HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN INDEKS MASSA TUBUH SISWA LATE ADOLESCENES | Anggelia | Jurnal Terapan Ilmu Keolahragaan 8005 16156 2 PB

Jurnal Terapan Ilmu Keolahragaan Special Issue 01 Seminar Nasional Ilmu Keolahragaan 2017 Hal. 227-234
Devia Anggita Anggelia, Nurlan Kusmaedi

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN INDEKS
MASSA TUBUH SISWA LATE ADOLESCENES
Devia Anggita Anggelia, Nurlan Kusmaedi
Universitas Pendidikan Indonesia
Jalan Dr. Setiabudhi No. 229, Bandung, Jawa Barat. 40154.
dedevgigit@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini akan melihat hubungan aktivitas fisik dengan indeks massa tubuh siswa late
adolescenes. Metode penelitian menggunakan korelasional yang melibatkan populasi dan sampel
siswa SMK kelas XI se-Kota Bandung sebanyak 99 responden, dengan teknik sampel stratified
random sampling dua tahap, menggunakan uji korelasi pearson product moment melalui SPSS
versi 21. Instrumen aktivitas fisik menggunakan PAQ-A serta komposisi tubuh dengan nilai IMT
berdasarkan jenis kelamin antara usia 10-19 tahun. Hasil perhitungan dan analisis data diperoleh
dimana rata-rata aktivitas fisik kategori ringan sebanyak 86% sedangkan IMT normal sebanyak
77% serta overweight sebanyak 6%, pada (α=0,05) tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik
dengan IMT (r=0,112; p=0,271>0,05). Simpulan hasil penelitian tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara aktivitas fisik dengan indeks massa tubuh siswa kelas XI SMK Negeri se-Kota
Bandung.

Kata kunci: aktivitas fisik, late adolescenes, indeks massa tubuh

227

Jurnal Terapan Ilmu Keolahragaan Special Issue 01 Seminar Nasional Ilmu Keolahragaan 2017 Hal.
227-234
Devia Anggita Anggelia, Nurlan Kusmaedi

PENDAHULUAN
Obesitas menjadi isu penting yang sedang
berkembang saat ini. “Obesitas pada anak
akan menyebabkan aktivitas fisik dan
kreativitas menjadi menurun, dengan
kelebihan berat badan, anak menjadi malas
yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat
kecerdasan anak” (Rostania, dkk., 2013, hlm.
2). Perilaku malas pada anak maupun remaja
dapat pula dipengaruhi oleh kurangnya
pengetahuan mengenai bagaimana cara untuk
melakukan aktivitas fisik yang ideal

disamping motivasi yang menyertainya
dengan paradigma umum bahwa melakukan
aktivitas fisik itu dapat merasakan sakit dan
kelelahan. Selain itu, menurut Suhendro
(dalam Rostania, dkk., 2013) obesitas juga
memiliki dampak negatif terhadap tumbuh
kembangnya seorang individu muda terutama
pada perkembangan psikososialnya seperti
menarik diri dari lingkungan, tidak percaya
diri, rendah diri, dan perilaku-perilaku
gangguan sosial lainnya. Obesitas merupakan
masalah klasik dalam lingkungan sekolah
maupun masyarakat, namun hal ini penting
untuk diperhatikan karena obesitas memiliki
dampak yang signifikan terhadap kesehatan,
status psikososial, kualitas hidup, dan usia
harapan hidup seseorang. Dampak tersebut
berkontribusi sebagai salah satu faktor utama
pemicu munculnya berbagai penyakit tidak
menular, termasuk hipertensi, stroke, dan

diabetes mellitus (kencing manis) (Hidayat,
2010). Selain itu, dampak psikologis pun
dinilai terjadi secara beragam pada setiap
individu yang mengalami kejadian tersebut
(Anas, 2014).
Secara umum prevalensi anak-anak dan
remaja yang mengalami kelebihan berat
badan menunjukan peningkatan yang sangat
dramatis. Survei di Taiwan dan Hongkong,
misalnya, menunjukkan bahwa satu dari
empat anak mengalami masalah kegemukan
(Gill, 2007). Federasi Diabetes Internasional
dalam Gill (2007) mengestimasikan jumlah
individu yang akan menderita diabetes di

seluruh dunia menjelang tahun 2025 akan
mencapai sekitar 380 juta, dan lebih dari
setengah penderita itu tinggal di Asia,
perkiraan tersebut dapat menyebabkan
penambahan beban biaya kesehatan. Di

Indonesia, menurut data hasil Riset Kesehatan
Dasar (2013), terdapat prevalensi kasus berat
badan lebih dan obesitas pada remaja berumur
16-18 tahun sebanyak 7,3%. Provinsi dengan
prevalensi kasus tersebut tertinggi dialami di
DKI Jakarta sebanyak 4,2% dan terendah di
Sulawesi Barat sebesar 0,6%. Kecenderungan
status gizi (IMT/U) remaja umur 16-18 tahun
dengan prevalensi kasus berat badan lebih
atau obesitas naik dari 1,4% tahun 2007
menjadi 7,3% tahun 2013, gizi lebih tersebut
telah teridentifikasi semenjak usia balita
dengan prevalensi sebesar 11,9%.
Pengaruh jumlah prevalensi tersebut dapat
diakibatkan dari pola habit atau gaya hidup
masyarakat yang kurang aktif. Seperti
dijelaskan oleh Adityawarman (2007) bahwa
“Angka prevalensi obesitas yang besar
dikaitkan dengan turunnya penggunaan waktu
untuk melakukan aktivitas fisik disamping

dengan peningkatan konsumsi makanan padat
energi”. Menurut data penelitian Susenas
dalam Notoatmodjo (2010) menyatakan
bahwa hanya 9,0% saja penduduk Indonesia
di kalangan usia 15 tahun ke atas yang
termasuk dalam kategori cukup beraktivitas,
sebagian besar penduduk juga melakukan
aktivitas fisik, tetapi kebanyakan belum
memenuhi persyaratan sebagai aktivitas fisik
yang cukup, presentasi penduduk kurang
beraktivitas fisik mencapai 84,9% dan bahkan
9,1% nya termasuk sama sekali tidak
melakukan aktivitas fisik (sedentary).
Pengukuran obesitas dapat dilakukan
dengan berbagai macam pemeriksaan, salah
satu pemeriksaan dalam menilai komposisi
tubuh adalah pengukuran antropometri,
pengukuran ini dapat digunakan untuk
menilai apakah komponen tubuh tersebut
sesuai dengan standar yang

normal.
Pengukuran antropometri yang paling sering
digunakan yaitu Body Mass Index (BMI) atau

228

Jurnal Terapan Ilmu Keolahragaan Special Issue 01 Seminar Nasional Ilmu Keolahragaan 2017 Hal.
227-234
Devia Anggita Anggelia, Nurlan Kusmaedi

Indeks Massa Tubuh (IMT) yang terukur
dengan rasio berat badan (kg) dan tinggi
badan (m) kuadrat, pengukuran ini bertujuan
untuk mengetahui apakah seseorang berada
pada kisaran berat badan yang sehat sesuai
dengan tinggi badan (Azwar dalam Aprilia,
2014).
Seperti dalam penelitian Adityawarman
(2007) yang melakukan penelitian tentang
hubungan aktivitas fisik dengan komposisi

tubuh pada remaja (studi di SMP Domenico
Savio Semarang) yang hasilnya menyatakan
bahwa aktivitas fisik mempunyai pengaruh
terhadap lemak tubuh dan lingkar pinggang,
namun tidak berpengaruh secara bermakna
terhadap IMT. Penelitian lain pada kalangan
dewasa yang hasilnya berbeda pendapat yaitu
penelitian Riana Damasanti (2012) yang
meneliti tentang hubungan Indeks Massa
Tubuh dengan aktivitas fisik wanita di
Perumahan
Gedongan
Colomadu
Karanganyar yang hasilnya ada hubungan
antara IMT dengan aktivitas fisik.
Berkaitan dengan komposisi tubuh dalam
hal kontrol berat badan dan kesehatan
jasmani, tentu aktivitas fisik merupakan
sarana dasar yang berhubungan dalam
pengembangan, pemeliharaan kesehatan, dan

kesejahteraan seseorang. Kurangnya aktivitas
fisik memberikan kontribusi dalam penyebab
timbulnya penyakit maupun kematian yang
berhubungan dengan resiko penyakit tidak
menular dalam jangka panjang. Maka
diperlukan pula penelitian yang dapat
memudahkan kalangan remaja dengan cara
yang sederhana serta perlunya mengetahui
gambaran aktivitas fisik dan indeks massa
tubuh siswa late adolescenes. Penelitian ini
akan melihat gambaran aktivitas fisik dan
indeks massa tubuh serta hubungan aktivitas
fisik dengan indeks massa tubuh pada
kalangan remaja lanjut.

METODE
Responden yang terlibat,
Responden yang terlibat dalam penelitian
ini adalah siswa SMK terpilih kelas XI SMK
Negeri se-Kota Bandung. Jumlah responden

yang terlibat sebanyak 144 orang dengan 99
orang sebagai sampel penelitian dan 45 orang
sebagai partisipan uji validitas dan uji
reliabilitas
instrumen
aktivitas
fisik.
Karakteristik yang dimiliki partisipan yaitu
partisipan termasuk ke dalam kelompok
remaja awal sampai remaja menuju dewasa
dengan rentang umur 16-19 tahun, mengikuti
kegiatan di sekolah, memiliki karakteristik
remaja pada umumnya, dan memiliki waktu
luang.
Instrumen yang digunakan,
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik diukur menggunakan
kuesioner yang diperoleh dari hasil adaptasi
pada jurnal internasional The Physical
Activity Questionnaire for Older Children

(PAQ-C) and Adolescents (PAQ-A) Manual
dengan
beberapa
modifikasi
karena
disesuaikan dengan kondisi dan kebiasaan
melakukan aktivitas fisik di Indonesia
(Kowalski, dkk., 2004). Kuesioner aktivitas
fisik ini merupakan instrumen yang dilakukan
dengan cara mengingat kegiatan yang
dilakukan pada tujuh hari sebelumnya. Bentuk
pertanyaan dalam kuesioner PAQ- A
termasuk ke dalam scaled response questions
(pertanyaan skala respon) yaitu bentuk
pertanyaan yang menggunakan skala untuk
mengukur dan mengetahui ringkasan aktivitas
fisik umum dari responden terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang disediakan
dalam kuesioner. Dalam kuesioner ini,
pernyataan skala respon ada pada delapan

pertanyaan dan satu pertanyaan untuk
mengidentifikasi siswa yang memiliki
aktivitas yang tidak biasa dilakukan pada
seminggu sebelumnya, tetapi ini tidak
digunakan dalam bagian pengukuran skor

229

Jurnal Terapan Ilmu Keolahragaan Special Issue 01 Seminar Nasional Ilmu Keolahragaan 2017 Hal.
227-234
Devia Anggita Anggelia, Nurlan Kusmaedi

pada aktivitas ringkasan. Selanjutnya aktivitas
tersebut dikategorikan menjadi sangat ringan,
ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Tujuan
menggunakan kuesioner ini adalah untuk
mengukur tingkat variabel yang mungkin
dianggap paling penting oleh responden yang
nantinya dapat dijadikan bahan perbaikan dari
bagian-bagian yang terpenting itu.
Komposisi Tubuh (Indeks Massa Tubuh)
Indeks Massa Tubuh (IMT) didefinisikan
sebagai hasil pengukuran antropometri atau
pengukuran tubuh manusia. Data meliputi
tinggi badan, berat badan, jenis kelamin, umur
dan IMT. Tinggi badan diukur dengan
microtoise dengan ketelitian 0,1 cm serta
pengukuran berat badan menggunakan
timbangan digital dengan ketelitian 0,1 kg.
Pengukuran IMT didapatkan dari berat badan
dalam kilogram dibagi dengan tinggi badan
kuadrat dalam meter persegi (kg/m2).
Interpretasi IMT tergantung pada umur dan
jenis kelamin anak, karena anak laki-laki dan
anak perempuan mempunyai komposisi
tubuh
yang
berbeda (Syarif dalam
Adityawarman, 2011). Nilai batas IMT
untuk obesitas pada remaja mengikuti
kriteria WHO 2007 (dalam Kuniasih, dkk.,
2010) yaitu berdasarkan pada tabel IMT
remaja perempuan dan laki-laki usia 10-19
Tahun dengan kategori sangat kurus, kurus,
normal, gemuk, dan sangat gemuk. Remaja
yang memiliki IMT lebih atau sama dengan
kategori sangat gemuk (lebih dari)
dikategorikan overweight atau mengalami
kegemukan.

sebagaimana adanya. Uji asumsi dilakukan
sebagai prasyarat untuk melakukan uji
korelasi dan uji hipotesis. Uji asumsi yang
dilakukan adalah uji normalitas dan uji
linieritas. Uji normalitas dilakukan untuk
mengetahui apakah penyebaran data variabel
yang diteliti berdistribusi normal atau tidak
normal, yang selanjutnya dapat menentukan
apakah
pengujian
yang
digunakan
menggunakan uji statistik parametrik atau
non-parametrik. Uji linieritas dilakukan untuk
melihat linier tidaknya hubungan antar
variabel aktivitas fisik dengan komposisi
tubuh (Indeks Massa Tubuh). Analisis bivariat
dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
variabel independen dengan variabel
dependen berdasarkan pengolahan statistik.
Untuk melakukan analisis bivariat, peneliti
menggunakan uji korelasi sederhana dengan
tujuan mengetahui ada atau tidaknya
hubungan dan tingkat keeratan hubungan
antara masing-masing variabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil presentase karakteristik berdasarkan
aktivitas fisik dan karakterisktik berdasarkan
IMT dengan hasil yang dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden
menurut Aktivitas Fisik

Teknik analisis data,
Pengolahan data dan analisis dilakukan
dengan menggunakan program SPSS versi
21.00 for windows. Pengolahan data terdiri
dari data statistik deskriptif, uji asumsi dengan
uji normalitas dan uji linieritas, uji korelasi
dan uji hipotesis. Statistik deskriptif dilakukan
untuk mendeskripsikan atau memberi
gambaran terhadap obyek yang diteliti
melalui data sampel atau populasi

230

Jurnal Terapan Ilmu Keolahragaan Special Issue 01 Seminar Nasional Ilmu Keolahragaan 2017 Hal.
227-234
Devia Anggita Anggelia, Nurlan Kusmaedi

Kategori Aktivitas
Fisik
Sangat ringan
Ringan
Sedang
Berat
Sangat berat
Jumlah

Frekuensi

Pesentase

2
85
11
1
0
99

2%
86 %
11 %
1%
0%
100 %

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden menurut IMT
Interpretasi IMT
Jumlah
Pesentase
Remaja
Responden
Sangat kurus
0
0%
Kurus
6
6%
Normal
76
77 %
Gemuk
11
11 %
Sangat Gemuk
6
6%
Jumlah
99
100 %

Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh peneliti, didapatkan responden yang
kategori aktivitasnya sangat ringan sebanyak
2%, ringan 86%, sedang 11%, berat 1%, dan
tidak ada yang termasuk dalam kategori
aktivitas yang sangat berat. Adapun hasil
interpretasi IMT yang didapatkan yaitu
responden yang termasuk dalam kategori
kurus 6%, normal 77%, gemuk 11%, dan
sangat gemuk atau overweight sebanyak 6%.
Dari hasil uji korelasi diperoleh nilai
koefisien korelasi sebesar (nilai r) = 0,112.
Kemudian uji signifikansi pada variabel
aktivitas fisik dengan komposisi tubuh yang
diwakili dengan indeks massa tubuh (IMT)
didapatkan angka probabilitas p = 0,271.
Karena 0,271 > 0,05, maka H0 diterima, hal ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara aktivitas fisik dengan
komposisi tubuh (IMT) siswa kelas XI SMK
Negeri se- Kota Bandung. Meskipun tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara
aktivitas fisik dengan IMT, namun kurangnya
aktivitas dapat menyebabkan kelebihan berat
badan dan obesitas.

Berdasarkan data aktivitas fisik dari
penelitian ini, responden yang tergolong
dalam kategori aktivitas fisik yang baik
menurut Anies (2006) yaitu sedang hanya
sebesar 11% dan berat hanya 1% saja,
sedangkan 2% dari responden yang diteliti
memiliki kategori sangat ringan atau termasuk
pada aktivitas sedentari dan 86% responden
memiliki aktivitas ringan yang termasuk pula
pada
penjelasan
kurangnya
aktivitas
(inaktivitas) yang dimiliki remaja. Hal ini
perlu mendapat perhatian, karena banyak
faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kurangnya aktivitas fisik, disamping IMT
yang hanya memberikan pengaruh sebesar
1,2% saja terhadap aktivitas fisik siswa kelas
XI SMK Negeri se-Kota Bandung.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
kurangnya aktivitas perlu juga diteliti kepada
responden yang sama. Namun pada
paradigmanya,
menurut
Adityawarman
(2004) dijelaskan bahwa banyak faktor yang
berkaitan dengan kurangnya aktivitas pada
remaja
seperti
gender, karakteristik
fisiologis, pelajaran penjasorkes disekolah,
menonton TV, musim dan cuaca, keamanan

231

Jurnal Terapan Ilmu Keolahragaan Special Issue 01 Seminar Nasional Ilmu Keolahragaan 2017 Hal.
227-234
Devia Anggita Anggelia, Nurlan Kusmaedi

lingkungan, pengaruh orang tua, dan
pengaruh teman sebaya.
Mengenai gambaran IMT responden
dalam penelitian ini, diketahui prevalensi
overweight atau obesitas dengan prevalensi
underweight memiliki persamaan yaitu 6%.
Meskipun demikian, ditambah dengan jumlah
dari kategori gemuk yang berkisar 11%, nilai
IMT yang tinggi memerlukan perhatian yang
lebih. Selain itu, IMT yang berada pada
kategori normal yaitu 77% bukan berarti tidak
memerlukan pemantauan dan terlepas dari
ancaman penyakit, responden pada kategori
ini memerlukan pula pemantauan pada faktorfaktor lain yang dapat mempengaruhi
terjadinya permasalahan kesehatan.
Dalam penelitian ini, didapatkan pula
penemuan mengenai pengukuran IMT yang
melibatkan
faktor
“tinggi
badan”
dikuadratkan sebagai pembagi berat badan
menyebabkan remaja yang pendek memiliki
prevalensi overweight yang lebih besar
meskipun mempunyai berat badan sama
dengan remaja yang tinggi. Hal ini sejalan
dengan pernyataan Adityawarman (2007)
bahwa 1) Remaja dengan IMT yang tinggi
belum tentu memiliki lemak yang tinggi,
karena IMT yang tinggi tersebut bisa
disebabkan oleh massa tulang yang lebih
padat dan lebih berat seiring dengan
kematangan remaja; 2) Tidak adanya rujukan
pengukuran obesitas nasional yang jelas
sehingga menyebabkan banyak standar yang
belum jelas untuk memenuhi kebutuhan
pengukuran
penelitian.
Namun
pada
pelaksanaannya, jika ditemukan pemeriksaan
dengan nilai IMT menunjukkan kelebihan
berat badan atau obesitas, biasanya seseorang
yang mengalaminya diminta untuk melakukan
pemeriksaan lanjutan, apakah kelebihan berat
badan tersebut merupakan hasil dari timbunan
lemak atau otot atau lainnya. Selanjutnya,
pemeriksaan tersebut biasanya dilakukan
dengan menggunakan beberapa pengukuran
antropometri lainnya seperti pengukuran
lingkar pinggang atau lemak bawah kulit
dengan alat.

Penelitian yang dilakukan pada
kalangan remaja ini telah menggunakan
anjuran dengan menilai IMT berdasakan
kategori remaja yang dibedakan dengan jenis
kelamin dan usia menurut WHO 2007 (dalam
Kurniasih, dkk., 2010), pada hasil yang
didapatkan sejalan dengan penelitian yang
menggunakan pengukuran IMT dengan
standar NHANES Amerika dalam penelitian
Adityawarman (2007) bahwa didapatkan hasil
dari analisis hubungan aktivitas fisik dengan
komposisi tubuh yang diwakili IMT dengan
koefisien korelasi p = 0,052 > 0,05 yang
menunjukkan tidak adanya hubungan yang
signifikan pada remaja dengan rata-rata umur
13 tahun. Meskipun tidak terdapat hubungan
yang signifikan atau bermakna tetapi aktivitas
fisik yang kurang (inaktivitas) dapat
menyebabkan overweight dan atau obesitas.
Hal lain yang menguatkan hasil ini adalah
ditemukan hasil penelitian Candrawati (2011)
yang menunjukkan hasil sama yaitu tidak
terdapat
perbedaan
IMT
bermakna
berdasarkan tingkat aktivitas fisik dengan
nilai p = 0,889, penelitian ini mengunakan
standar berdasarkan klasifikasi IMT Asia
Pasifik WHO 2005 dengan rata-rata subjek
penelitian yang berumur 21 tahun.
Selain mengenai IMT, sebagian besar
subjek dalam penelitian ini pula telah
memenuhi rekomendasi aktivitas fisik
menurut Kowalski, dkk. (2004), tetapi dalam
penggunaan kuesioner PAQ-A disamping
memiliki kelebihan, setiap kuesioner
memiliki keterbatasan pula dalam hal
mengumpulkan beberapa informasi, seperti
bergantung pada daya ingat subjek penelitian,
merupakan metode yang subjektif, serta
jumlah absolute waktu yang digunakan dalam
melakukan aktivitas fisik dapat diestimasikan
secara berlebihan (Sjostrom, dkk., 2011).

232

Jurnal Terapan Ilmu Keolahragaan Special Issue 01 Seminar Nasional Ilmu Keolahragaan 2017 Hal.
227-234
Devia Anggita Anggelia, Nurlan Kusmaedi

KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat disimpulkan,
1. Aktivitas fisik yang dilakukan siswa
kelas XI SMK Negeri se-Kota Bandung
memiliki gambaran secara umum dalam
kategori ringan diikuti kategori sedang, sangat
ringan, berat dan tidak terdapat aktivitas yang
termasuk pada kategori sangat berat.
2. Gambaran komposisi tubuh (IMT)
siswa kelas XI SMK Negeri se-Kota Bandung
termasuk ke dalam kategori normal diikuti
dengan kategori gemuk, serta kategori kurus dan
overweight yang memiliki persentase sama.
3. Dari hasil penelitian, tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik
dengan komposisi tubuh (IMT) siswa kelas XI
SMK Negeri se-Kota Bandung.

Mengingat dalam penelitian ini banyak siswa
yang tergolong dalam kategori ringan, peneliti
merekomendasikan untuk mencari faktor-faktor
kurangnya aktivitas fisik pada siswa maupun
faktor-faktor yang mempengaruhi IMT.
Selanjutnya dapat juga diteliti mengenai
hubungan aktivitas fisik dengan pengukuran
komposisi tubuh secara keseluruhan dengan
mencari korelasi melalui pengukuran lingkar
pinggang, lemak bawah kulit, dan pengukuran
antropometri lainnya .

DAFTAR PUSTAKA
Adityawarman. (2007). Hubungan aktivitas fisik dengan komposisi tubuh pada remaja (studi di smp
domenico savio semarang). Artikel Penelitian. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,
Semarang.
Anas,
M.A.
(2014).
Body
composition.
[Online].
Diakses
dari
http://coacheducators.blogspot.com/2014/02/v-behaviorurldefaultvmlo.html. (29 April 2015).
Aprilia, S. (2014). Profil indeks massa tubuh dan vo2 maksimum pada mahasiswa anggota tapak
suci di universitas muhammadyah surakarta. (Naskah Publikasi). Program Studi Div
Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Candrawati, S. (2011). Hubungan tingkat aktivitas fisik dengan indeks massa tubuh (imt) dan lingkar
pinggang mahasiswa. The soedirman Journal of Nursing, 6 (2), hlm. 1-7. Jurusan Kdokteran,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman.
Gill, T. (2007). Young people with diabetes and obesity in asia. Special issue the growing epidemic.
Artikel Penelitian. Diabetes Voice. 52, hlm. 20-22.
Hidayat, Y. (2010). Peran dukungan sosial dan faktor personal dalam aktivitas jasmani remaja.
Jurnal Ilmiah: Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani
Kementrian Pendidikan Nasional, ISSN: 0987—9887 (4) Edisi Juni, hlm. 1-17.
Kowalski, K.C., Crocker, P.R.E., Donen, R.M. (2004). The physical activity questionnaire for older
children (paq-c) and adolescents (paq-a) manual. 87, S7N 5B2. Canada : College of
Kinesiology University of Saskatchewan.
Kurniasih, D., Soekirman, Thaha, A.R, Hardinsyah, Hadi, H., Jus’at, I., Achadi, E.L., Atmaira, P.H.
(2010). Buku sehat dan bugar berkat gizi seimbang. Jakarta : Nakita dan Yayasan Institut
Danone.
Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

233

Jurnal Terapan Ilmu Keolahragaan Special Issue 01 Seminar Nasional Ilmu Keolahragaan 2017 Hal.
227-234
Devia Anggita Anggelia, Nurlan Kusmaedi

Panitia Riset Kesehatan Dasar. (2013). Riset kesehatan dasar (RISKESDAS 2013). Jakarta : Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Rostania, M., Syam, A., Najamuddin, U. (2013). Pengaruh edukasi gizi terhadap perubahan
pengetahuan dan gaya hidup sedentary pada anak gizi lebih di sdn sudirman 1 makassar tahun
2013. Artikel Penelitian. Prodi Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Sjostrom, M., Ekelund, U., Yngve, A. (2011). Pengkajian aktivitas fisik. Dalam Gibney, M.J.,
Margetts, B.M., Kearney, J.M., Arab, L. (Penyunting), Gizi kesehatan masyarakat (hlm. 100126 ). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EG

234

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN VOLUME OKSIGEN MAKSIMUM Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh Dan Aktivitas Fisik Dengan Volume Oksigen Maksimum.

0 2 18

HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN VOLUME OKSIGEN MAKSIMUM Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh Dan Aktivitas Fisik Dengan Volume Oksigen Maksimum.

0 2 15

PENDAHULUAN Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh Dan Aktivitas Fisik Dengan Volume Oksigen Maksimum.

0 2 4

HUBUNGAN ASUPAN ENERGI DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN INDEKS MASSA TUBUH PADA REMAJA PUTRI Hubungan Asupan Energi Dan Aktivitas Fisik Dengan Indeks Massa Tubuh Pada Remaja Putri Di Madrasah Aliyah Al Mukmin Sukoharjo.

0 4 17

HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN TINGKAT KEBUGARAN PADA Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh (Imt) Dan Aktivitas Fisik Dengan Tingkat Kebugaran Pada Anak Usia 10-12 Tahun.

0 0 12

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN AKTIVITAS FISIK WANITA DI PERUMAHAN GEDONGAN COLOMADU Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Aktivitas Fisik Wanita Di Perumahan Gedongan Colomadu Karanganyar.

0 0 17

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN AKTIVITAS FISIK WANITA DI PERUMAHAN GEDONGAN COLOMADU Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Aktivitas Fisik Wanita Di Perumahan Gedongan Colomadu Karanganyar.

0 0 13

Hubungan Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Dengan Indeks Massa Tubuh (Imt) bab 1

0 1 6

PENGARUH PEMBELAJARAN AKTIVITAS RITMIK TERHADAP PERKEMBANGAN KETERAMPILAN MOTORIK SISWA | Lasrina | Jurnal Terapan Ilmu Keolahragaan 8073 16199 2 PB

1 8 7

HUBUNGAN ANTARA PEMBELAJARAN PENJAS DENGAN PERILAKU SOSIAL SISWA | Rohmah | Jurnal Terapan Ilmu Keolahragaan 7982 15944 2 PB

0 0 6