Peranan Orang Tua dalam Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan: Kajian Psikologi Sastra

SINOPSIS
Cerita diawali dari tokoh Ngatinah yang tidak dapat melanjutkan sekolah
karena biaya yang tidak ada. Semenjak berhenti sekolah Ngatinah diasuh oleh kakekneneknya. Ketika menginjak umur 16 tahun Ngatinah mulai membantu neneknya
(Mbok Pah) berdagang baju bekas di Pasar Batu. Ngatinah juga membantu orang
tuanya membayar uang sekolah adiknya (Sriyati). Ngatinah tumbuh menjadi gadis
yang lugu, dan tidak banyak bergaul di pasar. Setiap paginya pasar batu selalu ramai
dengan ibu-ibu yang berbelanja dan para sopir dan kenek angkot. Salah satunya, anak
muda (Sim) berusia 23 tahun. Seorang kenek yang telah lebih dari setahun datang dan
pergi bersama angkotnya di pasar batu. Ia terlihat berbeda dari sopir dan kenek lain.
Pakainnya selalu rapi, tatapannya melankonis tetapi tajam. Badannya tidak tinggi
tetapi gagah. Gayanya flamboyan ia dekat dengan semua orang, dari balik tumpukan
baju Ngatinah melihat kenek angkot itu sedang menatapnya. Tatapan mata itu
membekas di antara tumpukan baju. Sang playboy pasar terseret keluguan dan
kesejukan Ngatinah. Tatapan mata sang kenek angkot diam-diam menyelinap di hati
Ngatinah menyesakkan dadanya. Begitulah pertemuan itu terjadi sampai pada
akhirnya Sim memberanikan diri mengunjungi rumah Ngatinah. Pertemuan Sim dan
Ngatinah yang mengikat hati keduanya.
Dengan keberanian akhirnya Sim meminang Ngatinah. Keluarga Sim
dikaruniai lima anak yaitu Isa, Nani, Rini, Mira dan Bayek. Dengan kasih sayang Ibu
(Ngatinah) dan bapak (Sim) membesarkan kelima anaknya. Penghasilan sebagai sopir


angkot tidak dapat sepenuhnya memenuhi kebutuhan keluarga Sim, tetapi ibu
(Ngatinah) berusaha menabung dari uang belanja yang diberikan bapak. Ibu
(Ngatinah) memiliki tekad agar kelak anak-anaknya memiliki masa depan yang lebih
baik, untuk mewujudkan semua itu salah satu kuncinya adalah kelima anaknya
mendapatkan pendidikan. Bapak dan ibu berjuang keras agar anak-anaknya
mendapatkan pendidikan yang baik. Sebelum ayam berkokok, bapak sudah
terbangun, ia segera pergi bekerja mencari nafkah untuk keluarganya. Ketika Isa
masuk SMP ibu menjual cincin mas satu-satunya untuk membayar uang pangkal,
untuk membeli seragam dan membayar uang SPP di bulan pertama. Ibu selalu
mengajarkan anak-anaknya bersabar, menghemat dan bersikap baik terhadap sesama.
Agar hidupmu tidak sengsara sepertiku, Nak. Aku tidak lulus SD. Tidak bisa
apa-apa. Hanya bisa memasak saja. Jangan sepertiku ya, Nak. Cukup aku saja yang
tidak sekolah. Itu yang selalu ibuk katakan dihadapan anak-anaknya. Ibu juga ingin
agar anak-anaknya tidak ketinggalan dengan anak-anak yang lain. Begitulah
kehidupan terus berjalan, setelah lulus SMA, Isa kursus komputer di Malang dan
memberikan les privat di Batu. Ibuk sedih karena Isa belum berhasil kuliah. Anak
kedua ibuk, Nani lulus SMA setahun kemudian dan kuliah di Universitas Brawijaya.
Isa membantu membayar biaya kuliah dan keperluan sehari-hari Nani. Dua tahun
kemudian Bayek lulus SMA dan mendapatkan PMDK dijurusan Statistika IPB.
Berita penerimaan PMDK Bayek disambut dengan kebahagian dan air mata. Mereka

belum tahu, bagaimana Ibuk dan Bapak mengirim Bayek ke Bogor. Membiyai Nani

saja sudah terasa sangat berat. Untuk sebuah kesuksesan tentu memiliki pengorbanan
yang tidak sedikit. Ibu dan bapak akhirnya menjual angkot agar Bayek bisa kuliah di
IPB Bogor. Perjuangan dan pengorbanan dari Bapak dan Ibuk tidak sia-sia, Bayek
akhirnya dapat menyelesaikan kuliahnya, Bayek merupakan lulusan terbaik dari
jurusan MIPA dengan IPK 3,52. Berpuluh-puluh tahun Bapak menelusuri jalanan
untuk menghidupi keluarga, ia tidak pernah berhenti ia tidak pernah menyerah, terus
berjuang untuk anak-anak dan keluarga. Tidak lulus SMP, beliau menjadi kenek
angkot. Setelah menjadi kenek angkot. Menjadi sopir angkot. Menjadi sopir angkot
untuk orang lain saja tidak cukup, Bapak mencoba menabung untuk membeli angkot
bekas. Ia tidak pernah berhenti berjuang menghidupi kelima anaknya. Dengan apapun
yang ia miliki. Hidup Bapak penuh dengan gelombang besar. Tidak mudah, tetapi
Bapak selalu memikul tanggung jawab dengan berani. Perjuangan Bapak melahirkan
harapan buat kelima anaknya. Semangat Bapak membakar semangat kelima anaknya.
Tekad Ibu dan kerja keras Bapak menghantarkan kelima anaknya kemasa depan yang
lebih baik. Isa bekerja sebagai Guru SD, Nani yang juga melanjutkan S2 dan bekerja
di kantoran, Rini yang bekerja sebagai Guru SD, dan Mira

yang melanjutkan


studinya S2 keempat putri Ibu (Ngatinah) telah menikah dan memiliki masa depan
yang lebih baik. Dan anak laki-lakinya Bayek telah banyak membantu keluarganya,
Bayek yang pertama kali bekerja di Jakarta dan kemudian mendapat tawaran bekerja
di New York, selama 10 tahun Bayek mengejar kariernya di New York dengan
jabatan terakhir Director, internal Client Management di Nielsen Concumer Research.

Kemudian kembali ke Indonesia karena kerinduannya terhadap keluarga dan sekarang
aktif sebagai penulis.
Cinta Ibuk dan bapak menghantarkan kelima anaknya kemasa depan yang
lebih baik. Semua pengorbanan Ibuk dan Bapak tidak sia-sia semua cita-cita kelima
anaknya tercapai sampai pada akhirnya Bapak meninggal dunia, perjuangan Bapak
memberikan arti yang sangat besar bagi istri dan anaknya. Demikian juga Ibuk yang
selalu sabar dan kuat menjalani persoalan kehidupan. Doa dan kerja keras dari Bapak
dan Ibuk menyelamatkan masa depan kelima anak-anaknya.