/2000 tentang
pengembangan praktek GCG dalam Perusahaan Perseroan (PERSERO),
menjelasakan bahwa GCG adalah prinsip korporasi yang sehat yang perlu
diterapkan dalam pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan semata-mata demi
(2)
menjaga kepentingan perusahaan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan
perusahaan.
Menurut Krismatono dan Prita (2004), istilah Good Corporate
Governance (GCG) dan Good Public Governance (GPC) pada intinya mengacu
pada suatu terminologi yang sama yaitu sistem tata kelola (Governance) yang
baik. Perbedaan yang tampak hanyalah kenyataan bahwa Good Public
Governance sering dikaitkan dengan sistem pengelolaan sektor publik yang baik,
dan Good Corporate Governance dikaitkan dengan pengelolaan perusahaan yang
baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa letak perbedaan antara Good
Public Governance dan Good Corporate Governance adalah pada line of
accountability. Oleh karena itu boleh dikatakan prinsip-prinsip utama Good
Public Governance dan Good Corporate Governance cenderung tidak jauh
berbeda. Adapun istilah Good Governance sendiri sebenarnya berangkat dari
penerapan Good Corporate Governance di sektor privat.
Jika dirunut ke masa lampau, isu Corporate Governance (Prinsip Tata
Kelola) pada dasarnya bermula dari Cadbury Committee yang memperkenalkan
konsep ini melalui laporannya (Cadbury Report) pada tahun 1992. Namun
sebenarnya, konsep ini bukanlah sesuatu yang baru di sejumlah negara terlebih
Eropa dan Amerika. Salah satu tonggak yang dapat dinilai sebagai pemicu dari
berkembangya konsep Corporate Governance ini adalah timbulnya
masalah-masalah seperti kegagalan bisnis, terbatasnya peran auditor, creative accounting
pada sejumlah perusahaan publik di Inggris pada akhir tahun 1980-an.
(3)
Adapun definisi Corporate Governance sendiri cukup beragam, berikut ini
adalah beberapa diantaranya yang terdapat dalam buku berjudul Komitmen
Menegakkan Good Corporate Governance: Praktik Terbaik Penerapan Good
Corporate Corporate Governance Perusahaan Publik di Indonesia yang
diterbitkan oleh The Indonesian Institute For Corporate Governance dalam
Herwidayatmo (2000:25):
1.
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)
menilai bahwa Corporate Governance menitikberatkan pada pembagian
kewenangan antara semua pihak yang menentukkan arah dan performance
suatu perusahaan. Adapun pihak-pihak yang dimaksud di sini merujuk
pada board of directors, manajemen dan pemegang saham.
2.
Monks dan Minow memandang Corporate Governance sebagai hubungan
berbagai partisipan dalam menentukan arah dan kinerja korporasi.
3.
The Indonesian Institute For Corporate Governance berpendapat bahwa
Corporate Governance adalah proses dan sruktur yang diterapkan dalam
menjalankan perusahaan, dengan tujuan utama meningkatkan nilai
pemegang saham dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan
kepentingan stakeholder yang lain.
Berdasarkan pengertian di atas, Corporate Governance didefinisikan
sebagai suatu sistem pengandalian internal perusahaan yang memiliki tujuan
utama mengelola risiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui
pengamanan aset perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham
dalam jangka panjang.
Menurut FCGI (Forum for Corporate Governance in Indonesia) dalam
Krismatono dan Prita (2004:73), definisi dari tata kelola korporat (corporate
governance) adalah sebagai berikut:
…seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang,
pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan,
serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang
berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu
sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan tata kelola korporat ialah
untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan
(stakeholders).
(4)
Good Corporate Governance adalah sistem dan struktur perusahaan dengan
tujuan meningkatkan nilai pemegang saham (stakehlder’s value) serta
mengalokasikan berbagai pihak kepentingan dengan perusahaan seperti kreditor,
suppliers, asosiasi usaha, konsumen, pekerja, pemerintah dan masyarakat luas.
Untuk memperoleh gambaran tentang pengertian corporate governance di
bawah ini dikutip dari berbagai sumber :
1)
Bank Dunia (World Bank)
Good Corporate Governance adalah sekumpulan hukum, peraturan
dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi dan dapat mendorong kinerja
sumber-sumber perusahaan untuk bekerja secara efisien, menghasilkan
nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para
pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.
2)
OECD (Organization for Economic Cooperation dan Development)
Corporate Governance merupakan kumpulan hubungan antara pihak
manajemen perusahaan, board dan pemegang saham dan pihak lain
yang berkepentingan dalam perusahaan. GCG yang baik dapat
memberikan perangsang atau insentif yang baik bagi pemegang saham
dan manajemen untuk mencapai tujuan yang merupakan kepentingan
perusahaan dan pemegang saham dan memfasilitasi pemonitoran yang
efektif.
Dalam kaitan tumbuhnya kesadaran akan pentingnya Corporate
Governance, maka OECD (Organization for Economic Cooperation and
Development) telah mengembangkan prinsip Good Corporate Governance dan
(5)
masing-masing negara sebagaimana yang telah dijabarkan oleh Organisazation
for Ekonomic Corporation and Development (OEDC) dalam Wilson Arafat
(2008:126).
Prinsip-prinsip tersebut yaitu :
a.
Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham: Kerangka yang dibangun
dalm GCG harus mampu melindungi hak-hak pemegang saham.Hak-hak
tersebut meliputi hak dasar pemegang saham, yaitu untuk menjamin
keamanan metode pendaftaran kepemilikan, mengalihkan atau
memindahkan saham yang dimilikinya, memperoleh informasi yang relevan
tentang perusahaan secara berkala dan teratur, ikut berperan dan memberi
suara dalam RUPS, memilih anggota dewan komisaris dan direksi, serta
memperoleh pembagian keuntungan perusahaan.
b.
Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham: Kerangka GCG
harus menjamin adanya perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang
saham, termasuk pemegang saham minoritas dan asing.
Prinsip ini juga mengisyaratkan adanya perlakuan yang sama atas
saham-saham yang berada pada satu kelas, melarang praktek insider trading dan
self dealin, dan mengharuskan anggota dewan komisaris melakukan
keterbukaan jika menemukan transaksi-transaksi yang mengandung
benturan kepentingan (conlilct interest).
c. Peranan stakeholderyang terkait dengan perusahaan: Kerangka GCG harus
memberikan pengakuan terhadap hak-hak stekeholder, seperti yang
ditentukan dalam undang-undang, dan mendorong kerjasama aktif antara
perusahaan dengan stakeholder dalam rangka penciptaan kesejahteraan,
lapangan kerja dan kesinambungan usaha.
d. Keterbukaan dan Transparasi: Kerangka GCG harus menjamin adanya
pengungkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan yang
berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan ini meliputi informasi
mengenai keadaan keuangan, kinerja perusahaan, kepemilikan dan
pengelolaan perusahaan.
e. Akuntabilitas dewan komisaris: Kerangka GCG harusmenjamin adanya
pedoman strategis perusahaan pemantauan yang efektif terhadap manajemen
yang dilakukan oleh dewan komisaris, dan akuntabilitas dewan komisaris
terhadap perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ini juga memuat
kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh dewan komisaris beserta
kewajiban profesionalnya kepada pemegang saham dan stakeholder lainnya.
Pelaksanaan good corporate governance dapat meningkatkan nilai
perusahaan, dengan meningkatkan kinerja keuangan mereka, mengurangi risiko
yang mungkin dilakukan oleh dewan komisaris dengan keputusan-keputusan yang
(6)
menguntungkan diri sendiri dan umumnya GCG dapat meningkatkan kepercayaan
investor (Trinanda, 2010:33)
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa GCG adalah
sistem yang mengatur, mengelola dan mengawasi proses pengendalian usaha
untuk menaikkan nilai perusahaan, sekaligus sebagai bentuk perhatian pada para
pemegang saham, kreditor dan masyarakat.
b. Manfaat Good Corporate Governance (GCG)
Penerapan GCG akan mengurangi dorongan manajer untuk
melakukan manipulasi. Manajer akan melaporkan kinerjanya sesuai dengan
keadaan ekonomi yang sebenarnya dari perusahaan.
Menurut Azhar Maksum, Guru Besar Ilmu Akuntansi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara (2005:144), manfaat dari
penerapan Good Corporate Governance adalah:
1)
Mempermudah proses pengambilan keputusan, sehingga berpengaruh
positif terhadap kinerja perusahaan. Penelitian membuktikan bahwa
penerapan GCG mempengaruhi kinerja secara positif.
2)
Menghindari penyalahgunaan wewenang oleh pihak direksi dalam
pengelolaan perusahaan. Ppenerapan prinsip-prinsip GCG yang
konsisten akan menghalangi kemungkinan dilakukannya rekayasa
kinerja yang mengakibatkan nilai fundamental perusahaan tidak
tergambar dalam laporan keuangannya.
3)
Meningkatkan nilai perusahaan di mata investor. Peningkatan
kepercayaan investor pada perusahaan akan dapat mengakses
taambahan dana yang diperlukan untuk berbagai keperluan
perusahaan, terutama untuk ekspansi.
4)
Bagi para pemegang saham, dapat menaikkan nilai saham dan
meningkatkan perolehan nilai deviden. Bagi negara, dapat menaikkan
jumlah pajak yang dibayarkan oleh perusahaan yang berarti terjadi
peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak, terkhusus bagi
perusahaan berbentuk perusahaan BUMN, akan meningkatkan
penerimaan negara dari pembagian laba BUMN.
(7)
5)
Meningkatkan kepercayaan para stakeholders kepada perusahaan,
sehingga citra positif perusahaan akan naik. Hal ini dapat menekan
biaya (cost) yang timbul sebagai akibat tuntutan para stakeholders
kepda perusahaan.
6)
Meningkatkan kualitas laporan keuangan perusahaan.
Manfaat penerapan dari corporate governance juga dirumuskan
oleh FGCI (Forum for Corporate Governance in Indonesia). Menurut FGCI
dalam Krismatono dan Prita (2004:75), dengan keberhasilan perusahaan dalam
melaksanakan good corporate governance akan memberikan manfaat antara lain:
1)
Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses
pengambilan keputusan yang lebih baik sehingga pencapaian efisiensi
operasional perusahaan tercapai dan meningkatkan pelayanan kepada
stakeholders.
2)
Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah
sehingga meningkatkan corporate value
3)
Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di
Indonesia sehingga membantu perusahaan untuk mengembangkan dan
memperluas usahanya, dan
4)
Pemegang saham akan puas dengan kinerja perusahaan karena akan
meningkatkan shareholders value dan deviden.
c. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Sebagai lembaga intermediasi dan lembaga kepercayaan, dalam
melaksanakan kegiatan usahanya bank harus menganut prinsip keterbukaan
(Transparacy), memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank berdasarkan
ukuran-ukuran yang konsisten dengan corporate value, sasaran usaha dan strategi
bank sebagai pecerminan akuntabilitas bank (accountability), berpegang pada
prudential banking practices dalam menjamin dilaksanakannya ketentuan yang
berlaku sebagai wujud tanggung jawab bank (responsibility), objektif dan bebas
dari tekanan pihak manapun dalam penambilan keputusan (independency), serta
(8)
senantiasa memperhatikan stakeholders berdasarkan azas kesetaraan dan
kewajaran (fairness)
Prinsip-prinsip GCG merupakan titik rujukan bagi para regulator
(pemerintah) dalam mengembangkan framework bagi penerapan GCG. Menurut
FCGI dalam Krismatono dan Prita (2004:75), prinsip-prinsip dasar GCG terdiri
dari :
1) Kewajaran (Fairness)
Prinsip kewajaran diartikan sebagai perlakuan yang sama terhadap para
pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan
pemegang saham asing, dengan keterbukaan informasi yang penting
serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan perdagangan saham
oleh orang dalam (insider trading). Prinsip ini diwujudkan dengan
membuat peraturan korporasi untuk melindungi kepentingan para
pemegang saham minoritas dan asing, membuat pedoman perilaku
perusahaan (corporate conduct) atau kebijakan yang melindungi
korporasi dari perlakuan buruk.
2) Transparansi (Transparency)
Keputusan Menteri Negara BUMN tahun 2002 mengartikan transparansi
sebagai keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan
dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materil dan relevan
tentang perusahaan. Prinsip ini diwujudkan dengan mengembangkan
sistem akuntansi yang berbasis standard akuntansi dan best practices
yang menjamin pengungkapan, mengembangkan Management
Information System (MIS) untuk menjamin pengukuran kinerja,
mengembangkan Enterprise risk Management untuk memastikan risiko
signifikan telah diidentifikasi dan diukur pada tingkat toleransi yang
jelas.
3) Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas diartikan sebagai kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan
pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana
secara efektif. Prinsip ini diwujudkan dengan menyiapkan laporan
keuangan pada waktu dan cara yang tepat, mendorong seluruh organ
perusahaan untuk menyadari tanggung jawab, wewenang, hak dan
kewajiban mereka masing-masing, mengembangkan Komite Audit dan
Risiko untuk mendukung fungsi pengawasan oleh Dewan Komisaris.
4) Responsibilitas (Responsibility)
Prinsip tanggung jawab menekankan pada sistem yang jelas untuk
mengatur mekanisme pertanggungjawaban perusahaan kepada
shareholder dan stakeholder, agar tujuan yang hendak dicapai dalam
GCG dapat direalisasikan, yaitu mengakomodasikan kepentingan dari
berbagai pihak yang berkaitan dengan perusahaan.
(9)
Sedangkan menurut KEPMEN BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002
tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik
Negara tanggal 1 Agustus 2002 pada pasal 3, prinsip-prinsip Good Corporate
Governance, yaitu :
1) Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan
informasi materil dan relevan mengenai perusahaan.
2) Kemandirian, yaitu keadaan dimana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari
pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
3) Akuntabilitas yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban organisasi sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif.
4) Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan
perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
5) Kewajaran, yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak
stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan
perundangundangan yang berlaku.
d. Pedoman Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) pada
Perbankan
Dalam pelaksanaan GCG di perbankan adalah penting bagi perbankan
untuk melakukan pentahapan yang cermat berdasarkan analisis atas situasi dan
kondisi bank, dan tingkat kesiapannya, sehingga penerapan GCG dapat berjalan
lancar dan mendapatkan dukungan dari seluruh unsur di dalam bank. Pedoman
GCG Perbankan Indonesia menguraikan bahwa pengaturan dan implementasi
GCG memerlukan komitmen dari top management dan seluruh jajaran organisasi.
Pelaksanaannya dimulai dari penetapan kebijakan dasar (strategic policy) dan
kode etik yang harus dipatuhi oleh semua pihak dalam perusahaan. Bagi
perbankan Indonesia, kepatuhan terhadap kode etik yang diwujudkan dalam
(10)
satunya kata dan perbuatan, merupakan faktor penting sebagai landasan penerapan
GCG.
Adapun pedoman yang terdapat dalam Pedoman GCG Perbankan
Indonesia dalam Herwidayatmo (2006:27), adalah sebagai berikut:
a. Pelaksanaan GCG dapat dilakukan melalui lima tindakan, yaitu:
1) Penetapan visi, misi dan corporate values
2) Penyusunan corporate governance structure
3) Pembentukan corporate culture
4) Penetapan sarana public disclousures
5) Penyempurnaan berbagai kebijakan bank sehingga memenuhi prinsip
GCG
b. Penetapan visi, misi dan corporate values merupakan langkah awal
yang harus dilaksanakan dalam penerapan GCG oleh suatu bank.
c. Corporate governance structure dapat diterapkan secara bertahap dan
terdiri dari sekurang-kurangnya:
1) Kebijakan corporate governance yang selain memuat visi dan misi
bank, juga memuat tekad untuk melaksanakan GCG dan
pedoman-pedoman pokok penerapan prinsip GCG yaitu Transparency,
Accountability, Responsibility, Independency dan Fairness.
2) Code of Conduct yang memuat pedoman perilaku wajar dan dapat
dipercaya dari pimpinan dan karyawan bank.
3) Tata Tertib Kerja Dewan Komisaris dan Tata Tertib Kerja Direksi yang
memuat hak dan kewajiban serta akuntabilitas dari Dewan Komisaris
dan Direksi maupun para anggotanya masing-masing.
4) Organisasi yang didalamnya tercermin adanya risk management, audit,
dan compiliance
5) Kebijakan risk management, audit dan compliance.
6) Human resourse policy yang jelas dan transparan.
7)
Corporate plan yang menggambarkan arah jangka panjang yang jelas
d. Pembentukan corporate culture untuk memperlancar pencapaian visi
dan misi serta implementasi corporate governance structure.
Corporate culture terbentuk melalui penetapan prinsip dasar (guilding
principles), nilai-nilai (values) dan norma-norma (norms) yang
disepakati serta dilaksanakan secara konsisten dengan contoh konkrit
dari pimpinan bank. Corporate culture perlu didiskusikan secara
berkesinambungan dan ditunjang oleh social communication.
e. Pembentukan pola dan sasaran disclousure sangat diperlukan sebagai
bagian dari akuntabilitas bank kepada stakeholders. Sarana disclousure
dapat melalui laporan tahunan (annual report), situs internet (website),
(11)
Agar supaya perbankan dapat melaksanakan GCG secara efektif
diperlukan lingkungan yang kondusif. Untuk itu maka pihak-pihak yang terkait
dengan perbankan perlu memberikan dukungan, misalnya (Zarkashi, 2008:63)
1) Pemerintah dan otoritas terkait mengeluarkan peraturan
perundangundangan yang memungkinkan dapat dilaksanakannya GCG
secara efektif.
2) Dilaksanakannya penegakan hukum (law enforcement).
3) Penerapaan standar akuntansi dan standar audit yang mengacu pada
standar internasional oleh auditor eksternal. Peningkatan peran dari
asosiasi-asosiasi perbankan di Indonesia dalam menunjang dan
mensosialisasikan prinsip GCG.
e.
Tahap-tahap Penerapan Good Corporate Governance (GCG)
Dalam pelaksanaannya penerapan GCG di perusahaan adalah
penting bagi perusahaan untuk melakukan pertahapan yang cermat berdasarkan
analisis atas situasi dan kondisi perusahaan, dan tingkat kesiapannya, sehingga
penerapan GCG dapat berjalan lancar dan mendapatkan dukungan dari seluruh
unsur di dalam perusahaan (Daniri, 2002:123).
Pada umumnya perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam
menerapkan GCG menggunakan tahapan berikut (Daniri, 2002:124):
a. Tahapan Persiapan
Tahap ini meliputi 3 langkah utama:
(1) awareness Building
(2) GCG Assessment,
(3) GCG Manual Building.
Awareness Building merupakan langkah sosialisasi awal untuk membangun
kesadaran mengenai arti penting GCG dan komitmen bersama dalam
penerapannya. Upaya ini dapat dilakukan dalam meminta bantuan tenaga ahli
Awarness Building GCG Assesment GCG Manual Development
(12)
independen dari luar perusahaan. Bentuk kegiatan dapat dilakukan melalui
seminar, loka karya, dan diskusi kelompok.
GCG Assessment merupakan upaya untuk mengukur atau lebih tepatnya
memetakan kondisi perusahaan dalam penerapan GCG saat ini. Langkah ini perlu
guna memastikan titik awal atau untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang
tepat guna mempersiapkan infrasrtuktur dan struktur perusahaan yang kondusif
bagi penerapan GCG secara efektif.
GCG manual Buliding adalah langkah berikut setelah assessment dilakukan.
Berdasarkan hasil pemetakan tingkat kesiapan perusahaan dan upaya identifikasi
prioritas penerapannya, penyusunan manual atau pedoman implementasi GCG
dapat disusun. Penyusunan
manual dapat dibedakan antara manual untuk organ-organ perusahaan dan manual
untuk keseluruhan anggota perusahaan, mencakup berbagai aspek seperti:
1) Kebijakan GCG Perusahaan
2) Pedoman GCG bagi Organ-organ Perusahaan
3) Pedoman perilaku
4) Audit Commite Character
5) Kebijakan Disklosure dan Transparansy
6) Kebijakan dan Kerangka Manajemen Risiko
7) Roadmap Implementasi.
b. Tahapan Implementasi
Setelah perusahaan memiliki GCG manual, langkah selanjutnya adalah memulai
implementasi di perusahaan. Tahap ini terdiri dari 3 langkah utama yakni:
(1) sosialisasi; (2) implementasi; (3) internalisasi.
Sosialisasi diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh perusahaan
berbagai aspek yang terkait dengan implementasi GCG khususnya mengenai
pedoman penerapan GCG. Upaya sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim
khusus yang dibentuk untuk itu, langsung berada dibawah pengawasan Direktur
Utama atau salah satu Direktur yang ditunjuk sebagai GCG champion di
perusahaan.
Implementasi adalah kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman GCG
yang ada, berdasar roadmap yang telah disusun. Implementasi harus bersifat top
down appoach yang melibatkan Dewan Komisaris dan Direksi perusahaan.
Implementasi hendaknya mencakup pula upaya manajemen perubahan (change
management) guna mengawal proses perubahan yang ditimbulkan oleh
implementasi GCG.
Internalisasi adalah tahap jangka panjang dalam implementasi. Internalisasi
mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan GCG di dalam seluruh proses
bisnis perusahaan melalui berbagai prosedur operasi (misalnya proses pengadaan,
(13)
dan lain-lain), sistem kerja, dan berbagai peraturan perusahaan. Dengan upaya ini
dapat dipastikan bahwa penerapan GCG bukan sekedar dipermukaan atau sekedar
suatu kepatuhan yang bersifat superficial, tapi banar-benar tercermin dalam
seluruh aktifitas perusahaan.
c.
Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur dari waktu ke
waktu untuk mengukur sejauh mana efektifitas penerapan GCG telah dilakukan
dengan meminta pihak independen melakukan audit implementasi dan scorsing
atas praktek GCG yang ada.
Dalam hal membangun GCG, dan terkait dengan pengembangan sistem,
yang diharapkan akan mempengaruhi perilaku setiap individu dalam perusahaan
pada gilirannya akan membentuk kultur perusahaan yang bernuansa GCG, maka
diperlukan langkah-langkah berikut (Daniri, 2002:126):
1) Menerapkan visi, misi, rencana strategis, tujuan perusahaan, serta
sistem operasional pencapaiannya secara jelas.
2) Mengembangkan suatu struktur yang menjaga keseimbangan peran dan
fungsi organ perusahaan (check and balance)
3) Membangun sistem informasi, baik untuk keperluan proses
pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi
material dan relevan mengenai perusahaan.
4) Membangun sistem audit yang handal, yang tak terbatas pada kepatuhan
terhadap peraturan dan prosedur operasi standar, tetapi juga mencakup
pengendalian risiko perusahaan.
5) Membangun sistem yang melindungi hak-hak pemegang saham secara
adil (fair) dan setara di antara para pemegang saham.
6) Membangun sistem pengembangan SDM, termasuk pengukuran
kinerjanya.
f.
Sistem Penilaian Pelaksanaan Good Corporate Governance
Penilaian terhadap pelaksanaan GCG di Indonesia dilakukan oleh lembaga
independen, yaitu: Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI).
Independent GCG Audit
GCG
(14)
Penilaian dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang dijawab oleh pihak
manajemen perusahaan.
Aspek Self Assessment Corporate Governance yang dinilai adalah
1)
Pelaksanaaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris
Penilaian dilakukan terhadap apakah Dewan Komisaris telah:
a)
Memilki jumlah, komposissi, integritas dan kompetensi sesuai
dengan ukuran dan kompleksitas usaha Bank serta telah memenuhi
ketentuan yang berlaku.
b)
Mampu bertindak dan mengambil keputusan indepeden
c)
Melaksanakan tanggung jawab sesuai prinsip GCG.
d)
Menyelenggarakan Rapat Dewan Komisaris secara efektif dan
efisien
e)
Memenuhi aspek transparansi dan tidak melanggar ketentuan dan
perundangan yang berlaku.
2)
Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi
Penilaian dilakukan terhadap apakah Direksi telah:
a)
Memiliki jumlah, komposissi, integritas dan kompetensi sesuai
dengan ukuran dan kompleksitas usaha Bank serta telah memenuhi
ketentuan yang berlaku.
b)
Mampu bertindak dan mengambil keputusan indepeden
c)
Melaksanakan tanggung jawab sesuai prinsip GCG.
d)
Menyelenggarakan Rapat Direksi secara efektif dan efisien
e)
Memenuhi aspek transparansi dan tidak melanggar ketentuan dan
perundangan yang berlaku.
3)
Kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komite
Penilaian dilakukan terhadap apakah Komite telah:
a)
Memiliki komposisi dan kompetensi anggota komite sesuai
dibandingkan dengan ukuran dan kompleksitas usaha Bank
b)
Melaksanakan tugas dengan efektif
c)
Membuat rekomendasi komite yang bermanfaat dan dapat
dipergunakan sebagai bahan acuan keputusan Dewan komisaris
d)
Menyelenggarakan rapat komite-komite sesuai dengan pedoman
intern dan terselenggara secara efektif dan efisien.
4) Penanganan benturan kepentingan
Penilaian dilakukan terhadap apakah Bank telah:
a)
Memiliki kebijakan, sistem dan prosedur penyelesaian benturan
kepentingan yang lengkap dan efektif.
b)
Mengungkapkan setiap benturan kepentingan dalam keputusan dan
telah diadministrasikan dan terdokumentasi dengan baik.
5) Penerapan fungsi kepatuhan bank
(15)
a)
Melaksanakan tugas dan independensi Direktur kepatuhan dan
Satuan Kerja Kepatuhan secara efektif
b)
Melakukan review berkala (dalam hal ini oleh Direktur Kepatuhan
dan Satuan Kerja Kepatuhan) mengenai kepatuhan mayoritas
satuan kerja operasional
c)
Memiliki pedoman, sistem dan prosedur terhadap seluruh jenjang
organisasi secara lengkap dan sesuai dengan ketentuan dan
perundang-undangan yang berlaku.
6) Penerapan fungsi Audit Intern
Penilaian dilakukan terhadap apakah Bank telah:
a)
Melaksanakan fungsi audit intern denagn efektif dan sesuai dengan
standar minimum yang telah ditetapkan
b)
Satuan Kerja Audit Internal (SKAI) telah menjalankan fungsinya
secara independen dan obyektif.
7) Penerapan fungsi Audit Ekstern
Penilaian dilakukan terhadap apakah Bank telah:
a)
Memilki kualitas dan cakupan hasil audit Akuntan Publik yang
baik
b)
Melaksanakan audit oleh Akuntan Publik/KAP yang independen
dan telah memenuhi criteria yang ditetapkan
8) Penerapan fungsi manajemen risiko dan sistem pengendalian intern
Penilaian dilakukan terhadap apakah Bank telah:
a)
Memiliki manajemen yang efektif dalam mengidentifikasi dan
mengendalikan seluruh risiko Bank
b)
Memiliki manajemen aktif pemantauan kebijakan, prosedur dan
penetapan limit, sistem informasi manajemen yang komprehensif
dan efektif untuk memelihara kondisi internal Bank yang sehat
c)
Memiliki manajeman yang efektif dalam memantau kesesuaian
kondisi Bank dengan prinsip pengelolaan Bank yang sehat, sesuai
denagn ketentuan kebijakan dan prosedur intern Bank
d)
Mengimplementasikan penerapan pengendalian intern dengan baik
dan melakukan tindakan korektif bila terdapat kelemahan
e)
Memiliki prosedur dan penerapan pengendalian intern Bank
komprehensif sesuai dengan tujuan, ukuran dan kompleksitas
usaha dan risiko yang dihadapai Bank.
9)
Penyediaan dana pada pihak terkait (Related Party) dan kredit
berskala besar
Penilaian dilakukan terhadap apakah Bank telah:
a)
Memillki kebijakan, sistem dan prosedur tertulis yang up to date
dan lengkap untuk penyediaan dana kepada pihak terkait dan
penyediaan dana besar
b)
Melakukan diversifikasi penyediaan dana secara merata
c)
Mengambil keputusan dalam penyediaan dana kepada pihak terkait
dan penyediaan dana besar
10)
Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan, pelaporan
pelaksanaan GCG dan pelapororan internal
Penilaian dilakukan terhadap apakah Bank telah:
a)
Menyampaikan informasi keuangan dan non-keuangan kepada
publik melalui homepage Bank dan media secara transparan
(16)
b)
Menyediakan cakupan informasi keuangan dan non-keuangan
secara tepat waktu, lengkap, akurat, kini dan utuh
c)
Menyampaikan informasi produk dan jasa, menerapkan
pengelolaan pengaduan nasabah dengan efektif serta memelihara
data dan informasi nasabah dengan memadai
d)
Menyediakan cakupan laporan pelaksanaan GCG secara lengkap,
kini dan utuh, telah disampaikan secara tepat waktu kepada
shareholder sesuai ketentuan yang berlaku
e)
Memiliki Sistem Informasi Manajemen Bank khususnya terkait
Sistem Pelaporan Internal Bank untuk menyediakan data dan
informasi dengan tepat waktu, akurat dan lengkap.
11) Rencana strategis Bank
Penilaian dilakukan terhadap apakah Bank telah:
a)
Memiliki Rencana Bisnis Bank sesuai dengan visi dan misi Bank
serta Rencana Korporasi Bank
b)
Menyusun Rencana Korporasi dan Rencana Bisnis Bank secara
realistis dengan memperhatikan faktor-faktor ekternal dan internal,
prinsip kehati-hatian dan azas perbankan yang sehat
c)
Merealisasikan rencana bisnis sesuai Rencana Bisnis Bank
d)
Menerapkan Low Strategic Risk Rating / Moderate to Law
Strategic Risk Rating.
Dari hasil pemberian skor dengan aspek yang telah ditetapkan diatas,
misalnya diperoleh skor/nilai untuk setiap aspek penilaian, seperti disajikan pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1
Pemberian Skor/Nilai Corporate Governance Berdasarkan Aspek Penilaian
No
Aspek yang dinilai
Bobot (%)
Peringkat
Nilai
(a)
(b)
(a)x(b)
1.
Pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab Dewan Komisaris
10,00%
2
0,200
2.
Pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab Dewan Direksi
20,00%
2
0,400
3.
Kelengkapan dan pelaksanaan tugas
komite-komite
10,00%
2
0,200
4.
Penanganan benturan kepentingan
10,00%
1
0,100
5.
Penerapan fungsi kepatuhan Bank
5,00%
2
0,10
6.
Penerapan fungsi audit intern
5,00%
2
0,10
7.
Penerapan fungsi audit ekstern
5,00%
1
0,50
8.
Penerapan fungsi manajemen risiko
dan sistem pengendalian intern
7,50%
2
0,15
9.
Penyediaan dana kepada pihak terkait
(Related Party) dan kredit dana besar
(17)
10. Transparansi kondisi keuangan dan
non keuangan bank
15,00%
1
0,15
11. Rencana strategis Bank
5,00%
2
0,1
12.
Jumlah Nilai Komposit
100%
1,7
*) Bobot, Peringkat dan Nilai dalam keadaan sebenarnya diberikan oleh
Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) - Sumber: Laporan CGPI,
2011
Setelah keseluruhan tahapan penilaian Corporate Governance Perception
Index (CGPI) selesai, maka hasil yang diperoleh dibahas dalam forum panel ahli
untuk menentukan hasil riset dan pemeringkatan CGPI. Pemeringkatan didesain
menjadi lima kategori berdasarkan tingkat/level terpercaya yang dapat dijelaskan
menurut skor penerapan Good Corporate Governance seperti terlihat pada Tabel
2.2.
Tabel 2.2
Pemeringkatan CGPI Berdasarkan Penerapan GCG
Tingkat / Nilai Pemeringkatan Komposit
Predikat Komposit
Nilai Komposit < 1,5
Sangat Baik
1,5
≤ Nilai Komposit < 2,5
Baik
2,5
≤ Nilai Komposit < 3,5
Cukup Baik
3,5
≤ Nilai Komposit < 4
Kurang Baik
4,5
≤ Nilai Komposit < 5
Tidak Baik
Sumber : Laporan CGPI, 2011
Nilai komposit adalah jumlah bobot hasil penilaian atas unsur-unsur
mengenai GCG (good corporate governance).
g. Penerapan Good Corporate Governance di Indonesia
Berdasarkan hasil survey Bank Dunia tahun 2007, dari total 175 negara
yang di survei, Indonesia berada pada urutan 135. Pada tahun tersebut, peringkat
(18)
penerapan GCG di Indonesia pun berada pada peringkat terendah bila
dibandingkan dengan beberapa negara di ASEAN, seperti terlihat pada gambar
berikut:
Sumber:
Gambar 2.1
Angka CGPI Indonesia diantara Negara-negara ASEAN
GCG telah dipraktekkan di luar negeri dalam waktu yang cukup lama,
khususnya di Amerika dan Eropa. Di Indonesia, GCG masih menjadi isu yang
relatif baru dan diperdebatkan sejak krisis ekonomi (Kusumawati, 2007, dalam
Kawedar, W, Handayani, S. dan Safitri, A, 2009). Penerapan GCG di Indonesia
dinilai masih lemah. Indonesia mulai menerapkan prinsip GCG sejak
menandatangani Letter of Intent (LoI) dengan International Monetary Fund (IMF)
yang salah satu bagian pentingnya adalah pencantuman jadwal perbaikan
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
(19)
pengelolaan perusahaan (corporate governance) di Indonesia. Pada bulan Agustus
1999, Pemerintah melalui Kep-10/M.EKUIN/08/1999 membentuk suatu lembaga
yaitu Komite nasional Kebijakan Governance (KNKG). Komite ini bertugas
merumuskan dan menyusun rekomendasi kebijakan nasional tentang GCG, antara
lain meliputi Code for GCG.
Sementara itu, di sektor swasta juga tumbuh inisiatif untuk membantu
upaya mensosialisasikan GCG yang ditandai dengan terbentuknya beberapa Non
Governance Organization (NGO), seperti Forum For Corporate Governance in
Indonesia (FCGI), The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG),
Corporate Leadership Development in Indonesia (CLDI), Indonesian Institute for
Corporate Directorship
(IICD),
Indonesian Institute of Independent
Commissioners, Kadin (CG task force).
Adalah FCGI (Forum for Corporate Governance in Indonesia), yang saat
ini merupakan institusi yang aktif dan representative. Organisasi ini didirikan
tahun 2000 dan diprakarsai oleh lima asosiasi bisnis dan profesi terkemuka di
Indonesia, yaitu Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), Ikatan Akuntan Indonesia –
Kompartemen Akuntan Manajemen (IAI-KAM), Indonesian Financial Executives
Association (IFEA), Indonesian Netherlands Association (INA), Masyarakat
Transparansi Indonesia (MTI).
FCGI bertujuan meningkatkan kesadaran dan mensosialisasikan prinsip
dan aturan GCG pada komunitas bisnis Indonesia dan masyarakat umum yang
mengacu pada International Best Practices sehingga komunitas bisnis di
Indonesia dapat melaksanakan aturan yang sesuai dengan standar GCG di tingkat
internasional.
(20)
h. Pengaruh GCG terhadap Kinerja Keuangan Perbankan
Pemilihan ukuran kinerja akan sangat menentukan apakah sistem
pengendalian bisa diterapkan untuk melakukan pemantauan dan pengendalian
terhadap perencanaan strategis perusahaan. Menurut Akhmad Syahroza (dalam
Akhmad Toha, 2004:15) dalam mendorong terciptanya good corporate
governance, dalam mengukur kinerja dilakukan dengan 10 parameter, terdiri dari :
1)
Efisiensi operasi dan pelayanan, contohnya jumlah produk rusak,
siklus waktu, tingkat pemakaian kapasitas, ketetapan pemakaian tenaga
kerja dan bahan baku, ketetapan persediaan, jumlah persediaan yang
dikembalikan, jumlah tagihan yang diragukan.
2)
Proses pengembangan pegawai, contohnya pelatihan pegawai , proses
pembelajaran pegawai, produktifitas dan pemberdayaan teknologi.
3)
Perubahan manajemen, fleksibilitas struktur organisasi, inkubator
produk-produk baru, R&D, ketepatan pemakaian teknologi.
4)
Ketepatan manajemen pemasaran dan brand, kualitas produk/jasa, ISO
9000, besaran pangsa pasar, ketepatan delivery.
5)
Kepuasan pelanggan.
6)
Harmonisasi hubungan dengan pemegang saham, bank dan pemasok
dana lainnya, ketepatan penyampaian laporan keuangan.
7)
Harmonisasi hubungan dengan pemasok, pemerintah seperti
deperindak, Dirjen. Pajak, asosiasi-asosiasi bisnis.
8)
Harmonisasi hubungan dengan publik sevices seperti kemitraan
dengan media massa dan masyarakat sekitar operasional perusahaan.
9)
Sistem manajemen internal seperti ISO 14000, Tingkat pencemaran
limbah, jumlah kecelakaan kerja per hari, dan
10)
ROI, ROA, kualitas penjualan dan cash flow, perputaran persediaan
dan piutang dagang, laba dan asset.
2.
Kinerja Keuangan
(21)
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam
mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil
rasio ini berarti semakin efisiensi biaya operasional yang dikeluarkan oleh bank,
sehingga kemungkina bank berada dalam kondisi yang bermasalah adalah
semakin kecil. Biaya operasional dihitung berdasarkan penjumlahan dari total
beban bunga dan total beban operasional lainnya. Pendapatan operasional adalah
penjumlahan dari total pendapatan bunga dan total pendapatan operasional
lainnya. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
%
100
tan
Operasiona
l
x
Pendapa
sional
BiayaOpera
BOPO
=
b.
Capital Adequacy Ratio (CAR)
CAR merupakan rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah
seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga,
tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari modal sendiri disamping memperoleh
dana-dana dari sumber diluar bank. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
% 100 x TotalATMR ModalBank
CAR=
dimana, ATMR adalah Aktiva Tertimbang Menurut Risiko.
c.
Net Interest Margin (NIM)
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam
mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih.
Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga.
Semakin besar rasio ini, maka pendapatan bunga atas aktiva produktif yang
(22)
dikelola bank akan semakin meningkat sehingga kemungkinan bank berada dalam
kondisi bermasalah akan semakin kecil. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
%
100
Pr
tan
x
oduktif
Aktiva
h
BungaBersi
Pendapa
NIM
=
d.
Return On Asset (ROA)
Rasio ini digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan (laba sebelum pajak) dengan memanfaatkan total asset
yang dimilikinya. Semakin besar nilai ROA, maka semakin besar pula kinerja
perusahaan karena return yang didapat perusahaan akan semakin besar. Laba
sebelum pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional sebelum pajak. Rasio
ini dirumuskan sebagai berikut :
% 100 ) (
x TotalAsset
EBIT mPajak LabaSebelu
ROA=
e.
Return On Equity (ROE)
Rasio ini digunakan untuk mengukur kinerja manajemen bank dalam
mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak. Semakin
besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga
kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.
Laba setelah pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional setelah
dikurangi pajak. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
% 100 x as TotalEkuit
LabaBersih
ROE =
(23)
Penelitian Lammindo Jelita (2007) dengan judul Analisis Pengaruh
Kebijakan Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN dan Penerapan Good Corporate
Governance (GCG) Terhadap Kinerja Keuangan PTPN menggunakan metodologi
regresi linier berganda, diperoleh hasil bahwa kebijakan penilaian tingkat
kesehatan BUMN dan penerapan GCG di lingkungan BUMN ternyata memberi
dampak meningkatkan angka profitabilitas dan likuiditas PTPN pada sejumlah
besar PTPN, tetapi tidak meningkatkan angka rasio aktivitas dan menurunkan
angka rasio solvabilitas.
Penelitian Ni Wayan Yuniasih dan Made Gede Wirakusuma (2008)
dengan judul Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Nilai Perusahaan dengan
Pengungkapan Corporate Social Responsibility dan Good Corporate Governance
(GCG) Sebagai variabel Pemoderasi menggunakan metodologi regresi linier
berganda, diperoleh hasil bahwa Return on asset terbukti berpengaruh positif
secara statistis pada nilai perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Jakarta selama tahun 2005 – 2006. Pengungkapan CSR sebagai variabel
pemoderasi terbukti berpengaruh positif secara statistis pada hubungan return on
asset dan nilai perusahaan atau dengan kata lain CSRI merupakan variabel
pemoderas dalam kaitannya dengan hubungan return on asset dan nilai
perusahaan. Kepemilikan manajerial sebagai variabel pemoderasi tidak terbukti
berpengaruh terhadap hubungan return on asset dan nilai perusahaan atau dengan
kata lain kepemilikan manajerial bukan merupakan variabel pemoderasi.
Penelitian Imelda Pratiwi Sibarani (2009) dengan judul Pengaruh Sistem
Pengendalian Internal, Audit Manajemen dan Penerapan Good Corporate
(24)
Governance (GCG) terhadap Kinerja Perusahaan Industri, menggunakan
metodologi regresi linier berganda, diperoleh hasil bahwa sstem pengendalian
internal, audit manajemen, dan penerapan prinsip-prinsip good corporate
governance memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan industri besar di
Palembang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jika sistem pengendalian
internal yang diterapkan perusahaan didukung pelaksanaan audit manajemen dan
perusahaan juga menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance, maka
akan memberi pengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Penelitian Akshita Arora (2011) dengan judul Relationship between
Corporate Governance and Performance: An Empirical Study from India
menggunakan metodologi regresi linier sederhana, diperoleh hasil bahwa Results
of the analysis suggest that corporate governance has a strong influence on
performance in the Indian context. Furthermore, the results report that when
boards are dominated by executive directors and frequency of board meetings is
high, it enhances firm performance. The board size, institutional ownership and
CEO-duality also have a strong influence on firm performance.
Iktisar tinjauan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan Pengaruh
Good Corporate Governance (GCG) terhadap Kinerja dapat dilihat pada Tabel
(25)
Tabel 2.3
Iktisar Tinjauan Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian
Lammindo Jelita (2007) Analisis Pengaruh Kebijakan Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN
dan Penerapan
Good Corporate Governance (GCG) Terhadap Kinerja Keuangan PTPN
Independen:
GCG, diproksikan oleh: - Kesehatan BUMN - Penerapan GCG Dependen:
Kinerja Keuangan, diproksikan oleh:
- Rasio likuiditas - Rasio aktivitas - Rasio solvabilitas - Rasio profitabilitas
Kebijakan penilaian tingkat kesehatan BUMN dan penerapan GCG di lingkungan BUMN ternyata memberi dampak meningkatkan angka profitabilitas dan likuiditas PTPN pada sejumlah besar PTPN, tetapi tidak meningkatkan angka rasio aktivitas dan menurunkan angka rasio solvabilitas.
Ni Wayan
Yuniasih dan Made Gede Wirakusuma (2008) Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Nilai Perusahaan dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility dan Good Corporate Governance (GCG) Sebagai variabel Pemoderasi Independen: Kinerja Keuangan, diproksikan oleh: - ROA Dependen:
CSR dan GCG, diproksikan oleh:
- Closing Price - Total Liabilities - Inventory - Current Assets - Total Asset
Return on asset terbukti berpengaruh positif secara statistis pada nilai perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta selama
tahun 2005 – 2006.
Pengungkapan CSR sebagai variabel pemoderasi terbukti berpengaruh positif secara statistis pada hubungan return on asset dan nilai perusahaan atau dengan kata lain CSRI merupakan variabel pemoderas dalam kaitannya dengan hubungan return on asset dan nilai perusahaan. Kepemilikan manajerial sebagai variabel pemoderasi tidak terbukti
berpengaruh terhadap hubungan return on asset dan
nilai perusahaan atau dengan kata lain kepemilikan manajerial bukan merupakan variabel pemoderasi. Imelda Pratiwi Sibarani (2009) Pengaruh Sistem Pengendalian Internal, Audit Manajemen dan Penerapan Good Corporate Governance (GCG) terhadap Kinerja Perusahaan Industri Independen:
Audit Manajemen dan Prinsip-prinsip GCG, diproksikan oleh:
- sistem pengendalian internal
- audit manajemen - penerapan prinsip GCG Dependen:
Kinerja keuangan, diproksikan oleh:
- kinerja finansial - kinerja non finansial
Sistem pengendalian internal, audit manajemen, dan penerapan prinsip-prinsip good corporate governance memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan industri besar di Palembang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jika sistem pengendalian internal yang diterapkan perusahaan didukung pelaksanaan audit manajemen dan perusahaan juga menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance, maka akan memberi pengaruh terhadap kinerja perusahaan.
(26)
(2011) between Corporate Governance and Performance: An Empirical Study from India
Corporate governance Dependen:
Performance
that corporate governance has a strong influence on performance in the Indian context. Furthermore, the results report that when boards are dominated by executive directors and frequency of board meetings is high, it enhances firm performance. The board size, institutional ownership and CEO-duality also have a strong influence on firm performance.
Sumber: Data Peneliti Terdahulu
C.
Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian
1.
Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang masalah, tujuan penelitian dan tinjauan
pustaka yang telah dikemukakan, maka peneliti membuat kerangka
konseptual yang disusun dengan model pada Gambar 2.2.
H
aGambar 2.2
Kerangka Konseptual
Sumber : Penulis, 2013
Penerapan GCG (good corporate governance) pada perusahaan akan
meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kinerja keuangan perbankan
yaitu BOPO (beban operasional terhadap pendapatan operasional), CAR (capital
adequacy ratio), NIM (net interest margin), ROA (return on assets) dan ROE
(return on equity). Dengan adanya kebijakan GCG tersebut maka diharapkan
pengelolaan perusahaan perbankan lebih transparan dan terbuka terhadap publik.
Apabila publik dilibatkan dalam setiap kebijakan atas pengelolaan perbankan
Good Corporate
Governance
(X)
Kinerja Keuangan Perbankan:
BOPO, CAR, NIM, ROA, ROE
(27)
maka diharapkan akan mendorong pengelolaan perbankan secara professional
untuk memaksimalkan nilai perbankan, yang dapat dilihat dari kinerja
keuangannya.
2.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis dirumuskan sebagai jawaban sementara atas permasalahan yang
diteliti. Jika hipotesis telah duji dan terbukti kebenarannya, maka hipotesis
tersebut menjadi sebuah teori. Hipotesis dari penelitian yang akan dilakukan
berdasarkan permasalahan, tujuan yang ingin dicapai, tinjauan pustaka dan
kerangka konseptual adalah:
H
a: Good Corporate governance mempunyai pengaruh signifikan terhadap
BOPO, CAR, NIM, ROA dan ROE.
(1)
dikelola bank akan semakin meningkat sehingga kemungkinan bank berada dalam kondisi bermasalah akan semakin kecil. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
% 100 Pr
tan
x oduktif Aktiva
h BungaBersi Pendapa
NIM =
d. Return On Asset (ROA)
Rasio ini digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan (laba sebelum pajak) dengan memanfaatkan total asset yang dimilikinya. Semakin besar nilai ROA, maka semakin besar pula kinerja perusahaan karena return yang didapat perusahaan akan semakin besar. Laba sebelum pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional sebelum pajak. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
% 100 ) (
x TotalAsset
EBIT mPajak LabaSebelu
ROA=
e. Return On Equity (ROE)
Rasio ini digunakan untuk mengukur kinerja manajemen bank dalam mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak. Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.
Laba setelah pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional setelah dikurangi pajak. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
% 100 x as TotalEkuit
LabaBersih ROE =
(2)
Penelitian Lammindo Jelita (2007) dengan judul Analisis Pengaruh Kebijakan Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN dan Penerapan Good Corporate
Governance (GCG) Terhadap Kinerja Keuangan PTPN menggunakan metodologi
regresi linier berganda, diperoleh hasil bahwa kebijakan penilaian tingkat kesehatan BUMN dan penerapan GCG di lingkungan BUMN ternyata memberi dampak meningkatkan angka profitabilitas dan likuiditas PTPN pada sejumlah besar PTPN, tetapi tidak meningkatkan angka rasio aktivitas dan menurunkan angka rasio solvabilitas.
Penelitian Ni Wayan Yuniasih dan Made Gede Wirakusuma (2008) dengan judul Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Nilai Perusahaan dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility dan Good Corporate Governance (GCG) Sebagai variabel Pemoderasi menggunakan metodologi regresi linier berganda, diperoleh hasil bahwa Return on asset terbukti berpengaruh positif secara statistis pada nilai perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta selama tahun 2005 – 2006. Pengungkapan CSR sebagai variabel pemoderasi terbukti berpengaruh positif secara statistis pada hubungan return on asset dan nilai perusahaan atau dengan kata lain CSRI merupakan variabel pemoderas dalam kaitannya dengan hubungan return on asset dan nilai perusahaan. Kepemilikan manajerial sebagai variabel pemoderasi tidak terbukti berpengaruh terhadap hubungan return on asset dan nilai perusahaan atau dengan kata lain kepemilikan manajerial bukan merupakan variabel pemoderasi.
Penelitian Imelda Pratiwi Sibarani (2009) dengan judul Pengaruh Sistem Pengendalian Internal, Audit Manajemen dan Penerapan Good Corporate
(3)
Governance (GCG) terhadap Kinerja Perusahaan Industri, menggunakan metodologi regresi linier berganda, diperoleh hasil bahwa sstem pengendalian internal, audit manajemen, dan penerapan prinsip-prinsip good corporate governance memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan industri besar di Palembang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jika sistem pengendalian internal yang diterapkan perusahaan didukung pelaksanaan audit manajemen dan perusahaan juga menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance, maka akan memberi pengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Penelitian Akshita Arora (2011) dengan judul Relationship between
Corporate Governance and Performance: An Empirical Study from India
menggunakan metodologi regresi linier sederhana, diperoleh hasil bahwa Results of the analysis suggest that corporate governance has a strong influence on performance in the Indian context. Furthermore, the results report that when boards are dominated by executive directors and frequency of board meetings is high, it enhances firm performance. The board size, institutional ownership and CEO-duality also have a strong influence on firm performance.
Iktisar tinjauan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan Pengaruh
Good Corporate Governance (GCG) terhadap Kinerja dapat dilihat pada Tabel
(4)
Tabel 2.3
Iktisar Tinjauan Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian Lammindo Jelita (2007) Analisis Pengaruh Kebijakan Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN dan Penerapan
Good Corporate Governance (GCG)
Terhadap Kinerja Keuangan PTPN
Independen:
GCG, diproksikan oleh: - Kesehatan BUMN - Penerapan GCG Dependen:
Kinerja Keuangan, diproksikan oleh:
- Rasio likuiditas - Rasio aktivitas - Rasio solvabilitas - Rasio profitabilitas
Kebijakan penilaian tingkat kesehatan BUMN dan penerapan GCG di lingkungan BUMN ternyata memberi dampak meningkatkan angka profitabilitas dan likuiditas PTPN pada sejumlah besar PTPN, tetapi tidak meningkatkan angka rasio aktivitas dan menurunkan angka rasio solvabilitas.
Ni Wayan Yuniasih dan Made Gede Wirakusuma (2008) Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Nilai Perusahaan dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility dan Good Corporate Governance (GCG) Sebagai variabel Pemoderasi Independen: Kinerja Keuangan, diproksikan oleh: - ROA Dependen:
CSR dan GCG, diproksikan oleh:
- Closing Price - Total Liabilities - Inventory - Current Assets - Total Asset
Return on asset terbukti berpengaruh positif secara statistis pada nilai perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta selama tahun 2005 – 2006. Pengungkapan CSR sebagai variabel pemoderasi terbukti berpengaruh positif secara statistis pada hubungan return on asset dan nilai perusahaan atau dengan kata lain CSRI merupakan variabel pemoderas dalam kaitannya dengan hubungan return on asset dan nilai perusahaan. Kepemilikan manajerial sebagai variabel pemoderasi tidak terbukti
berpengaruh terhadap hubungan return on asset dan
nilai perusahaan atau dengan kata lain kepemilikan manajerial bukan merupakan variabel pemoderasi. Imelda Pratiwi Sibarani (2009) Pengaruh Sistem Pengendalian Internal, Audit Manajemen dan Penerapan Good Corporate Governance (GCG) terhadap Kinerja Perusahaan Industri Independen:
Audit Manajemen dan Prinsip-prinsip GCG, diproksikan oleh:
- sistem pengendalian internal
- audit manajemen - penerapan prinsip GCG Dependen:
Kinerja keuangan, diproksikan oleh:
- kinerja finansial - kinerja non finansial
Sistem pengendalian internal, audit manajemen, dan penerapan prinsip-prinsip good corporate governance memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan industri besar di Palembang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jika sistem pengendalian internal yang diterapkan perusahaan didukung pelaksanaan audit manajemen dan perusahaan juga menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance, maka akan memberi pengaruh terhadap kinerja perusahaan.
(5)
(2011) between Corporate Governance and Performance: An Empirical Study from India
Corporate governance Dependen:
Performance
that corporate governance has a strong influence on performance in the Indian context. Furthermore, the results report that when boards are dominated by executive directors and frequency of board meetings is high, it enhances firm performance. The board size, institutional ownership and CEO-duality also have a strong influence on firm performance.
Sumber: Data Peneliti Terdahulu
C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian 1. Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang masalah, tujuan penelitian dan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan, maka peneliti membuat kerangka konseptual yang disusun dengan model pada Gambar 2.2.
Ha
Gambar 2.2
Kerangka Konseptual Sumber : Penulis, 2013
Penerapan GCG (good corporate governance) pada perusahaan akan meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kinerja keuangan perbankan yaitu BOPO (beban operasional terhadap pendapatan operasional), CAR (capital
adequacy ratio), NIM (net interest margin), ROA (return on assets) dan ROE
(return on equity). Dengan adanya kebijakan GCG tersebut maka diharapkan pengelolaan perusahaan perbankan lebih transparan dan terbuka terhadap publik. Apabila publik dilibatkan dalam setiap kebijakan atas pengelolaan perbankan
Good Corporate Governance
(X)
Kinerja Keuangan Perbankan: BOPO, CAR, NIM, ROA, ROE
(6)
maka diharapkan akan mendorong pengelolaan perbankan secara professional untuk memaksimalkan nilai perbankan, yang dapat dilihat dari kinerja keuangannya.
2. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dirumuskan sebagai jawaban sementara atas permasalahan yang diteliti. Jika hipotesis telah duji dan terbukti kebenarannya, maka hipotesis tersebut menjadi sebuah teori. Hipotesis dari penelitian yang akan dilakukan berdasarkan permasalahan, tujuan yang ingin dicapai, tinjauan pustaka dan kerangka konseptual adalah:
Ha: Good Corporate governance mempunyai pengaruh signifikan terhadap BOPO, CAR, NIM, ROA dan ROE.