TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENGURUSAN PERSEROAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

(1)

ABSTRAK

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENGURUSAN PERSEROAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh

ANING PUJIWATI

Direksi merupakan organ yang memegang peranan penting dalam menentukan maju atau mundurnya perseroan. Direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Direksi berwenang menjalankan pengurusan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat menurut undang-undang atau anggaran dasar perseroan tersebut. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: ”Bagaimanakah tanggung jawab direksi dalam pengurusan perseroan berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseoran Terbatas?” Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah kewajiban dan tanggung jawab direksi dalam pengurusan perseroan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh diskripsi lengkap, rinci, dan sistematis tentang kewajiban dan tanggungjawab direksi dalam pengurusan perseroan berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseoran Terbatas Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dengan tipe penelitian deskriptif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan. Data selanjutnya dianalisis dengan analisis kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Kewajiban direksi dalam pengurusan perseroan berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas adalah: a) Membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, dan risalah rapat direksi (Pasal 100 huruf (a) UUPT b) Membuat laporan tahunan dan dokumen keuangan (Pasal 100 huruf (b) UUPT c) Memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan perseroan (Pasal 100 huruf (c) UUPT) d) Melaporkan kepada perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota Direksi (Pasal 101 ayat (1) UUPT) e) Meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan Perseroan (Pasal 102 ayat (1) UUPT) (2) Tanggungjawab Direksi dalam Pengurusan Perseroan menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas adalah: (a) Bertanggungjawab secara pribadi atas kerugian Perseroan yang disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian Direksi dalam Pengurusan Perseroan (Pasal 97 Ayat (2) UUPT) dan bertanggungjawab secara tanggung renteng setiap anggota Direksi dalam dalam hal Direksi terdiri atas dua anggota Direksi atau lebih. (Pasal 97 Ayat (3) UUPT) (b) Bertanggungjawab atas kepailitan Perseroan yang disebabkan oleh kesalahan dan kelalaian Direksi (Pasal 104 Ayat (2) UUPT.


(2)

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENGURUSAN PERSEROAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

TENTANG PERSEROAN TERBATAS

Oleh

ANING PUJIWATI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

pada

Jurusan Hukum Perdata Fakultas Hukum

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(3)

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENGURUSAN PERSEROAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

TENTANG PERSEROAN TERBATAS

(Skripsi)

Oleh

ANING PUJIWATI 0642011065

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(4)

DAFTAR ISI

I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kegunaan Penelitian ... 6

II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Tinjauan Tentang Perseroan Terbatas ... 7

B. Organ dalam Perseroan Terbatas ... 13

C. Anggaran Dasar Perseroan Terbatas ... 17

D. Pengertian Tanggungjawab ... 19

E. Kerangka Pikir ... 20

III METODE PENELITIAN ... 22

A. Jenis Penelitian ... 22

B. Tipe Penelitian ... 22

C. Pendekatan Masalah ... 23

D. Data dan Sumber Data ... 23

E. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data... 24

F. Analisis Data ... 25

IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 26

A. Kewajiban Direksi dalam Pengurusan Perseroan Berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas ... 26

B. Tanggungjawab Direksi dalam Pengurusan Perseroan Berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas ... 35

V PENUTUP ... 50 DAFTAR PUSTAKA


(5)

M O T T O

Hanya dengan kesabaran, kesungguhan dan ridha Allah SWT, cita-cita manusia akan terwujud


(6)

Judul Skripsi : TANGGUNG JAWAB DIREKSI BANK DALAM PENGURUSAN PERSEROAN BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

Nama Mahasiswa : ANING PUJIWATI No. Pokok Mahasiswa : 0642011065

Jurusan : Hukum Perdata

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI, 1. Komisi Pembimbing

Rilda Murniati, S.H., M.Hum. NIP. 197009251994032001

Lindati Dwiatin, S.H., M.Hum. NIP. 19600421198603 2 001

2. Ketua Bagian Hukum Perdata,

Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum. NIP.19560527 1984031001


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ponorogo Jawa Timur pada tanggal 30 Oktober 1983, sebagai anak pertama dari dua bersaudara, buah hati pasangan Bapak Katidjo dan ibu Galiyem (Almh).

Penulis memulai jenjang pendidikan pada Taman Kanak-kanak (TK) Nambak Bungkal Ponorogo Jawa Timur diselesaikan tahun 1990, selanjutnya penulis melanjutkan SD Negeri Nambak Bungkal Ponorogo Jawa Timur diselesaikan pada tahun 1996, setelah itu melanjutkan SMP Negeri 1 Nambak Bungkal Ponorogo Jawa Timur diselesaikan pada tahun 1999 dan melanjutkan ke SMA Negeri 5 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2002. Tahun 2006, penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui Jalur Non Reguler. Tahun 2009 penulis mengikuti Praktik Kerja Lapangan Hukum pada Kantor Notaris dan PPAT Iman Santosa, S.H. di Bandar Lampung.


(8)

SANWACANA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT, sebab hanya dengan izin dan kehendak-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul: Tanggung Jawab Direksi dalam Pengurusan Perseroan Berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung

2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung

3. Ibu Rilda Murniati S,H,. M.Hum., selaku Pembimbing I, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan dukungan, pengarahan, motivasi dan sumbangan pemikiran, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Lindati Dwiatin, S.H,. M.H., selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan dukungan, motivasi dan sumbangan pemikiran, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.


(9)

5. Ibu Ratna Syamsiar, S.H,. M.H., selaku Pembahas I yang telah memberikan saran dan kritik kepada penulis dalam penyusunan skripsi.

6. Ibu Kasmawati, S.H,. M.Hum., selaku Pembahas II yang telah memberikan saran dan kritik kepada penulis dalam penyusunan skripsi

7. Kawan-kawanku di FH Unila, Perdata 2006, Perdata 2007 dan Pidana 2006, yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang sudah memberikan keceriaan selama penulis menempuh studi.

8. Teman-Teman Kerjaku: Azhar (Uda), Nova, Irwan, Angga. Terimakasih atas dukungannya.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu

Semoga Allah SWT membalas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dengan kebaikan yang lebih besar lagi di sisi-Nya dan akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin

Bandar Lampung, Januari 2013 Penulis


(10)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan, masyarakat mempunyai kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam mencapai tujuan kemakmuran dan kesejahteraan hidup, salah satunya adalah dengan menjalankan suatu bisnis tertentu. Adapun salah satu cara adalah dengan menjalankan bisnis yang serius dan benar yaitu dengan mendirikan suatu badan usaha. Menurut sistem hukum dagang Indonesia, ada 2 (dua) bentuk badan usaha, yaitu badan usaha bukan badan hukum dan badan usaha yang berbadan hukum. Dalam hal ini Perseroan Terbatas termasuk badan usaha yang berbadan hukum.

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT), yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut Perseroan) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Perseroan Terbatas didirikan oleh minimal dua orang pendiri. Berdasarkan jenis kegiatan usahanya, PT dibedakan menjadi dua yaitu PT umum dan PT khusus. PT umum menjalankan beberapa kegiatan dalam bidang perdagangan dan jasa, serta


(11)

2

ekspor impor, sedangkan PT khusus hanya menjalankan salah satu jenis perdagangan, jasa, kegiatan ekspor atau impor. Untuk menjalankan kegiatan usahanya tersebut di atas, maka suatu Perseroan tidak dapat dijalankan oleh satu orang saja, tetapi terdiri dari beberapa organ-organ tertentu yang mempunyai tugas masing-masing yang berbeda dalam menjalankan kegiatan perseroan. Organ-organ tersebut terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan Komisaris dan Dewan Direksi.

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ Perseroan yang mewakili kepentingan seluruh pemegang saham dalam Perseroan Terbatas. RUPS merupakan organ Perseroan yang tinggi dan berkuasa untuk menentukan arah dan tujuan perseroan. Selain RUPS ada beberapa organ yang disebut sebagai pengurus yang tugasnya melakukan pengurusan dan pengawasan sepenuhnya bagi Perseroan. Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengurusan Perseroan adalah direksi. Direksi merupakan organ Perseroan yang berwenang dan bertanggungjawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Sedangkan organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan adalah dewan komisaris. Dewan komisaris merupakan organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasehat kepada direksi.


(12)

Keberadaan Direksi dalam suatu perusahaan merupakan suatu keharusan atau dengan kata lain Perseroan berhak atau wajib memiliki Direksi, karena Perseroan sebagai artifical person tidak dapat berbuat apa-apa tanpa adanya bantuan dari anggota Direksi sebagai natural person. Direksi merupakan seorang yang ditunjuk untuk memimpin Perseroan terbatas.1

Seorang direksi atau dewan direksi dalam suatu perusahaan minimal satu, yang dapat dicalonkan sebagai direksi dan cara pemilihan direksi ditetapkan dalam anggaran dasar perseroan. Kedududukan sebagai Direksi dapat dijabat oleh seorang yang memiliki perusahaan atau orang profesional yang ditunjuk pemilik usaha untuk menjalankan dan memimpin Perseroan yang disebut sebagai direktur.

Pada umumnya direktur memiliki tugas, antara lain:

(1) Memimpin perusahaan dengan menerbitkan kebijakan-kebijakan perusahaan (2) Memilih, menetapkan, mengawasi tugas dari karyawan dan kepala bagian (3) Menyetujui anggaran tahunan perusahaan

(4) Menyampaikan laporan kepada pemegang saham atas kinerja perusahaan2

Direktur diangkat dan diberhentikan dengan persetujuan dari RUPS dan kemudian dilaporkan kepada Menteri Hukum dan HAM untuk dicatat dalam daftar wajib perusahaan atas pergantian direktur. Dalam pengangkatan direktur diusulkan oleh anggota RUPS yang memiliki wewenang untuk mengusulkan direktur.

1

Hardijan Rusli. Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. 1997.hlm.215

2

C.S.T. Cansil, dan S.T. Kansil Cristine. Pokok-Pokok Badan Hukum. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. 2002.235


(13)

4

Wewenang Direksi dalam pengurusan Perseroan termuat dalam UUPT Pasal 92 ayat 1 yaitu “Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.”. Selanjutnya pada Pasal 92 Ayat (2) berbunyi: “Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditetukan dalam undang-undang ini dan atau anggaran dasar”.

Kewenangan direksi untuk mengurus Perseroan untuk mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan, dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang mewakili Perseroan adalah setiap anggota direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar; dan direksi juga mempunyai kewenangan untuk mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan dengan tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, anggaran dasar, atau keputusan RUPS.

Direksi merupakan organ yang memegang peranan penting dalam menentukan maju atau mundurnya suatu perseroan. Secara yuridis, pentingnya kedudukan direksi itu tergambar dari tugas dan tanggungjawab yang melekat padanya, sebagaimana dirumuskan dalam UUPT.

Direksi Perseroan bertanggungjawab penuh atas pengurusan dan jalannya Perseroan untuk kepentingan dan tujuan Perseroan sesuai dengan anggaran dasar perseroan. Selama Direksi tidak melakukan pelanggaran atas anggaran dasar perseroan, maka perseroanlah yang menanggung akibat dari perbuatan direksi tersebut. Sedangkan bagi tindakan-tindakan direksi yang merugikan perseroan,


(14)

yang dilakukan di luar batas dan kewenangan yang diberikan kepadanya oleh anggaran dasar, dapat tidak diakui oleh anggaran dasar.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini mengkaji lebih lanjut mengenai tanggungjawab direksi dalam pengurusan Perseroan dan menuangkan dalam bentuk skripsi dengan judul: “Tanggungjawab Direksi dalam Pengurusan Perseroan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas”

B. Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Perumusan Masalah dan Pokok Bahasan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah tanggungjawab direksi dalam pengurusan Perseroan berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas?

Sedangkan pokok bahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Kewajiban direksi dalam pengurusan perseroan

b. Tanggungjawab direksi dalam pengurusan perseroan

2. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah termasuk di bidang ilmu Hukum Bisnis, mengenai:

a. Dalam bidang hukum perusahaan, yakni merupakan bagian dari ilmu hukum perdata, khususnya hukum perusahaan mengenai tanggungjawab direksi dalam pengurusan perseroan.


(15)

6

b. Dalam bidang substansi, yakni mengenai kewajiban dan tanggungjawab direksi dalam hal pengurusan perusahaan berdasarkan UUPT.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok bahasan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh diskripsi lengkap, rinci, dan sistematis tentang:

a. Kewajiban direksi dalam pengurusan perseroan. b. Tanggungjawab direksi dalam pengurusan perseroan.

D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis

a. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap ilmu pengetahuan di bidang hukum keperdataan, khususnya hukum perusahaan.

b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan perbendaharaan literatur dan menambah khasanah kepustakaan, sehingga dapat menjadi bahan acuan untuk mengadakan kajian dan penelitian selanjutnya dengan pokok bahasan yang berkaitan satu sama lainnya.

2. Kegunaan Praktis

a. Memberikan sumbangan pemikiran di bidang hukum perdata pada umumnya dan tentang tanggungjawab direksi dalam pengurusan Perseroan pada khususnya.

b. Untuk memberikan masukan dan informasi bagi masyarakat luas tentang Kewajiban direksi dalam pengurusan perseroan.

c. Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung.


(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan tentang Perseroan Terbatas (PT)

1. Dasar Hukum dan Pengertian Perseroan Terbatas (PT)

Dasar hukum merupakan suatu landasan atau aturan yang dijadikan pedoman dalam melakukan suatu perbuatan. Dasar hukum yang mengatur tentang Perseroan adalah sebagai berikut:

a. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

b. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1998 tentang Pemakaian Nama Perseroan Terbatas

c. Anggaran Dasar Perseroan Terbatas

Kata “perseroan” dalam pengertian umum adalah perusahaan atau organisasi usaha atau badan usaha. Sedangkan “perseroan terbatas” adalah suatu bentuk

organisasi yang ada dan dikenal dalam sistem hukum dagang indonesia1

Kata “perseroan” menunjuk kepada modalnya yang terdiri atas sero (saham). Sedangkan “terbatas” menunjuk kepada tanggung jawab pemegang saham yang

tidak melebihi nilai nominal saham yang diambil bagian dan dimilikinya. 2

1

I.G. Rai Widjaya. Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas. Mega Poin. Jakarta.2000.hlm11 2

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas Raja Grafindo Persada, Jakarta.2008. hlm.89


(17)

8

Sebutan atau bentuk PT datang dari hukum dagang belanda (WvK) dengan singkatan NV atau Naamlooze Vennootschap, yang singkatannya juga lama digunakan di Indonesia sebelum diganti dengan singkatan PT. Sebenarnya bentuk ini berasal dari Perancis dengan singkatan SA atau Societe Anonyme yang secara

harfiah artinya “Perseroan tanpa nama”. Maksudnya adalah bahwa PT itu tidak

menggunakan nama salah seorang atau lebih diantara para pemegang sahamnya, melainkan memperoleh namanya dari tujuan perusahaan saja3

Kata Perseroan terbatas pada beberapa negara mempunyai perbedaan dalam penyebutannya, antara lain: Dalam bahasa Inggris disebut dengan Limited (Ltd.) Company atau Limited Liability Company; ataupun Limited (Ltd) Corporation.

Dalam Bahasa Belanda disebut dengan Naamlooze Vennotschap atau yang sering disingkat dengan NV saja. Dalam bahasa Jerman terhadap Perseroan terbatas ini disebut dengan Gesellschaft mit Beschrankter Haftung. Dalam Bahasa Spanyol disebut dengan Sociedad De Responsabilidad Limitada 4

Menurut Pasal 1 Ayat (1) UUPT, pengertian Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasar perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi dalam persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan peelaksanaannya. Selain itu, ada juga yang memberikan arti Perseroan terbatas sebagai suatu asosiasi pemegang saham (atau bahkan seorang pemegang saham jika dimungkinkan untuk itu oleh hukum di negara tertentu)

3

I.G. Rai Widjaya. Op Cit. hlm11 4

Munir Fuady. Hukum Perusahaan (Dalam Paradigma Hukum Bisnis). Citra Aditya Bakti. Bandung.2003.hlm.11


(18)

yang diciptakan oleh hukum dan diberlakukan sebagai manusia semu (artificial person) oleh pengadilan, yang merupakan badan hukum karenanya sama sekali terpisah dengan orang-orang yang mendirikannya, dengan mempunyai kapasitas untuk bereksistensi yang terus-menerus, dan sebagai suatu badan hukum, Perseroan terbatas berwenang untuk menerima, memegang dan mengalihkan harta kekayaan, menggugat atau digugat, dan melaksanakan kewenangan-kewenangan lainnya yang diberikan.

Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa pengertian Perseroan terbatas adalah suatu badan hukum yang terdiri dari beberapa orang yang bernaung di bawah 1 (satu) nama bersama yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.

2. Pendirian Perseroan Terbatas

Sebagai konsekuensi dari dianutnya paham yang dianut Undang-Undang Perseroan Terbatas, yang menyatakan PT adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan Perjanjian, maka Pasal 7 Ayat (1) UUPT mensyaratkan bahwa PT harus didirikan dua orang atau lebih. Istilah orang di sini bermakna orang perorangan (natural person) atau badan hukum (legal enitity). Dengan demikian pemegang saham PT dapat berupa orang perorangan maupun badan hukum. 5

Untuk mendirikan suatu Perseroan terbatas harus dipenuhi syarat dan prosedur yang berlaku supaya pendirian Perseroan sah sebagai badan hukum. Syarat umum yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:

5


(19)

10

a. Copy KTP para pemegang saham dan pengurus, minimal 2 orang b. Copy KK penanggung jawab / Direktur

c. Nomor NPWP Penanggung jawab

d. Pas photo penanggung jawab ukuran 3X4 = 2 lbr berwarna e. Copy PBB tahun terakhir sesuai domisili perusahaan

f. Copy Surat Kontrak/Sewa Kantor atau bukti kepemilikan tempat usaha

g. Surat Keterangan Domisili dari pengelola Gedung jika berdomisili di Gedung Perkantoran

h. Surat Keterangan RT/RW (jika dibutuhkan, untuk perusahaan yang berdomisili di lingkungan perumahan) khusus luar jakarta

i. Kantor berada di Wilayah Perkantoran/Plaza, atau Ruko, atau tidak berada di wilayah pemukiman.

j. Siap disurvey

Syarat pendirian PT secara formal berdasarkan UUPT adalah sebagai berikut: a. Pendiri minimal 2 oang atau lebih (Pasal 7 Ayat (1))

b. Akta Notaris yang berbahasa Indonesia

c. Setiap pendiri harus mengambil bagian atas saham, kecuali dalam rangka peleburan (Pasal 7 Ayat 2 & Ayat 3)

d. Akta pendirian harus disahkan oleh Menteri Hukum dan diumumkan dalam BNRI (Pasal 7 Ayat 4)

e. Modal dasar minimal Rp. 50jt dan modal disetor minimal 25% dari modal dasar (Pasal 32, Pasal 33)

f. Minimal 1 orang direktur dan 1 orang komisaris (Pasal 92 Ayat 3 & Pasal 108 Ayat 3)


(20)

g. Pemegang saham harus WNI atau Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia, kecuali PT. PMA

Prosedur pendirian Perseroan terbatas menurut UUPT mempunyai beberapa tahap yang harus dilakukan antara lain, tahap pembuatan akta, pengesahan, pendaftaran dan pengumuman, yang diuraikan sebagai berikut:

1. Tahap Pembuatan Akta

Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 7 Ayat (1) UUPT dinyatakan bahwa Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Di samping itu PT harus didirikan dengan akta otentik dalam hal ini oleh dan dihadapan pejabat yang berwenang yaitu notaris, yang di dalamnya memuat anggaran dasar dan keterangan lainnya. Pada saat pendirian dipersyaratkan para pendiri wajib mengambil bagian saham atau modal.

2. Tahap Pengesahan

Setelah dibuat akta pendirian yang di dalamnya memuat anggaran dasar dan keterangan lainnya, kemudian dimintakan pengesahannya, yaitu pengesahan pemerintah yang dalam hal ini oleh Menteri. Pengesahan ini mengandung arti penting bagi pendirian Perseroan terbatas, karena menentukan kapan Perseroan itu memperoleh status Badan Hukum. Dalam hal ini berdasarkan Pasal 7 Ayat (6) UUPT, disebutkan bahwa Perseroan memperolah status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh Menteri, yang dalam hal ini adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.


(21)

12

Prosedur pengesahan dijelaskan dalam Pasal 9 UUPT yang menyatakan bahwa, untuk memperoleh pengesahan Menteri, para pendiri bersama-sama atau kuasanya, mengajukan permohonan tertulis dengan melampirkan Akta pendirian Perseroan. Biasanya permohonan pengesahan ini sekaligus ditangani dan diajukan oleh notarisnya yang rnembuat akta, karena pada umumnya para pendiri tidak mau repot mengurus sendiri pengesahan ini, sehingga biasanya notaris yang membuatkan akta pendirian sekaligus diminta menguruskan pengesahannya. Pengesahan tersebut sesuai Pasal 9 Ayat (2) UUPT harus diberikan paling lama dalam waktu 60 (enam puluh) hari setelah permohonan diterima.

3. Pendaftaran dan Pengumuman

Di dalam UUPT pendaftaran dan pengumuman dijadikan satu dalam satu bagian ketentuan yaitu bagian ketiga Pasal 21, 22, dan 23. Menurut UUPT yang dimaksud pendaftaran adalah pendaftaran dalam Daftar Perusahaan,

yang di dalam penjelasannya dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan ”Daftar Perusahaan” adalah daftar perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. Sehingga dengan demikian pendaftarannya dilakukan di Kantor pendaftaran perusahaan yaitu di Kantor Perdagangan dan Perindustrian, yang harus dilakukan untuk memenuhi kewajiban pendaftaran perusahaan sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 3 Tahun 1982. Pendaftaran ini harus dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pengesahan atau persetujuan diberikan atau setelah tanggal penerimaan laporan.


(22)

Ketentuan lebih lanjut pendirian PT setelah didaftarkan yaitu pengumuman ke dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia (TBNRI). Pengumuman ini dilakukan paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran.

Demikian syarat dan prosedur yang harus dipenuhi supaya pendirian dapat memperoleh pengesahan dan legalitas sebagai badan hukum (rechtspersoon, legal entity). Syarat tersebut bersifat “kumulatif”, bukan bersifat “fakultatif”.

Satu saja dari syarat itu cacat (defect) atau tidak terpenuhi, mengakibatkan pendiriannya tidak sah sebagai badan hukum6

B. Organ dalam Perseroan Terbatas

Perseroan Terbatas (PT) adalah badan hukum, PT layaknya tubuh manusia secara biologis, memiliki organ untuk melakukan metabolisme. Organ Perseroan tersebut terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris, yang diuraikan sebagai berikut:

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

RUPS adalah organ Perseroan yang mewakili kepentingan seluruh pemegang saham dalam Perseroan terbatas. RUPS merupakan organ Perseroan yang tinggi dan berkuasa untuk menentukan arah dan tujuan perseroan. RUPS memiliki segala wewenang yang tidak diberikan kepada direksi dan komisaris perseroan. Menurut Pasal 1 Angka 4 UUPT, Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disebut RUPS, adalah organ Perseroan yang mempunyai

6

Chatamarrasjid, Menyingkap Tabir Perseroan Kapita Selekta Hukum Perusahaan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung. 2000.hlm.18


(23)

14

wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.

2. Direksi

PT sebagai badan hukum dalam melakukan perbuatan hukum harus melalui pengurusnya. Tanpa adanya pengurus, badan hukum tidak akan dapat berfungsi. Ketergantungan antara badan dan pengurus menjadi sebab mengapa antara badan hukum dan pengurusnya lahir hubungan fidusia (fiductary duties) di mana pengurus selaku pihak yang dipercaya bertindak dan menggunakan

wewenangnya hanya untuk kepentingan perseroans semata. “Fiductary

duties” di dalam PT pada dasarnya berkaitan dengan kedudukan, wewenang, dan tanggung jawab Direksi.

Menurut Pasal 1 Ayat 5 UUPT, Direksi adalah organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

Jadi Direksi merupakan pengurus Perseroan yang bertindak untuk dan atas nama perseroan. Selanjutnya Pasal 92 Ayat (1) dan Pasal 98 Ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas menegaskan bahwa Direksilah yang bertugas mewakili Perseroan di dalam dan di luar pengadilan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Direksi memiliki tugas dan kewenangan ganda, yakni melaksanakan pengurusan dan perwakilan perseroan. Kewenangan


(24)

pengurusan meliputi semua perbuatan hukum yang tercakup dalam maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan yang ditentukan anggaran dasar. Dengan demikian, Direksi adalah organ Perseroan yang di dalam Perseroan mengambil bagian dalam lalu-lintas hukum sesuai dengan maksud dan tujuannya. Inilah yang menjadi sumber kewenangan direksi untuk melakukan perbuatan hukum dengan pihak ketiga. Dengan perkataan lain, Direksi mewakili baik di dalam maupun di luar pengadilan7

Pengurusan Perseroan oleh direksi tidak hanya terbatas pada memimpin dan menjalankan kegiatan rutin, tetapi juga mencakup pengelolaan kekayaan perseroan. Direksi merupakan dewan direktur (board of director) yang dapat terdiri dari satu atau beberapa direktur. Apabila direksi lebih dari satu orang direktur, maka salah satunya menjadi direktur utama atau presiden direktur, dan yang lainnya menjadi direktur atau wakil direktur. Berdasarkan prinsip

fiduciary duties tersebut, Pasal 97 Ayat (2) UUPT menentukan bahwa setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Pelanggaran terhadap kewajiban Fiduciary duties berakibat pada timbulnya tanggung jawab pribadi direksi. Sehubungan dengan hal ini, Pasal 97 Ayat (3) UUPT menentukan bahwa setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada Ayat (2).

7

Munir Fuady. Hukum Perusahaan (Dalam Paradigma Hukum Bisnis). Citra Aditya Bakti. Bandung.2003.hlm.11


(25)

16

Sebagaimana dijelaskan di atas, direksi memiliki kewajiban untuk mengurus dan mengelola Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan

3. Dewan Komisaris

Konsep hukum tentang “dewan komisaris” berasal dari konsep hukum Jerman, yang serupa dengan hukum di negara Eropa kontinental lainnya, yang dalam bahasa Belanda disebut dengan Raad Van Commissarissen, yang meskipun tidak ada padanannya dalam konsep hukum common law, dalam bahasa Inggris sering juga disebut dengan istilah Board of Commissioner. Akan tetapi, untuk dewan komisaris ini, dalam bahasa Inggris sering juga disebut dengan Board of Commissory atau Board of Supervisory Directors 8

Ada sebagian orang beranggapan bahwa jabatan komisaris dalam suatu PT semata-mata sebagai suatu pelengkap, hal ini dikarenakan kitab Undang Undang Hukum Dagang (KUHD) tidak mengharuskan adanya kelembagaan komisaris, organ komisaris dalam konsep KUHD sifatnya fakultatif, artinya boleh ada boleh tidak. Walaupun dalam kenyataannya kebanyakan PT yang didirikan berdasarkan undang-undang tersebut memiliki dewan komisaris, karena UUPT mengharuskan adanya kelembagaan komisaris sebagai salah satu organ pada Perseroan terbatas.9

Menurut Pasal 1 Ayat (6) UUPT, Dewan komisaris adalah: “organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai

8

Ibid. hlm.13 9

Agus Budiarto. Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Jakarta. 2002.hlm. 87.


(26)

dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi.” Anggota dewan komisaris disebut dengan nama komisaris. Ini berarti tugas dewan komisaris adalah melakukan:

a. Pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha perseroan, dan

b. Memberi nasihat kepada direksi.

Setiap anggota dewan komisaris wajib dengan itikad baik, kehati-hatian dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, dan dengan memperhatikan ketentuan mengenai larangan dan batasan yang diberikan dalam undang-undang, khususnya UUPT, dan anggaran dasar Perseroan tersebut. 10

C. Anggaran Dasar Perseroan Terbatas (PT)

Sebagai sebuah badan hukum, Perseroan Terbatas (PT) tak dapat dilihat dan diraba secara fisik kecuali aset-asetnya (kantor gedung dan para karyawannya). Sekilas badan hukum PT nampak imajiner, namun dalam bentuk real-nya badan hukum PT dapat diterawang lewat Anggaran Dasar-nya. Anggaran Dasar PT mencantumkan tugas dan tanggung jawab serta hak dan kewajiban seluruh Organ PT, sehingga Anggaran Dasar PT dapat dikatakan merupakan bentuk konkret dari sebuah badan hukum PT.

10

Chatamarrasjid, Menyingkap Tabir Perseroan Kapita Selekta Hukum Perusahaan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung. 2000.hlm.44


(27)

18

Menurut UUPT, suatu Anggaran Dasar PT harus memuat sekurang-kurangnya:

1. Nama dan tempat kedudukan PT 2. Maksud dan tujuan pendirian PT 3. Kegiatan usaha PT

4. Jangka waktu berdirinya PT 5. Modal PT

6. Jumlah, nilai, dan klasifikasi saham serta hak-hak yang melekat pada setiap saham

7. Anggota Direksi dan Dewan Komisaris PT 8. Tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS

9. Tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris

10. Tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen

Hal-hal yang dilarang dimuat dalam Anggaran Dasar PT yaitu: a. Ketentuan mengenai penerimaan bunga tetap atas saham.

b. Ketentuan mengenai pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain.

Perubahan Anggaran Dasar PT ditetapkan oleh RUPS dan harus dinyatakan dalam Akta Notaris yang dibuat dalam Bahasa Indonesia. Perubahan Anggaran Dasar tertentu yang harus mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI meliputi:

1. Nama PT dan/atau tempat kedudukan PT 2. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha PT


(28)

3. Jangka waktu berdirinya PT 4. Besarnya modal dasar

5. Pengurangan modal ditempatkan dan disetor

6. Status PT Tertutup menjadi PT Terbuka atau sebaliknya

Perubahan Anggaran Dasar selain sebagaimana tersebut di atas, cukup diberitahukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI.

D. Pengertian Tanggung Jawab

Setiap manusia pasti mempunyai tanggung jawab atas segala apa yang dikerjakan, meskipun kadar tanggung jawab setiap manusia berbeda-beda. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan).

Pengertian tanggung jawab dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu tanggung jawab dalam arti accountability, responsibility, dan liability. Tanggung jawab accountbility dalam arti hukum biasanya berkaitan dengan keuangan. Tanggung jawab dalam arti responsibility maksudnya "wajib menanggung segala sesuatunya", kalau terjadi sesuatu dapat disalahkan, dituntut, dan diancam oleh hukuman pidana oleh penegak hukum didepan pengadilan, menerima beban akibat tindakan sendiri atau orang lain. Tanggung jawab dalam arti liability

berarti menanggung segala sesuatu kerugian yang terjadi akibat perbuatannya atau perbuatan orang lain yang bertindak untuk dan atas nama.11

11

Agus Budiarto. Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Jakarta. 2002.hlm. 114


(29)

20

Seiring dengan perkembangan kemajuan dibidang ilmu (hukum) konsep tanggung jawab dalam arti liability ini makin dirasa perlu untuk membuat kualifikasi yang jelas atas pembagian tersebut agar tidak terjadi perbedaan yang sedemikian rupa sehingga hal ini akan berdampak pada tataran pengaplikasiannya nanti. Adapun pembedaan dapat dilihat, sebagai berikut:

Pertama: tanggung jawab hukum berdasarkan kesalahan (based on fault liability) hal ini dalam KUHPerdata terdapat dalam pasal 1365 Ayat 5, yang dikenal dengan perbuatan melawan hukum (onrechmatigdaad) berlaku umum terhadap siapapun. Kedua: Tanggung jawab praduga bersalah (presumption of liability) yaitu perusahaan demi hukum harus membayar yang diakibatkan olehnya, kecuali perusahaan tersebut dapat membuktikan tidak bersalah. Ketiga: Tanggung Jawab hukum Tanpa Bersalah (liabilty without fault) yaitu perusahaan bertanggung jawab mutlak terhadap kerugian yang diderita oleh pihak ketiga, tanpa memerlukan pembuktian lebih dahulu. 12

E. Kerangka Pikir

Kerangka pikir penelitian mengenai Tanggungjawab Direksi dalam Pengurusan Perseroan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

12


(30)

Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka dapat dijelaskan bahwa Perseroan adalah salah satu badan hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 (disebut dengan istilah UUPT). Perseroan Terbatas sebagai suatu badan hukum membutuhkan organ-organ yang bertugas menjalankan perseroan. Salah satu organ Perseroan adalah Direksi yang bertugas sebagai pengurus Perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Direksi merupakan organ yang paling penting dalam menentukan maju mundurnya bank tersebut. Direksi mempunyai lingkup kewenangan yang luas dalam pengurusan perseroan, sehingga dapat menimbulkan kewajiban untuk menjalankan Perseroan secara maksimal. Adanya kewajiban tersebut menuntut anggota direksi untuk bertanggung jawab atas tidakan yang telah dilakukan untuk Perseroan sebagaimana diatur dalam anggaran dasar perseroan.

Tanggung Jawab Direksi Kepengurusan PT

Oleh Direksi

Kewajiban Direksi

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 (UUPT)


(31)

22

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Fokus penelitian hukum normatif adalah penjelasan atau analisa terhadap implementasi ketentuan hukum normatif pada peristiwa hukum tertentu 1 Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan cara mengkaji dan menganalisis ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam buku literatur hukum perdata, peraturan perundang-undangan maupun dokumen-dokumen yang berkaitan dengan tanggungjawab direksi dalam pengurusan perusahaan.

B. Tipe Penelitian

Berdasarkan pada permasalahan dan pokok bahasan dalam penelitian ini, maka tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Adapun yang dimaksud dengan penelitian deskriptif adalah penelitian bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu, atau mengenai gejala yuridis yang ada, atau peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat2

1

Abdulkadir Muhammad. 2004. Metode Penelitian Hukum. Citra Aditya Bakti. Bandung.hlm. 49 2


(32)

Berdasarkan tipe deskriptif tersebut di atas, maka penelitian ini akan mendeskripsikan kewajiban dan tanggung jawab direksi dalam pengurusan perseroan.

C. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah melalui tahap-tahap yang telah ditentukan 3 Berdasarkan jenis penelitian, maka pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan normatif, karena dilakukan dengan menelaah peraturan-peraturan, ketentuan-ketentuan yang sudah baku dan bahan-bahan kepustakaan yang berkaitan dengan tanggung jawab direksi dalam pengurusan perseroan.

D. Data dan Sumber Data

Jenis data dilihat dari sumbernya, dapat dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan data yang diperoleh dari bahan pustaka4 Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dengan mempelajari bahan-bahan pustaka yang berupa peraturan perundang-undangan dan literatur-literatur lainnya yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yaitu:

3

. Ibid. hlm. 115 4

. Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 1985.hlm.11


(33)

24

1. Bahan hukum primer yaitu merupakan bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat yaitu peraturan-peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini. Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer berupa bahan hukum atau literatur-literatur yang menjelaskan penelitian ini, meliputi buku-buku ilmu hukum, hasil karya dari kalangan hukum dan lainnya.

3. Bahan Hukum Tersier, merupakan bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti surat kabar, internet, Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan buku Penelitian Hukum.

E. Metode Pengumpulan danPengolahan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian dilakukan dengan cara studi kepustakaan, dengan cara membaca, mengutip data dari buku-buku dan perundang-undangan serta mengklasifikasi data yang mempunyai relevansi dengan pokok bahasan.

2. Metode Pengolahan Data

Data yang diperoleh atau terkumpul selanjutnya dilakukan pengolahan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Seleksi data, adalah tahap memeriksa data yang diperoleh secara selektif untuk mengetahui apakah ada data yang salah dan apakah data tersebut sudah sesuai dengan ketentuan dalam menjawab permasalahan dalam penelitian ini.


(34)

b. Klasifikasi data. adalah tahap menempatkan data-data sesuai dengan kelompok dan aturan yang telah diterapkan didalam pokok bahasan sehingga diperoleh data yang benar-benar diperlukan dalam penelitian ini.

c. Sistematika data, adalah tahap menyusun data menurut tata urutan yang ditetapkan sesuai dengan konsep, tujuan dan bahasan agar mudah dianalisis.

F. Analisis Data

Setelah dilakukan pengolahan data, maka kegiatan selanjutnya yaitu analisis data. Tujuan analisis data adalah menyederhanakan data ke dalam bentuk deskripsi yang lebih mudah untuk dipahami. Dalam penelitian ini analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan tanpa menggunakan angka dan tabel, melainkan uraian dalam suatu kalimat secara sistematis untuk kemudian dilakukan penarikan kesimpulan.


(35)

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Kewajiban direksi dalam pengurusan Perseroan berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas adalah adalah bersifat administratif yaitu membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, dan risalah rapat direksi; membuat laporan tahunan dan dokumen keuangan; memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan Perseroan; melaporkan kepada Perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota Direksi; meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan Perseroan dan mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan

2. Tanggungjawab Direksi dalam Pengurusan Perseroan menurut Undang-Undang Perseroan (UUPT) bersifat pribadi atau personal dalam hat terjadinya kerugian Perseroan yang disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian Direksi dalam Pengurusan Perseroan. Selain itu tanggungjawab bersifat bersama jika kelalaian tersebut dilakukan oleh dua anggota Direksi atau lebih. Direksi juga bertanggungjawab atas kepailitan Perseroan yang disebabkan oleh kesalahan dan kelalaian Direksi.


(36)

DAFTAR PUSTAKA

Budiarto, Agus. 2002. Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Cansil, C.S.T. dan S.T. Kansil Cristine2002. Pokok-Pokok Badan Hukum. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Chatamarrasjid, 2000. Menyingkap Tabir PerseroanKapita Selekta Hukum Perusahaan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

Fuady, Munir. 2003. Hukum Perusahaan (Dalam Paradigma Hukum Bisnis). Citra Aditya Bakti. Bandung.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum Perusahaan Indonesia. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Rusli, Hardijan. 1997. Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1985. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Widjaya, I.G. Rai. 2000. Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas. Mega Poin. Jakarta.

Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja. 2006. Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas Raja Grafindo Persada, Jakarta.


(1)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Fokus penelitian hukum normatif adalah penjelasan atau analisa terhadap implementasi ketentuan hukum normatif pada peristiwa hukum tertentu 1 Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan cara mengkaji dan menganalisis ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam buku literatur hukum perdata, peraturan perundang-undangan maupun dokumen-dokumen yang berkaitan dengan tanggungjawab direksi dalam pengurusan perusahaan.

B. Tipe Penelitian

Berdasarkan pada permasalahan dan pokok bahasan dalam penelitian ini, maka tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Adapun yang dimaksud dengan penelitian deskriptif adalah penelitian bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu, atau mengenai gejala yuridis yang ada, atau peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat2

1

Abdulkadir Muhammad. 2004. MetodePenelitianHukum. Citra Aditya Bakti. Bandung.hlm. 49 2


(2)

23

Berdasarkan tipe deskriptif tersebut di atas, maka penelitian ini akan mendeskripsikan kewajiban dan tanggung jawab direksi dalam pengurusan perseroan.

C. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah melalui tahap-tahap yang telah ditentukan 3 Berdasarkan jenis penelitian, maka pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan normatif, karena dilakukan dengan menelaah peraturan-peraturan, ketentuan-ketentuan yang sudah baku dan bahan-bahan kepustakaan yang berkaitan dengan tanggung jawab direksi dalam pengurusan perseroan.

D. Data dan Sumber Data

Jenis data dilihat dari sumbernya, dapat dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan data yang diperoleh dari bahan pustaka4 Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dengan mempelajari bahan-bahan pustaka yang berupa peraturan perundang-undangan dan literatur-literatur lainnya yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yaitu:

3

. Ibid. hlm. 115 4

. Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 1985.hlm.11


(3)

1. Bahan hukum primer yaitu merupakan bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat yaitu peraturan-peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini. Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer berupa bahan hukum atau literatur-literatur yang menjelaskan penelitian ini, meliputi buku-buku ilmu hukum, hasil karya dari kalangan hukum dan lainnya.

3. Bahan Hukum Tersier, merupakan bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti surat kabar, internet, Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan buku Penelitian Hukum.

E. Metode Pengumpulan danPengolahan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian dilakukan dengan cara studi kepustakaan, dengan cara membaca, mengutip data dari buku-buku dan perundang-undangan serta mengklasifikasi data yang mempunyai relevansi dengan pokok bahasan.

2. Metode Pengolahan Data

Data yang diperoleh atau terkumpul selanjutnya dilakukan pengolahan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Seleksi data, adalah tahap memeriksa data yang diperoleh secara selektif untuk mengetahui apakah ada data yang salah dan apakah data tersebut sudah sesuai dengan ketentuan dalam menjawab permasalahan dalam penelitian ini.


(4)

25

b. Klasifikasi data. adalah tahap menempatkan data-data sesuai dengan kelompok dan aturan yang telah diterapkan didalam pokok bahasan sehingga diperoleh data yang benar-benar diperlukan dalam penelitian ini.

c. Sistematika data, adalah tahap menyusun data menurut tata urutan yang ditetapkan sesuai dengan konsep, tujuan dan bahasan agar mudah dianalisis.

F. Analisis Data

Setelah dilakukan pengolahan data, maka kegiatan selanjutnya yaitu analisis data. Tujuan analisis data adalah menyederhanakan data ke dalam bentuk deskripsi yang lebih mudah untuk dipahami. Dalam penelitian ini analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan tanpa menggunakan angka dan tabel, melainkan uraian dalam suatu kalimat secara sistematis untuk kemudian dilakukan penarikan kesimpulan.


(5)

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kewajiban direksi dalam pengurusan Perseroan berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas adalah adalah bersifat administratif yaitu membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, dan risalah rapat direksi; membuat laporan tahunan dan dokumen keuangan; memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan Perseroan; melaporkan kepada Perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota Direksi; meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan Perseroan dan mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan

2. Tanggungjawab Direksi dalam Pengurusan Perseroan menurut Undang-Undang Perseroan (UUPT) bersifat pribadi atau personal dalam hat terjadinya kerugian Perseroan yang disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian Direksi dalam Pengurusan Perseroan. Selain itu tanggungjawab bersifat bersama jika kelalaian tersebut dilakukan oleh dua anggota Direksi atau lebih. Direksi juga bertanggungjawab atas kepailitan Perseroan yang disebabkan oleh kesalahan dan kelalaian Direksi.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Budiarto, Agus. 2002. Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Cansil, C.S.T. dan S.T. Kansil Cristine2002. Pokok-Pokok Badan Hukum. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Chatamarrasjid, 2000. Menyingkap Tabir Perseroan Kapita Selekta Hukum Perusahaan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

Fuady, Munir. 2003. Hukum Perusahaan (Dalam Paradigma Hukum Bisnis). Citra Aditya Bakti. Bandung.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum Perusahaan Indonesia. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Rusli, Hardijan. 1997. Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1985. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Widjaya, I.G. Rai. 2000. Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas. Mega Poin. Jakarta.

Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja. 2006. Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas Raja Grafindo Persada, Jakarta.


Dokumen yang terkait

Due Diligence dalam Akuisisi Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

5 99 110

Implementasi Ketentuan Pasal 155 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Dalam Pengurusan Perusahaan

1 48 121

KAJIAN YURIDIS KEDUDUKAN HUKUM DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 5 16

KAJIAN YURIDIS KEDUDUKAN HUKUM DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 2 16

Analisis Hukum Mengenai Penerapan Asas Piercing The Corporate Veil Atas Tanggung Jawab Direksi Pada Sebuah Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

1 19 68

BAB II PENGATURAN PEMBERIAN KUASA DIREKSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 3 33

PENGUNDURAN DIRI DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENGUASAAN ASET DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS.

0 1 2

Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas Dalam Akuisisi Suatu Perusahaan Yang Merugikan Pemegang Saham Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

0 0 1

EKSISTENSI DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL DI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS TERHADAP TANGGUNG JAWAB DIREKSI ATAS TERJADINYA KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS.

0 0 13

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS | Kurniawan | Mimbar Hukum 16126 30674 1 PB

0 0 13