BAB II PEMBUBARAN KOPERASI DAN AKIBAT HUKUMNYA A. Alasan Pembubaran Koperasi - Analisis Yuridis Tentang Pembubaran Dan Likuidasi (Penyelesaian) Atas Pailitnya Koperasi

BAB II PEMBUBARAN KOPERASI DAN AKIBAT HUKUMNYA A. Alasan Pembubaran Koperasi Pembubaran juga diartikan sebagai pemberhentian kegiatan perseroan sebagai

  akibat dari berakhirnya tujuan perseroan. Pembubaran tidak berarti berakhirnya eksistensi perseroan, dimana perseroan sebagai subyek hukum yang mempunyai aktiva dan pasiva yang setelah deklarasi pembubarannya diucapkan eksistensinya tetap ada tetapi dalam kondisi likuidasi (pembubaran). Hak yang dimiliki perseroan harus direalisasikan dan kewajibannya harus dipenuhi dan selama kondisi likuidasi, perseroan tidak menjalankan tugas biasa, tetapi terbatas yaitu khusus untuk membereskan hak dan kewajiban itu. Eksistensi perseroan tetap ada sepanjang

  147 diperlukan untuk pemberesan.

  Koperasi dan perseroan sama sama badan hukum yang akta pendiriannya disahkan oleh menteri dan secara eksplisit disebukan UU sebagai badan hukum, maka pembubaran perseroan tersebut diatas sama dengan pengertian pembubaran koperasi yaitu penghentian bisnis/ kegiatan koperasi dengan diikuti tindakan pemberesan dan penyelesaian hak dan kewajiban koperasi terhadap pihak ketiga dan para kreditornya.

  Pembubaran, likuidasi/penyelesaian dan berakhirnya status badan hukum koperasi diatur dalam Pasal 102 sampai 111 UU No. 17 Tahun 2012. Dasar yang memutuskan pembubaran koperasi diatur dalam Pasal 102 UU No. 17 Tahun 2012. Dasar pembubaran koperasi dapat di gambarkan sebagai berikut: 147

  Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, OP.Cit, hlm. 124

  

36 DASAR PEMBUBARAN KOPERASI Berdasarkan

  Jangka waktu Berdasarkan rapat anggota berdirinya telah keputusan berakhir Menteri

  Ditentukan

  1. Koperasi dinyatakan Diajukan ke rapat dalam anggaran pailit berdasarkan anggota oleh dasarnya putusan Pengadilan pengawas atau

  Niaga anggota mewakili

  2. Tidak menjalankan paling sedikit 1/5 organisasi dan usahanya dari anggota selama 2 tahun berturut turut

  PROSES LIKUIDASI

1. Pembubaran Koperasi Berdasarkan Rapat Anggota

  Koperasi didirikan oleh anggota pendiri koperasi dengan suatu perjanjian

  148

  yang dibuat dalam akta autentik (akta notaris). Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau

  149

  lebih. Sebelum dibuat akta pendirian koperasi terlebih dahulu dilakukan rapat 148

  Pasal 9 ayat 1 UU No. 17 Tahun 2012: Pendirian Koperasi dilakukan dengan Akta Pendirian Koperasi yang dibuat oleh Notaris dalam bahasa Indonesia. 149 Lihat Pasal 1313 KUH Perdata. Lihat juga Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan ,[Bandung :Citra Citra Aditya Bakti, 1990], hlm,77-78. Perjanjian adalah adalah suatu persetujuan dengan dua atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. pendiri koperasi yang dibuat dalam notulen rapat. “Notulen rapat yang telah memenuhi syarat-syarat sah perjanjian akan mengikat para pihak layaknya undang- undang sejak lahirnya kesepakatan para pihak (asas konsensualisme) yang ditandai

  150

  dengan ditandatanganinya notulen rapat tersebut oleh para pihak.” Pada prinsipnya, hukum perjanjian menganut asas konsensualisme. Asas konsensualisme ini sesuai dengan Pasal 7 ayat 1 dan 2 UU No. 17 Tahun 2012 Koperasi Primer didirikan oleh paling sedikit 20 (dua puluh) orang perseorangan dengan memisahkan sebagian kekayaan pendiri atau anggota sebagai modal awal koperasi. Koperasi sekunder didirikan oleh paling sedikit 3 (tiga) koperasi primer. Dengan kata lain koperasi didirikan berdasarkan kesepakatan (konsensualisme) paling sedikit 20 (dua puluh) orang perseorangan dengan memisahkan sebagian kekayaan pendiri atau anggota sebagai modal awal koperasi.

  Syarat sahya suatu perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata diperlukan empat syarat:

  1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

  2. Cakap untuk membuat suatu pejanjian;

  3. Mengenai suatu hal tertentu;

  4. Sesuatu sebab yang halal;

  Pasal 1338 (1) KUH Perdata menyebutkan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dalam

  pasal ini terkadung asas kebebasan berkontrak. Artinya bahwa perjanjian timbul sejak 150 Inneke Kusuma Dewi, Skripsi, Notulen Rapat Sebagai Dasar pemutusan Perjanjian Sepihak Pemberian Jasa Jasa Pengangkutan Darat Antara PT Saheda Remindo Dengan PT Kaltex

Pasific Indonesia, [Fakultas Hukum UI, 2011, didownload dari lontar.ui.ac.id ]tanggal 13 Juni 2013,

  hlm, 84 terjadi kesepakatan para pihak. Jika ditinjau dari segi hukum perjanjian, pendirian koperasi sebagai badan hukum, bersifat “contraktual” yaitu berdirinya koperasi merupakan akibat yang lahir dari perjanjian, dan juga bersifat “konsensual” yaitu adanya kesepakatan untuk mengikat perjanjian mendirikan koperasi. Bahwa asas konsensualime mempunyai hubungan yang erat dengan asas kebebasan berkontrak

  151 dan asas kekuatan mengikat yang terdapat Pasal 1338 (1) BW.

  Pembubaran koperasi berdasarkan keputusan anggota dilakukan dengan keputusan bersama anggota koperasi yang diputuskan dalam rapat anggota. Rapat anggota ini merupakan kekuasaan yang tertinggi dalam tata kehidupan koperasi, yang dalam pengejawantahannya merupakan rapat anggota dari para pemilik koperasi

  152

  tersebut yang masing-masing anggota mempunyai hak satu suara. Keputusan rapat anggota dituangkan dalam notulen rapat, dimana keputusan yang dibuat dalam notulen rapat itu adalah suatu kesepakatan yang diperjanjiankan anggota untuk membubarkan koperasi. Suatu kemufakatan yang telah diputuskan merupakan suatu ketentuan yang harus ditaati penuh dan dijalankan dengan penuh kedisplinan oleh

  153

  para anggotanya hal ini sesuai dengan Pasal 1338 KUH Perdata semua persetujuan (kemufakatan) yang telah dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Keputusan rapat anggota yang dituangkan dalam notulen rapat termasuk persetujuan (kemufakatan). “Bahwa notulen rapat termasuk ke dalam

  154

  perjanjian menurut hukum Indonesia.”

2. Pembubaran Koperasi Karena Jangka Waktunya Berakhir

  151 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, [Jakarta, Kencana Media Group], 2010, hlm, 121. 152

  G, Kartasapoetra,et,al Koperasi Indonesia Yang Berlandaskan Pancasila dan UUU 1945, [Jakarta: Bina Aksara, ]1989, hlm, 126. 153 154 Ibid Inneke Kusuma Dewi, Skripsi, Op. Cit, hlm, 86 Salah satu alasan pembubaran koperasi yaitu jika jangka waktu berdirinya koperasi telah berakhir. Apabila anggaran dasar koperasi memuat ketentuan bahwa koperasi hanya diperlukan (hidup) selama jangka waktu tertentu, maka tidak diperlukan ada keputusan khusus untuk membubarkan koperasi itu setelah jangka

  155 waktu tersebut berakhir. Anggaran dasar koperasi berdasarkan Pasal 16 UU No.

  17 Tahun 2012 sekurang-kurangnya harus dicantumkan salah satu yaitu jangka waktu berdirinya koperasi. Apabila jangka waku yang ditentukan dalam anggaran dasar sudah berakhir dan tidak diperpanjang lagi maka demi hukum koperasi tersebut bubar oleh karena jangka waktu berdirinya sebagaimana ditentukan dalam anggaran

  156

  dasar telah berakhir. Penentuan batas jangka waktu berdirinya koperasi ini akan berpengaruh langsung pada proses dan tata cara pembubaran koperasi yang

  157

  bersangkutan diakhir masa yang telah ditentukan. Akan tetapi “Menteri dapat memperpanjang jangka waktu berdirinya koperasi atas permohonan pengurus setelah

  158

  diputuskan pada rapat anggota.” Disamping pembubaran koperasi karena jangka waktu yang ditentukan dalam anggaran dasar berakhir dapat juga terjadi pembubaran secara suka rela sebelum

  159

  jangka waktu yang ditetapkan misalnya karena tujuan yang ditentukan dalam anggaran dasar sudah tercapai seperti Koperasi Listrik, Koperasi untuk mengelola sekolah, Koperasi Rumah Sakit, dimana tujuan koperasi sudah tercapai misalnya ketika pemerintah mengambil alih rumah sakit yang dibangun koperasi,Koperasi 155

  Hans-H.Munkner, 10 Kuliah mengenai Hukum Koperasi 10 Lectures of Co-operative Law, , hlm 176 Op.Cit 156 157 Pasal 104 ayat 1 UU No. 17 tahun 2012.

  Andjar Pachta, et al,Hukum Koperasi Indonesia Pemahaman, Regulasi, Pendirian, dan Modal Usaha ,[Jakarta: Kencana Predana Media Grup, 2008], hlm 89 158 159

Pasal 104 ayat 2 UU No. 17 tahun 2012 Hans-H.Munkner, 10 Kuliah mengenai Hukum Koperasi 10 Lectures of Co-operative Law, Loc.Cit

  160

  Listrik bubar sesudah di daerah tersebut sudah ada listik nasional. Alasan pembubaran bisa karena tujuan koperasi sudah tercapai atau tujuan yang ditetapkan tidak mungkin tercapai.

3. Pembubaran Koperasi Berdasarkan Keputusan Menteri.

  Sebagai suatu organisasi ekonomi yang berstatus badan hukum, hidup berkembang, tumbuh mati dan bubarnya koperasi diatur dengan suatu peraturan, baik yang dibuat oleh pemerintah maupun yang dibuat anggota koperasi yang dimuat

  161

  dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Pembatalan perjanjian oleh pihak yang berwewenang hanya “atas kuasa undang-undang yang secara eksplisit menyatakan hal itu.Maksudnya terdapat sebuah norma hukum dalam sebuah UU yang menyatakan bahwa lembaga atau pejabat publik tertentu berdasarkan UU tersebut

  162

  berwewenang untuk membatalkan perjanjian tertentu.” Koperasi ada karena didirikan berdasarkan perjanjian, maka pembatalan perjanjian merupakan

  163

  pembubaran koperasi. Menteri dapat membubarkan Koperasi apabila:

  1. Koperasi dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; dan/atau

  2. Koperasi tidak dapat menjalankan kegiatan organisasi dan usahanya selama 2 (dua) tahun berturut-turut.

  Kewenangan untuk membubarkan koperasi tersebut timbul sebagai

  164

  konsekuensi dari: 160 161 Ibid

  H. Budi Untung, Hukum Koperasi dan Peranan Notaris Indonesia,[Yogyakarta, Andi,2005], hlm 47 162 Elly Erawati, Herlien Budiono, Penjelasan Hukum Tentang Kebatalan Perjanjian, [Jakarta: PT Gramedia, 2010], hlm, 31 163 164

Pasal 105 UU No. 17 Tahun 2012 Menimbang pada PP No 17 Tahun 1994.

  a. Pemerintah berkewajiban menciptakan iklim serta kondisi yang mendorong pertumbuhan dan pemasyarakatan koperasi melalui kegiatan penyuluhan, pemberian bimbingan, kemudahan dan perlindungan.

  b. Salah satu tugas pemerintah dalam upaya menciptakan iklim serta kondisi dimaksud, adalah mewujudkan sistem perkoperasian yang sehat, efisien, tangguh dan mandiri. Koperasi yang tidak melakukan kegiatan usahanya secara nyata selama 2

  (dua) tahun berturut-turut terhitung sejak tanggal pengesahan akta pendirian koperasi merupakan alasan yang mendasar, untuk membubarkan koperasi apabila sejak didirikan ternyata belum melaksanakan kegiatan apapun, maka berarti koperasi tersebut sebenarnya tidak bermanfaat bagi anggotanya.

  Pada umumnya pembubaran koperasi dilakukan berdasarkan alasan-alasan tertentu yang mengakibatkan kegiatan koperasi tersebut menghambat dan rnembahayakan sistem perkoperasian yang sehat. Oleh karena itu pembubaran Koperasi tidak boleh dilakukan atas dasar kemauan subjektif, akan tetapi harus dilakukan secara objektif, setelah dilakukan upaya pembinaan tetapi

  165 tidak mencapai hasil .

  166

  Apabila berdasarkan alasan-alasan tertentu kegiatannya dirasakan dapat menghambat dan membahayakan sistem perkoperasian yang sehat, efisien, tangguh dan mandiri, maka koperasi tersebut lebih baik dibubarkan. Berdasarkan Pasal 105 UU No. 17 tahun 2012 Menteri dapat membubarkan koperasi apabila:

  a. Koperasi dinyatakan pailit berdasarkan putusan Pengadilan yang telah 165 mempunyai kekuatan hukum tetap; dan/atau

  Petunjuk pelaksanaan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 269/M/IX/1994 tanggal 9 september 1994. 166 Kelangsungan hidupnya tidak dapat dipertahankan meskipun sudah diberikan bimbingan dan bantuan, atau terbukti bertentengan dengan ketertiban umum dan kesusilaan, tidak menjalankan UU dan Anggaran Dasar Koperasi. b. Koperasi tidak dapat menjalankan kegiatan organisasi dan usahanya selama 2 (dua) tahun berturut-turut.

  

3.1. Pembubaran koperasi karena tidak memenuhi Undang Undang

Perkoperasian

  Koperasi yang tidak memenuhi ketentuan UU No 17 Tahun 2012 menjadi alasan bagi koperasi tersebut bubar demi hukum sebab koperasi tersebut tidak lagi memenuhi syarat yang ditentukan dalam undang-undang. Koperasi diakui sebagai badan hukum apabila dipenuhi persyaratan yang ditentukan undang-undang, dan jika persyaratan yang ditetukan dalam undang-undang tidak dipenuhi koperasi tersebut dapat dikategorikan koperasi yang melawan hukum menurut undang undang. Sifat dan akibat keadaan melawan hukum menurut undang-undang berbeda-beda menurut

  167 syarat-syarat yang ditetapkan dalam undang-undang yang bersangkutan.

  Pasal 1337 KUH Perdata menegaskan, suatu sebab adalah terlarang, bila dilarang undang-undang atau bila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Jadi suatu perjanjian batal bila bertentangan dengan undang-undang atau kepentingan umum. Biasanya dalam perjanjian ada klausula yang mengatakan, bila suatu bagian perjanjian tidak berlaku, bagian lain dari perjanjian tersebut dapat dirumuskan kembali agar memenuhi persyaratan hukum.

  Koperasi dapat dibubarkan oleh menteri jika koperasi tersebut tidak melaksanakan ketentuan undang-undang dan anggaran dasarnya. Undang undang No.

  168

  17 Tahun 2012 menetukan bahwa koperasi asas tujuan dan landasan koperasi, nilai 167

  S.B. Marsh, and J Soulsby, Business Law, Terjemahan Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perjanjian, [Bandung, Alumni, 1986],hlm 185 168

  UU No. 17 Tahun 2012, Pasal 2 Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 3 Koperasi berdasar atas asas kekeluargaan. Pasal

4 Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan Anggota pada khususnya dan masyarakat pada

  169 170

  dan prinsip koperasi, syarat minimal jumlah anggota . Jika koperasi terbukti tidak menerapkan asas tujuan dan landasan koperasi (Pasal 2,3, dan 4 UU No. 17 Tahun 2012 dan nilai dan prinsip koperasi (Pasal 5 dan 6 UU No. 17 Tahun 2012) maka menteri harus membubarkan koperasi tersebut. Jika jumlah anggota koperasi berkurang dibawah mininum yang diatur dalam Pasal 7 UU No. 17 Tahun 2012 dan keadaan ini tidak hanya sementara melainkan berlangsung lama melampaui jangka waktu yang ditetapkan, badan pengurus koperasi harus mengajukan permohonan untuk membubarkan koperasi kepada instansi pemerintah yang menangani urusan

  

171

  koperasi atau pejabat pendaftaran lainnya. Akan tetapi jika pejabat pendaftaran itu ( pejabat koperasi) mengetahui bahwa jumah anggota koperasi telah berkurang di bawah jumlah minimum yang ditetapkan, maka koperasi harus dibubarkan secara ex

  officio

  setelah mendengar penjelasan secukupnya dari badan pengurus koperasi yang

  172 bersangkutan. umumnya, sekaligus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan berkeadilan. 169

  Pasal 5 ayat (1) UU No.17 Tahun 2012, Nilai yang mendasari kegiatan Koperasi yaitu : kekeluargaan, menolong diri sendiri, bertanggung jawab, demokrasi, persamaan, berkeadilan dan kemandirian. Ayat (2) Nilai yang diyakini Anggota Koperasi yaitu: kejujuran; keterbukaan, tanggung jawab; dan kepedulian terhadap orang lain. Pasal 6 ayat (1) Koperasi melaksanakan Prinsip Koperasi yang meliputi: keanggotaan Koperasi bersifat sukarela dan terbuka, pengawasan oleh Anggota diselenggarakan secara demokratis, Anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi, Koperasi merupakan badan usaha swadaya yang otonom, dan independen, Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Anggota, Pengawas, Pengurus, dan karyawannya, serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan Koperasi, Koperasi melayani anggotanya secara prima dan memperkuat Gerakan Koperasi, dengan bekerja sama melalui jaringan kegiatan pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional, dan Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakatnya melalui kebijakan yang disepakati oleh anggota. 170

  Pasal 7 atat 1 UU No. 17 Tahun 2012, Koperasi Primer didirikan oleh paling sedikit 20 (dua puluh) orang perseorangan dengan memisahkan sebagian kekayaan pendiri atau Anggota sebagai modal awal Koperasi. Ayat 2, Koperasi Sekunder didirikan oleh paling sedikit 3 (tiga) Koperasi Primer. 171 Hans-H.Munkner, 10 Kuliah mengenai Hukum Koperasi 10 Lectures of Co-operative Law, hlm 176

  Op. Cit, 172 Ibid

3.2. Pembubaran koperasi karena bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan

  Pasal 1337 KUH Perdata menegaskan, suatu sebab adalah terlarang, bila dilarang undang-undang atau bila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Perjanjian seperti ini tidak boleh atau tidak dapat dilaksanakan sebab melanggar hukum atau kesusilaan atau ketertiban umum. Kondisi seperti ini menurut Subekti sudah sangan jelas dapat diketahui seketika oleh hakim dan juga oleh umum sehingga untuk alasan ketertiban dan keamanan umum maka perjanjian semacam itu

  173 dengan sendirinya batal demi hukum.

  Untuk mengetahui ketentuan manakah dalam peraturan perundang undang yang bersifat boleh disimpangi para pihak, perlu diperhatikan apakah rumusan ketentuan itu menyebut secara eksplisit akibat hukum bila apa yang diatur dalam

  174 perundang undangan itu dilanggar.

  Menurut Pasal 1365 KUH Perdata “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian.” Sejak tahun 1919 dipelopori Pengadilan Tinggi di Belanda ( putusan Hoge Raad tanggal 31 januari 1919) “ istilah

  onrechmatige daad

  (perbuatan melawan hukum) ditafsirkan secara luas sehingga meliputi juga perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan atau dengan yang

  175 dianggap pantas dalam pergaulan hidup masyarakat”.

  Perbuatan melawan hukum dapat juga merupakan tidak tindak pidana disamping aspek perdata. Apabila perbuatan tersebut memenuhi unsur-unsur 173 174 Elly Erawati, OP.Cit, hlm, 10, dikutip dari R subekti, Catatan No 4 hlm.19. 175 Ibid

H. Budi Untung, Hukum dan Etika Bisnis , dilengkapi studi Kasus dan UU, [Yogyakarta: Andi, 2012], hlm, 34.

  perbuatan melawan hukum maupun unsur-unsur pidana, maka kedua macam sanksi dapat dijatuhkan secara berbarengan. Artinya korban dapat menerima ganti rugi perdata (dengan dasar gugatan perdata) tetapi pada watu yang bersamaan (dengan

  176

  proses pidana) pelaku dapat dijatuhkan sanksi pidana sekaligus. Koperasi dapat juga dibubarkan karena koperasi tersebut bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Ketertiban dan kesusilaan yang dimaksud disini adalah dalam ranah hukum pidana, sehingga harus terlebih dahulu ada putusan pengadilan yang menyatakan koperasi tersebut melakukan perbuatan melawan hukum yaitu bertentangan ketertiban umum dan kesusilaan. Maka dalam hal ini kejaksaanlah yang mengajukan permohonan pembubaran koperasi, untuk membuktikan ketertiban umum dan kesusilaan yang dilanggar koperasi. Apabila telah ada keputusan pengadilan yang telah mempunyai ketentuan hukum yang pasti bahwa kegiatan koperasi membahayakan keamanan masyarakat, melanggar norma kesusilaan yang berlaku atau melanggar ketertiban umum, maka pemerintah wajib membubarkan

  177 koperasi yang bersangkutan.

  Namun sampai saat ini belum ada kesepakatan para ahli tentang defenisi ketertiban umum dan dalam undang undang pun belum ada ditetapkan secara limitatif apa yang dimaksud ketertiban umum. Namun sebagai contoh koperasi melanggar ketertiban umum apabila koperasi mendanai kegiatan teroris, Koperasi yang mengelola perhotelan menyediakan hotelnya sebagai tempat prostitusi.

3.3. Pembubaran koperasi karena tidak melaksanakan usaha secara nyata dalam dua tahun berturut turut

  176 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2005, hlm 21. 177 Penjelasan Pasal 3 ayat 1 huruf b PP No. 17 tahun 1994.

  Koperasi yang tidak melakukan usaha secara nyata setelah akta pendirian koperasi disahkan dalam dua tahun berturut-turut “ maka pembubaran koperasi dapat diperintahkan ex officio oleh pendaftaran atau oleh istansi pemerintah yang

  178

  menangani pengembangan koperasi.” Pembubaran koperasi yang tidak melakukan usaha secara secara nyata sejak dua tahun berturut turut sejak akta koperasi disahkan, hal ini merupakan alasan yang mendasar untuk membubarkan, oleh karena apabila sejak didirikan ternyata belum melaksanakan kegiatan apapun, maka koperasi tersebut sebenarnya tidak

  179

  bermanfaat kepada anggotanya. Juga hal ini tidak sesuai dengan tujuan koperasi (Pasal 4 UU No.17 Tahun 2012) yaitu meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan berkeadilan.

3.4. Pembubaran (Dissolution) koperasi karena dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan.

  Berdasarkan Pasal 105 UU No. 17 Tahun 2012 secara tegas disebutkan bahwa salah satu alasan pembubaran koperasi dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Pengadilan yang dimaksud disini adalah Pengadilan Niaga sesuai dengan UU No 37 tahun 2004 tentang UUK- PKPU. Koperasi yang diputus pailit oleh pengadilan dan keputusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti bahwa koperasi dinyatakan pailit, Pemerintah 178

  Hans-H.Munkner, 10 Kuliah mengenai Hukum Koperasi 10 Lectures of Co-operative Law, Op. Cit, hlm 181. 179 Suhardi, Taufik Makarao,Fauziah ,Hukum Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di [ Jakarta: Akademia, 2012], hlm 194.

  Indonesia, wajib membubarkan koperasi yang bersangkutan. Ketentuan ini merupakan kewajiban Pemerintah cq. Menteri, dan pelaksanaannya tidak tergantung pada kebijaksanaan Menteri.

  180

  Jika koperasi tidak lagi mampu melunasi utang-utangnya kepada para kreditor atau jika seluruh jumlah utangnya melebihi prosentasi tertentu dari harta kekayaan koperasi, termasuk utang-utang perorangan dari para anggotanya, maka badan pengurus koperasi itu harus mengajukan permohonan untuk penyelesaian kepailitan (petition in bankrupcy).

  181

  Bagaimana jika koperasi diputus pailit oleh Pengadilan Niaga, dan koperasi tersebut tidak mampu membayar lunas hutang-hutangnya? Alasan yang dipakai sebagai dasar pembubaran koperasi dalam kepailitan, menimbulkan dua bentuk atau model pembubaran koperasi yaitu :

  182 1. Pembubaran koperasi berlakunya demi hukum (by the operation of law).

  Akibat yuridis yang berlaku demi hukum (by the operation of law) segera setelah pernyataan pailit dinyatakan atau setelah pernyataan pailit mempunyai hukum tetap, ataupun setelah berakhirnya kepailitan. Berlaku karena hukum

  (by the operation of law) begitu putusan pailit dikabulkan oleh Pengadilan Niaga.

  183 2. Pembubaran koperasi berlaku secara Rule of Reason. 180 Lihat Penjelasan pasal 3 ayat 1 huruf c PP No.17 Tahun 1994 181 Hans-H.Munkner, 10 Kuliah mengenai Hukum Koperasi 10 Lectures of Co-operative Law,

  Op. Cit, hlm 178 182 Bandingkan Arif Indra Setyadi, Analisa Hukum Tentang Pembubaran (Likuidasi)

  

Perseroaan Terbatas (PT) Akibat Keputusan Pailit Pengadilan Niaga, Mahasiswa Pasca Sarjana

Kenotariatan UNDIP 2011 183 Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, Op Cit hal 65-66.

  Untuk akibat-akibat hukum tertentu dari kepailitan berlaku Rule of Reason, adalah bahwa akibat hukum tersebut tidak otomatis berlaku, akan tetapi baru berlaku jika diberlakukan oleh pihak-pihak tertentu, setelah mempunyai alasan yang wajar untuk diberlakukan. Jadi perlu dimintakan oleh pihak tertentu dan perlu pula persetujuan institusi tertentu. Menurut UU No. 37 Tahun 2004 bahwa kepailitan badan hukum koperasi di

  Indonesia tidak secara otomatis terjadi pembubaran koperasi karena masih dimungkinkan koperasi pailit direhablitasi apabila mampu membayar lunas utangnya disamping itu kepailitan dan pembubaran koperasi merupakan lembaga hukum yang berbeda. Putusan pailit koperasi hanya membuat koperasi kehilangan haknya untuk mengurus dan menguasai harta kekayaan koperasi tersebut. Debitor (koperasi) yang tidak dapat membayar lunas utangnya atau tidak terjadi perdamaian setelah diputus pailit, maka terhadap hal tersebut tidak berlaku rehabilitasi. Kepailitan koperasi dapat berakhir karena tidak terjadi perdamaian atau tidak dapat membayar lunas hutangnya atau telah dinyatakan insolvensi, maka terhadap hal demikian pada prinsipnya tidak

  184

  ada rehablitasi. Jika keadaan ini terjadi maka tindakan hukum yang akan dilakukan adalah melakukan pembubaran koperasi oleh pemerintah yang diikuti penyelesaian/ likuidasi koperasi.

  Alasan pembubaran koperasi berhubung dengan kepailitan adalah dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit koperasi tidak cukup untuk membayar biaya

  184 Eduard Manik, Cara Mudah Memahami Proses Kepailitan Dan penundaan Kewajiban [Bandung: CV Mandar Maju,

  Pembayaran Utang (Dilengkapi Dengan Studi Kasus Kepailitan), 2012],hlm,178.

  185

  kepailitan dan karena harta pailit koperasi yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang

  186

  Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Dengan demikian hanya koperasi yang tidak dapat membayar lunas utangnya atau tidak terjadi perdamaian setelah diputus pailit yang wajib dibubarkan. Dalam putusan pailit ada beberapa kemungkinan yaitu: a. Koperasi mampu membayar lunas utang-utangngnya.

  b. Koperasi tidak mampu membayar lunas hutang-hutangnya.

  c. Koperasi diberikan kesempatan untuk menjadual ulang utang-utangnya (terjadi perdamaian).

  Jika koperasi sudah membayar lunas hutang-hutangnya atau terjadi perdamaian maka koperasi kembali dapat melanjutkan usahanya. Akan tetapi lain halnya dalam pranata hukum pembubaran koperasi, dimana setelah dikeluarkan keputusan pembubaran maka yang harus dilakukan adalah likuidasi/ penyelesaian untuk menyelesaikan hak dan kewajibannya koperasi.

3.4.1. Pengertian kepailitan

  Secara tata bahasa, kepailitan berarti segala hal yang berhubungan dengan ”pailit”. Black’s Law Dictionary memberikan pengertian bahwa pailit dihubungkan dengan ”ketidakmampuan untuk membayar” dari seorang (debitor) atas utang utangnya yang telah jatuh tempo. “Kapailitan adalah sita umum atas semua kekayaan 185 debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah

  

Analogi Pasal 142 ayat 1 huruf d UU No. 40 Tahun 2007, Lihat juga Pasal 18 ayat 1 UU No 37

Tahun 2004 186 Analogi Pasal 142 ayat 1 huruf e UU No. 40 Tahun 2007, Lihat juga Pasal 178 ayat 1 UU No 37 Tahun 2004.

  187

  pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.” Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan kepailitan adalah merupakan sita umum

  188

  terhadap semua kekayaan debitur yang nantinya masuk dalam budel pailit. Setelah permohonan untuk kepailitan diajukan oleh koperasi atau salah satu krediturnya, maka kreditur kreditur secara individual tidak dapat lagi memaksakan tuntutannya

  189

  (claim) terhadap koperasi. Sejak putusan pailit koperasi maka semua kreditor harus mengajukan tuntutannya secara bersama-sama. Mereka membentuk kelompok kreditor untuk membagi harta kekayaan yang dinyatakan pailit (bankrupt’s estate)

  190 demikian pula kerugian yang timbul.

3.4.2. Kreditor dari koperasi

  Objek yang dapat dinyatakan pailit adalah debitur yang tidak membayar

  191

  utang-utangnya kepada para kreditornya dengan kata lain bahwa debitur tersebut mempunyai kreditor lebih dari satu dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang

  192

  yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Pengertian debitur bisa orang

  

193 194 195

  perseorang, pesekutuan yang bukan badan hukum, badan hukum dan harta

  187 188 Lihat Pasal 1 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004 189 Edward Manik, Op.Cit, hlm 31 Hans-H.Munkner, 10 Kuliah mengenai Hukum Koperasi 10 Lectures of Co-operative Law, Loc. Cit. 190 191 Ibid 192 Sutan Remy Syahdeini, Op.Cit, hlm 96 193 Lihat Pasal 2 ayat 1 UU No 37 Tahun2004 Lihat Pasal 4 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004, “Dalam hal permohonan diajukan oleh debitur yang masih terikat dalam pernikahan yang sah, permohonannya dapat diajukannya atas persetujuan suami atau isterinya”. 194

  Pasal 5 UU No. 37 Tahun 2004, “Permohonan pailit terhadap suatu firma harus memuat tempat tinggal masing-masing pesero yang tanggung renteng terikat untuk seluruh utang firma”. 195 Pasal 3 ayat 5 UU No. 37 Tahun 2004, Dalam hal debitor badan hukium , tempat kedudukan hukumnya adalah sebagaima dimaksud dalam anggaran dasarnya peningggalan.

  196

  d. Sumber lain yang sah yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.

  Koperasi sebagai subjek hukum dapat mempunyai utang kepada dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunar sedikitnya satu utang yang sudah jatuh tempo dapat ditagih diputus pailit oleh Pengadilan Niaga.Piahak yang dapat 196

  5. Pihak yang diakui oleh undang-undang.

  4. Pemerintah dan Pemerintah daerah.

  3. Bank dan lembaga keuangan lainnya.

  2. Koperasi lain dan atau anggotanya.

  1. Anggota koperasi yang bersangkutan.

  Berdasarkan pasal 66 tersebut diatas yang menjadi kreditor dari koperasi adalah para pihak memberikan pinjaman kepada koperasi yaitu:

  5. Pemerintah dan Pemerintah Daerah.dan/atau

  Subyek hukum yang dapat memohonkan pailit adalah debitor dan kreditor. Kreditor koperasi menurut diatur dalam Pasal 66 ayat 2 huruf UU No. 17 tahun 2012 berbunyi:

  4. Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya; dan/atau

  3. Bank dan lembaga keuangan lainnya;

  2. Koperasi lainnya dan/atau anggotanya;

  1. Anggota;

  c. Modal pinjaman yang berasal dari:

  b. Modal penyertaan;

  Selain modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) modal koperasi dapat berasal dari: a. Hibah;

  Lihat Pasal 207 UU No. 37 Tahun 2004 Harta kekayaan orang yang meninggal harus dinyatakan dalam keadaan pailit apabila dua atau lebih kreditor mengajukan permohonan untuk itu dan secara singkat dapat membuktikan bahwa utang yang meninggal, semasa hidunya tidak dibayar lunas; atau pada saat meninggalnya orang tersebut, harta peninggalnya tidak cukup untuk membayar utangnya. memohonkan pailit koperasi adalah pengurus koperasi yang bersangkutan, dan para kreditor koperasi yang disebut diatas.

  3.4.3. Syarat-syarat permohonan kepailitan

  Setiap permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan

  197

  pailit telah terpenuhi. Syarat-syarat kepailitan dalam pasal 2 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004 yang menyatakan “debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.” Jika terpenuhi syarat kumulatif yaitu dua kreditor atau lebih dan tidak dibayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih maka hakim wajib memutus pailit debitor.

  198

  3.4.4. Keharusan adanya dua kreditor

  Syarat mengenai keharusan adanya dua atau lebih kreditor dikenal dengan

  199 concursus creditorium.

  Hal ini merupakan konsekuensi pelaksanaan dari ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata. Rasio kepailitan adalah jatuhnya sita umum atas semua harta benda debitor yang setelah dilakukan rapat verifikasi utang piutang tidak tercapai perdamaian atau accord, dilakukan proses likuidasi atas seluruh harta benda debitornya sesuai dengan tata urutan tingkat kreditor yang ditentukan oleh undang-

  200

  undang. Apabila seorang debitor hanya memiliki satu orang kreditor maka eksistensi dari UU No. 37 Tahun 2004 kehilangan raison d’etere-nya. Apabila 197 198 Lihat Pasal 8 ayat 4 UU No. 37 Tahun 2004 199

Pasal 2 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2007 200 Sutan Remy Syahdeini, Op.Cit, hlm 53 Ibid

  seorang debitor hanya memiliki seorang kreditor tidak dibolehkan mengajukan pernyataan pailit terhadapnya, karena harta kekayaan debitor menurut ketentuan pasal 1131 KUH Perdata merupakan jaminan utangnya sehingga tidak perlu diatur

  201

  mengenai pembagian hasil penjual harta kekayaannya. Debitor dan kreditor yang mengajukan permohonan pailit maka berlaku Pasal 1132 KUH Perdata. Hasil penjualan harta kekayaan debitor dibagi menurut keseimbangan berdasarkan Pasal 1132 KUH Perdata yaitu bahwa harta kekayaan tersebut harus dibagi secara :

  1. Pari passu, dengan pengertian bahwa harta kekayaan tersebut harus dibagikan secara bersama-sama diantara para kreditor tersebut.

  2. Pro rata, sesuai dengan besarnya imbangan piutang masing-masing kreditor terhadap utang debitur secara keseluruhan.

  Maka eksistensi dari kepailitan sekurangnya dua orang kreditor merupakan suatu syarat mutlak karena jika hanya ada satu kreditor tidak perlu kepailitan karena tidak perlu pengaturan pembagian hasil eksekusi harta pailit kepada beberapa kreditor.

3.4.5. Utang yang jatuh waktu

  Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontijen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitur dan bila tidak

  201 Ibid dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta

  202 kekayaan debitur.

  Pengertian ”jatuh waktu” dapat di lihat dalam Pasal 1238 KUH Perdata yang mengatur bahwa pihak yang berhutang dianggap lalai apabila ia diperingatkan dengan surat teguran dan dalam surat tersebut debitur diberi jangka waktu tertentu untuk melunasi hutangya. Pasal 1238 KUH Perdata “ debitor adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika menetapkan, bahwa debitor akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”. Jadi “pernyataan lalai” (inbrekesteling) adalah upaya hukum (rechtimiddle) dengan mana kreditor memberitahukan, menegur, memperingatkan (aanmaning, sommatie, kenningsgeving) debitur saat selambat- lambatnya ia wajib memenuhi prestasi dan apabila saat dilampaui maka debitur telah

  203 lalai.

3.4.6. Tindakan yuridis setelah putusan pailit

  Pernyataan pailit mengakibatkan debitor yang dinyatakan pailit kehilangan segala “hak perdata” untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang telah

  204

  dimasukkan ke dalam harta pailit. Hal ini dapat dilihat dari adanya kewenangan

  205 kurator untuk mengurus dan atau melakukan pemberesan harta pailit.

  Setelah putusan kepailitan, masih banyak tahapan yang harus dilakukan sampai akhirnya kepailitan ditutup. Pasal 15 ayat 1 dan 2 UUK-PKPU menyebutkan dalam 202 203

Pasal 1 angka 6 UU No. 37 Tahun 2004 Mariam Darus Badrulzaman , K.U.H. Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasannya,

  

[Bandung: Alumni, 2006], hlm, 17 lihat juga Ahmad Miru, Sakka Pati, Hukum Perikatan Penjelasan Makna

Pasal 1233 Sampai 1456 BW , [Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2011],hlm, 8-9 204 Akibat Hukum PernyataanPailit [http://diaz_fhuns.staff.uns.ac.id] dikutif dari Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Kepailitan (Seri Hukum Bisnis), Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 30 dan lihat pula

  ketentuan Pasal 24 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 205 Lihat ketentuan Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 69 ayat (1) UU No. 37 Tahun putusan pernyataan pailit, harus diangkat kurator dan seorang hakim pengawas yang ditunjuk dari hakim pengadilan. Dalam hal debitor, kreditor, atau pihak yang berwenang mengajukan permohonan pernyataan pailit tidak mengajukan usul pengangkatan kurator kepada pengadilan maka balai harta peninggalan diangkat selaku kurator.

  Setelah adanya pengangkatan kurator dalam putusan pernyataan pailit maka sejak saat itu kurator melakukan tugas pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. Setelah harta pailit dinyatakan dalam keadaan insolvensi maka curator harus memulai pemberesan melalui penjualan harta pailit tanpa memerlukan persetujuan

  206 debitur.

  207 Diagram Kepailitan dilihat secara keseluruhan.

  Putusan Pailit(Tingkat Pertama) mulai Putusan pailit berkekuatan berlaku penangguhan eksekusi hak hukum tetap jaminan (stay) Dicapai komposisi ( akkord, Mulai dilakukan tindakan

  Perdamaian) Verifikasi ( pencocokan piutang) Atau dinyatakan Insolvensi ( debitor Pengadilan memberikan Homologasi dalam keadaan tidak mampu

  ( Mengesahkan Perdamaian) membayar utang) Dilakukan Pemberesan (termasuk penyusunan Kepailitan daftar piutang dan pembagian) Dilakukan rehablitasi

  206 Adrian Sutedi, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi dan Kepailitan , [Jakarta: Sinar Grafika,2010],hlm 215, lihat juga pasal 178 ayat 1 UU No. 37 tahun 2004. 207 Sumber diagram proses kepailitan diambil dari Buku Edward Manik, Op Cit, hlm 60

B. Pembubaran (Dissolution) Koperasi Menurut Undang-Undang

1. Pembubaran Koperasi Menurut UU No. 25 Tahun 1992

  Undang No. UU No. 25 Tahun 1992 telah diganti dengan dengan UU No. 17 Tahun 2012. Sebagai perbandingan Pembubaran koperasi sebagai badan hukum,

  208

  menurut UU No. 25 Tahun 1992 dapat dilakukan berdasarkan keputusan rapat anggota, atau keputusan pemerintah. Keputusan pembubaran oleh pemerintah

  209

  dilakukan apabila terdapat bukti bahwa koperasi yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan undang-undang ini, kegiatannya bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan, kelangsungan hidupnya tidak dapat lagi diharapkan.

  Keputusan pembubaran koperasi oleh pemerintah dikeluarkan dalam waktu paling lambat 4 (empat) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat

  210 pemberitahuan rencana pembubaran tersebut oleh koperasi yang bersangkutan.

  Dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan sejak tanggal penerimaan

  211 pemberitahuan, koperasi yang bersangkutan berhak mengajukan keberatan.

  Keputusan pemerintah mengenai diterima atau ditolaknya keberatan atas rencana pembubaran diberikan paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya

  212 pemyataan keberatan tersebut.

  Keputusan pembubaran koperasi oleh rapat anggota diberitahukan secara

  213 tertulis oleh kuasa rapat anggota kepada semua kreditor dan pemerintah.

  Pemberitahuan kepada semua kreditor dilakukan oleh pemerintah, jika pembubaran 208 209

  Pasal 46 UU No. 25 Tahun 1992 210 Pasal 47 ayat 1 UU No. 25 Tahun 1992 211 Pasal 47 ayat 2 UU No. 25 Tahun 1992 212 Pasal 47 ayat 3 UU No. 25 Tahun 1992 213 Pasal 47 ayat 4 UU No. 25 Tahun 1992 Pasal 49 ayat 1 UU No. 25 Tahun 1992

  214

  tersebut dilakukan berdasarkan keputusan pemerintah. Apabila pemberitahuan pembubaran koperasi belum diterima oleh kreditor, maka pembubaran koperasi

  215

  belum berlaku baginya. Dalam pemberitahuan kepada semua kreditor harus

  216

  disebutkan nama dan alamat likuidator/ tim penyelesai dan semua kreditor dapat mengajukan tagihan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sesudah tanggal diterimanya surat pemberitahuan pembubaran.

2. Pembubaran Koperasi Menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2012

  Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2012 pembubaran koperasi dapat dilakukan

  217

  berdasarkan keputusan Rapat Anggota, jangka waktu berdirinya telah berakhir, keputusan Menteri.

  Rapat anggota berwewenang untuk memutuskan penggabungan, peleburan,

  218

  kepailitan dan pembubaran koperasi. Usul pembubaran koperasi diajukan kepada rapat anggota oleh pengawas atau anggota yang mewakili paling sedikit 1/5 (satu perlima) jumlah anggota. Keputusan pembubaran koperasi ditetapkan berdasarkan

  219

  ketentuan rapat anggota . Rapat anggota pembubaran koperasi adalah rapat anggota luar biasa. Rapat anggota luar biasa yang diselenggarakan untuk memutuskan penggabungan, peleburan, atau pembubaran koperasi dianggap sah apabila sudah mencapai kuorum yaitu dihadiri oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) jumlah anggota. Keputusan rapat anggota luar biasa dianggap sah apabila disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) jumlah suara yang sah. Apabila kuorum tidak tercapai, 214 215

  Pasal 49 ayat 2 UU No. 25 Tahun 1992 216 Pasal 49 ayat 3 UU No. 25 Tahun 1992 217 Pasal 49 ayat 4 UU No. 25 Tahun 1992 218 Pasal 102 UU No. 17 Tahun 2012 219 Pasal 33 huruf (h) UU no. 17 Tahun 2012 Pasal 103 ayat 1 dan 2 UU No. 17 Tahun 1994 pengurus dapat menyelenggarakan rapat anggota luar biasa kedua pada waktu paling cepat 14 (empat belas) hari dan paling lambat 30 (tiga puluh) hari dihitung dari tanggal rencana penyelenggaraan rapat anggota luar biasa pertama yang gagal diselenggarakan. . Ketentuan tentang kuorum dan pengesahan keputusan dalam rapat anggota luar biasa kedua sama dengan ketentuan dalam rapat anggota luar biasa pertama. Dalam hal kuorum rapat anggota luar biasa kedua tidak tercapai, atas

  220 permohonan pengurus kuorum ditetapkan oleh Ketua Pengadilan.

  Pengurus bertindak sebagai kuasa rapat anggota pembubaran koperasi apabila rapat anggota tidak menunjuk pihak yang lain. Koperasi dinyatakan bubar pada saat ditetapkan dalam keputusan rapat anggota. Keputusan pembubaran koperasi oleh rapat anggota diberitahukan secara tertulis oleh kuasa rapat anggota kepada menteri

  221 dan semua kreditor. Pembubaran koperasi dicatat dalam Daftar Umum Koperasi.

  Koperasi bubar karena jangka waktu berdirinya sebagaimana ditentukan

  222

  dalam anggaran dasar berakhir. Pembubaran ini harus disebutkan dengan tegas dalam anggaran dasar koperasi yang bersangkutan. Untuk suatu koperasi yang ditetapkan jangka waktu berdirinya, maka koperasi tersebut bubar dimi hukum jika jangka waktu yang sudah ditetapkan berakhir. Menteri dapat memperpanjang jangka waktu berdirinya koperasi atas permohonan pengurus setelah diputuskan pada rapat

  223

  anggota. Permohonan perpanjangan jangka waktu berdirinya koperasi yang akan berakhir jangka waktu berdirinya diajukan dalam jangka waktu paling lambat 90

  220 221

  Pasal 43 UU No. 17 Tahun 2012 222 Pasal 103 ayat 4,5,6, dan 7 UU No. 17 Tahun 2012, 223 Pasal 104 ayat 1 UU No. 17 Tahun 2012 Pasal 104 ayat 2 UU No. 17 Tahun 2012

  (sembilan puluh) hari sebelum jangka waktu berdirinya operasi berakhir.

  224

  Keputusan menteri atas permohonan sebagaimana dimaksud diatas diberikan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan diterima.

  225

  Apabila dalam jangka waktu tersebut tidak dipenuhi oleh menteri, keputusan rapat anggota mengenai perpanjangan jangka waktu berdirinya koperasi dianggap sah.

  226

  Menteri dapat membubarkan koperasi apabila:

  227

  a. Koperasi dinyatakan pailit berdasarkan putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; dan/atau b. Koperasi tidak dapat menjalankan kegiatan organisasi dan usahanya selama 2 (dua) tahun berturut-turut.

  Dalam UU No. 17 Tahun 2012 tidak ada diatur apakah koperasi yang diputus pailit tetapi mampu membayar lunas utangnya harus atau wajib dibubarkan. Dan juga tidak ada pengaturanya jika koperasi yang diputus pailit dalam keadaan insolvensi atau tidak mampu membayar lunas hutangnya. Kekuranglengkapan UU No. 17 Tahun 2012 ini tentang pengaturan koperasi yang diputus pailit oleh pengadilan dapat dilengkapi dengan menggunakan/ menerapkan argumentum analogi Pasal 142 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Menteri dapat membubaran koperasi yang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap apabila:

  a. Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit koperasi tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan.

  228