Efek Milling Time Terhadap Sifat Fisis dan Mikrostruktur Dari Serbuk BaFe12O19 Dengan Al2O3 Sebagai Aditif

(1)

EFEK

MILLING TIME

TERHADAP SIFAT FISIS DAN

MIKROSTRUKTUR DARI SERBUK BaFe

12

O

19

DENGAN Al

2

O

3

SEBAGAI ADITIF

SKRIPSI

WIDYA SUSANTI 110801047

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

EFEK

MILLING TIME

TERHADAP SIFAT FISIS DAN

MIKROSTRUKTUR DARI SERBUK BaFe

12

O

19

DENGAN Al

2

O

3

SEBAGAI ADITIF

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

WIDYA SUSANTI 110801047

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(3)

PERSETUJUAN

Judul : Efek Milling Time Terhadap Sifat Fisis Dan Mikrostruktur Dari Serbuk BaFe12O19 Dengan

Al2O3 Sebagai Aditif

Kategori : Skripsi

Nama : Widya Susanti Nomor Induk Mahasiswa : 110801047

Program studi : Sarjana (S1) Fisika Departemen : Fisika

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, 10 Juli 2015

Disetujui Oleh

Departemen Fisika FMIPA USU Pembimbing, Ketua,

Dr. Marhaposan Situmorang Drs. Aditia Warman,M.Si NIP : 195510301980031003 NIP: 195705031983031003


(4)

PERNYATAAN

EFEK MILLING TIME TERHADAP SIFAT FISIS DAN

MIKROSTRUKTUR DARI SERBUK BaFe12O19 DENGAN Al2O3 SEBAGAI ADITIF

SKRIPSI

Saya mengaku bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2015

WIDYA SUSANTI 110801047


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Yesus Kristus atas berkat dan kasih setianya yang selalu menyertai dan memberi kemudahan sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

Tugas akhir ini merupakan salah satu proses untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan. Untuk memenuhi persyaratan tersebut diatas saya mengerjakan tugas akhir dengan judul : “EFEK MILLING TIME TERHADAP SIFAT FISIS DAN MIKROSTRUKTUR DARI SERBUK BaFe12O19 DENGAN Al2O3 SEBAGAI ADITIF”, yang dilaksanakan di laboratorium Magnet P2F LIPI Serpong Tangerang Selatan sesuai dengan waktu yang ditetapkan.

Penulis menyadari bahwa selama proses sampai terselesaikannya penyusunan skripsi ini banyak sekali bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc. sebagai Dekan, dan Pembantu Dekan Fisika FMIPA USU.

2. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang selaku Ketua Departemen Fisika, dan Drs.Syahrul Humaidi, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Fisika FMIPA USU, Kak Tini, Bang Jo dan Kak Yuspa selaku staf Departemen Fisika, seluruh dosen, staf dan pegawai Departemen Fisika FMIPA USU yang telah membantu dan membimbing dalam menimba ilmu dan menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Aditia warman, M.Si, selaku Dosen Pembimbing dan kepala laboratorium Fisika Gelombang, Bapak, Prof. Dr. Masno Ginting M.Sc dan Bapak Prof. Drs. Pardamean Sebayang M.Sc, selaku dosen pembimbing di LIPI yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan dalam melaksanakan penelitian hingga penyelesaian penulisan skripsi ini

4. Keluarga Besar P2F LIPI: Bapak Dr.Bambang Widyatmoko, M.Eng, selaku kepala Laboratorium Pusat Penelitian Fisika P2F-LIPI Serpong. Ibu Ani,Ibu Ester, Bapak Mulyadi,Bapak Lukman Faris, Bapak Boiran, Bapak satpam dan seluruh staff LIPI yang telah membantu selama melakukan penelitian di P2F LIPI.

5. Yang terkhusus Ayahanda Tercinta Simon Sitanggang dan Ibunda Tersayang Nurhayati Simangungsong, Adik-adikku Orlando Steven Sitangggang, Agnes Febiola Sitangggang, Don Lee Sitangggang dan Eman Juliskar Harefa terima kasih buat motivasi, kasih sayang, perhatian dan juga menjadi semangat saya dalam menyelesaikan penelitian ini

6. Semua keluarga besar Sitangang dan Simangunsong yang dengan tulus menyayangi, mendidik, mendoakan, dan memberi motivasi.


(6)

7. Satu team magnet : Lilis, Trisno, Nengsi, Tabita,Inten dan teman – teman seperjuangan di LIPI : Henni, Wahyu, Desi, William, Nova, Parasian, Hendra Damos, Intan, Trimala, Elma, Wirya, Leni

8. Kepada teman-teman stambuk FISIKA 2011, juga seluruh anggota PHYSICS PROLIX, David H, Jansius,Russel, Fahmi, Fitri, Hendri, Rinto, Jefri, Jerri, Ancela, Rusti, Putri, Diana, Ita, Fauzi, Iwan, Ingot, Ilham, Dosni, Stefen, Hendra Panggabean, Juli, Rahel, Pesta, Sri Handika, dkk yang telah memberikan partisipasi,semangat dan dukungan untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga kita semua sukses. Amin 9. Untuk seluruh adik-adikku di Fisika USU angkatan 2012, 2013, 2014 dan

teman-teman di FMIPA USU.

10.Dan kepada mereka yang tidak disebutkan namanya yang telah mendukung penulis, saya ucapkan terima kasih.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan skripsi ini . Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi orang lain yang membacanya.

Medan, Juli 2015

Widya Susanti 110801047


(7)

EFEK MILLING TIME TERHADAP SIFAT FISIS DAN

MIKROSTRUKTUR DARI SERBUK BaFe12O19 DENGAN Al2O3 SEBAGAI ADITIF

ABSTRAK

Pembuatan magnet permanen BaFe12O19 dilakukan dengan mencampurkan

serbuk Al2O3 yang bersifat insulator dalam bentuk kristalnya yang disebut

korondum, memiliki nilai densitas 3,96 gr/cm3, titik leleh 2050 oC dan kekerasan 1500-1800 kgf/mm2 sebagai doping, dengan komposisi 93:3 % Wt untuk mendapatkan magnet yang kuat. Dilakukan mixing dan milling menggunakan

Planetary Ball Mill (PBM), pencampuran dilakukan menggunakan metode dry mixing dan milling, campuran dimixing dan dimilling dengan variabel waktu 12 jam, 24 jam, 36 jam dan 48 jam dengan kecepatan Rpm dari PBM sebesar 15 rad/menit.

Dari data PSA beberapa variasi waktu diperoleh ukuran partikel yang paling kecil 9,71 mikron dengan waktu milling 48 jam. Sifat fisis yang di uji adalah true density, dengan nilai true density tertinggi didapat sebesar 4,383 (gr/cm3) pada waktu milling 48 jam, dan peningkatan true Density diperoleh pada waktu milling 24-36 jam sebesar 0,09 %.Mikrostruktur dilihat menggunakan XRD, BaFe12O19 dan Al2O3 ditemukan beberapa puncak tertinggi. Setelah milling

24 dan 48 jam puncak yang ditemukan hanya puncak BaFe12O19 .

Kata Kunci : BaFe12O19 , Al2O3, Planetary Ball Mill (PBM), Sifat Fisis,


(8)

EFEK MILLING TIME TERHADAP SIFAT FISIS DAN

MIKROSTRUKTUR DARI SERBUK BaFe12O19 DENGAN Al2O3 SEBAGAI ADITIF

ABSTRACT

Manufacture of permanent magnet made by mixing powder BaFe12O19 amorphous

Al2O3, which is an insulator in the form of crystal called korondum , having

density values of 3.96 g / cm3 , a melting point of 2050 0C and hardnes from 1500 to 1800 kgf / mm2 as doping, with a composition of 93: 3% Wt to get a strong magnet. Do mixing and milling using Planetary Ball Mill (PBM), the mixing is done using the dry method of mixing and milling, the mixture dimixing and dimilling with variable time of 12 hours, 24 hours, 36 hours and 48 hours with a speed of 15 rpm of PBM rad / min.

From the data obtained a PSA some variation of the smallest particle size of 9.71 microns with a milling time of 48 hours. The physical properties are true density test, with the highest value obtained true density of 4.383 (g / cm3) at 48 hours milling time, and a true increase in density obtained in 24-36 hours milling time by 0.09%. Microstructure viewed using XRD , BaFe12O19 and Al2O3 found

some highest peaks. After milling 24 and 48 hours peaks were found only peak BaFe12O19

Keywords : BaFe12O19 , Al2O3, Planetary Ball Mill (PBM), Physic Properties,

Microstructure


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pengesahaan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak vi

Abstract vii

Daftar Isi viii

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xi

Daftar Lampiran xii

Bab 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Batasan Masalah 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

1.6 Sistematika Penulisan 4 Bab 2. Tinjauan Pustaka

2.1 Magnet Secara Umum 5

2.2 Magnet Keramik 5

2.3 Barium Heksaferit (BaFe12O19) 6

2.4 Alumina (Al2O3) 7

2.4.1 Struktur Keramik Alumina (Al2O3) 9

2.4.2 Sifat – sifat Alumina 10 2.5 Substitusi Al2O3 pada Barium Heksaferit 11

2.6 Proses Mixing dan Milling 11

2.7 Tipe Milling 14

2.7.1 SPEX Shaker Mills 14 2.7.2 Planetary Ball Mill (PBM) 15 2.7.2.1 Mekanisme Milling menggunakan Ball Mill 17 2.8 Karakterisasi Material Magnet 19

2.8.1 Sifat Fisis 19

2.8.2 XRD (X-Ray Diffraction) 20

Bab 3. Metodologi Penelitian 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 22

3.1.1 Tempat penelitian 22 3.1.2 Waktu Penelitian 22

3.2 Alat dan Bahan 22


(10)

3.2.2 Alat 22

3.3 Variabel Eksperimen 23

3.4.1 Variabel Penelitian 23 3.4.2 Variabel Pengujian Sampel 23 3.3 Diagram Alir Penelitian 24 3.5 Prosedur Penelitian 25 3.5.1 Proses Penimbangan Serbuk 25 3.5.2 Proses Penggilingan Serbuk Menggunakan

Planetary Ball Mill 25 3.5.3 Pengukuran Diameter Partikel Serbuk 25 3.5.4 Pengukuran Densitas Serbuk 26 3.5.5 Pengujian X-Ray Difraction 26

Bab 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Karakterisasi Hasil Penelitian 27

4.1.1 Sifat Fisis 27

4.1.2 Analisa Struktur Kristal Serbuk BaFe12O19 dan

Al2O3 (XRD) 32

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 36

5.2 Saran 36


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Sifat-Sifat Fisis Alumina Al2O3 8

Tabel 2.2 Sifat-Sifat Keramik Alumina Al2O3 10

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran PSA serbuk BaFe12O19 dan Al2O3

dengan variasi waktu Milling 29 Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Densitas serbuk 97% BaFe12O19


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Struktur kristal BaO.6Fe2O3 7 Gambar 2.2 Struktur kristal mineral korondum alumina 9 Gambar 2.3 Pergerakan Bola dan serbuk dalam vial 15 Gambar 2.4 Material dan bola penghancur didalam vial 16 Gambar 2.5 Proses tumbukan bola-bola di media milling 17 Gambar 2.6 Skematik benturan antara ball mill dan partikel 18 Gambar 2.7 Skematis gaya tekan pada partikel-partikel yang

terperangkap diantaranya menyebabkan partikel

teraglomerasi 19

Gambar 2.8 Difraksi Bidang Atom 21 Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 22 Gambar 4.1 Grafik Partikel Size Analizer (PSA) BaFe12O19 27

Gambar 4.2 Grafik Partikel Size Analizer (PSA) Al2O3 28

Gambar 4.3 Hubungan antara waktu millling terhadap mean diameter Campuran BaFe12O19 dan Al2O3 pada

komposisi 3%berat Al2O3 30

Gambar 4.4 Hubungan waktu milling terhadap True Densitas campuran 97%wt BaFe12O19 dengan aditif 3%wt

Al2O3 31

Gambar 4.5 Grafik Pola Difraksi Hasil Analisa XRD Serbuk

Al2O3 32

Gambar 4.6 Grafik Pola Difraksi Hasil Analisa XRD Serbuk

BaFe12O19 33

Gambar 4.7 Grafik Pola Difraksi Hasil Analisa XRD Serbuk BaFe12O19 dan Al2O3 hasil dry milling selama 24

jam 34

Gambar 4.8 Grafik Pola Difraksi Hasil Analisa XRD Serbuk BaFe12O19 dan Al2O3 hasil dry milling selama 48


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Gambar Dan Alat Penelitian 40 Lampiran 2 Densitas Dari Serbuk 43

Lampiran 3 X R D 45


(14)

EFEK MILLING TIME TERHADAP SIFAT FISIS DAN

MIKROSTRUKTUR DARI SERBUK BaFe12O19 DENGAN Al2O3 SEBAGAI ADITIF

ABSTRAK

Pembuatan magnet permanen BaFe12O19 dilakukan dengan mencampurkan

serbuk Al2O3 yang bersifat insulator dalam bentuk kristalnya yang disebut

korondum, memiliki nilai densitas 3,96 gr/cm3, titik leleh 2050 oC dan kekerasan 1500-1800 kgf/mm2 sebagai doping, dengan komposisi 93:3 % Wt untuk mendapatkan magnet yang kuat. Dilakukan mixing dan milling menggunakan

Planetary Ball Mill (PBM), pencampuran dilakukan menggunakan metode dry mixing dan milling, campuran dimixing dan dimilling dengan variabel waktu 12 jam, 24 jam, 36 jam dan 48 jam dengan kecepatan Rpm dari PBM sebesar 15 rad/menit.

Dari data PSA beberapa variasi waktu diperoleh ukuran partikel yang paling kecil 9,71 mikron dengan waktu milling 48 jam. Sifat fisis yang di uji adalah true density, dengan nilai true density tertinggi didapat sebesar 4,383 (gr/cm3) pada waktu milling 48 jam, dan peningkatan true Density diperoleh pada waktu milling 24-36 jam sebesar 0,09 %.Mikrostruktur dilihat menggunakan XRD, BaFe12O19 dan Al2O3 ditemukan beberapa puncak tertinggi. Setelah milling

24 dan 48 jam puncak yang ditemukan hanya puncak BaFe12O19 .

Kata Kunci : BaFe12O19 , Al2O3, Planetary Ball Mill (PBM), Sifat Fisis,


(15)

EFEK MILLING TIME TERHADAP SIFAT FISIS DAN

MIKROSTRUKTUR DARI SERBUK BaFe12O19 DENGAN Al2O3 SEBAGAI ADITIF

ABSTRACT

Manufacture of permanent magnet made by mixing powder BaFe12O19 amorphous

Al2O3, which is an insulator in the form of crystal called korondum , having

density values of 3.96 g / cm3 , a melting point of 2050 0C and hardnes from 1500 to 1800 kgf / mm2 as doping, with a composition of 93: 3% Wt to get a strong magnet. Do mixing and milling using Planetary Ball Mill (PBM), the mixing is done using the dry method of mixing and milling, the mixture dimixing and dimilling with variable time of 12 hours, 24 hours, 36 hours and 48 hours with a speed of 15 rpm of PBM rad / min.

From the data obtained a PSA some variation of the smallest particle size of 9.71 microns with a milling time of 48 hours. The physical properties are true density test, with the highest value obtained true density of 4.383 (g / cm3) at 48 hours milling time, and a true increase in density obtained in 24-36 hours milling time by 0.09%. Microstructure viewed using XRD , BaFe12O19 and Al2O3 found

some highest peaks. After milling 24 and 48 hours peaks were found only peak BaFe12O19

Keywords : BaFe12O19 , Al2O3, Planetary Ball Mill (PBM), Physic Properties,

Microstructure


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini penelitian di bidang material magnetik sangat banyak dikembangkan. Salah satu material magnetik yang banyak dikembangkan adalah bahan magnetik Barium M-Heksaferrit. Magnet permanen ferrite juga dikenal sebagai magnet keramik mulai dikembangkan pada tahun 1950 dan mulai diproduksi tahun 1952 oleh Philips dengan nama produksi Ferroxdure sebagai salah satu hasil dari teori Stoner-Wohlfarth (Priyono,2004).

Magnet permanen basis ferrit seperti barium heksaferrite dan stronsium ferrite merupakan magnet permanen komersial jenis keramik. Magnet keramik dibuat dengan proses sinter dari bubuk magnet hasil kalsinasi yang telah dihaluskan dan dicetak. Karakteristik magnet keramik sangat bergantung dari karakteristik mikrostrukturnya (Sukarto,2014)

Berdasarkan rumus kimia dan struktur kristalnya, heksaferit dikelompok-kan menjadi 5 tipe, yaitu : tipe-M , tipe-W , tipe-X , tipe-Y dan tipe-Z. Tipe-M yang lebih dikenal dengan sebutan barium heksagonal ferit (BaM) merupakan oksida keramik yang paling banyak dimanfaatkan secara komersial dan hingga kini telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan material tersebut baik dari segi fabrikasinya maupun penggunaannya.(Darminto, dkk. 2011)

Barium heksaferit dan seluruh turunannya memiliki sifat magnet yang spesifik sehingga dapat dimanfaatkan sebagai magnet permanen, media peredam magnetik dan peralatan aplikasi gelombang mikro lainnya. (Candra Kurniawan,2011)

Pengembangan material BaFe12O19 (M-type feritte hexagonal) sebagai

bahan magnetik sangat dibutuhkan dalam berbagai bidang aplikasi, karena memiliki karakteristik : temperatur Curie yang relative tinggi, nilai koersifitas, saturasi magnetik dan anisotropi magnetik tinggi pula (Silvi simbolon,2012)


(17)

Salah satu kendala yang dihadapi dari bahan ini adalah sifat mekaniknya yang keras dan koersivitas relatif kecil sehingga menghasilkan medan yang relatif kecil. Untuk mengatasi permasalahan tersebut telah banyak dilakukan penelitian untuk meningkatkan sifat gunanya yaitu dengan penambahan bahan aditif seperti TiO2, SiO2, Al2O3 sehingga diharapkan mampu mengontrol pertumbuhan butir

dan meningkatkan sifat magnet seperti koersifitas dan remanennya serta kekuatan bahan (Priyono,2004).

Dengan penambahan Al2O3 diharapkan dapat mengontrol pertumbuhan

butir dan meningkatkan ketahanan bahan karena Alumina memiliki titik lebur

2050oC yang cukup tinggi sehingga tidak merubah struktur kristal.

Teknik karakterisasi untuk menentukan ukuran atau distribusi partikel dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya adalah menggunakan mikroskop elektron seperti SEM dan TEM, atau menggunakan Particle Size Analyzer (PSA). Hasil dari karakterisasi SEM / TEM berbentuk gambar digital partikel sedangkan hasil karakterisasi PSA dalam bentuk distribusi ukuran partikel. Data digital hasil karakterisasi menggunakan SEM / TEM dapat diolah lebih lanjut sehingga didapat distribusi ukuran partikelnya melalui sarana media pengolah data digital.(Candra Kurniawan,2011)

Pembuatan magnet permanen diperoleh dari proses mechanical alloying

yang merupakan pencampuran serbuk dan medium gerinda (biasanya bola besi/baja).Campuran ini kemudian dimilling beberapa lama sesuai dengan waktu yang diinginkan. Ada dua tipe pemilingan serbuk,yaitu serbuk dimilling dengan media cairan dan dikenal dengan proses pengilingan basah(wet millling).Dan jika dilakukan bukan dengan media cairan dikenal dengan penggilingan kering (dry milling).Dan telah dilaporkan bahwa kecepatan asmofir lebih cepat selama proses penggilingan basah daripada pemilingan kering.Kerugian dari penggilingan basah adalah meningkatnya kontaminasi serbuk.Maka dari itu proses mechanical alloying dilakukan dengan penggilingan kering.(Irpan Septiyan,2010)

Oleh sebab itu,pada penelitian ini penulis akan meneliti pengaruh penambahan aditif Al2O3 pada bahan BaFe12O19 untuk mengetahui densitas serbuk

sebelum dan sesudah ditambahkan aditif,mengetahui pengaruh waktu miling serta fasa yang terbentuk pada BaFe12O19.


(18)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas,maka yang akan diteliti dalam penelitan ini adalah:

1. Efek dari proses milling dengan dry milling terhadap ukuran partikel campuran serbuk 97%wt BaFe12O19 dengan aditif 3%wt Al2O3.

2. Efek dari waktu milling terhadap ukuran partikel dan mikrostrukturnya

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui efek waktu milling terhadap ukuran partikel serbuk dan

true density dari BaFe12O19 dengan aditif Al2O3.

2. Untuk mengetahui efek waktu milling terhadap mikrostruktur BaFe12O19

dengan aditif Al2O3.

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini:

1. Bahan baku yang digunakan adalah serbuk BaFe12O19 dan Al2O3 dengan

komposisi 97: 3 (%wt)

2. Waktu milling yang ditetapkan adalah 12 , 24 , 36 dan 48 jam.

3. Perbandingan campuran bahan baku dengan bola keramik adalah 1 : 5 (%wt).

1.5Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya, dan dapat meningkatkan teknik pembuatan magnet BaFe12O19 dengan penambahan

Al2O3 dengan berbagai perbandingan,mengetahui efek milling terhadap ukuran


(19)

1.6Sistematika Penulisan

Penulisan laporan tugas akhir ini terdiri 5 BAB, dengan sistematika sebagai berikut :

1. BAB 1 Pendahuluan, merupakan pendahuluan yang menjelaskan latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

2. BAB 2 Landasan teori, merupakan landasan teori yang menjadi acuan

untuk proses pengambilan data, analisa data serta pembahasan.

3. BAB 3 Metodologi penelitian, merupakan pembahasan tentang

prosedur penelitian yaitu peralatan, bahan dan cara kerja.

4. BAB 4 Analisa dan Pembahasan , merupakan pengolahan hasil

pengamatan dan analisa data penelitian.

5. BAB 5 Penutup, merupakan kesimpulan hasil penelitian dan saran


(20)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Magnet Secara Umum

Magnet adalah logam yang dapat menarik besi atau baja dan memiliki medan magnet. Asal kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di Asia kecil. Menurut cerita di daerah itu sekitar 4.000 tahun yang lalu telah ditemukan sejenis batu yang memiliki sifat dapat menarik besi atau baja atau campuran logam lainnya. Benda yang dapat menarik besi atau baja inilah yang disebut magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya.

Setiap magnet memiliki dua kutub, yaitu: utara dan selatan. Kutub magnet adalah daerah yang berada pada ujung-ujung magnet dengan kekuatan magnet yang paling besar berada pada kutub-kutubnya. Benda dapat dibedakan menjadi dua macam berdasarkan sifat kemagnetannya yaitu benda magnetik dan benda non-magnetik. Benda magnetik adalah benda yang dapat ditarik oleh magnet, sedangkan benda non-magnetik adalah benda yang tidak dapat ditarik oleh magnet. Contoh benda magnetik adalah logam seperti besi dan baja, namun tidak semua logam dapat ditarik oleh magnet, sedangkan contoh benda non-magnetik adalah oksigen cair. (Suryatin,2008)

2.2 Magnet Keramik

Keramik adalah bahan-bahan yang tersusun dari senyawa anorganik bukan logam yang pengolahannya melalui perlakuan dengan temperatur tinggi.Bahan keramik yang bersifat magnetik umumnya adalah golongan ferit,yang merupakan oksida yang disusun oleh hematite (α-Fe2O3) sebagai komponen utamanya. Bahan

ini menunjukkan induksi magnetik spontan meskipun medan magnet dihilangkan. Ferit juga dikenal dengan magnet keramik yang biasanya diaplikasikan sebagai magnet permanen. Magnet ini mampu menghasilkan medan magnet tanpa harus di berikan arus listrik terlebih dahulu.


(21)

Magnet permanen ini juga menghasilkan medan yang konstan tanpa mengeluarkan daya yang kontinyu (Darminto,2011).Magnet dapat diklasifikasi-kan menjadi dua macam yaitu, soft magnetic (magnet lunak) adalah merupakan suatu sifat bahan yang akan berubah dan sifat magnetnya akan hilang bila arus dilepaskan. Sedangkan bahan hard magnetic (magnet keras) merupakan suatu sifat bahan yang sengaja dibuat bersifat magnet permanen (priyono,2011).

2.3 Barium Heksaferit (BaFe12O19)

Barium Heksaferit merupakan magnet keramik yang banyak digunakan dalam berbagai aplikasi. Barium Heksaferit memiliki beberapa keunggulan antara lain ketersediaan bahan bakunya yang melimpah dan pembuatannya yang relatif mudah. Barium Heksaferit dapat disintesis dengan beberapa metode seperti kristalisasi gas, presipitasi hidrotermal, sol-gel, aerosol, pemanduan mekanik dan kopresipitasi (Tubitak,2011).

Magnet keramik yang merupakan magnet permanen mempunyai struktur

Hexagonal close-packed. Dalam hal ini bahan yang sering digunakan adalah Barium Heksaferit (BaO.6Fe2O3). Dapat juga barium digantikan bahan yang

menyerupai (segolongan) dengannya, yaitu seperti stronsium(Ade Fathurohman, 2011).

Berdasarkan rumus kimia dan struktur kristalnya,Barium Heksaferit dapat dikelompokkan menjadi 5 tipe, yaitu: tipeM (BaFe12O19),tipe W (Ba2Me2Fe24O41),

Tipe X (Ba2Me2Fe28O46),tipe Y (Ba2Me2Fe12O22), tipe Z (Ba2Me2Fe24O41)

(Darminto, 2011).Tipe – M yang lebih dikenal dengan sebutan barium heksagonal ferit (BaM) merupakan oksida keramik yang paling banyak dimanfaatkan secara komersial.Pada umumnya ferit dibagi menjadi tiga kelas :

1. Ferit Lunak, ferit ini mempunyai formula MFe2O4, dimana M = Cu, Zn, Ni, Co,

Fe, Mn, Mg dengan struktur kristal seperti mineral spinel. Sifat bahan ini mempunyaipermeabilitas dan hambatan jenis yang tinggi, koersivitas yang rendah.

2. Ferit Keras, ferit jenis ini adalah turunan dari struktur magneto plumbit yang dapat ditulis sebagai MFe12O19, dimana M = Ba, Sr, Pb. Bahan ini


(22)

mempunyai gaya koersivitas dan remanen yang tinggi dan mempunyai struktur kristal heksagonal

3. Ferit Berstruktur Garnet, magnet ini mempunyai magnetisasi spontan yang bergantung pada suhu secara khas. Strukturnya sangat rumit, berbentuk kubik dengan sel satuan disusun tidak kurang dari 160 atom (Idayanti,2002).

Magnet Ferit adalah salah satu bahan magnet yang sering ditemui dengan rumus senyawa XO.6(Fe2O3) dan sering dikenal dengan Heksa-Ferit, dimana X

adalah unsur Ba, Sr dan O adalah oksigen. Barium hexa Ferrite BaO.6Fe2O3 yang

memiliki parameter kisi a = 5,8920 Angstrom, dan c = 23,1830 Angstrom. Gambar struktur kristal barium hexa Ferrite BaO.6Fe2O3 diperlihatkan pada

gambar 2.1

Gambar 2.1 Struktur kristal BaO.6Fe2O3(Moulson A.J, et all., 1985)

2.4 Alumina(Al2O3)

Alumina (Al2O3) tergolong salah satu jenis keramik oksida atau keramik

teknik, yang aplikasinya cukup luas baik di bidang elektronik maupun di bidang mekanik. Berdasarkan komposisinya, alumina ada dua macam yaitu alumina murni dan alumina tidak murni. Alumina murni merupakan polimorfi material yang berdasarkan struktur kristalnya dapat digolongkan menjadi dua yaitu -Alumina Al2O3 dan α-alumina Al2O3 atau disebut corundum (Buchanan

R.C.1986). Aplikasi dari corundum disamping sebagai bahan paling tahan suhu tinggi sampai suhu 1700oC, juga merupakan material yang sangat keras dan kuat sehingga sering dipakai sebagai bahan mekanik. Disamping itu sifat listrik atau konduktivitas listriknya sangat rendah sehingga cocok digunakan sebagai bahan


(23)

isolator listrik. Sedangkan alumina tidak murni, umumnya merupakan kombinasi dua macam oksida seperti misalnya antara Na2O dengan Al2O3, yang membentuk

struktur baru yaitu dikenal dengan sebutan beta alumina dengan formula stochiometri Na2O.11Al2O3. Beta alumina sendiri memiliki beberapa struktur

kristal antara lain: Na- Al2O3 , Na- Al2O3, dan Na- Al2O3 (Buchanan

R.C.1986, Moulson A.J,1999).

Dalam industri peleburan alumina memegang 3 fungsi penting yaitu: 1. Sebagai bahan baku utama dalam memproduksi aluminium.

2. Sebagai insulasi ternal untuk mengurangi kehilangan panas dari atas tungku reduksi, dan untuk mempertahankan temperatu operasi.

3. Melindungi anoda dari oksidasi udara. (Cyntia Ayu,2011)

Satu-satunya oksida aluminium adalah alumina (Al2O3). Meskipun

demikian, kesederhanaan ini diimbangi dengan adanya bahan-bahan polimorf dan terhidrat yang sifatnya bergantung kepada kondisi pembuatannya. Terdapat dua bentuk anhidrat Al2O3 yaitu α-Al2O3 dan -Al2O3. Logam-logam trivalensi

lainnya (misalnya Ga, Fe) membentuk oksida-oksida yang mengkristal dalam kedua struktur yang sama. Keduanya mempunyai tatanan terkemas rapat ion-ion oksida tetapi berbeda dalam tatanan kation-kationnya.

α-Al2O3 stabil pada suhu tinggi dan juga metastabil tidak terhingga pada

suhu rendah. Ia terdapat di alam sebagai mineral korundum dan dapat dibuat dengan pemanasan -Al2O3 atau oksida anhidrat apa pun di atas 1000o. -Al2O3

diperoleh dengan dehidrasi oksida terhidrat pada suhu rendah (~450o). α-Al2O3

keras dan tahan terhadap hidrasi dan penyerapan asam. -Al2O3 mudah menyerap

air dan larut dalam asam; alumina yang digunakan untuk kromatografi dan diatur kondisinya untuk berbagai kereaktifan adalah -Al2O3. (Max Well, 1968) (Andry

Adhe,2010).

Tabel 2.1 Sifat-Sifat Fisis Alumina Al2O3

No Sifat Fisis Satuan

Jenis-jenis Alumina

Catatan Sandy

-Al2O3

Floury α-Al2O3

1 Al2O3 % 5 90 Sinar-X


(24)

3 Sudut Letak Derajat 30 40 1100o

4 Permukaan Letak M2 42 2

5 Densitas Bebas gr/cm3 1,1 0,8

6 Densitas Terikat gr/cm3 1,3 1,0

7 Kehilangan dalam

Pemijaran % 1,8 0,2 (Burkin A.R,1987; Aswin Syahputra,2010)

2.4.1Struktur Keramik Alumina (Al2O3)

Senyawa alumina (Al2O3) bersifat polimorfi yaitu diantaranya memiliki struktur alpha (α)-Al2O3 dan ( )-Al2O3. Bentuk struktur yang lain misalnya beta ( )- Al2O3 adalah alumina tidak murni yang merupakan paduan antara Al2O3

-Na2O dengan formula Na2O.11 Al2O3(Walter 1970).

Gambar 2.2 Struktur kristal mineral korondum alumina (Hudson, et. al., 2002)

Alpha (α)-Al2O3 merupakan bentuk struktur yang paling stabil sampai suhu tinggi

dan memiliki nama lain yaitu korundum. Struktur dasar korondum adalah tumpukan padat heksagonal (Hexagonal Closed Packed, HCP) (Walter,1970; Worral,1986). Kationnya (Al3+) menempati 2/3 bagian dari sisipan oktohedral, sedangkan anionnya (O2-) menempati posisi HCP. Bilangan koordinasi dari struktur korundum adalah 6, maka tiap ion Al3+ dikelilingi oleh 6 ion O2-, dan tiap ion O2- dikelilingi oleh 4 ion Al3+ untuk mencapai muatan yang netral. Struktur gamma ( )-Al2O3 merupakan senyawa alumina yang stabil dibawa 1000oC dan umumnya lebih reaktif dibandingkan dengan struktur alpha (α)-Al2O3 (Walter,


(25)

2.4.2 Sifat-Sifat Alumina

Aluminium oksida adalah insulator (penghambat) panas dan listrik yang baik. Umumnya Al2O3 terdapat dalam bentuk kristalin yang disebut dengan corondum atau α-aluminium oksida (Andry Adhe,2010). Umumnya keramik alumina disamping tahan suhu tinggi juga memiliki sifat tahan kimia dan tahan korosi pada suhu tinggi. Keramik korundum murni dibuat melalui suhu tinggi (1800-1900oC) (Reynen,1986; Ahmad Faisal,2007). Aluminium oksida dipakai sebagai bahan abrasive, sebagai komponen dalam alat pemotong, peralatan listrik atau elektronik, refraktori, komponen mekanik, dan sebagai bio-inert material (Ichinose,1983; Ahmad Faisal,2007). Sedangkan -Al2O3 yang sifatnya

reaktif dan stabil dibawah suhu 1000oC, aplikasinya banyak digunakan sebagai reagen kimia dan bahan katalis (Worral,1986; Ahmad Faisal,2007). Aluminium oksida berperan penting dalam ketahanan logam aluminium terhadap pengkaratan dengan udara. Logam aluminium sebenarnya amat mudah bereaksi dengan oksigen di udara. Aluminium bereaksi dengan oksigen membentuk aluminium oksida, yang terbentuk sebagai lapisan tipis yang dengan cepat menutupi permukaan aluminium. Lapisan ini melindungi logam aluminium dari oksida lebih lanjut.

Alumina yang dihasilkan melalui anodiasi bersifat amorf, namun beberapa proses oksidasi seperti plasma electrolytic oxydation menghasilkan sebagian besar alumina dalam bentuk kristalin, yang meningkatkan kekerasan. Menjelaskan sifat-sifat aluminium oksida dapat menimbulkan kebingungan karena dapat berada pada beberapa bentuk yang berbeda. Salah satu bentuknya sangat tidak reaktif. Ini

diketahui secara kimia sebagai α-Al2O3 dan dihasilkan pada temperatur yang tinggi. Aluminium oksida merupakan senyawa amfoter, artinya dapat bereaksi baik sebagai basa maupun asam (Andry Adhe,2010).

Table 2.2 Sifat-Sifat Keramik Alumina Al2O3

Parameter Al2O3

Densitas, gr/cm3 3,96 Koefisien termal ekspansi, oC-1 (8-9) x 10-6


(26)

Sifat daya hantar panas Konduktor Kekerasan (Hv), kgf/mm2 1500-1800

Titik lebur, oC 2050 Ketangguhan, Mpa m1/2 4,9

(Awan Maghfirah,2007)

2.5 Substitusi Al2O3 pada Barium Heksaferit

Barium heksaferit memiliki struktur yang berlapis-lapis. Substitusi pada atom barium heksaferit bertujuan untuk meningkatkan sifat magnetik dari barium heksaferit. Penggantian atau substitusi pada atom Ba lebih kepada untuk mengubah parameter kisi. Sedang penggantian pada atom Fe adalah untuk mengganti atom Fe dengan atom magnetik lain yang momen magnetnya lebih besar atau lebih kecil.

Sebagian besar hasil pengukuran sifat magnetik setelah substitusi menurun dibandingkan sebelum substitusi. Pengurangan ini diakibatkan oleh medan magnet yang lebih kecil dari atom Fe yang disubstitusi (Syukur Daulay, 2012).

2.6 Proses Mixing dan Milling

Milling adalah salah satu metode untuk mencampurkan material.Jika ada dua serbuk atau lebih yang dicampurkan disebut dengan mechanical alloying.Selain untuk mencampur miling juga berfungsi untuk mengurangi ukuran butir.Semakin lama waktu milling maka semakin kecil ukuran partikel. Pada saat proses milling berlangsung, partikel terjebak dan saling bertumbukan dengan bola-bola milling sehingga mengakibatkan patahan,retakkan dan menghancurkan partikel serta mampu mengubah bentuk,ukuran, kerapatan serbuk, dan tingkat kemurnian dari material serbuk (Qodri Fitrothul khasanah,2012).

Ada 2 macam pencampuran, yaitu : 1. Pencampuran basah (wet mixing)

Yaitu proses pencampuran dimana serbuk matrik dan filler dicampur terlebih dahulu dengan pelarut polar. Metode ini dipakai apabila material (matrik


(27)

filler) yang digunakan mudah mengalami oksidasi. Tujuan pemberian pelarut polar adalah untuk mempermudah proses pencampuran material yang digunakan dan untuk melapisi permukaan material supaya tidak berhubungan dengan udara luar sehingga mencegah terjadinya oksidasi pada material yang digunakan.

2. Pencampuran kering (dry mixing)

Yaitu proses pencampuran yang dilakukan tanpa menggunakan pelarut untuk membantu melarutkan dan dilakukan diudara luar. Metode ini dipakai apabila material yang digunakan tidak mudah mengalami oksidasi.

Faktor penentu kehomogenan distribusi partikel, antara lain :

1. Bahan baku serbuk

Ukuran serbuk yang digunakan umumnya berkisar antara 1µm- 200µm. Semakin kecil ukuran partikel serbuk yang digunakan,maka proses pemaduan mekanik akan semakin efektif dan efesien.Selain itu,serbuk yang digunakan juga harus memiliki kemurnian yang sangat tinggi.Hal ini bertujuan agar paduan yang terbentuk bersifat homogen dan menghindari terbentuknya paduan lain yang tidak diharapkan.

2. Bola giling

Bola giling yang digunakan sebagai penghancur dan pemadu campuran serbuk sehingga terbentuk suatu paduan baru.Oleh karena itu,material pembentuk bola giling harus memiliki kekerasan yang sangat tinggi agar tidak terjadi kontaminasi saat terjadi benturan dan gesekan antara serbuk,bola dan wadah penggilingan.Material yang dapat digunakan untuk melakukan proses tersebut antara lain: baja tahan karat,baja karbon,baja perkakas dan baja kromium

Ukuran bola yang dapat digunakan dalam proses pemaduan mekanik bermacam-macam.Pemilihan ukuran bola bergantung pada ukuran serbuk yang akan dipadu.Bola yang digunakan harus memiliki diameter yang lebih besar dibandingkan mean diameter serbuknya

3. Wadah milling

Material yang digunakan untuk wadah milling (vasel,viar,jar atau mangkok) ini penting karena impak media penggilingan pada bagian dalam dinding ruang vial beberapa material bisa terlepas dan menyatu dengan serbuk.Ini bisa mengkontaminasi serbuk atau merubah sifat kimia dari serbuk yang dimiling.


(28)

4. Kecepatan Penggilingan

Media penggilingan adalah bola-bola miling yang digunakan untuk menghaluskan bubuk.Tipe material yang umum digunakan untuk media penggilingan diantaranya,hardnesss steel,toolsteel,stainles steel,hardenes chorium steel dan lain-lain.

Ukuran media juga mempunyai pengaruh terhadap efesien miling,Umumnya ukuran yang besar(berat jenis yang besar) dari media penggilingan berguna karena masa yang berat dari bola-bola akan memberikan energi impak yang lebih besar terhadap partikel-partikel serbuk.Ternyata dalam beberapa kasus,fasa yang amorf tidak terbentuk dan hnaya senyawa kristal yang terbentuk ketika menggunakan bola-bola berukuran besar.Dalam penelitian lain mengatakan bahwa fasa amorf terbentuk dengan menggunakan bola-bola miling berukuran kecil.Bola-bola yang berukuran kecil akan menghasilkan kisi friksi yang besar ketika proses miling sehingga mendorong untuk terbentuknya fasa amorf.

Ukuran yang berbeda dari bola-bola menghasilkan gaya geser yang membantu tidak menempelnya serbuk pada permukaan bola.Menggunakan media penggiling yang sama akan berputar menghasilkan jalur trek konsekuensinya bola-bola akan berputar sepanjang jalur dari pada mengenai akhir permukaan dengan tidak beraturan.Oleh karena itu dibutuhkan bola kombinasi antara bola-bola kombinasi antara bola-bola-bola-bola kecil dan besar agar gerakan bola-bola tidak teratur.

5. Rasio Berat Bola Serbuk

Rasio berat bola serbuk/Ball power weight ratio(BPR) adalah variabel yang penting dalam proses milling.Rasio berat serbuk mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap waktu yang dibutuhkan untuk mencapai fasa tertentu dari serbuk yang dimilling.Semakin tinggi BPR,semakin pendek waktu yang dibutuhkan.Hal ini dikarenakan peningkatan berat bola,tumbukkan persatuan waktu meningkat dan konsekuensinya adalah banyak energi yang ditransfer ke partiel-partikel serbuk dan proses alloying berjalan lebih cepat.Beberapa penelitian menyatakan hasil yang sama.Ini dikarenakan energi yang lebih tinggi, semakin banyak panas yang dihasilkan dan ini juga akan merubah sifat dasar butir.


(29)

6. Ruang Kosong pada Vial

Terjadinya partikel serbuk alloying dikarenkan adanya gaya impek yang terjadi terhadap serbuk-serbuk itu. Dalam proses milling dibutuhkan tempat yang kosong yang cukup untuk bola-bola milling dan partikel-partikel serbuk bergerak bebas didalam wadah.Jika ruang kosong pada vial dengan bola-bola dan serbuk itu penting.Jika jumlah dari bola dan serbuk banyak dan tidak ada cukup tempat untuk bola-bola untuk bergerak, maka energi impek yang dihasilkan sedikit,maka proses pemaduan tidak berjalan secara optimal dan membutuhkan waktu yang lama.

7. Atmosfer Milling

Untuk menjaga terjadinya oksidasi dan kontaminasi selama proses

mechanical alloying biasanya proses MA dilakukan dalam keadaan atsmosfir yang inert atau keadaan vakum pada ball mill.

8. Temperatur milling

Temperatur milling adalah parameter lain yang penting dalam menentukan keadaan dari serbuk milling. Sejak proses difusi mempengaruhi dalam pembentukan fasa paduan dengan mengabaikan apakah hasil akhir fasanya

solid, intermetalic, nanostructure atau fasa amorf yang diharapkan bahwa temperatur milling akan memiliki pengaruh yang signifikan pada sistem paduan apapun.

Semakin besar kecepatan pencampuran, semakin lama waktu pencampuran, dan semakin kecil ukuran partikel yang dicampur, maka distribusi partikel semakin homogen.

2.7 Tipe Milling

Peralatan high energy milling memiliki tipe berbeda yang digunakan untuk memproduksi serbuk mechanical alloying. Perbedaan pada kapasitasnya efisiensi

milling dan peraturan dingin, panas dan lain-lain.

2.7.1 SPEX Shaker Mills

Shaker mill seperti SPEX mills, yang dapat memilling kira-kira 10-20 g serbuk dalam satu kali milling. SPEX mills digunakan untuk penelitian di


(30)

laboratorium dan untuk tujuan skenering alloy. SPEX menggerakkan serbuk dan bola-bola pada tiga gerakan yang saling tegak lurus, kira-kira pada 1200 rpm. Kapasitas wadah bias mencapai 55x10-6 m3 , persamaan pengurangan dan getaran bola-bola mill adalah energi yang tinggi. Energi tinggi milling bias diperoleh dengan frekuensi yang tinggi dan amplitude yang besar dari getaran.

2.7.2 Planetary ball mill (PBM)

Planetary ball mill (PBM) adalah alat yang sering digunakan untuk mecha nical alloying. Khususnya di Eropa, Karena Planetary ball mill bisa memilling seratus gram dalam satu kali milling.Nama Planetary ball mill seperti pergerakan planet,dimana prinsip kerja dari Planetary ball mill didasarkan pada rotasi relatif pergerakan antara jar grinda dan putaran disk.(Suryanarayana.C,2001)

Ball mill terdiri dari putaran disk(kadang disebut putaran meja)dan atau empat mangkok (vial) berotasi pada arah yang berlawanan. Gaya sentrifugal dibuat dari vial yang mengelilingi sumbunya bersama-sama dengan rotasi arah yang dipakai oleh serbuk dan bola-bola mill didalam mangkok. Campuran serbuk mengalami penghancuran dan pengelasan dinding dibawah impak energi tinggi

Gambar 2.3 Pergerakan Bola dan serbuk dalam vial (irfan septiyan)

Gambar 2.3 memperlihatkan gerakkan bola – bola dan serbuk selama arah rotasi mangkok dan putaran disk berlawanan,gaya sentrifugal bertukaran secara singkron.Hasil gesekan dari bola-bola milling dan campuran serbuk digiling bergantian berputar terhadap dinding mangkok dan hasil impek ketika bola-bola dan serbuk terangkat dan terlempar menyilang wadah yang menumbuk secara berlawanan.Impek menguat ketika bola-bola menumbuk bola-bola yang


(31)

lainnya.Energi impek bola-bola milling pada arah normal mencapai 40 kali lebih dari akselarasi gravitasi.Oleh karena itu planetary ball mill bisa digunakan untuk milling berkecepatan tinggi.

Selama proses milling terdapat empat gaya yang terjadi pada material yaitu tumbukkan (impact), atrisi(attrition), gesekan(shear),dan kompresi (compression). Tumbukkan berarti benturan instan dari dua objek yang saling bergerak atau salah satunya dalam keadaan diam dengan persamaan sebagai berikut:

m1V1+m2V2 =m1V1’+m2V2’ (2.1)

dengan : V1= kecepatan bola1 sebelum tumbukan (m/s)

V2= kecepatan bola2 sebelum tumbukan (m/s)

V1’= kecepatan bola1 sesudah tumbukan (m/s) V2’= kecepatan bola2 sesudah tumbukan (m/s)

m1= massa bola1 (kg)

m2= massa bola2 (kg)

Tumbukan ada 3,yaitu:

1. Tumbukan lenting sempurna syarat e = 1

2. Tumbukkan lenting sebagian syarat 0 < e < 1

3. Tumbukkan tidak lenting sama sekali syarat e = 0

dengan, e = |

| (2.2)

Atrisi adalah gesekan yang menghasilkan serpihan biasanya terjadi pada bahan yang rapuh dan biasanya dikombinasikan dengan gaya lain.Gesekan kontribusi pada peretakan atau pemecahan partikel menjadi partikel individu dan memilki ukuran yang halus.Gaya gesek dirumuskan dengan

(2.3) dengan : Fg = Gaya gesek (N)

= koefisien gesekan N = gaya normal (N)


(32)

2.7.2.1 Mekanisme Milling Menggunakan Ball-mill

Ball-mill merupakan salah satu instrumen/alat yang dapat digunakan untuk memproduksi nanomaterial. Komponen ball-mill ini terdiri atas sebuah tabung (vial) penampung material dan bola-bola penghancur. Pada proses pembuatan nanomaterial menggunakan ball-mill ini, material yang akan dibuat ukurannya menjadi skala nano dimasukkan kedalam vial bersama bola-bola penghancur, lihat Gambar 2.4. Kemudian ball-mill digerakan bisa secara rotasi maupun vibrasi dengan frekuensi tinggi. Gerakan rotasi atau vibrasi ini dapat divariasi sesuai kebutuhan. Akibatnya material yang terperangkap antara bola penghancur dan dinding vial akan saling bertumbukkan menghasilkan deformasi pada material tersebut. Deformasi material tersebut menyebabkan fragmentasi struktur material sehingga terpecah menjadi susunan yang lebih kecil.

Gambar 2.4 Material dan bola penghancur didalam vial (dinding vial = lingkaran dengan garis putus-putus, bola penghancur = bulat hitam

besar, material = bulat hitam kecil).(Fahlefi Diana,2010)

Bola-bola yang saling bertumbukan tersebut menyebabkan perpatahan, kemudian terjadi penyatuan dingin (cold welding) dari serbuk-serbuk secara elementer seperti yang di illustrasikan pada Gambar 2.5

Gambar 2.5 Proses tumbukan bola-bola di media milling.(Prijo Sardjono,2013)


(33)

Ketika waktu milling meningkat, fraksi volume unsur unsur dari bahan dasar menurun, sedangkan fraksi volume paduan meningkat. Ukuran, bentuk, kerapatan serbuk, dan derajat kemurnian mempengaruhi hasil akhir paduan. Ada empat tahapan dalam mechanical alloying menurut teorema Benyamin dan Volin Tahap petama adalah proses perataan serbuk dari bentuk bulat menjadi bentuk pipih (plat like) dan kemudian mengalami penyatuan (welding prodominance). Serbuk yang sudah diratakan (bentuk pipih) disatukan membentuk sebuah lembaran (lamellar).

Kemudian tahapan kedua adalah pembentukan serbuk pada arah yang sama (equiaxed), yaitu menyerupai lembaran berbentuk lebih pipih dan bulat. Perubahan bentuk ini disebabkan oleh pengerasan (hardening) dari serbuk. Tahap ketiga adalah orientasi penyatuan acak (welding orientation) yaitu fragmen-fragmen membentuk partikel-partikel equaxed kemudian disatukan dalam arah yang berbeda dan struktur lembaran mulai terdegradasi. Tahap keempat

mechanical alloying ini adalah proses steady state (steady state processing), struktur bahan perlahan-lahan menghalus menjadi fragmen-fragmen, kemudian fragmen-fragmen tersebut disatukan dengan fragmen-fragmen yang lain dalam arah berlawanan.

Gambar 2.6 Skematik benturan antara ball mill dan partikel(Suryanarayana)

Gaya impak atau tekan (kompaksi) yang terjadi pada partikel selain menghancurkan atau mematahkan partikel juga dapat merusak pori yang ada pada permukaan partikel, pori menjadi rusak karena adanya gaya tekan, terutama pori yang berdiameter kecil sangat rawan untuk rusak dan menghilang. Pada penggilingan yang terlalu lama, partikel dapat mengalami aglomerasi. Setelah


(34)

penggilingan yang lama dan dengan partikel yang sudah sangat halus maka coupling forces menjadi lebih besar serta adanya ikatan kimia atau gaya Van Der Waals dengan kekuatan ikatan 40-400 kJ/mol dapat membuat partikel menyatu atau ber-aglomerasi. Atau apabila ada partikel-partikel yang terperangkap lalu diberi gaya impak, partikel-partikel tersebut dapat juga teraglomerasi. Dengan semakin halusnya partikel karena waktu penggilingan yang lama, maka jarak antara partikel akan semakin kecil serta kontak antar partikel semakin banyak yang memungkinkan aglomerasi dapat terjadi. Dengan demikian maka pada partikel yang permukaannya berpori, terjadinyanya aglomerasi memungkinkan untuk terbentuknya diameter pori yang membesar karena adanya

‘penggabungan/penyatuan’ pori karena aglomerasi antar partikel.

Gambar 2.7 Skematis gaya tekan pada partikel-partikel yang terperangkap diantaranya menyebabkan paryikel teraglomerasi

2.8 Karakterisasi Material Magnet

Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu material maka perlu dilakukan pengujian dan analisis. Beberapa jenis pengujian dan analisis yang dibahas untuk keperluan penelitian ini antara lain : pengujian sifat fisis (densitas(true density)), dan analisa struktur kristal dengan menggunakan alat uji XRD (X-Ray Diffraction).

2.8.1 Sifat Fisis

Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v) dalam hubungannya dapat dituliskan sebagai berikut (M. Ristic, 1979)


(35)

dengan :

ρ = Densitas (gram/cm3) m = Massa sampel (gram) v = Volume sampel (cm3)

Ada dua macam densitas yaitu : true density dan bulk density(metode archemedes). True density adalah kerapatan dari serbuk yang diukur dengan alat piknometer. Densitasnya dapat dihitung dengan rumus:

� = �� (2.5)

dengan:

m1 = massa picnometer dalam keadaan kosong (gram)

m2 = massa picnometer diisi dengan air (gram)

m3 = massa picnometer kering diisi dengan serbuk (gram)

m4 = massa picnometer diisi dengan serbuk dan air (gram)

� = massa jenis air (1 gram/cm3)

2.8.2 XRD ( X-Ray Diffraction)

Sinar X merupakan gelombang elektromagnetik yang dapat digunakan untuk mengetahui struktur Kristal dan fasa suatu material.Bila sinar x dengan panjang gelombang λ diarahkan kesuatu permukaan Kristal dengan sudut datang sebesar ,maka sebagian sinar dihamburkan oleh bidang atom dcalam Kristal.Berkas sinar x yang dihamburkan dalam arah-arah tertentu akan menghasilkan puncak-puncak difraksi yang dapat diamati dengan peralatan X-Ray Diffraction.(Cullity,1978)

Fenomena interaksi dan difraksi sudah dikenal pada ilmu optik. Standart pengujian laboratorium fisika adalah untuk menentukan jarak antara dua gelombang dengan mengetahui panjang gelombang sinar, dengan mengukur sudut berkas sinar yang terdifraksi. Pengujian ini merupakan aplikasi langsung dari pemakaian sinar-X untuk menentukan jarak antar atom adalam kristal.


(36)

Gambar 2.8 Difraksi Bidang Atom (Cullity,1978)

Gambar 2.8 menunjukkan suatu berkas sinar X dengan panjang gelombang λ,

jatuh pada sudut θ pada sekumpulan bidang atom berjarak d. Sinar yang dipantulkan dengan sudut θ hanya dapat terlihat jika berkas dari setiap bidang

yang berdekatan, dan menempuhkan jarak sesuai dengan perbedaan kisi yaitu

sama dengan panjang gelombang n λ.

Menurut syarat terjadinya difraksi, beda lintasan merupakan kelipatan bilangan bulat dari panjang, sehingga hal tersebut dirumuskan W.L.Brag

nλ=βdsin (2.6) dengan :

n = orde difraksi (n = bilangan bulat 1,β,γ…) λ = panjang gelombang sinar-X (mm) d = jarak antar bidang (mm)

= sudut difraksi (o)

Untuk mengetahui fasa dan struktur material yang diamati dapat dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dengan cara membandingkan nilai d yang terukur dengan nilai d pada data standart. Data d standart dapat diperoleh melalui Joint Commitee On Powder Difraction Standart ( JCPDS ) atau dengan metode Hanawalt file.


(37)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Tempat dan waktu penelitian 3.1.1 Tempat penelitian

Pusat Penelitian Pengembangan Fisika (P2F) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) PUSPIPTEK,Serpong.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini di mulai pada bulan 2 Februari 2015 sampai dengan 31Mei 2015

3.2 Bahan dan Alat: 3.2.1 Bahan

Bahan – bahan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah : a. serbuk BaFe12O19

b. serbuk Al2O3

3.2.2 Alat

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Neraca Analisis ( Excellent D-J Series,Mitutuyo)

Untuk menimbang bahan yang akan di gunakan. b. Alat Giling/Penghalus ( Planetary Ball Mill )

Untuk Menghaluskan dan Mencampur serbuk c. Jarmill

Untuk tempat milling bahan baku magnet ( dalam serbuk) d. Bola – bola keramik

Untuk penghalus bahan pada saat proses milling agar menghasilkan diameter kecil

e. Spatula

Untuk mengambil sampel yang berbentuk serbuk. f. Picnometer (10 mL )


(38)

g. PSA ( Particel Size Analyzer/ cilas 1090) Untuk menentukan ukuran partikel dari bahan. h. Cawan

Untuk tempat meletakkan sampel ketika di bakar atau di panaskan. i. Gelas ukur ( Pyrex, 1000 ml )

Untuk mengukur volume aquades saat pengukuran densitas sampel.

j. X-Ray Difraction (SmartLab) software PDXL

Untuk melihat fasa yang terbentuk sebelum dan sesudah proses

milling .

3.3Variabel Eksperimen 3.3.1 Variabel Penelitian

variabel dari penelitian ini adalah:

a. Waktu milling yang di tetapkan dari waktu 12 , 24 , 36 dan 48 jam.

b. Komposisi campuran BaFe12O19 : Al2O3 yang di tetapkan yaitu

97 : 3 % Wt

c. Komposisi campuran serbuk dengan bola keramik yang ditetapkan yaitu 1:5 %Wt

3.3.2 Pengujian Sampel Percobaan

Variabel yang akan digunakan dalam percobaan ini adalah : a. Sifat Fisis

 Ukuran Partikel Serbuk ( Particel Size Analyzer)

 Densitas Serbuk (True Density) b. Analisis Struktur Sampel


(39)

3.4Diagram Alir Penelitian

ditambahkan

Al2O3

Mixing dan Milling

Komposisi 97:3 % wt

Variasi waktu 12, 24 , 36 , 48 h Mulai

BaFe12O19 PSA

PSA

Karakterisasi


(40)

3.5Prosedur Kerja

Pembuatan magnet permanen BaFe12O19 dengan penambahan serbuk

Al2O3 mengikuti beberapa tahap yaitu:

3.5.1 Penimbangan Serbuk

Ditimbang bahan 97%Wt BaFe12O19 dan 3%Wt Al2O3 dengan

neraca digital.

3.5.2 Penggilingan serbuk menggunakan Planetary Ball Mill(PMB)

Disiapkan serbuk 126,1 gr BaFe12O19 yang ditambahkan dengan

serbuk 3,9 gr Al2O3 dengan komposisi 97 : 3 % wt selanjutnya di

siapkan bola keramik dan ditimbang 650 gr sehingga perbandingan antara campuran serbuk dengan bola keramik sebesar 130gr : 650 gr atau 1:5 %wt. Kemudian di masukkan serbuk dan bola keramik ke dalam jar PBM yang telah di cuci terlebih dahulu menggunakan pasir, air dan sabun. Setelah itu,dihidupkan mesin PMB diatur kecepatan rotasinya sebesar 15rpm dan timernya selama 12 jam.Setelah 12jam mesin PBM akan berhenti secara otomatis.Percobaan ini lakukan juga pada 24,36 dan 48 jam.

3.5.3 Pengukuran Diameter Partikel Serbuk

Pada masing – masing serbuk hasil milling (24,48jam) dilakukan analisa ukuran partikel serbuk menggunakan alat PSA (Particle Size Analyzer) Cilas 1190 Liquid. Analisis serbuk BaFe12O19, Al2O3 murni dan

campuran BaFe12O19 dan Al2O3 ini dilakukan dengan cara mengambil

serbuk dengan spatula kemudian dimasukkan ke dalam wadah penampung berisi air dan secara otomatis akan mengaduk serbuk. Gambar ukuran – ukuran butir yang mengalir akan terlihat pada monitor secara otomatis, kemudian hasil ukuran partikel akan teridentifikasi dan ditampilkan pada layar monitor.


(41)

3.5.4 Pengukuran Densitas Serbuk (True density)

Pengukuran densitas serbuk BaFe12O19 + Al2O3 dilakukan dengan

menggunakan picnometer. Pertama picnometer dalam keadaan kosong di timbang (m1), lalu picnometer diisi dengan air, dan ditimbang (m2).

Selanjutnya picnometer di bersihkan dan di keringkan dengan pemanas sekitar 20 menit, kemudian picnometer di isi dengan serbuk, lalu ditimbang kembali (m3). Setelah itu kedalam picnometer yang berisi

serbuk di tambahkan air sampai picnometer penuh, dan di timbang kembali (m4).

3.5.5 X-Ray Difraction (XRD)

Analisa struktur kristal serbuk magnet BaFe12O19 dan Al2O3 dalam

penelitian ini dilakukan dengan menggunakan XRD (X-Ray Diffractometer) Rigaku. XRD adalah alat yang dapat memberikan data – data difraksi dan kuantitas intensitas difraksi pada sudut – sudut difraksi

(βθ) dari suatu sampel. Sampel yang diuji pada penelitian ini dalam bentuk serbuk. Tujuan dilakukannya pengujian analisis struktur kristal adalah untuk mengetahui perubahan fasa struktur bahan dan mengetahui fasa – fasa yang terbentuk selama proses pembuatan sampel uji. Pencocokan hasil XRD dapat dilakukan dengan menggunakan software Match! Crystal Impact untuk mengidentifikasi fasa yang terbentuk dari hasil difraksi.

Analisis komposisi didasari oleh fakta bahwa pola difraksi sinar-X bersifat unik untuk masing-masing material yang bersifat kristal. Oleh karena itu jika terjadi kecocokan antara pola dari material yang belum diketahui dengan pola dari material asli (authentic) maka identitas kimia dari material yang belum diketahui tersebut dapat diperkirakan. ICDD (International Center for Diffraction Data) mengeluarkan database pola difraksi serbuk (powder diffraction) untuk beberapa ribu material. Secara umum, sangatlah memungkinkan untuk mengidentifikasi material yang belum diketahui dengan mencari pola yang sesuai dalam database ICDD.


(42)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakterisasi Hasil Penelitian

4.1.1 Sifat Fisis

a. Karakterisasi serbukBaFe12O19 dan Al2O3

Serbuk BaFe12O19 yang digunakan pada penelitian ini adalah serbuk

komersil yang memiliki hasil pengukuran partikel serbuk dengan distribusi diameter 10% adalah sebesar 12,49 µm sedangkan hasil pengukuran partikel serbuk dengan distribusi partikel 90% adalah sebesar 38,22 µm sehingga mean

diameter dari ukuran partikel serbuk BaFe12O19 yaitu 24,83 µm. Hasil pengukuran

partikel dengan menggunakan PSA di tunjukkan pada gambar 4.1

Gambar 4.1 Partikel Size Analisys Serbuk BaFe12O19

Serbuk Al2O3 yang digunakan pada penelitian ini adalah serbuk komersil

yang memiliki hasil pengukuran partikel serbuk dengan distribusi diameter 10% adalah sebesar 62,05 µm sedangkan hasil pengukuran partikel serbuk dengan distribusi diameter 90% adalah sebesar 157,01 µm sehingga mean diameter dari


(43)

ukuran partikel serbuk Al2O3 yaitu 99,89 µm. Hasil pengukuran partikel dengan

menggunakan PSA di tunjukkan pada gambar 4.2

Gambar 4.2 Partikel Size Analisys Serbuk Al2O3

Ukuran partikel secara kolektif dinyatakan dalam analisis distribusi ukuran partikel yang berbentuk grafik histogram. Distribusi 10% dan 90% pada grafik menujukkan jumlah serbuk yang berada dalam setiap inhremen ukuran partikel serbuk. Dilihat dari mean diameter bahwa ukuran partikel awal BaFe12O19 lebih

kecil dibandingkan ukuran partikel awal dari Al2O3.

b.Karakterisasi Sifat Fisis Serbuk BaFe12O19 dengan Al2O3

Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui perubahan ukuran diameter partikel serbuk BaFe12O19 dan Al2O3 hasil Milling terhadap variasi waktu milling

dilakukan menggunakan PSA (Particle Size Analyzer) Cilas 1190 Liquid. Tabel 4.1 memperlihatkan hasil pengukuran PSA untuk serbuk BaFe12O19 dan Al2O3


(44)

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran PSA serbuk BaFe12O19 dan Al2O3 dengan variasi

waktu milling

milling time (h)

Diameter (µm)

10% 50% 90%

12 7,71 14,54 21,75

24 7,33 13.20 21,62

36 4,07 10,79 16,84

48 3,45 9,71 15,92

Dari tabel 4.1 di atas menunjukkan hasil pengukuran PSA serbuk BaFe12O19 dan Al2O3 setelah dimilling dengan metode Milling. Proses milling

dilakukan dengan memvariasikan waktu milling yaitu selama 12,24,36 dan 48 jam. Pengukuran diameter ini dilakukan dengan cara mengambil serbuk sampel kemudian dimasukkan ke dalam tabung penampungan sampel yang telah diisi air yang ada di dalam PSA, saat pengukuran serbuk akan dialirkan bersama air dan akan tampak hasil pengukuran partikel serbuk BaFe12O19 dan Al2O3 pada layar

monitor.

Pada tabel ini kita dapat mengetahui bahwa semakin lama proses milling

yang dilakukan, diameter partikel pada serbuk juga akan semakin kecil. Pada waktu milling selama 48 jam ukuran diameter partikel yang terbentuk menjadi paling kecil dibandingkan dengan ukuran diameter partikel lainnya.

Pada waktu milling selama 48 jam, proses milling sudah mencapai batas maksimal dengan alat conventional milling sehingga untuk menghasilkan serbuk dengan ukuran lebih kecil, dibutuhkan alat milling dengan energi mekanik luar yang lebih besar misalnya PBM (Planetry Ball Mill).

Berikut grafik hasil pengukuran mean diameter serbuk BaFe12O19 dan

Al2O3 hasil milling dengan metode Dry Milling yang ditunjukkan pada gambar


(45)

Gambar 4.3 Hubungan antara waktu millling terhadap mean diameter Campuran BaFe12O19 dan Al2O3 pada komposisi 3%berat Al2O3

Waktu milling yang lebih lama akan menyebabkan penurunan ukuran rata-rata serbuk secara progresif sampai dengan batas terkecil yang mampu diukur oleh alat. (Fiandimas dan Manaf, 2003).

Hal ini disebabkan oleh Selama proses mechanical alloying, partikel campuran serbuk akan mengalami proses pengelasan dingin dan penghancuran berulang ulang. Ketika bola saling bertumbukan sejumlah serbuk akan terjebak di antara kedua bola tersebut. Beban impact yang di berikan oleh bola tersebut akan membuat serbuk terdeformasi dan akhirnya hancur. Permukaan partikel serbuk campuran yang baru terbentuk memungkinkan terjadinya proses pengelasan dingin kembali antara sesama partikel sehingga membentuk pertikel baru yang ukurannya lebih besar dari ukuran semula. Kemudian partikel tersebut akan kembali mengalami tumbukan dan akhirnya kembali hancur, begitu seterusnya hingga mencapai ukuran yang nano. Penurunan ukuran rata-rata serbuk mempengaruhi densitas serbuk tersebut.ini dapat kita dilihat dari tabel 4.2

14,54 13.20 10,79 9,71 6 9 12 15 18

0 12 24 36 48

M e a n d ia m e te r m )

Milling time (h)


(46)

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Densitas serbuk 97% BaFe12O19 dan 3%Al2O3

dengan menggunakan alat piknometer.

Waktu(h) True Density (gram/cm3)

12 4.373

24 4.377

36 4.381

48 4.382

Dalam penelitian ini waktu milling 12 – 24 jam perubahan diameter menurun sebesar 9,2%,Pada waktu milling 24- 36 jam perubahan diameter menurun sebesar 18,25%dan Pada waktu milling 36 – 48 jam perubahan diameter menurun sebesar 10,01%. Dari perubahan diameter ini didapatkan bahwa waktu milling yang terbaik adalah pada waktu 12 -24 jam karena penurunan diameter paling kecil.Penurunan diameter akan mempengaruhi densitas serbuk, berikut merupakan grafik waktu milling dengan densitas serbuk.

Gambar 4.4 Hubungan waktu milling terhadap True Densitas campuran 97%wt BaFe12O19 dengan aditif 3%wt Al2O3

Dari gambar sebelumnya terlihat bahwa semakin lama waktu milling maka ukuran partikel akan semakin kecil, ini berbanding terbalik dengan densitas serbuk. Semakin kecil ukuran partikel maka densitas serbuknya akan semakin besar.Ini dapat dilihat pada gambar 4.4 pada waktu 12 – 24 jam densitas serbuk meningkat sebesar 0,22%,Pada waktu milling 24- 36 jam densitas serbuk

4,374 4,378

4,381 4,383

4,35

4,36

4,37

4,38

4,39

4,4

0

12

24

36

48

true

dens

ity

(g

r/

cm

3

)


(47)

meningkat sebesar 0,09% dan Pada waktu milling 36 – 48 jam densitas serbuk meningkat sebesar 0,02%. Dari densitas serbuk meningkat ini didapatkan bahwa pada waktu milling 12 -24 jam peningkatan densitas serbuk paling besar.

4.1.2 Analisa Struktur Kristal dan Fasa Sampel Serbuk BaFe12O19 dan Al2O3

Analisa struktur kristal dan fasa pada sampel serbuk BaFe12O19 dan Al2O3

dengan metode dry milling terhadap variasi waktu milling dengan menggunakan XRD (X-Ray Diffraction) dilakukan untuk mengetahui fasa yang terbentuk dari hasil proses dry milling , puncak (peak) tertinggi dari hasil Diffractometer (XRD) dan struktur kristal yang terbentuk dalam sampel serbuk BaFe12O19 dan Al2O3 Sumber yang digunakan adalah CuKα dengan panjang gelombang 1,541874 .

Teknik difraksi sinar-X merupakan teknik yang dipakai untuk mengetahui karakteristik kristalografi suatu material melalui puncak – puncak intensitas yang muncul. (Wahyuni dan Hastuti, 2010).

Proses analisa yang dilakukan dengan menggunakan software match!

Untuk mengidentifikasi puncak – puncak yang dihasilkan dari hasil XRD. Setelah serbuk BaFe12O19 dan Al2O3 murni dan campuran BaFe12O19 dengan Al2O3 hasil

dry milling dengan variasi waktu milling diuji menggunakan difraksi sinar X kemudian hasilnya dicocokkan dengan karakter BaFe12O19 dan Al2O3. Proses

tersebut dinamakan search match. (Wahyuni dan Hastuti, 2010). Hasil analisa 3 puncak tertinggi untuk setiap serbuk murni dan campuran adalah sebagai berikut.

Gambar 4.5 Grafik Pola Difraksi Hasil Analisa XRD Serbuk Al2O3


(48)

Dari gambar 4.5 adalah grafik aluminium oxide (corundum).grafik warna biru merupakan aluminium oxide dan warna merah merupakan grafik peak search

dari aluminium oxide.Grafik biru dan merah yang berhimpit adalah peak dari Al2O3 diatas ditemukan 3 puncak (peak) tertinggi dengan nilai peak masing-masing puncaknya secara berurutan adalah pada βθ = 35,18ᵒ dengan I = 1000 ,

pada βθ = 43,39ᵒ dengan I = 895,6 dan pada βθ = 57,54ᵒ dengan I = 720. Dikarenakan ini merupakan serbuk Al2O3 murni maka fasa Al2O3 yang

ditemukan.Bentuk Kristal Al2O3 adalah trigonal (hexagonal axes). Dengan

a=4,7606 Ǻ dan c=12,9940 Ǻ.

Gambar 4.6 Grafik Pola Difraksi Hasil Analisa XRD Serbuk BaFe12O19

Dari gambar 4.6 adalah grafik Barium dodecairon(III) oxide atau BaFe12O19 dimana bentuk kristalnya adalah heksagonal dengan parameter

a=5,9290 Ǻ dan c= 23,4130 Ǻ diatas ditemukan 3 puncak (peak) tertinggi dengan nilai peak masing – masing puncaknya secara berurutan adalah pada βθ = 34,21ᵒ dengan I = 1000 , pada βθ = γ2,27ᵒ dengan I = 947,9 dan pada βθ = 37,17ᵒ dengan I = 462,5. Dikarenakan ini merupakan serbuk BaFe12O19 murni maka fasa

BaFe12O19 yang ditemukan.


(49)

Gambar 4.7 Grafik Pola Difraksi Hasil Analisa XRD Serbuk BaFe12O19

dan Al2O3 hasil dry milling selama 24 jam.

Dari gambar 4.7 di atas merupakan hasil search match dimana garis berwarna biru merupakan karakteristik puncak – puncak intensitas masukan yang dicocokkan dengan karakteristik puncak – puncak intensitas hasil difraksi sinar X (XRD).(Wahyuni dan Hastuti,2010). Dari match , ditemukan 9 puncak (peak) tertinggi dan berdasarkan teori Hanawalt, diperlukan 3 puncak tertinggi dengan nilai peak masing – masing puncaknya secara berurutan adalah pada βθ = 32,18ᵒ dengan I = 1000 , pada βθ = γ4,09ᵒ dengan I = 718,6 dan pada βθ = 30,82ᵒ dengan I = 496,4. Fasa yang dihasilkan pada serbuk BaFe12O19 dengan proses dry milling

selama 24 jam adalah 100% fasa BaFe12O19 dan tidak ditemukan adanya fasa

pengotor yang terkandung dalam serbuk BaFe12O19. Tidak ditemukannya fasa

pengotor karena belum diberikan variasi suhu sintering, suhu sintering merupakan faktor yang mempengaruhi terbentuknya fasa baru, selain itu juga perbandingan serbuk BaFe12O19 dengan Al2O3 juga mempengaruhi perubahan fasa. Bila

perbandingan serbuk aditif sedikit tidak mengalami perubahan dikarenakan serbuk aditif Al2O3 akan tertutup oleh serbuk BaFe12O19


(50)

Gambar 4.8 Grafik Pola Difraksi Hasil Analisa XRD Serbuk BaFe12O19 dan

Al2O3 hasil dry milling selama 48 jam.

Dari gambar 4.8 di atas merupakan hasil search match dimana garis berwarna biru merupakan karakteristik puncak – puncak intensitas masukan yang dicocokkan dengan karakteristik puncak – puncak intensitas hasil difraksi sinar X (XRD).(Wahyuni dan Hastuti,2010). Dari match , ditemukan 9 puncak (peak) tertinggi dan berdasarkan teori Hanawalt, diperlukan 3 puncak tertinggi dengan nilai peak masing – masing puncaknya secara berurutan adalah pada βθ = 32,24ᵒ dengan I = 1000 , pada βθ = γ2,09ᵒ dengan I = 983,7 dan pada βθ = 34,24ᵒ dengan I = 977,2. Fasa yang dihasilkan pada serbuk BaFe12O19 dengan proses dry milling

selama 48 jam tidak jauh berbeda dengan pada waktu milling 24 jam adalah 100% fasa BaFe12O19 dan tidak ditemukan adanya fasa pengotor yang terkandung dalam

serbuk BaFe12O19.


(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

1. Korelasi antara waktu milling terhadap ukuran partikel berbanding terbalik interval 12-48 jam.Waktu milling 12- 24 jam terjadi penurunan ukuran butir sebesar 9,2% dari ukuran butir awal.

2. Korelasi antara waktu milling terhadap true density adalah berbanding lurus interval 12-48 jam.Waktu milling 12-24 jam terjadi kenaikan density sebesar 0,09%.

3. Waktu milling optimum untuk campuran serbuk barium heksaferit dan alumina adalah 12-24 jam.

4. Efek waktu milling ( jam) tidak mempengaruhi mikrostruktur Barium Heksaferit

5.2 Saran

1. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya lebih teiti dalam menganaisa data. 2. Diharapkan penelitian selanjutnya mengenai lebih memahami apa itu magnet,


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Faisal, 2007. Pengaruh Penambahan Al2TiO5 pada Pembuatan Keramik

Al2O3 terhadap Sifat Fisis dan Mikrostrukturnya [Tesis]. Medan:

Universitas Sumatera Utara.

Afza, Pooja. 2011. Pembuatan Magnet Permanen Barium Heksaferit Berbahan Baku Mill Scale Dengan Teknik Metalurgi Serbuk. [Dissertation]. Jakarta:Universitas Islam Indonesia.

Buchanan R.C., Ceramic Materials for Electronics, Marcel Dekker, New York and Basel, 1986.

Burkin A.R1987.Pembuatan Keramik Beta Alumina (Na2– Al2O3) dengan Aditif MgO dan Karakterisasi Sifat Serta Struktur Kristalnya. ISSN, 7, 01-03.

Chen, W., Scoenitz, M., Ward, T. S., & Dreizen, E. L. (2005). Numerical Simulation of Mechanical Alloying in a Shaker Mill by Discrete Element Method. KONA, No.23.

C.Surhayarayana.”Mechanical Alloying And Milling”.Departemen of Metalurgi and Materials.Colorado School Of Miner Golden.CO 8040-1887.USA.

C.Surhayarayana.β001.” Mechanical Alloying And Milling”.Progress in Material

Science 46 61-184.

Cullity, B.D, 1972, Introduction to Magnetic Material, Addison – Wesley, Publishing Company, Inc, USA.

Cyntia Ayu, 2000. Synthesis and Sintering Behavior of a Nanocrystaline Alumina Powder. Acta Material, 48, 3103- 311.

Darminto, M. Zainuari, El Indahnia Kamariyah. 2011. Sintesis Serbuk Barium Hexaferrite Dengan metode Kopresipitasi. Seminar Nasional Pascasarjana XI-ITS, Surabaya, 27 Juli 2011, Jurusan Fisika FMIPA.

Daulay,syukur.β01β.”Pengaruh Substitusi Mn Pada Sifat Magnetik Barium Heksaferit”. Depok: Universitas Indonesia.

Davis, R. M., McDermott, B., & Koch, C.C. (1988). Mechanical alloying of brittle materials, Metallurgical Transactions, A19, 2867.

Fahlefi Nur Diana,2010.Simulasi Dengan Metode Monte Carlo Untuk Proses Pembuatan Nanomaterial Menggunakan Ball Mill.[Skripsi].Depok:Univers itas Indonesia.


(53)

Fathurohman, Ade. 2011. Pembuatan Fleksibel Magnet Permanen (BaO.6F2O3) dan Karakterisasinya.(Studi Kasus di Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia, Jakarta). [Skripsi]. Lampung: Universitas Lampung, Lampung. Program Sarjana S-1.

Fitrothul. K. Qodri. 2012. Efek Substitusi Parsial Ion La Pada Material Sistem LaxSe1-xO.6(Fe1,5M0,25O3) Tehadap Sifat Absorbsi Gelombang Mikro. (Studi kasus di Lembaga Ilmu penelitian Indonesia, Jakarta). [Thesis]. Jakarta: Universitas Indonesia. Pasca Sarjana.

Harris,J.R.,Matemathical Modelling of Mechanical Alloying, Thesis submitted to The University of Nottingham for the degree of Doctor of Physlosophy, Sepetember 2002.

Hudson et,al, 2002, Buehler Dialog : Alumina, Method Number 10.12., Buehler Ltd., USA.

Ichinose,1983,Introduction to fine ceramics,(application in engineering,ohmsha Ltd,Tokyo)

Idayanti, N dan Dedi. 2002. Pembuatan Magnet Permanen Ferit untuk Flowmeter, Jurnal Fisika HFI Vol.A5 No.0528 Himpunan Fisika Indonesia. Tangerang.

Ilham, Thias Aditya dan Hariyati Puewaningsih . 2012. Pengaruh Variasi Komposisi Berat Alumina Dan Kecepatan Milling Pada Mechanical Alloying Mg-Al terhadap Perubahan Fasa dan Struktur Mikro . [Jurnal ]. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Sarjana S-1.

Irpan Septian.2010.Pengaruh milling terhadap peningkatan kualitas pasir besi sebagai bahan baku industri logam.[Skripsi]. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Sarjana S-1.

Kurniawan Candra, dkk.2011.Analisis Ukuran Partikel Menggunakan FreeSofware Image j , Jurnal Seminar Nasional Fisika ISSN 2088-4176.Pusat Penelitian Fisika- LIPI. Tangerang.

Maghfirah,Awan.β007.”Pembuatan Keramik Paduan Zirkonia (ZrO2) dengan

Alumina dan karakterisasinya [Tesis].Medan:Universitas Sumatera Utara.

Max Well., Silicate Science, vol. IV, Academic Press,New York, 149, 1968

M M, Ristic. 1979. Influence Of Syntesis Variables On The Phase Component And Magnetic Properties Of M-Baferrite Powder Prepared Via Sugar-Nitrates Process. Journal of Apllied Crystalography. ISSN 0021-8898.


(54)

Moulson A.J., and J.M. Herbert, 1985, Electroceramics: Materials, Properties and Applications, Chapman and Hall, London-New York.

Moulson A.J and J.M Herbert, Electroceramic, Chapman and Hall, New York, 1999.

Priyono, 2004 Studi Waktu PostSintering Terhadap Perubahan Struktur dan Sifat Magnet BaO.6(Fe2O3) dengan aditif Al2O3: Prosiding Seminar Kimia Anorganik XIV, Yogyakarta.

Reynen,P.Bastirus.1986.Powder Metallurgy Internasional.Vol 8 no. 2

Simbolon, S. 2013. Sintesis Dan Karakterisasi Barium M-Heksaferit Dengan Doping Ion Mn Dan Temperatur Sintering. Seminar dan Focus Group Discussion (FGD) Material Maju : Magnet dan Aplikasinya, Hotel Orange, Solo.

Sardjono, Prijo.2013. Analisis Struktur Kristal dan Mikrostruktur Serbuk Nd2Fe14B Hasil Proses Mechanical Alloying. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVII HFI Jateng & DIY, Solo, 23 Maret 2013 ISSN : 0853-0823

Suryatin, 2008. Efek Waktu Milling terhadap Karakteristik Sinter dari Magnet Permanen Barium Heksaferrite, Prosiding pertemuan ilmiah XXXVIII HFI Jateng & DIY, Yogyakarta, ISSN 0853-0823, Tangerang Selatan.

Syahwin.β008.”Analisis Simulasi Korelasi Temperatur Sintering Terhadap Sifat Fisis Keramik Paduan Zirkonia (ZrO2) Beraditif CaO Dengan Alumina

(Al2O3) menggunakan metpel.Medan:Universitas Sumatera Utara.

Tubitak. 2011. A simple synthesis route for high quality BaFe12O19 magnets, Materials Science and Engineering.176: 1531– 1536

Walter,Gilzen.1970.Alumina as a ceramic raw materials,The American Ceramic Society Inc,Vol 20.

Worral,W,E.1986,Clays and ceramic raw materials,Elvisier applied science publishers ltd,2ed,Newyork.


(55)

LAMPIRAN 1

Bahan dan Peralatan Penelitian

1. Bahan

Al2O3 BaFe12O19

2. Alat


(56)

picknometer XRD


(57)

LAMPIRAN 2 Densitas Dari Serbuk

Data Densitas Dari Serbuk Setiap Waktu Milling

waktu(h) m1(gr) m2(gr) m3(gr) m4(gr) true density (gram/cm3)

12 27.63 77.87 33.01 82.02 4.37398374

24 27.64 77.84 38.19 85.98 4.377593361

36 27.64 77.84 39.25 86.8 4.381132075

48 27.63 77.87 39.42 86.97 4.382899628

Menghitung Densitas dari setiap waktu Milling dengan persamaan :

� = � �

dengan:

m1= massa picnometer dalam keadaan kosong (gr)

m2= massa picnometer diisi dengan air (gr)

m3= massa picnometer kering diisi dengan serbuk (gr)

m4= massa picnometer diisi dengan serbuk dan air (gr)

� = massa jenis air (1 gr/cm3) 1.Sampel serbuk milling 12 Jam

� = � �

� = � gr/cm3

� = � gr/cm3

� = � gr/cm3

� = 4.37398374 gr/cm3

2.Sampel serbuk milling 24 Jam

� = � �


(58)

� = � gr/cm3

� = � gr/cm3

� = 4.377593361 gr/cm3

3.Sampel serbuk milling 36 Jam

� = ��

� = � gr/cm3

� = � gr/cm3

� = � gr/cm3

� = 4.381132075 gr/cm3

4.Sampel serbuk milling 48 Jam

� = ��

� = � gr/cm3

� = � gr/cm3

� = � gr/cm3


(1)

Fathurohman, Ade. 2011. Pembuatan Fleksibel Magnet Permanen (BaO.6F2O3) dan Karakterisasinya.(Studi Kasus di Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia, Jakarta). [Skripsi]. Lampung: Universitas Lampung, Lampung. Program Sarjana S-1.

Fitrothul. K. Qodri. 2012. Efek Substitusi Parsial Ion La Pada Material Sistem LaxSe1-xO.6(Fe1,5M0,25O3) Tehadap Sifat Absorbsi Gelombang Mikro. (Studi kasus di Lembaga Ilmu penelitian Indonesia, Jakarta). [Thesis]. Jakarta: Universitas Indonesia. Pasca Sarjana.

Harris,J.R.,Matemathical Modelling of Mechanical Alloying, Thesis submitted to The University of Nottingham for the degree of Doctor of Physlosophy, Sepetember 2002.

Hudson et,al, 2002, Buehler Dialog : Alumina, Method Number 10.12., Buehler Ltd., USA.

Ichinose,1983,Introduction to fine ceramics,(application in engineering,ohmsha Ltd,Tokyo)

Idayanti, N dan Dedi. 2002. Pembuatan Magnet Permanen Ferit untuk Flowmeter, Jurnal Fisika HFI Vol.A5 No.0528 Himpunan Fisika Indonesia. Tangerang.

Ilham, Thias Aditya dan Hariyati Puewaningsih . 2012. Pengaruh Variasi Komposisi Berat Alumina Dan Kecepatan Milling Pada Mechanical Alloying Mg-Al terhadap Perubahan Fasa dan Struktur Mikro . [Jurnal ]. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Sarjana S-1.

Irpan Septian.2010.Pengaruh milling terhadap peningkatan kualitas pasir besi sebagai bahan baku industri logam.[Skripsi]. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Sarjana S-1.

Kurniawan Candra, dkk.2011.Analisis Ukuran Partikel Menggunakan FreeSofware Image j , Jurnal Seminar Nasional Fisika ISSN 2088-4176.Pusat Penelitian Fisika- LIPI. Tangerang.

Maghfirah,Awan.β007.”Pembuatan Keramik Paduan Zirkonia (ZrO2) dengan

Alumina dan karakterisasinya [Tesis].Medan:Universitas Sumatera Utara. Max Well., Silicate Science, vol. IV, Academic Press,New York, 149, 1968 M M, Ristic. 1979. Influence Of Syntesis Variables On The Phase Component

And Magnetic Properties Of M-Baferrite Powder Prepared Via Sugar-Nitrates Process. Journal of Apllied Crystalography. ISSN 0021-8898.


(2)

Moulson A.J., and J.M. Herbert, 1985, Electroceramics: Materials, Properties and Applications, Chapman and Hall, London-New York.

Moulson A.J and J.M Herbert, Electroceramic, Chapman and Hall, New York, 1999.

Priyono, 2004 Studi Waktu PostSintering Terhadap Perubahan Struktur dan Sifat Magnet BaO.6(Fe2O3) dengan aditif Al2O3: Prosiding Seminar Kimia Anorganik XIV, Yogyakarta.

Reynen,P.Bastirus.1986.Powder Metallurgy Internasional.Vol 8 no. 2

Simbolon, S. 2013. Sintesis Dan Karakterisasi Barium M-Heksaferit Dengan Doping Ion Mn Dan Temperatur Sintering. Seminar dan Focus Group Discussion (FGD) Material Maju : Magnet dan Aplikasinya, Hotel Orange, Solo.

Sardjono, Prijo.2013. Analisis Struktur Kristal dan Mikrostruktur Serbuk Nd2Fe14B Hasil Proses Mechanical Alloying. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVII HFI Jateng & DIY, Solo, 23 Maret 2013 ISSN : 0853-0823

Suryatin, 2008. Efek Waktu Milling terhadap Karakteristik Sinter dari Magnet Permanen Barium Heksaferrite, Prosiding pertemuan ilmiah XXXVIII HFI Jateng & DIY, Yogyakarta, ISSN 0853-0823, Tangerang Selatan.

Syahwin.β008.”Analisis Simulasi Korelasi Temperatur Sintering Terhadap Sifat Fisis Keramik Paduan Zirkonia (ZrO2) Beraditif CaO Dengan Alumina

(Al2O3) menggunakan metpel.Medan:Universitas Sumatera Utara.

Tubitak. 2011. A simple synthesis route for high quality BaFe12O19 magnets, Materials Science and Engineering.176: 1531– 1536

Walter,Gilzen.1970.Alumina as a ceramic raw materials,The American Ceramic Society Inc,Vol 20.

Worral,W,E.1986,Clays and ceramic raw materials,Elvisier applied science publishers ltd,2ed,Newyork.


(3)

LAMPIRAN 1

Bahan dan Peralatan Penelitian

1. Bahan

Al2O3 BaFe12O19

2. Alat


(4)

picknometer XRD

PMB


(5)

LAMPIRAN 2 Densitas Dari Serbuk

Data Densitas Dari Serbuk Setiap Waktu Milling

waktu(h) m1(gr) m2(gr) m3(gr) m4(gr) true density

(gram/cm3)

12 27.63 77.87 33.01 82.02 4.37398374

24 27.64 77.84 38.19 85.98 4.377593361

36 27.64 77.84 39.25 86.8 4.381132075

48 27.63 77.87 39.42 86.97 4.382899628

Menghitung Densitas dari setiap waktu Milling dengan persamaan :

� = ��

dengan:

m1= massa picnometer dalam keadaan kosong (gr)

m2= massa picnometer diisi dengan air (gr)

m3= massa picnometer kering diisi dengan serbuk (gr)

m4= massa picnometer diisi dengan serbuk dan air (gr) � = massa jenis air (1 gr/cm3)

1.Sampel serbuk milling 12 Jam

� = ��

� = � gr/cm3

� = � gr/cm3

� = � gr/cm3

� = 4.37398374 gr/cm3

2.Sampel serbuk milling 24 Jam

� = ��


(6)

� = � gr/cm3

� = � gr/cm3

� = 4.377593361 gr/cm3

3.Sampel serbuk milling 36 Jam

� = ��

� = � gr/cm3

� = � gr/cm3

� = � gr/cm3

� = 4.381132075 gr/cm3

4.Sampel serbuk milling 48 Jam

� = ��

� = � gr/cm3

� = � gr/cm3

� = � gr/cm3