Pengaruh Komposisi Al2o3 dan Milling Time Terhadap Sifat Fisis, Magnet dan Mikrostruktur dari BaFe12O19

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian magnet

Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Asal kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di Asia kecil. Menurut cerita di daerah itu sekitar 4.000 tahun yang lalu telah ditemukan sejenis batu yang memiliki sifat dapat menarik besi atau baja atau campuran logam lainnya. Benda yang dapat menarik besi atau baja inilah yang disebut magnet.

Di dalam kehidupan sehari-hari kata “magnet”sudah sering kita dengar, namun sering juga berpikir bahwa jika mendengar kata magnet selalu berkonotasi menarik benda. Untuk bisa mengambil suatu barang dari logam (contoh obeng besi) hanya dengan sebuah magnet, misalkan pada peralatan perbengkelan biasanya dilengkapi dengan sifat magnet sehingga memudahkan untuk mengambil benda yang jatuh di tempat yang sulit dijangkau oleh tangan secara langsung.

Bahkan banyak peralatan yang sering digunakan, antara lain bel listrik, telepon, dinamo, alat-alat ukur listrik, kompas yang semuanya menggunakan bahan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya.

Sebuah magnet terdiri atas magnet-magnet kecil yang memiliki arah yang sama (tersusun teratur), magnetmagnet kecil ini disebut magnet elementer. Pada logam yang bukan magnet, magnet elementernya mempunyai arah sembarangan (tidak teratur) sehingga efeknya saling meniadakan, yang mengakibatkan tidak adanya kutub-kutub magnet pada ujung logam.

Setiap magnet memiliki dua kutub, yaitu: utara dan selatan. Kutub magnet adalah daerah yang berada pada ujung-ujung magnet dengan kekuatan magnet yang paling besar berada pada kutub-kutubnya. Magnet dapat menarik benda lain, beberapa benda bahkan tertarik lebih kuat dari yang lain, yaitu bahan logam. Namun tidak semua logam mempunyai daya tarik yang sama terhadap magnet. Besi dan baja adalah


(2)

dua contoh materi yang mempunyai daya tarik yang tinggi oleh magnet. Sedangkan oksigen cair adalah contoh materi yang mempunyai daya tarik yang rendah oleh magnet. Satuan intensitas magnet menurut sistem metrik Satuan Internasional (SI) adalah Tesladan SI unit untuk total fluks magnetik adalah weber(1 weber/m2= 1 tesla) yang mempengaruhi luasan satu meter persegi.

2.2. Medan Magnet

Medan magnet adalah daerah disekitar magnet yang masih merasakan adanya gaya magnet. Jika sebatang magnet diletakkan dalam suatu ruang, maka terjadi perubahan dalam ruang ini yaitu dalam setiap titik dalam ruang akan terdapat medan magnetik. Arah medan magnetik di suatu titik didefenisikan sebagai arah yang ditunjukkan oleh kutub utara jarum kompas ketika ditempatkan pada titik tersebut.

2.3. Macam-macam magnet

Berdasarkan sifat kemagnetannya magnet dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: a. Magnet permanen.

Magnet permanen adalah suatu bahan yang dapat menghasilkan medan magnet yang besarnya tetap tanpa adanya pengaruh dari luar atau disebut magnet alam karena memiliki sifat kemagnetan yang tetap. Magnet permanen dibuat orang dalam berbagai bentuk dan dapat dibedakan menurut bentuknya menjadi :

1 Magnet batang

2 Magnet ladam (sepatu kuda) 3 Magnet jarum

4 Magnet silinder 5 Magnet lingkaran

b. Magnet remanen

Magnet remanen adalah suatu bahan yang hanya dapat menghasilkan medan magnet yang bersifat sementara. Medan magnet remanen dihasilkan dengan cara mengalirkan arus listrik atau digosok-gosokkan dengan magnet alam. Bila suatu bahan pengantar dialiri arus listrik, besarnya medan magnet yang dihasilkan tergantung pada besar arus listrik yang dialirkan. Medan magnet remanen yang digunakan dalam praktek


(3)

kebanyakan dihasilkan oleh arus dalam kumparan yang berinti besi. Agar medan magnet yang dihasilkan cukup kuat, kumparan diisi dengan besi atau bahan sejenis besi dan sistem ini dinamakan electromagnet.

Keuntungan electromagnet adalah bahwa kemagnetannya dapat dibuat sangat kuat, tergantung dengan arus yang dialirkan. Dan kemagnetannya dapat dihilangkan dengan memutuskan arus listriknya.

2.4 Bahan Magnetik

Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam komponen pembentuknya. Berdasarkan perilaku molekulnya di dalam Medan magnetik luar, bahan magnetik terdiri atas tiga kategori, yaitu paramagnetik, feromagnetik dan diamagnetik.

2.4.1 Bahan Diamagnetik

Bahan diamagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masing masing atom/molekulya adalah nol, tetapi medan magnet akibat orbit dan spin elektronnya tidak nol (Halliday & Resnick, 1978). Bahan diamagnetik tidak mempunyai momen dipol magnet permanen.

Jika bahan diamagnetik diberi medan magnet luar, maka elektron-elektron dalam atom akan mengubah gerakannya sedemikian rupa sehingga menghasilkan resultan medan magnet atomis yang arahnya berlawanan dengan medan magnet luar tersebut. Sifat diamagnetik bahan ditimbulkan oleh gerak orbital elektron.

Karena atom mempunyai elektron orbital, maka semua bahan bersifat diamagnetik. Suatu bahan dapat bersifat magnet apabila susunan atom dalam bahan tersebut mempunyai spin elektron yang tidak berpasangan. Dalam bahan diamagnetik hampir semua spin elektron berpasangan, akibatnya bahan ini tidak menarik garis gaya.

Permeabilitas bahan ini: µ< dengan suseptibilitas magnetik bahan: . Nilai bahan diamagnetik mempunyai orde -10-5m3/kg. Contoh bahan diamagnetik yaitu: bismut, perak, emas, tembaga dan seng.


(4)

2.4.2 Bahan Paramagnetik

Bahan paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masing masing atom/molekulnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet atomis total seluruh atom/ molekul dalam bahan nol, hal ini disebabkan karena gerakan atom/ molekul acak, sehingga resultan medan magnet atomis masing-masing atom saling meniadakan (Halliday & Resnick, 1978).

Di bawah pengaruh medan eksternal, mereka mensejajarkan diri karena torsi yang dihasilkan. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar.

Gambar 2.1 Arah domain-domain dalam bahan paramagnetik (a) sebelum diberi medan magnet luar (b) setelah diberi medan magnet luar (Masno G,dkk, 2006)

Bahan ini jika diberi medan magnet luar, elektron-elektronnya akan berusaha sedemikian rupa sehingga resultan medan magnet atomisnya searah dengan medan magnet luar. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar. Dalam bahan ini hanya sedikit spin elektron yang tidak berpasangan, sehingga bahan ini sedikit menarik garis-garis gaya. Dalam bahan paramagnetik, medan B yang dihasilkan akan lebih besar dibanding dengan nilainya dalam hampa udara. Suseptibilitas magnet dari bahan paramagnetik adalah positif dan berada dalam rentang 10-5 sampai 10-3 m3/kg, sedangkan permeabilitasnya adalah µ> µ0. Contoh bahan paramagnetik : alumunium, magnesium dan wolfram.

2.4.3. Bahan Ferromagnetik

Bahan ferromagnetik mempunyai resultan medan magnet atomis besar, hal ini disebabkan oleh momen magnetik spin elektron. Pada bahan ini banyak spin elektron yang tidak berpasangan, masing-masing spin elektron yang tidak berpasangan ini akan


(5)

menimbulkan medan magnetik, sehingga medan magnet total yang dihasilkan oleh satu atom menjadi lebih besar (Halliday & Resnick, 1978). Medan magnet dari masing-masing atom dalam bahan ferromagnetik sangat kuat, sehingga interaksi diantara atom-atom tetangganya menyebabkan sebagian besar atom akan mensejajarkan diri membentuk kelompok-kelompok, kelompok inilah yang dikenal dengan domain.

Domain-domain dalam bahan ferromagnetik, dalam ketiadaan medan eksternal, momen magnet dalam tiap domain akan paralel, tetapi domain-domain diorientasikan secara acak, dan yang lain akan terdistorsi karena pengaruh medan eksternal. Domain dengan momen magnet paralel terhadap medan eksternal akan mengembang, sementara yang lain mengerut.

Semua domain akan menyebariskan diri dengan medan eksternal pada titik saturasi, artinya bahwa setelah seluruh domain sudah terarahkan, penambahan medan magnet luar tidak memberi pengaruh apa-apa karena tidak ada lagi domain yang perlu disearahkan, keadaan ini disebut dengan penjenuhan (saturasi).

Bahan ini juga mempunyai sifat remanensi, artinya bahwa setelah medan magnet luar dihilangkan, akan tetap memiliki medan magnet, karena itu bahan ini sangat baik sebagai sumber magnet permanen. Permeabilitas bahan : µ dengan suseptibilitas bahan: . Contoh bahan ferromagnetik : besi, baja. Sifat kemagnetan bahan ferromagnetik akan hilang pada temperatur Currie. Temperatur Currie untuk besi lemah adalah 770oC dan untuk baja adalah 1043oC.

Sifat bahan ferromagnetik biasanya terdapat dalam bahan ferit. Ferit merupakan bahan dasar magnet permanen yang banyak digunakan dalam industri- industri elektronika, seperti dalam loudspeaker, motor-motor listrik, dinamo dan KWH- meter (Afza, erini.2011).

2.5 Material Magnet Lunak (Soft Magnetic) dan Magnet Keras (Hard Magnetic) Material magnetik diklasifikasikan menjadi dua yaitu material magnetik lemah atau

soft magneticmaterials maupun material magnetik kuat atau hard magnetic materials. Penggolongan ini berdasarkan kekuatan medan koersifnya dimana soft magnetic atau


(6)

material magnetik lemah memiliki medan koersif yang lemah sedangkan material magnetik kuat atau hard magnetic materials memiliki medan koersif yang kuat. Hal ini lebih jelas digambarkan dengan diagram histerisis atau hysteresis loop sebagai

loop.

Gambar 2.2 histeris material magnet (a) Material lunak (soft magnetic), (b) Material keras (hard magnetic)

Bahan magnetik lunak (soft magnetic) dapat dengan mudah termagnetisasi dan mengalami demagnetisasi. Magnet lunak mempertahankan sifat magnet pada medan magnet. Magnet lunak (soft magnetic) menunjukkan histeresis loop yang sempit, sehingga magnetisasi mengikuti variasi medan listrik hampir tanpa hysteresis loss. Magnet lunak (soft magnetic) digunakan untuk meningkatkan fluks, yang dihasilkan oleh arus listrik di dalamnya. Faktor kualitas dari bahan magnetik lunak adalah untuk mengukur permeabilitas yang sehubungan dengan medan magnet yang diterapkan. Parameter utama lainnya adalah koersivitas, magnetisasi saturasi dan konduktivitas listrik.

Bahan magnetik lunak ideal akan memiliki koersivitas rendah (Hc), saturasi yang sangat besar (Ms), remanen (Br) nol, hysteresis loss nol dan permeabilitas yang sangat besar. Kurva histerisi bahan magnetik lunak ditunjukkan pada Gambar 2-2. Beberapa bahan penting magnetik lunak diantaranya Fe, paduan Fe-Si, ferit lunak (MnZnFe2O4), besi silikon dan lain-lain (Poja Chauhan,


(7)

Bahan magnetik keras memiliki loop histeresis lebar karena magnetisasi yang kuat yang ditunjukkan pada gambar 2-2. Bahan Magnet keras (hard magnetic) juga disebut sebagai magnet permanen yang digunakan untuk menghasilkan medan yang kuat tanpa menerapkan arus ke koil. Magnet permanen memerlukan koersivitas tinggi, sehingga magnet harus mempunyai medan magnet yang kuat dan stabil terhadap bidang eksternal, yang membutuhkan koersivitas tinggi. Dalam bahan magnet keras (hard magnetic) anisotropi diperlukan magnetik uniaksial dan sifat magnetik berikut :

1. Koersivitas tinggi (high coercivity): koersivitas, juga disebut medan koersif, dari bahan feromagnetik adalah intensitas medan magnet yang diterapkan atau diperlukan untuk mengurangi magnetisasi bahan ke nol setelah magnetisasi sampel telah mencapai saturasi. Koersivitas biasanya diukur dalam satuan Oersted atau ampere / meter dan dilambangkan Hc. Bahan dengan koersivitas tinggi disebut bahan ferromagnetik keras, dan digunakan untuk membuat magnet permanen.

2. Magnetisasi besar (large magnetization): Proses pembuatan subtansi sementara atau magnet permanen, dengan memasukkan bahan dalam medan magnet Rectangular hysteresis loop: Sebuah loop hysteresis menunjukkan hubungan antara diinduksi kerapatan fluks magnet (B) dan gaya magnet (H). bahan magnetik keras memiliki histeresis loop yang persegi panjang (Poja Chauhan, 2010).

2.6 Barium Heksaferit

Barium heksaferit adalah salah satu bahan magnetik yang sudah dipakai dalam waktu yang lama. Bahkan barium heksaferit sudah mulai difabrikasi pada tahun 1950. Jadi

barium heksaferit adalah „barang lama‟ dalam dunia kemagnetan dan sains.

Barium heksaferit memiliki struktur heksagonal. Struktur heksagonal memiliki nilai a dan b yang sama sedang c berbeda. Nilai sudut alfa dan beta 900 sedang nilai gamma adalah 1200. Setiap satu kristal barium heksaferit terdapat dua molekul barium heksaferit. Jadi setiap satu kristal barium heksaferit terdapat 2 atom Ba, 24 atom Fe dan 38 atom O.


(8)

Barium heksaferit terdiri dari beberapa lapisan dengan arah momen magnet berbeda, sehingga barium heksaferit adalah bahan ferrimagnetik. Setiap atom Fe pada barium heksaferit memiliki momen dipole magnet 5.9 magneton Bohr (Q Pameela, 2011).

Gambar 2.3. Struktur kristal Barium Heksaferit (Moulson A.J, et all., 1985) 2.7 Alumina

Alumina merupakan persenyawaan kimia antara logam aluminium dengan oksigen (Al2O3). Alumina di alam ditemukan dalam bentuk bauksit. Alumina merupakan

bahan baku utama dalam proses elektrolisa aluminium. Alumina mempunyai morfologi sebagai bubuk berwarna putih dengan berat molekul 102, titik leleh pada 2050oC, dan spesifikasi gravity 3,5 - 4,0.

Dalam industri peleburan alumina memegang 3 fungsi penting yaitu: 1. Sebagai bahan baku utama dalam memproduksi aluminium.

2. Sebagai insulasi ternal untuk mengurangi kehilangan panas dari atas tungku reduksi, dan untuk mempertahankan temperatu operasi.

3. Melindungi anoda dari oksidasi udara (Cyntia Ayu, 2011).

Satu-satunya oksida aluminium adalah alumina (Al2O3). Meskipun demikian,

kesederhanaan ini diimbangi dengan adanya bahan-bahan polimorf dan terhidrat yang sifatnya bergantung kepada kondisi pembuatannya. Terdapat dua bentuk anhidrat Al2O3 yaitu α-Al2O3 dan -Al2O3. Logam-logam trivalensi lainnya (misalnya Ga, Fe)


(9)

membentuk oksida-oksida yang mengkristal dalam kedua struktur yang sama. Keduanya mempunyai tatanan terkemas rapat ion-ion oksida tetapi berbeda dalam tatanan kation-kationnya. α-Al2O3 stabil pada suhu tinggi dan juga metastabil tidak

terhingga pada suhu rendah. Ia terdapat di alam sebagai mineral korundum dan dapat dibuat dengan pemanasan -Al2O3 atau oksida anhidrat apa pun di atas 1000oC.

-Al2O3 diperoleh dengan dehidrasi oksida terhidrat pada suhu rendah (~450o). α-Al2O3

keras dan tahan terhadap hidrasi dan penyerapan asam. -Al2O3 mudah menyerap air

dan larut dalam asam; alumina yang digunakan untuk kromatografi dan diatur kondisinya untuk berbagai kereaktifan adalah -Al2O3 (Max Well, 1968).

Tabel 2.1 Sifat-Sifat Fisis Alumina Al2O3

No Sifat Fisis Satuan

Jenis-jenis Alumina

Catatan Sandy

-Al2O3

Floury

α-Al2O3

1 Al2O3 % 5 90 Sinar-X

2 Berat Jenis gr/cm3 3,5 3,9

3 Sudut Letak Derajat 30 40 1100o

4 Permukaan Letak M2 42 2

5 Densitas Bebas gr/cm3 1,1 0,8

6 Densitas Terikat gr/cm3 1,3 1,0

7 Kehilangan dalam

Pemijaran % 1,8 0,2

(Burkin A.R, 1987)

2.7.1 Struktur Keramik Alumina (Al2O3)

Senyawa alumina (Al2O3) bersifat polimorfi yaitu dintaranya memiliki struktur alpha

(α)-Al2O3 dan ( )-Al2O3. Bentuk struktur yang lain misalnya beta ( )- Al2O3 adalah

alumina tidak murni yang merupakan paduan antara Al2O3-Na2O dengan formula

Na2O.11 Al2O3 (Walter 1970). Alpha (α)-Al2O3 merupakan bentuk struktur yang

paling stabil sampai suhu tinggi dan memiliki nama lain yaitu korundum. Struktur dasar korondum adalah tumpukan padat heksagonal (Hexagonal Closed Packed, HCP) (Walter 1970; Worral 1986). Kationnya (Al3+) menempati 2/3 bagian dari sisipan


(10)

oktohedral, sedangkan anionnya (O2-) menempati posisi HCP. Bilangan koordinasi dari struktur korundum adalah 6, maka tiap ion Al3+ dikelilingi oleh 6 ion O2-, dan tiap ion O2- dikelilingi oleh 4 ion Al3+ untuk mencapai muatan yang netral. Struktur gamma ( )-Al2O3 merupakan senyawa alumina yang stabil dibawa 1000oC dan

umumnya lebih reaktif dibandingkan dengan struktur alpha (α)-Al2O3 (Walter 1970).

2.7.2 Sifat-Sifat Alumina

Aluminium oksida adalah insulator (penghambat) panas dan listrik yang baik. Umumnya Al2O3 terdapat dalam bentuk kristalin yang disebut dengan corondum atau

α-aluminium oksida (Andry Adhe, 2010). Umumnya keramik alumina disamping tahan suhu tinggi juga memiliki sifat tahan kimia dan tahan korosi pada suhu tinggi. Keramik korundum murni dibuat melalui suhu tinggi (1800-1900oC) (Reynen, 1986). Aluminium oksida dipakai sebagai bahan abrasive, sebagai komponen dalam alat pemotong, peralatan listrik atau elektronik, refraktori, komponen mekanik, dan sebagai bio-inert material (Ichinose, 1983). Sedangkan -Al2O3 yang sifatnya reaktif dan

stabil dibawah suhu 1000oC, aplikasinya banyak digunakan sebagai reagen kimia dan bahan katalis (Worral, 1986). Aluminium oksida berperan penting dalam ketahanan logam aluminium terhadap pengkaratan dengan udara. Logam aluminium sebenarnya amat mudah bereaksi dengan oksigen di udara. Aluminium bereaksi dengan oksigen membentuk aluminium oksida, yang terbentuk sebagai lapisan tipis yang dengan cepat menutupi permukaan aluminium. Lapisan ini melindungi logam aluminium dari oksida lebih lanjut.

Alumina yang dihasilkan melalui anodiasi bersifat amorf, namun beberapa proses oksidasi seperti plasma electrolytic oxydation menghasilkan sebagian besar alumina dalam bentuk kristalin, yang meningkatkan kekerasan. Menjelaskan sifat-sifat aluminium oksida dapat menimbulkan kebingungan karena dapat berada pada beberapa bentuk yang berbeda. Salah satu bentuknya sangat tidak reaktif. Ini diketahui

secara kimia sebagai α-Al2O3 dan dihasilkan pada temperatur yang tinggi. Aluminium oksida merupakan senyawa amfoter, artinya dapat bereaksi baik sebagai basa maupun asam (Andry Adhe, 2010).


(11)

Table 2.2 Sifat-Sifat Keramik Alumina Al2O3

Parameter Al2O3

Densitas, gr/cm3 3,96

Koefisien termal ekspansi, oC-1 (8-9) x 10-6

Kekuatan Patah, Mpa 350

Sifat daya hantar panas Konduktor

Kekerasan (Hv), kgf/mm2 1500-1800

Titik lebur, oC 2050

Ketangguhan, Mpa m1/2 4,9

(Awan Maghfirah, 2007)

2.8 Substitusi Al2O3 pada Barium Heksaferit

Barium heksaferit memiliki struktur yang berlapis-lapis. Substitusi pada atom barium heksaferit bertujuan untuk meningkatkan sifat magnetik dari barium heksaferit. Penggantian atau substitusi pada atom Ba lebih kepada untuk mengubah parameter kisi. Sedang penggantian pada atom Fe adalah untuk mengganti atom Fe dengan atom magnetik lain yang momen magnetnya lebih besar atau lebih kecil.

Sebagian besar hasil pengukuran sifat magnetik setelah substitusi menurun dibandingkan sebelum substitusi. Pengurangan ini diakibatkan oleh medan magnet yang lebih kecil dari atom Al yang disubstitusi (Guerro, 2011).

2.9 Pembuatan Magnet

Pembuatan magnet permanen didasarkan atas cara-cara pembuatan keramik secara umum. Dimana pada proses pembuatannya meliputi beberapa tahap antara lain: pencampuran bahan baku, pembentukan dan pembakaran (sintering). Parameter-parameter proses pembuatan keramik sangat tergantung pada jenis keramik yang akan dibuat, aplikasinya dan sifat-sifat fisis yang diharapkan (Erini Afza, 2011). Proses pembuatan keramik tradisional memiliki parameter yang berbeda dibandingkan dengan proses pembuatan keramik teknik. Pada proses pembuatan keramik tradisional hanya diperlukan bahan baku alam dengan tingkat kemurnian yang tidak tinggi, sedangkan pada proses pembuatan keramik teknik diperlukan bahan baku dengan tingkat kemurnian tinggi serta terkontrol agar diperoleh sifat-sifat bahan yang sesuai


(12)

dengan pengaplikasiannya (Gernot, 1988). Adapun tujuan dari pembuatan magnet ini adalah untuk menghasilkan magnet keramik permanen dengan kekuatan fisis yang baik serta menghasilkan kekuatan magnet yang baik pula.

2.9.1 Kompaksi

Ada beberapa cara proses pembentukan keramik tergantung bentuk yang ukuran yang dikehendaki (Read, 1988), yaitu : cetak tekan (die pressing), ekstrusi dan cetak cor (slip casting).

a. Proses pembentukan dengan tekan (die pressing)

Cara ini cocok digunakan untuk membuat bentuk yang tebal dan sederhana. Dalam proses ini ditambahkan bahan pembantu seperti misalnya bahan perekat (cellulose, polyvinyl alcohol) dan bahan pelumas (asam stearat). proses cetak tekan ada dua macam yaitu : dengan tekanan biasa yang arah tekanannya satu arah dan dengan cara isostatik pres yang arah tekannya ke segala arah (Franklin, 1976).

b. Proses pembentukan dengan ekstrusi

Cara ini dilakukan untuk bahan yang memiliki plastisitas tinggi , biasanya untuk membuat produk dalam bentuk pipa, bata berlubang dan filter honeycomb. Untuk bahan yang tidak plastis perlu ditambahkan bahan tambahan yaitu plastisizing agent.

c. Proses pembentukan dengan cara cor

Cara ini digunakan untuk membentuk produk-produk keramik yang memiliki bentuk yang rumit. Pencetakan dengan cara ini harus disediakan massa tuang dalam bentuk suspensi dengan kekentalan dan kandungan padatan yang tertentu, agar dapat dengan mudah dituangkan pada cetakan yang terbuat dari gips (plaster of Paris). Sifat rheologi massa tuang sangat menentukan hasil cetakannya.

Dalam penelitian ini, teknik pencetakan yang digunakan adalah cetak tekan (die pressing) dengan bahan perekat polyvinyl alcohol (Reed, 1988).

Untuk pencetakan dilakukan kompaksi dengan alat Hydraulic Press (Hydraulic Jack) yang memiliki kekuatan tekanan hingga 100 ton ( 100kgf/cm2). Untuk cetakan


(13)

yang digunakan adalah cetakan yang terbuat dari baja berupa SS316 karena sifatnya yang tahan korosi dan kekuatan mekaniknya keras. Kompaksi atau penekanan digunakan untuk merapatkan material. Semakin besar tekanan semakin rapat butiran-butiran yang ditekan. Penekanan ini biasa dibuat secara isotropi dan anisotropi. Penekanan isotropi berarti dengan kompaksi dalam ruang bebas tanpa medan magnet. Sedang anisotropi berarti kompaksi dilakukan dalam ruang yang diberi medan magnet. Medan magnet berasal dari koil yang dialiri arus.

Cetak anisotropi akan memberikan hasil berbeda dengan cetak isotropi. Material cetak anisotropi akan lebih mudah disearahkan domain-domain magnetnya ketika dimagnetisasi. Karena sifat domainnya sendiri sudah anisotropi. Ini terjadi karena pada hakikatnya magnetisasi adalah pergeseran domain.

Ada juga cetak isotropi. Cetak isotropi adalah cetak dalam kondisi biasa tanpa medan magnet. Setelah dicetak dan disintering kemudian sampel dimagnetisasi. Sehingga sampel akan tetap terorientasi.

Dalam penelitian ini penekanan yang dipakai adalah cetak anisotropi yang dilakukan dalam ruang yang diberi medan magnet yang berasal dari koil yang dialiri arus (Syukur Daulay, 2012).

2.9.1.1 PVA (Polyvinyl Alcohol)

Dalam proses pembuatan keramik biasanya digunakan aditif untuk mempermudah proses pencetakan dan untuk membantu mengontrol microstructure dari material yang dihasilkan. Pada proses pencetakan, aditif memiliki berbagai fungsi antara lain sebagai binder , sebagai plasticer dispersants dan lubricans. Fungsi penting dari binder adalah untuk meningkatkan kekuatan dari keramik hasil pencetakan. PVA sangat mudah untuk menyusut dan sebagai pelarut yang cepat.

PVA memiliki titik leleh pada suhu 2300C dan pada suhu 180-1900C akan terhidrolisis sepenuhnya dengan perubahan hidrolisis secara parsial. Material ini akan terdekomposisi pada suhu diatas 2000C sehingga PVA mampu digunakan dalam proses pirolisis pada temperature tinggi (Karina Okky, 2014).


(14)

PVA dalam penelitian ini digunakan sebagai bahan perekat untuk pencampuran bahan agar lebih menyatu dan mudah dicetak dan menghasilkan bentuk pellet yang baik.

2.10 Karakterisasi Material Keramik

Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu material maka perlu dilakukan pengujian dan analisis. Beberapa jenis pengujian dan analisis yang dibahas untuk keperluan penelitian ini antara lain: pengujian sifat fisis (densitas, porositas, kekuatan magnet), analisa struktur dengan menggunakan alat uji OM (Optical Microscope), dan untuk menganalisa struktur kristal dengan menggunakan alat uji XRD(X-Ray Diffraction) (Ahmad Faisal, 2007).

2.10.1 Sifat Fisis

Untuk mengetahui sifat-sifat fisis suatu material maka perlu dilakukan pengujian yaitu densitas, porositas dan susut bakar.

2.10.1.1 Densitas

Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v) dalam hubungannya dapat dituliskan sebagai berikut (M M. Ristic, 1979):

(2.1) Dimana:

ρ= Densitas (gram/cm3

) m = Massa sampel (gram) v = Volume sampel (cm3)

Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Ada dua macam densitas yaitu : bulk density dan densitas teoritis (true density). Bulk density adalah densitas dari suatu sampel yang berdasarkan volume bulk atau volume sampel termasuk dengan pori atau rongga yang ada pada sampel tersebut. Pengukuran bulk density untuk bentuk yang tidak beraturan dapat ditentukan dengan metode Archimedes, yaitu dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Chester, 1990).


(15)

(2.2) Dimana :

ρ = Densitas sampel (g/cm3)

ρair = Densitas air (g/cm3)

= Massa sampel setelah dikeringkan di oven (g) = Massa sampel setelah direndam selama 10 menit (g)

2.10.1.2 Porositas

Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume lubang-lubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong) dengan jumlah dari volume zat padat yang ditempati oleh zat padat. Porositas pada suatu material dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada di dalam material tersebut.

Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0 % sampai dengan 90 % tergantung dari jenis dan aplikasi material keramik tersebut. Ada dua macam porositas yaitu : porositas terbuka dan porositas tertutup. Porositas yang tertutup pada umumnya sulit untuk ditentukan dan pori tersebut merupakan suatu rongga yang terjebak dalam padatan serta tidak ada akses ke permukaan luar. Sedangkan pori terbuka masih ada akses ke permukaan luar, walaupun ronga tersebut berada ditengah-tengah padatan.

Porositas suatu bahan umumnya dinyatakan sebagai porositas terbuka atau

apparent porosity. Porositas terbuka adalah ratio antara volume pori terbuka didalam material terhadap volume material. Persamaan untuk menghitung porositas terbuka adalah (Chester, 1990) :


(16)

Dimana :

P = Porositas (%)

= Massa sampel setelah dikeringkan di oven (g) = Massa sampel setelah direndam selama 10 menit (g)

2.10.2 Sifat Magnet

Untuk karakterisasi sifat magnet menggunakan alat permagraph yaitu alat yang dapat menganalisis sampel dengan output berupa kurva histerisis yang dilengkapi dengan nilai induksi remanensi (Br) dan gaya koersif (Hc). Pada saat pengukuran berlangsung terjadi proses magnetisasi pada sampel, sehingga sampel akan memiliki sifat magnet setelah pengujian dilakukan.

Dalam penelitian ini, alat yang digunakan untuk mengetahui sifat magnetnya adalah Gaussmeter dan Permagraph.

2.10.2.1 Permagraph

Permagraph merupakan salah satu alat ukur sifat magnet dari berbagai kelompok seperti Alnico, Ferrite atau dari logam tanah jarang. Sifat magnet yang akan diukur oleh permagraph diantaranya adalah koersifitas Hc, nilai produk maksimum (BH)max dan remanensi Br.

Untuk permagraph C memiliki perlengkapan dalam pengukuran kurva histerisis bahan permanen magnet seperti : electronik EF 4-1F, elektromagnet EP 2/E (kuat medan magnet sampai dengan 1800 kA/m = 2.2 Tesla), komputer dan printer.

Hasil yang dapat diperoleh dari permagraph C : otomatis mengukur kurva histerisis magnet permanen (B-H curve), dapat menentukan kuantitas magnet seperti koersifitas, remanensi, nilai produk maksimum, pengukuran dengan surrounding coils untuk menentukan nilai rata-rata magnetik dan pengukuran distribusi kuat medan magnet permanen dengan pole coils.


(17)

2.10.3 Analisa Sruktur Kristal 2.10.3.1 XRD (X-Ray Diffraction)

Fenomena interaksi dan difraksi sudah dikenal pada ilmu optik. Standar pengujian di laboratorium fisika adalah untuk menentukan jarak antara dua gelombang dengan mengetahui panjang gelombang sinar, dengan mengukur sudut berkas sinar yang terdifraksi. Pengujian ini merupakan aplikasi langsung dari pemakaian sinar X untuk menentukan jarak antara kristal dan jarak antara atom dalam kristal (Smallman, 1991).

Struktur kristal dapat ditentukan salah satunya dengan menggunakan pengujian X-Ray Diffraction (XRD). X-Ray Diffraction adalah alat yang dapat memberikan data-data difraksi dan kuantitas intensitas difraksi pada sudut-sudut difraksi (2ϴ) dari suatu sampel. Tujuan dilakukannya pengujian analisis struktur kristal adalah untuk mengetahui perubahan fasa struktur bahan dan mengetahui fasa-fasa apa saja yang terbentuk selama proses pembuatan sampel uji (Theresya S, 2014).

Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 0,5 sampai 2,5 Angstrom yang mendekati jarak antar atom kristal (Cahn, 1992). Sinar-X dapat digunakan untuk mengetahui struktur kristal dan fasa suatu material. Bila sinar-x dengan panjang gelombang λ diarahkan ke suatu permukaan kristal dengan sudut dating sebesar , maka sebagian sinar akan dihamburkan oleh bidang atom dalam kristal. Berkas sinar-x yang dihamburkan dalam arah-arah tertentu akan menghasilkan puncak-puncak difraksi yang dapat diamati dengan peralatan X-Ray Diffraction (Cullity, 1978). Menurut syarat terjadinya difraksi, beda lintasan merupakan kelipatan bilangan bulat dari panjang, sehingga hal tersebut dirumuskan W.L.Brag (Kaston S, 2007).

nλ=βdsin (2.4) Dengan :

n = orde difraksi (n = bilangan bulat 1,β,γ…)

λ = panjang gelombang sinar-X d = jarak antar bidang


(18)

2.10.3.2 Analisis Mikrostuktur dengan Optical Microscope

Optical Microscope mempunyai fungsi yang hampir sama dengan SEM (Scanning Electron Microscope) yaitu untuk mengetahui bentuk dan ukuran dari butir-butir serta mengetahui interaksi satu butir dengan butir lainnya. Melalui observasi dengan OM dapat diamati seberapa jauh ikatan butiran yang satu dengan yang lainnya dan apakah terbentuk lapisan diantara butiran atau disebut grain boundary. Analisis mikrostruktur dengan menggunakan OM bertujuan untuk mengetahui susunan partikel-partikel setelah proses sintering,dan juga dapat diketahui perubahannya akibat variasi suhu sintering. Dari foto OM yang dihasilkan dapat diketahui apakah terjadi perbesaran butiran atau grain growth, sejauh mana pori-pori sisa yang terbentuk didalam badan keramik. Adapun perbedaan antara SEM dan OM adalah terletak pada perbesaran obyek (resolusi) yang lebih tinggi daripada mikroskop optik. Sebenarnya, dalam fungsi perbesaran obyek, SEM juga menggunakan lensa, namun bukan berasal dari jenis gelas sebagaimana pada mikroskop optik, tetapi dari jenis magnet. Sifat medan magnet ini bias mengontrol dan mempengaruhi electron yang melaluinya, sehingga bisa berfungsi menggantikan sifat lensa pada mikroskop optik.


(1)

yang digunakan adalah cetakan yang terbuat dari baja berupa SS316 karena sifatnya yang tahan korosi dan kekuatan mekaniknya keras. Kompaksi atau penekanan digunakan untuk merapatkan material. Semakin besar tekanan semakin rapat butiran-butiran yang ditekan. Penekanan ini biasa dibuat secara isotropi dan anisotropi. Penekanan isotropi berarti dengan kompaksi dalam ruang bebas tanpa medan magnet. Sedang anisotropi berarti kompaksi dilakukan dalam ruang yang diberi medan magnet. Medan magnet berasal dari koil yang dialiri arus.

Cetak anisotropi akan memberikan hasil berbeda dengan cetak isotropi. Material cetak anisotropi akan lebih mudah disearahkan domain-domain magnetnya ketika dimagnetisasi. Karena sifat domainnya sendiri sudah anisotropi. Ini terjadi karena pada hakikatnya magnetisasi adalah pergeseran domain.

Ada juga cetak isotropi. Cetak isotropi adalah cetak dalam kondisi biasa tanpa medan magnet. Setelah dicetak dan disintering kemudian sampel dimagnetisasi. Sehingga sampel akan tetap terorientasi.

Dalam penelitian ini penekanan yang dipakai adalah cetak anisotropi yang dilakukan dalam ruang yang diberi medan magnet yang berasal dari koil yang dialiri arus (Syukur Daulay, 2012).

2.9.1.1 PVA (Polyvinyl Alcohol)

Dalam proses pembuatan keramik biasanya digunakan aditif untuk mempermudah proses pencetakan dan untuk membantu mengontrol microstructure dari material yang dihasilkan. Pada proses pencetakan, aditif memiliki berbagai fungsi antara lain sebagai binder , sebagai plasticer dispersants dan lubricans. Fungsi penting dari binder adalah untuk meningkatkan kekuatan dari keramik hasil pencetakan. PVA sangat mudah untuk menyusut dan sebagai pelarut yang cepat.

PVA memiliki titik leleh pada suhu 2300C dan pada suhu 180-1900C akan terhidrolisis sepenuhnya dengan perubahan hidrolisis secara parsial. Material ini akan terdekomposisi pada suhu diatas 2000C sehingga PVA mampu digunakan dalam proses pirolisis pada temperature tinggi (Karina Okky, 2014).


(2)

PVA dalam penelitian ini digunakan sebagai bahan perekat untuk pencampuran bahan agar lebih menyatu dan mudah dicetak dan menghasilkan bentuk pellet yang baik.

2.10 Karakterisasi Material Keramik

Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu material maka perlu dilakukan pengujian dan analisis. Beberapa jenis pengujian dan analisis yang dibahas untuk keperluan penelitian ini antara lain: pengujian sifat fisis (densitas, porositas, kekuatan magnet), analisa struktur dengan menggunakan alat uji OM (Optical Microscope), dan untuk menganalisa struktur kristal dengan menggunakan alat uji XRD(X-Ray Diffraction) (Ahmad Faisal, 2007).

2.10.1 Sifat Fisis

Untuk mengetahui sifat-sifat fisis suatu material maka perlu dilakukan pengujian yaitu densitas, porositas dan susut bakar.

2.10.1.1 Densitas

Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v) dalam hubungannya dapat dituliskan sebagai berikut (M M. Ristic, 1979):

(2.1) Dimana:

ρ= Densitas (gram/cm3 ) m = Massa sampel (gram) v = Volume sampel (cm3)

Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Ada dua macam densitas yaitu : bulk density dan densitas teoritis (true density). Bulk density adalah densitas dari suatu sampel yang berdasarkan volume bulk atau volume sampel termasuk dengan pori atau rongga yang ada pada sampel tersebut. Pengukuran bulk density untuk bentuk yang tidak beraturan dapat ditentukan dengan metode Archimedes, yaitu dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Chester, 1990).


(3)

(2.2)

Dimana :

ρ = Densitas sampel (g/cm3) ρair = Densitas air (g/cm3)

= Massa sampel setelah dikeringkan di oven (g) = Massa sampel setelah direndam selama 10 menit (g) 2.10.1.2 Porositas

Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume lubang-lubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong) dengan jumlah dari volume zat padat yang ditempati oleh zat padat. Porositas pada suatu material dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada di dalam material tersebut.

Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0 % sampai dengan 90 % tergantung dari jenis dan aplikasi material keramik tersebut. Ada dua macam porositas yaitu : porositas terbuka dan porositas tertutup. Porositas yang tertutup pada umumnya sulit untuk ditentukan dan pori tersebut merupakan suatu rongga yang terjebak dalam padatan serta tidak ada akses ke permukaan luar. Sedangkan pori terbuka masih ada akses ke permukaan luar, walaupun ronga tersebut berada ditengah-tengah padatan.

Porositas suatu bahan umumnya dinyatakan sebagai porositas terbuka atau apparent porosity. Porositas terbuka adalah ratio antara volume pori terbuka didalam material terhadap volume material. Persamaan untuk menghitung porositas terbuka adalah (Chester, 1990) :


(4)

Dimana :

P = Porositas (%)

= Massa sampel setelah dikeringkan di oven (g) = Massa sampel setelah direndam selama 10 menit (g) 2.10.2 Sifat Magnet

Untuk karakterisasi sifat magnet menggunakan alat permagraph yaitu alat yang dapat menganalisis sampel dengan output berupa kurva histerisis yang dilengkapi dengan nilai induksi remanensi (Br) dan gaya koersif (Hc). Pada saat pengukuran berlangsung terjadi proses magnetisasi pada sampel, sehingga sampel akan memiliki sifat magnet setelah pengujian dilakukan.

Dalam penelitian ini, alat yang digunakan untuk mengetahui sifat magnetnya adalah Gaussmeter dan Permagraph.

2.10.2.1 Permagraph

Permagraph merupakan salah satu alat ukur sifat magnet dari berbagai kelompok seperti Alnico, Ferrite atau dari logam tanah jarang. Sifat magnet yang akan diukur oleh permagraph diantaranya adalah koersifitas Hc, nilai produk maksimum (BH)max dan remanensi Br.

Untuk permagraph C memiliki perlengkapan dalam pengukuran kurva histerisis bahan permanen magnet seperti : electronik EF 4-1F, elektromagnet EP 2/E (kuat medan magnet sampai dengan 1800 kA/m = 2.2 Tesla), komputer dan printer.

Hasil yang dapat diperoleh dari permagraph C : otomatis mengukur kurva histerisis magnet permanen (B-H curve), dapat menentukan kuantitas magnet seperti koersifitas, remanensi, nilai produk maksimum, pengukuran dengan surrounding coils untuk menentukan nilai rata-rata magnetik dan pengukuran distribusi kuat medan magnet permanen dengan pole coils.


(5)

2.10.3 Analisa Sruktur Kristal

2.10.3.1 XRD (X-Ray Diffraction)

Fenomena interaksi dan difraksi sudah dikenal pada ilmu optik. Standar pengujian di laboratorium fisika adalah untuk menentukan jarak antara dua gelombang dengan mengetahui panjang gelombang sinar, dengan mengukur sudut berkas sinar yang terdifraksi. Pengujian ini merupakan aplikasi langsung dari pemakaian sinar X untuk menentukan jarak antara kristal dan jarak antara atom dalam kristal (Smallman, 1991).

Struktur kristal dapat ditentukan salah satunya dengan menggunakan pengujian X-Ray Diffraction (XRD). X-Ray Diffraction adalah alat yang dapat memberikan data-data difraksi dan kuantitas intensitas difraksi pada sudut-sudut difraksi (2ϴ) dari suatu sampel. Tujuan dilakukannya pengujian analisis struktur kristal adalah untuk mengetahui perubahan fasa struktur bahan dan mengetahui fasa-fasa apa saja yang terbentuk selama proses pembuatan sampel uji (Theresya S, 2014).

Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 0,5 sampai 2,5 Angstrom yang mendekati jarak antar atom kristal (Cahn, 1992). Sinar-X dapat digunakan untuk mengetahui struktur kristal dan fasa suatu material. Bila sinar-x dengan panjang gelombang λ diarahkan ke suatu permukaan kristal dengan sudut dating sebesar , maka sebagian sinar akan dihamburkan oleh bidang atom dalam kristal. Berkas sinar-x yang dihamburkan dalam arah-arah tertentu akan menghasilkan puncak-puncak difraksi yang dapat diamati dengan peralatan X-Ray Diffraction (Cullity, 1978). Menurut syarat terjadinya difraksi, beda lintasan merupakan kelipatan bilangan bulat dari panjang, sehingga hal tersebut dirumuskan W.L.Brag (Kaston S, 2007).

nλ=βdsin (2.4) Dengan :

n = orde difraksi (n = bilangan bulat 1,β,γ…) λ = panjang gelombang sinar-X


(6)

2.10.3.2 Analisis Mikrostuktur dengan Optical Microscope

Optical Microscope mempunyai fungsi yang hampir sama dengan SEM (Scanning Electron Microscope) yaitu untuk mengetahui bentuk dan ukuran dari butir-butir serta mengetahui interaksi satu butir dengan butir lainnya. Melalui observasi dengan OM dapat diamati seberapa jauh ikatan butiran yang satu dengan yang lainnya dan apakah terbentuk lapisan diantara butiran atau disebut grain boundary. Analisis mikrostruktur dengan menggunakan OM bertujuan untuk mengetahui susunan partikel-partikel setelah proses sintering,dan juga dapat diketahui perubahannya akibat variasi suhu sintering. Dari foto OM yang dihasilkan dapat diketahui apakah terjadi perbesaran butiran atau grain growth, sejauh mana pori-pori sisa yang terbentuk didalam badan keramik. Adapun perbedaan antara SEM dan OM adalah terletak pada perbesaran obyek (resolusi) yang lebih tinggi daripada mikroskop optik. Sebenarnya, dalam fungsi perbesaran obyek, SEM juga menggunakan lensa, namun bukan berasal dari jenis gelas sebagaimana pada mikroskop optik, tetapi dari jenis magnet. Sifat medan magnet ini bias mengontrol dan mempengaruhi electron yang melaluinya, sehingga bisa berfungsi menggantikan sifat lensa pada mikroskop optik.