BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR 2.1. Pembubaran dan Likuidasi - TANGGUNG JAWAB PERSEROAN TERBATAS ATAS KERUGIAN PIHAK KETIGA KARENA KELALAIAN LIKUIDATOR MELAKUKAN PEMBERITAHUAN PEMBUBARAN PERSEROAN KEPADA KREDITOR DAN MENTERI Repository - U
BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR
2.1. Pembubaran dan Likuidasi
Dalam Pasal 1 UU PT tidak dijelaskan mengenai definisi dari pembubaran tetapi apabila ditarik dari rumusan Pasal 142 ayat (2) huruf b jo Pasal 149 ayat (1) UU PT. Dapat ditafsirkan bahwa jika PT bubar, maka PT tidak dapat melakukan perbuatan hukum lagi kecuali melakukan kegiatan dalam rangka pemberesan yang
6 dinamakan proses likuidasi.
Di lain pihak, M.Yahya Harahap berpendapat bahwa pengertian pembubaran
7
perseroan menurut hukum sesuai Pasal 143 ayat (1) UU PT adalah :
a. penghentian kegiatan usaha perseroan,
b. namun penghentian kegiatan usaha itu, tidak mengakibatkan status hukumnya “hilang”,
c. Perseroan yang dibubarkan baru kehilangan status badan hukumnya,
sampai selesainya likuidasi, dan pertanggung jawaban likuidator proses akhir likuidasi diterima oleh RUPS, Pengadilan Negeri, atau Hakim Pengawas.
Berdasarkan Pasal 142 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas disebutkan alasan pembubaran PT,antara lain : 6 Buku ajar h.147 a. Berdasarkan keputusan RUPS;
b. Karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan oleh anggaran dasar yang telah berakhir; c. Berdasarkan penetapan pengadilan;
d. Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;
e. Karena harta pailit perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; atau
f. Karena dicabutnya izin usaha perseroan sehingga mewajibkan perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan ketenuan peraturan perundang- undangan.
2.1.1. Perseroan “dalam likuidasi”
Berdasarkan Pasal 143 ayat (2) UU PT diatur bahwa :
“Sejak saat pembubaran pada setiap surat keluar Perseroan dicantumkan kata “dalam likuidasi” di belakang nama Perseroan.”
sejak saat pembubaran yang dimaksud dalam Pasal 143 ayat (2) UU PT ini adalah sejak: a. Pembubaran karena RUPS
Berdasar Pasal 144 ayat (3) UU PT dinyatakan bahwa
“Pembubaran Perseroan dimulai sejak saat yang ditetapkan dalam keputusan RUPS.”
b. Pembubaran karena jangka waktu pendirian PT telah berakhir Berdasar Pasal 145 ayat (1) UU PT dinyatakan bahwa
“Pembubaran Perseroan terjadi karena hukum apabila jangka waktu berdirinya Perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir.”
Maka secara a contrario pembubaran perseroan dimulai sejak jangka waktunya c. Pembubaran karena Putusan Pengadilan Dalam Pasal 146 ayat (2) UU PT dinyatakan bahwa
“Dalam penetapan pengadilan ditetapkan juga penunjukan likuidator.”
Sehingga a contrarionya adalah sejak putusan pengadilan itulah dimulai pembubaran.
d. Pembubaran karena harta pailit perseroan tidak mencukupi untuk membayar biaya kepailitan Pembubaran ini berkaitan dengan Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 18 UU no 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Berdasar pasal 17 ayat (2) UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diatur bahwa Majelis Hakim yang membatalkan putusan pernyataan pailit juga menetapkan biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator, dan berdasar pasal 18 UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diatur bahwa dalam hal harta pailit tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan, maka Pengadilan niaga atas usul Hakim Pengawas dan setelah mendengar panitia kreditor sementara jika ada, serta setelah memanggil dengan sah atau mendengar debitur, dapat memutuskan pencabutan putusan pernyataan pailit , dan berdasar
pasal 18 ayat (2) UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang putusan itu diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum Berdasar Pasal 142 ayat (1) huruf d UU PT jo Pasal 18 UU no. 37 tahun 2004 maka sejak itu terjadi pembubaran perseroan. e. Pembubaran karena harta pailit yang telah dinyatakan pailit dalam keadaan insolvensi Pembubaran ini berkaitan dengan Pasal 187 UU no.37 tahun 2004. Menurut
Pasal ini diatur bahwa setelah harta pailit dalam keadaan insolvensi ,maka hakim pengawas dapat mengadakan suatu rapat kreditor pada hari, jam dan tempat yang ditentukan. Tujuan rapat, untuk mendengar mereka seperlunya mengenai cara pemberesan harta pailit, dan jika perlu mengadakan pencocokan piutang yang dimasukkan setelah berakhir tenggang waktu. Berdasar Pasal 113 ayat (1), paling lambat 14 (empat belas) hari setelah putusan pernyataan pailit diucapkan,hakim pengawas harus menetapkan :
1. Batas akhir pengajuan tagihan,
2. Batas akhir verifikasi pajak,
3. Hari,tanggal,waktu, dan tempat rapat kreditor untuk mengadakan 8 pencocokan utang.
Maka berdasar Pasal 187 UU Nomor 37 tahun 2004 jo Pasal 142 ayat (1) huruf e UU PT maka sejak perseroan dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga, perseroan telah dalam keadaan insolven dan berarti sejak saat itu dimulai proses pembubaran f. Pembubaran karena izin usaha dicabut
Pembubaran karena alasan ini diatur dalam Pasal 142 ayat (1) huruf f, dan dalam penjelaannya ditegaskan bahwa
“yang dimaksud dengan “dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi” adalah ketentuan yang tidak memungkinkan Perseroan untuk berusaha dalam bidang lain setelah izin usahanya dicabut, misalnya izin usaha perbankan, izin usaha perasuransian
”
Perseroan yang izinnya dicabut dan pencabutan izin tersebut mengakibatkan bahwa perseroan tidak mungkin berusaha dibidang lain maka perseroan wajib melakukan pembubaran. Dapat disimpulkan bahwa saat terjadinya pembubaran adalah pada saat dicabutnya izin dari perseroan tersebut.
Sejak saat yang dimaksud dalam huruf a
- – f inilah perseroan wajib mencantumkan kata “dalam likuidasi” dibelakang nama perseroan dalam setiap surat keluar Perseroan.
Semenjak pembubaran tersebut, berdasar Pasal 142 ayat (2) wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau kurator. Berdasar Pasal 142 ayat (6) UU PT maka ketentuan mengenai pengangkatan, pemberhentian,pemberhentian sementara, wewenang, kewajiban, tanggung jawab, dan pengawasan terhadap Direksi
mutatis mutandis berlaku bagi likuidator, sehingga dapat dikatakan bahwa posisi
Direksi sudah digantikan oleh likuidator tetapi direksi tidak dibubarkan. Walaupun pengangkatan, pemberhentian,pemberhentian sementara, wewenang, kewajiban, tanggung jawab, dan pengawasan terhadap Direksi mutatis mutandis berlaku terhadap likuidator tetapi tidak berarti anggota direksi dan dewan komisaris diberhentikan kecuali diputuskan oleh RUPS seperti dijelaskan dalam penjelasan pasal 142 ayat (6) UUPT. Selain itu berdasarkan Pasal 142 ayat (2) huruf b diatur bahwa perseroan tidak dilanggar maka berdasar Pasal 142 ayat 5 maka anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan Perseroan bertanggung jawab secara tanggung renteng.
2.2. Pengangkatan Likuidator
Dalam Pasal 142 ayat (1) UU PT diatur bahwa dalam hal terjadi pembubaran perseroan wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau kurator.
Likuidasi yang dilakukan oleh kurator adalah likuidasi yang pembubaran perseroannya karena harta pailit perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi, hal ini ditegaskan dalam penjelasan Pasal 142 ayat (2) huruf a . Likuidator dapat diangkat oleh RUPS atau Pengadilan Negeri. Pengadilan Negeri hanya dapat mengangkat likuidator dengan alasan yang diatur dalam Pasal 146 UU PT yaitu:
a. Permohonan kejaksaan berdasarkan alasan Perseroan melanggar kepentingan umum atau Perseroan melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan;
b. Permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam akta pendirian; c. Permohonan pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris berdasarkan alasan Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan.
RUPS dapat mengangkat likuidator apabila pembubaran perseroan berdasarkan keputusan RUPS , karena jangka waktu berdiri perseroan telah berakhir atau dengan dicabutnya kepailitan berdasar putusan Pengadilan Niaga. Khusus untuk pembubaran perseroan karena berakhirnya jangka waktu pendirian perseroan, berdasar Pasal 145 ayat (2) likuidator wajib ditunjuk oleh RUPS dalam jangka waktu tiga puluh (30) hari
2.3. Pengangkatan,Pemberhentian, Pemberhentian Sementara, Wewenang, Kewajiban, Tanggung Jawab dan Pengawasan Terhadap Direksi mutatis
mutandis Berlaku Terhadap Likuidator
Berdasar Pasal 142 ayat (6) UU PT diatur bahwa ketentuan mengenai pengangkatan, pemberhentian, pemberhentian sementara, wewenang kewajiban, tanggung jawab dan pengawasan terhadap Direksi mutatis mutandis berlaku terhadap likuidator.
Pengangkatan likuidator oleh RUPS mutatis mutandis berlaku Pasal 94 ayat (1) UU PT sehingga likuidator diangkat oleh RUPS kecuali karena pembubaran perseroan ditetapkan oleh Pengadilan Negeri (Pasal 146 UU PT) maka likuidator diangkat oleh Pengadilan Negeri.
Pemberhentian likuidator mutatis mutandis berlaku Pasal 105 UU PT sehingga likuidator dapat diberlakukan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasan-alasannya (Pasal 105 ayat (1) UU PT), Keputusan pemberhentian likuidator tersebut diambil setelah likuidator diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS (Pasal 105 ayat (2) UU PT), pemegang saham dapat memberhentikan likuidator dengan keputusan diluar RUPS sesuai Pasal 91 UU PT
Pasal 105 ayat (3) UU PT. Pemberhentian sementara likuidator secara mutatis mutandis berlaku Pasal 106 UU PT. Berdasarkan Pasal 142 ayat (6) UU PT jo Pasal 106 UU PT maka likuidator dapat diberhentikan sementara oleh Dewan Komisaris dengan sementara likuidator diberitahukan secara tertulis kepada likuidator (Pasal 106 ayat (2) UU PT), dalam jangka waktu 30 hari setelah pemberhentian harus diadakan RUPS (Pasal 106 ayat (4) ), dalam RUPS tersebut likuidator diberi kesempatan membela diri (Pasal 106 ayat (5) ), RUPS tersebut akan memutuskan untuk mencabut atau menguatkan keputusan pemberhentian sementara tersebut (Pasal 106 ayat (6)). Dalam Pasal 106 ayat (8) diatur bahwa apabila dalam waktu 30 hari setelah pemberhentian tidak dilakukan RUPS atau tidak dapat mengambil keputusan maka pemberhentian sementara tersebut menjadi batal.
Berdasarkan Pasal 108 jo Pasal 142 ayat (6) UU PT maka mutatis mutandis pengawasan terhadap likuidator dilakukan oleh Dewan Komisaris sehingga Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan jalannya likuidasi yang dilakukan likuidator, serta memberi nasihat kepada likuidator Selain itu, Dewan Komisaris juga melakukan pengawasan dan pemberian nasihat kepada likuidator, dilakukan DK
9 untuk kepentingan pelaksanaan likuidasi.
Dalam penjelasan Pasal 142 ayat (6) UU PT ditegaskan pula mengenai kewenangan Dewan Komisaris untuk melakukan pemberhentian sementara likuidator dan pengawasan likuidator adalah Dewan Komisaris sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
2.4. Kewajiban Dan Tanggung Jawab Likuidator
Berdasarkan Pasal 142 ayat (6) UU PT kewajiban dan tanggung jawab Direksi
mutatis mutandis juga berlaku bagi likuidator. Sehubungan dengan itu selain
kewajiban likuidator yang disebut pada Pasal 147, juga terhadapnya berlaku
10
ketentuan: 1) Pasal 100, membuat dan risalah rapat likuidator serta membuat laporan pelaksanaan likuidasi maupun memelihara semua daftar risalah dan dokumen likuidasi;
2) Pasal 97, wajib dan bertanggung jawab mengurus pelaksanaan likuidasi dalam arti likuidator : Wajib menjalankan likuidasi untuk kepentingan pembubaran Perseroan; Wajib melaksanakan likuidasi sesuai dengan kebijakan yang tepat; Wajib melaksanakan likuidasi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab, yang mencakup hal-hal berikut:
- Likuidasi wajib dipercaya (fiduciary duty),
- Wajib melaksanakan likuidasi untuk tujuan yang wajar (duty to act
for a proper purpose ),
- Wajib menaati peraturan perundang-undangan (statutory duty) dalam melaksanakan likuidasi,
- Wajib loyal (loyal duty) dalam menjalankan likuidasi, dan
- Wajib menghindari benturan kepentingan;
Pelaksanaan likuidasi wajib dilakukan likuidator dengan penuh tanggung jawab, meliputi :
- Wajib saksama dan berhati-hati (the duty of due care) melaksanakan likuidasi,
- Wajib melaksanakan likuidasi secara tekun dan cakap (duty to be
diligent and skill)
Tanggung jawab likuidator atas kerugian yang timbul dari kesalahan atau kelalaian melaksanakan likuidasi, tunduk kepada ketentuan Pasal 97 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) :
- Bertanggung jawab secara pribadi (personal liability) atas kerugian yang dialami Perseroan “dalam likuidasi”, apabila bersalah (guilt or
wrongful act ) atau lalai (negligent) melaksanakan likuidasi,
- Likuidator bertanggung jawab secara tanggung renteng (jointly and
severally liable ) atas kerugian yang dialami Perseroan karena
kesalahan atau kelalaian yang dilakukan salah seorang likuidator apabila likuidator terdiri atas 2 (dua) orang atau lebih.
Dapat disimpulkan bahwa pertanggung jawaban yang dimaksud dalam pasal 97 ayat (3), (4), (5) UU PT adalah pertanggung jawaban yang bersifat “internal” dalam Perseroan saja.
Menurut Yahya Harahap dalam bukunya yang berjudul “Hukum Perseroan Terbatas”, selain kewajiban dan tanggung jawab umum yang dipaparkan diatas masih ada “kewajiban khusus” likuidator, dan kewajiban khusus itu diatur dalam Pasal 147 UU PT dan kewajiban tersebuit dapat dikategorikan sebagai “kewajiban pokok” likuidator dalam rangka melaksanakan likuidasi. Selanjutnya menurut Yahya Harahap Kewajiban pokok tersebut adalah:
1. Likuidator wajib memberitahukan pembubaran perseroan
2. Likuidator wajib melakukan pemberesan
3. Kewajiban likuidator mengajukan permohonan pailit
2.4.1. Likuidator Wajib Memberitahukan Pembubaran Perseroan
Kewajiban ini menurut Yahya Harahap adalah kewajiban “pokok” dari likuidator dan kewajiban ini diatur dalam Pasal 147 UU PT ayat (1) huruf a yang berbunyi :
“Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembubaran Perseroan, likuidator wajib memberitahukan: a. kepada semua kreditor mengenai pembubaran Perseroan dengan cara mengumumkan pembubaran Perseroan dalam surat kabar
dan Berita Negara Republik Indonesia; dan
b. pembubaran Perseroan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan bahwa Perseroan dalam likuidasi.“
Likuidator wajib memberitahukan kepada kreditor dengan cara mengumumkan pembubaran dalam surat kabar dan berita Negara Republik Indonesia dan memberitahu menkumham untuk dicatat dalam daftar perseroan bahwa perseroan berstatus “dalam likuidasi”. Pemberitahuan kepada kreditor melalui surat kabar dan a. Pembubaran Perseroan dan dasar hukumnya
b. Nama dan alamat likuidator
c. Tata cara pengajuan tagihan; dan
d. Jangka waktu pengajuan tagihan Berdasar Pasal 147 ayat (3) jangka waktu pengajuan tagihan tersebut adalah 60 (enam puluh) hari sejak tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal
147 ayat (1) UU PT .
Pemberitahuan kepada menkumham wajib diikuti dengan bukti :
a. Dasar hukum pembubaran
b. Pemberitahuan kepada kreditor dalam surat kabar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (1) huruf a
2.4.2. Likuidator Wajib Melakukan Pemberesan Kewajiban pokok likuidator ini ditegaskan dalam Pasal 149 ayat (1) UU PT.
Objek pemberesan oleh l ikuidator adalah “harta kekayaan” perseroan dalam likuidasi. tugas kewajiban pemberesan harta kekayaan Perseroan dalam proses likuidasi, meliputi pelaksanaan:
11
a. Pencatatan dan pengumpulan : 1) Harta kekayaan; dan 2) Utang Perseroan b. Pengumuman dalam surat kabar dan Berita Negara Republik Indonesia Mengenai Rencana Pembagian Kekayaan Hasil Likuidasi Yang dimaksud dengan rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi menurut Penjelasan Pasal 149 ayat (1) huruf b, termasuk rencana “besarnya hutang” dan “rencana pembayaran” kepada kreditor.
c. Pembagian kepada kreditor
d. Pembayaran Sisa Kekayaan Hasil Likuidasi kepada Pemegang Saham
e. Tindakan Lain yang Perlu Dilakukan dalam Pelaksanaan Pemberessan Kekayaan Menurut Penjelasan Pasal ini, yang dimaksud tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan, antara lain mengajukan permohonan pailit karena utang Perseroan lebih besar daripada Kekayaan Perseroan. Itulah aspek-aspek tindakan pemberesan yang diwajibkan Pasal 149 ayat (1) dilakukan likuidator.
2.4.3. Kewajiban Likuidator Mengajukan Permohonan Pailit
Kewajiban likuidator mengajukan permohonan pailit diatur dalam Pasal 149 ayat (2) UU PT yang berbunyi
“Dalam hal likuidator memperkirakan bahwa utang Perseroan lebih besar daripada kekayaan Perseroan, likuidator wajib mengajukan permohonan pailit Perseroan, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain, dan semua kreditor yang diketahui identitas dan alamatnya, menyetujui pemberesan dilakukan di luar kepailitan ” Kewenangan likuidator mengajukan permohonan pailit diberikan oleh UU PT dan tidak tunduk pada Pasal 104 ayat (1) UU PT sehingga Direksi tidak perlu meminta persetujuan RUPS.
2.5. Bentuk-bentuk Kelalaian Likuidator
Dalam sub-bab sebelumnya telah dibahas mengenai kewajiban-kewajiban likuidator, menjadi pertanyaan bagaimana apabila likuidator lalai? Dan kondisi seperti apakah likuidator dapat dikatakan lalai? Dalam hal likuidator lalai melakukan kewajibannya sebagaimana telah dijabarkan pada sub-bab sebelumnya maka:
1) Dalam hal likuidator lalai melakukan pemberitahuan kepada kreditor dan Menkumham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 UU PT : Berdasar Pasal 148 UU PT yang berbunyi
(1) Dalam hal pemberitahuan kepada kreditor dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 belum dilakukan, pembubaran Perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga. (2) Dalam hal likuidator lalai melakukan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), likuidator secara tanggung renteng dengan Perseroan bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak ketiga maka dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 UU PT lalai dilakukan oleh likuidator maka pembubaran tidak berlaku bagi pihak ketiga dan likuidator serta Perseroan bertanggung jawab secara renteng atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga. Menjadi perlu dicermati bahwa dalam Pasal 147 UU PT diatur mengenai
- Para Pihak yang diberitahukan yaitu Menkumham dan para kreditor
Perseroan ;
- Jangka waktu (30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembubaran
Perseroan
- Isi yang wajib dimuat dalam pemberitahuan dalam surat kabar dan
Berita Negara Republik Indonesia kepada kreditor yaitu: pembubaran Perseroan dan dasar hukumnya,nama dan alamat likuidator, tata cara pengajuan tagihan; dan jangka waktu pengajuan tagihan.”
- Pemberitahuan kepada Menkumham wajib dilengkapi dengan bukti : dasar hukum pembubaran Perseroan dan pemberitahuan kepada kreditor dalam surat kabar
Maka dapat disimpulkan berdasarkan Pasal 148 ayat (1) ini segala syarat pemberitahuan yang dimaksud dalam Pasal 147 UU PT wajib dipenuhi atau bersifat komulatif sehingga apabila likuidator melakukan pemberitahuan tetapi tidak sesuai dengan syarat substansial ini maka likuidator dapat dikatakan lalai. 2) Dalam hal likuidator lalai melakukan tugas pemberesan lainnya:
Berdasarkan pasal 142 ayat (6) UU PT maka tanggung jawab direksi mutatis mutandis berlaku pula terhadap Likuidator.
Tanggung jawab likuidator atas kerugian yang timbul dari kesalahan atau kelalaian melaksanakan likuidasi, tunduk kepada ketentuan Pasal 97 ayat (3),
- bertanggung jawab secara pribadi (personal liability) atas kerugian yang dialami Perseroan “dalam likuidasi”, apabila bersalah (guilt
or wrongful act ) atau lalai (negligent) melaksanakan likuidasi,
- Likuidator bertanggung jawab secara tanggung renteng (jointly
and severally liable ) atas kerugian yang dialami Perseroan karena
kesalahan atau kelalaian yang dilakukan salah seorang likuidator 12 apabila likuidator terdiri atas 2 (dua) orang atau lebih.
Pasal 97 ayat (4) (5) (6) UU PT tersebut merupakan pertanggungjawaban yangbersifat “internal”