BAB I PENDAHULUAN - BAB I III

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), sehat adalah memperbaiki kondisi manusia, baik jasmani, rohani ataupun akal, sosial dan bukan semata-mata memberantas penyakit (Alhafidz, 2007).

  WHO telah menetapkan unsur spiritual sebagai salah satu dari empat unsur kesehatan atau lebih dikenal dengan pendekatan bio, psiko, sosio, dan spiritual.

  Pendekatan bio, psiko, sosio, dan spiritual digunakan oleh perawat sebagai bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga kelompok dan masyarakat, baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia yaitu berupa upaya peningkatan kesehatan yang optimal (Potter dan Perry,2005).

  Upaya peningkatan kesehatan yang optimal mencakup upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan dari penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan atau rehabilitatif (Depkes RI, 1993)

  Upaya peningkatan kesehatan yang optimal tersebut menjadi tanggung jawab semua petugas kesehatan termasuk perawat. Asuhan keperawatan yang diberikan secara komprehensif diberikan kepada semua pasien yang berada di rumah sakit dan salah satunya asuhan keperawatan yang komprehensif diberikan pada pasien pre operasi. Bentuk pelayanan yang diberikan kepada pasien pre operasi adalah memandang pasien secara keseluruhan baik fisik dan mental. status kesehatan fisik secara umum, status nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit, kebersihan lambung dan kolon dan personal hygiene (Hamid, 1998).

  Aspek mental untuk pasien pre operasi yaitu membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien sebelum operasi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal -hal yang akan dialami oleh pasien selama proses operasi dan menunjukkan tempat kamar operasi (Erlina, 2008).

  Tindakan bedah atau yang sering disebut dengan operasi merupakan tindakan medis yang dapat mendatangkan stress karena dapat mendatangkan ancaman potensial maupun aktual terhadap tubuh, integritas dan jiwa seseorang. Seksio sesarea merupakan salah satu jenis operasi di dunia kesehatan. Operasi ini bertujuan untuk mengeluarkan janin melalui sayatan yang dibuat pada dinding perut dan uterus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah kematian janin maupun ibu sehubungan dengan adanya bahaya atau komplikasi yang akan terjadi bila persalinan dilakukan pervaginam (Heru Pradjatmo, 2004).

  Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut dan tidak tentram disertai berbagai situasi kehidupan sebagai gangguan sakit (Vida, 2004). Kecemasan adalah reaksi yang menjadi nyata atau bayangan ancaman, merupakan perasaan umum dari tidak aman atau rasa takut (Pietra, 2001 & Haryanto et al, 2004)

  Kecemasan pada pasien pre operasi biasanya disebabkan oleh berapa faktor. Menurut Yuliatun, cit. Setyaningsih (2008), faktor -faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada pasien pre operasi adalah potensi stressor, budaya, lingkungan dan situasi, umur, dan jenis operasi. Menurut Sharon (2000). Pasien pre operasi biasanya mengalami ketakutan, hal-hal yang ditakutkan yang dapat mempengaruhi tingkat kecemasan pada pasien pre operasi yaitu nyeri dan ketidak nyamanan (pain and discomfort), kerusakan atau kecacatan (mutilation), kematian (death), anestesi dan (anesthesia) perubahan pola hidup (disruption of

  life pattern).

  Dukungan keluarga yaitu informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subyek didalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya (Zaenuddin. 2002).

  Pentingnya dukungan keluarga juga berkaitan dengan tingkat kecemasan seseorang dimana peran keluarga adalah sesuatu yang diharapkan secara normative dari seseorang dalam situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan- harapan. Kecemasan dapat terjadi jika ada konflik dalam keluarga (Setiadi, 2008)

  Adapun dampak yang akan dihadapi pasien saat akan menjalani pre operasi persalinan tanpa dukungan keluarga, umumnya pasien akan memiliki penerimaan diri yang rendah, harga diri yang rendah, merasa putus asa, bosan, cemas, frustasi, tertekan, dan takut kehilangan seseorang terutama keluarga (Dedi, 2011).

  Efek dari dukungan keluarga terhadap kesehatan dan kesejahtraan adekuat terbukti berhubungan dengan menurunya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan emosi. Disamping itu, pengaruh positif dari dukungan sosial keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan stress (Setiadi, 2008).

  Dukungan keluarga adalah persepsi seseorang bahwa dirinya menjadi bagian dari jaringan sosial yang didalamnya tiap anggotanya saling mendukung (Friedman, 1998). Adapun beberapa jenis Menurut Friedman (1998), bentuk dukungan keluarga terdiri dari empat macam dukungan yaitu : Dukungan penghargaan (Appraisal Support), Dukungan materi (Tangible Assistance), Dukungan informasi (Information Support), Dukungan emosional (Emosional Support).

  Menurut hasil survey awal peneliti di Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya dari 10 pasien pre operasi yang terdata 5 pasien menyatakan kurangnya dukungan atau semangat dari keluarga, 3 pasien menyatakan hanya sebagian keluarga yang memberikan dukungan dan semangat, dan 2 pasien lainnya menyatakan keluarga memberikan dukungan dan semangat yang baik pada pasien. sehingga pasien masih merasakan kecemasan saat operasi akan dilakukan. Data jumlah seluruh pasien pre operasi yang terdata di Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya dari Januari - Desember tahun 2015 sebanyak 615 pasien. Sedangkan tahun 2016 dari Januari-Mei dengan rincian : Januari 43 pasien, Februari 42 pasien, Maret 36 pasien, April 45 pasien, dan Mei 46 pasien dengan total 212 pasien.

  Berdasarkan berbagai fenomena diatas maka perlu dilakukan penelitian dengan judul “Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan

  

Pasien Pre Operasi Persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya”.

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis ingin melihat hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya.

  1.3 Tujuan Penelitian

  1.3.1 Tujuan Umum

  Untuk memperoleh hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya.

  1.3.2 Tujuan Khusus 1.

  Untuk mengetahui hubungan dukungan Informasional dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya.

  2. Untuk mengetahui hubungan dukungan Penilaian dengan tingkat

  kecemasan pasien pre operasi persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya.

  3. Untuk mengetahui hubungan dukungan Emosional dengan tingkat

  kecemasan pasien pre operasi persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya.

  1.4 Hipotesis Penelitian

  Ha : Ada hubungan antara dukungan informasional, penilaian, emosional 1. dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya.

  1.5 Manfaat Penelitian

  1.5.1 Manfaat Teoritis

  Melatih kemampuan penulis dalam meneliti masalah hubungan dukungan 1. keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya.

  Sebagai bahan pertimbangan bagi pembaca terutama bagi mereka yang 2. berminat dalam hal penelitian masalah dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah.

  1.5.2 Manfaat Praktis

  Memberikan informasi dan masukan bagi masyarakat tentang hubungan 1. dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya.

  Untuk menambah referensi bagi mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat 2. Universitas Teuku Umar Meulaboh Aceh Barat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kecemasan

  Kecemasan dapat disebut juga ansietas atau anxiety adalah gangguan alam perasaan (Affective) yang ditandai dengan perasaan ketajutan atau kekhawatiiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalammenilai realitas, kepribadian masih utuh, perilaku terganggu tapi masih dalam keadaan normal.

  Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya dan mengancam. Kecemasan adalah respons emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab dengan tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Stuart & Sunden, 2007).

  Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (Asmadi, 2008). Kecemasan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang disertai dengan tanda somatik yang menyatakan terjadinya hiperaktifitas sistem syaraf otonom. Kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik yang sering ditemukan dan sering kali merupakan suatu emosi yang normal (Long, C.Barbara, 2004).

  Kecemasan adalah fitrah, karena fitrah maka dipastikan setiap orang akan mengalaminya. Jika seseorang telah mengalami gejala serupa cemas, takut, was- was atau gelisah, maka tidak ada pilihan lain kecuali meningkatkan kesabaran dan menegakkan shalat serta tetap tawakkal dengan berdzikir kepada Allah sebagai upaya preventif dalam menanggulangi kecemasan.

2.1.1 Tingkatan Kecemasan

  Long, C. Barbara, 2004 mengemukakan bahwa ada beberapa tingkat kecemasan yaitu : a) Tingkatan kecemasan ringan

  Pada tingkat ini, tahan persepsi melebar dan individu akan berhati-hati dan waspada. Individu terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertimbangan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.

  1)

  Respon Fisiologis, sesekali napas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung (rasa mual), muka berkeringat, dan bibir bergetar.

  2) Respon Kognitif, lapangan persepsi meluas, mampu menerima rangsangan

  yang kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif.

  3) Respon prilaku dan emosi, tidak dapat duduk dengan tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang-kadang untuk meningkat. b) Tingkat kecemasan sedang Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat,kecepatan denyut jantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuankonsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas,mudah tersinggung, tidak sabar,mudah lupa, marah dan menangis.

  Contohnya pasangan suami istri yang mengalami kelahiran bayi pertama yang mengalami resiko tinggi, keluarga yang mengalami perpecahan/berantakan, dan individu yang mengalami konflik dalam pekerjaan.

  c) Tingkat kecemasan berat Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Sesorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berfikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada area yang lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.

  Contohnya individu yang mengalami kehilangan harta benda dan orang yang d) Tingkat panik.

  Gangguan panik ditandai oleh serangan panik yang datang dengan sendirinya dan tidak diharapkan, terdiri dari kumpulan gejala yang meliputi sesak napas, pusing tujuh keliling, jantung berdebar dan rasa ketakutan yang hebat bahwa dirinya akan mati atau menjadi gila.

  Sedangkan Stuard dan Sunden, 2007 mengemukakan beberapa teori tingkat kecemasan menjadi 4 tingkatan yaitu : 1) Kecemasan ringan

  Kecemasan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari pada tingkat ini lapangan persepsi meningkat dan individu akan berhati-hati dan waspada, terdorong untuk belajar yang akan menghalalkan pertumbuhan dan kreativitas.

  2) Kecemasan sedang Pada tingkat ini lapangan persepsi terhadap lingkungan menurun, individu lebih memfokuskan pada hal penting saat itu dan mengasampingkan hal lain.

  3) Kecemasan berat Pada kecemasan berat lapangan persepsi menjadi sangat menurun individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang lain, individu tidak mampu berfikir realistis dan membutuhkan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada area lain.

  4) Panik Pada tingkat ini lapangan persepsi sangat sempit sehingga individu tidak biasa mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun motorik, menurunnya kemampuan berhubungan dengan orang lain dan kehilangan pemikiran rasional.

2.1.2 Alat Ukur Kecemasan

  Menurut Dadang (2001), kecemasan dapat diukur dengan alat ukur kecemasan yang deisebut HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Skala HARS merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya simptom pada individu yang mengalami kecemasan. Menurut skala HARS terdapat 14 simptom yang nampak pada individu yang mengalami kecemasan. Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0 sampai dengan 4. Skala HARS pertama kali digunakan pada tahun 1959 yang diperkenalkan oleh Max Hamilton. Skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) dalam penilaian kecemasan terdiri dari 14 item, meliputi:

  1. Perasaan cemas (Ansietas) yaitu cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, dan mudah tersinggung.

  Ketegangan yaitu merasa tegang, lesu, tidak bisa istirahat dengan tenang, 2. mudah terkejut, mudah menangis, gemetar, dan gelisah

  3. Ketakutan pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, pada binatang besar, pada keramaian lalu lintas, dan pada kerumunan orang banyak.

  4. Gangguan tidur akibat sukar masuk tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi-mimpi, mimpi buruk atau menakutkan.

  5. Gangguan kecerdasan yaitu sukar konsentrasi, daya ingat yang menurun, dan daya ingat buruk.

  6. Perasaan depresi yaitu hilangnya minat, berkurangnya kesenagan pada hobi, sedih, bangun dini hari, dan perasaan berubah-ubah sepanjang hari.

  7. Gejala somatik/fisik (otot) yaitu sakit dan nyeri otot, kaku,kedutan otot, gigi gemerutuk dan suara tidak stabil.

  8. Gejala somatik/fisik (sensorik) yaitu tinitus (telinga berdenging), penglihatan kabur, muka merah atau pucat,mersa lemas, dan perasaan seperti ditusuk- tusuk.

9. Gejala kardiovaskuler (Jantung dan pembuluh darah) yaitu tarkikardia,

  berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi megeras, rasa lesu/lemasseperti mau pingsan, dan detak jantung menghilang atau berhenti sejenak.

  10. Gejala Respiratori yaitu rasa tertekan dan sempit didada, rasa tercekik, sering menarik nafas, nafas pendek dab sesak.

  11. Gejala Gastrointestinal yaitu sulit menelan, perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan terbakar di perut, rasa penuh atau kembung, mual dan muntah, buang air besar lembek, konstipasi atau sukar buang air besar dan kehilang berat badan.

  12. Gejala Urogenitas (perkemihan dan kelamin) yaitu sering buang air kecil, tidak dapat menahan airseni, tidak datang bulan, darah haid yang berlebihan, darah haid yang teramat sedikit, masa haid berkepanjangan ataua teramat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin, ejakulasi dini, ereksi melemah atau hilang dan hipotensi.

  13. Gejala Autonom yaitu mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, kepala pusing, kepala terasa berat, kepala terasasakit, dan bulu-bulu berdiri.

  14. Tingkah laku (sikap) pada saat wawancara yaitu gelisah, tidak tenang, jari gemetar, kerut kening, muka tegang, otot mengeras tegang, nafaspendek dan cepat dan muka merah.

  Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan kategori: 0 = Tidak ada gejala (keluhan) 1 = Ringan / satu dari gejala yang ada 2 = Sedang / separuh dari gejala yang ada 3 = Berat / lebih dari separuh gejala yang ada 4 = sangat berat / semua gejala ada Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlahkan nilai skor dan item 1-14 dengan hasil: a. Skor < 14 = tidak ada kecemasan

  b. Skor 14 – 20 = kecemasan ringan

  c. Skor 21 – 27 = kecemasan sedang

  d. Skor 28 – 41 = kecemasan berat Skor 42 – 56 = kecemasan berat sekali e.

2.1.3 Rentang Respon Kecemasan

  Rentang respon kecemasan dapat dikonseptualisasikan dalam rentang respon. Respon ini dapat digambarkan dalam rentang respon adaptif sampai maladaptif. Reaksi terhada p kecemasan dapat bersifat konstruktif dan

  

destruktif. Konstrutif adalah motivasi seseorang untuk belajar

memahami tentang perubahan-perubahanterutama perubahan

terhadap perasaan tidak nyaman dan berfokus pada kelangsungan

  

menimbulkan tingkah laku maladaptif serta disfungsi yang

menyangkut kecemasan berat atau panik (suliswati, 2005). Rentang

respon kecemasan dapat terlihat pada gambar berikut:

   Rentang Respon Ansietas Respon Adaptif Respon Maladaptif Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

  Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan yang akan menjalani tindakan medis atau perawatan menurut Sumijatun, 2005 adalah

  1. Usia

  Semakin bertambah usia sesorang dan semakin matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan pasien yang akan dioperasi, seseorang yang lebih dewasa akan lebih percaya diri dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Makin tua umur seseorang makin konsentrasi dalam menggunakan koping dalam masalah yang dihadapi.

  Kaplan dan Sadock, 2001 mengemukakan bahwa gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua usia, lebih sering pada usia dewasa dan lebih banyak pada wanita. Sebagian besar kecemasan terjadi pada umur 21-45 tahun. Adapun klasifikasi usia yakni usia dewasa muda berkisar antara 19 – 35 tahun, dewasa tua 35 – 55 tahun dan lansia 55 – 64 tahun.

  2. Jenis kelamin

  Jenis kelamin adalah sifat jasmani atau rohani yang dapat membedakan dua mahluk sebagai laki-laki atau perampuan. Kaplan dan Sanlock, 2001 ketegangan jiwa yang lebih banyak pada jenis kelamin perempuan dari pada laki- laki.Hal ini disebabkan karena perempuan dipresentasikan sebagai makhluk yang lemah lembut, keibuan dan emosional.

  Berkaitan dengan kecemasan pada pria dan wanita, Nurjannah, 2004 mengemukakan bahwa perempuan lebih cemas akan ketidakmampuannya dibanding dengan laki-laki, laki-laki lebih aktif, eksploratif, sedangkan perempuan lebih sensitif. Penelitian lain menunjukkan bahwa laki-laki lebih rileks dibanding perempuan.

  Perempuan lebih mudah dipengaruhi oleh tekanan-tekanan lingkungan daripada laki-laki. Perempuan juga lebih cemas, kurang sabar, dan mudah mengeluarkan air mata. Lebih jauh lagi, dalam berbagai studi kecemasan secara umum, menyatakan bahwa perempuan lebih cemas daripada laki-laki. Perempuan memiliki skor yang lebih tinggi pada pengukuran ketakutan dalam situasi sosial dibanding laki-laki (Journalis, 2007).

  Tingkat Pendidikan.

3. Pendidikan adalah pengalaman-pengalaman terprogram didalam bentuk

  formal, non formal dan informal disekolah dan diluar sekolah yang berlangsung seumur hidup yang bertujuan optimalisasi pertimbangan kemampuan-kemampuan individu agar dikemudian hari dapat memainkan peranan hidup secara tepat.

  Notoatmodjo, 2003 mengemukakan bahwa pendidikan dapat mempengaruhi sesorang temasuk akan pola hidup terutama akan motivasi untuk sikap berperan serta dalam membangun kesehatan. Makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang harus diperkenalkan (Nursalam, 2005).

  Semakin tinggi pendidikan, semakin luas pengetahuan yang dimiliki dan semakin baik tingkat pemahaman tentang suatu konsep disertai cara pemikiran dan penganalisaan yang tajam dengan sendirinya memberikan persepsi yang baik pula terhadap objek yang diamati.

  Tingkat pendidikan yang cukup akan lebih mudah dalam mengidentifikasi stresor dalam dirisendiri maupun dari luar dirinya. Tingkat pendidikan juga mempengaruhi kesadaran dan pemahaman terhadap stimulus (Nurjannah, 2004).

  4. Sosial Ekonomi

  Status sosial ekonomi juga berkaitan dengan pola gangguan psikiatrik.Berdasarkan hasil penelitian Durham diketahui bahwa masyarakat kelas sosial ekonomi rendah prevalensi psikiatriknya lebih banyak. Jadi keadaan ekonomi yang rendah atau tidak memadai dapat mempengaruhi peningkatan kecemasan pada pasien yang akan menjalani operasi (Umi, 2008).

  5. Dukungan Keluarga

  Dukungan keluarga juga berkaitan dengan tingkat kecemasan seseorang dimana peran keluarga adalah sesuatu yang diharapkan secara normative dari seseorang dalam situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan. Kecemasan dapat terjadi jika ada konflik dalam keluarga (Setiadi, 2008)

  Menghadapi penderitaan fisik dan mental akibat penyakit yang parah seperti kanker, umumnya pasien akan memiliki penerimaan diri yang rendah, harga diri yang rendah, merasa putus asa, bosan, cemas, frustasi, tertekan, dan takut kehilangan seseorang terutama keluarga (Dedi, 2011) bersamaan.Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan keluarga yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan emosi. Disamping itu, pengaruh positif dari dukungan sosial keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan stress (Setiadi, 2008).

2.2 Dukungan Keluarga.

  Dukungan keluarga adalah persepsi seseorang bahwa dirinya menjadi bagian dari jaringan sosial yang didalamnya tiap anggotanya saling mendukung (Friedman, 1998). Dukungan keluarga didefinisikan oleh Zaenuddin (2002), yaitu informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subyek didalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan sosial secara emosiaonal merasa lega karena di perhatikan, mendapatkan saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya.

  Menurut ahli keluarga yaitu Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga dalam memenuhi kebutuhannya memiliki fungsi-fungsi dasar keluarga. Salah satu fungsi dasarnya adalah fungsi afektif, yaitu fungsi keluarga untuk pembentukan dan pemeliharaan kepribadian anak-anak, pemantapan kepribadian orang dewasa, serta pemenuhan kebutuhan psikologis para anggotanya. Apabila fungsi afektif ini tidak dapat berjalan semestinya, maka akan terjadi gangguan psikologis yang berdampak pada kejiwaan dari keseluruhan unit keluarga tersebut.

  Menurut Saurasan dalam Zaenuddin (2002), dukungan keluarga adalah keberadaan, kesedihan, kepedulian, dari orang-orang yang dapat diandalkan, meghargai dan menyayangi kita. Padangan yang sama juga dukemukakan oleh Cabb dalam Zaenuddin (2002), mendefinikan dukungan keluarga sebagai adanya kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau menolong orang dengan sikap menerima kondisinya, dukungan keluarga tersebut diperoleh dari individu maupun kelompok.

  2.2.1 Dukungan Sosial Keluarga

  Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan menghargai dan mencintainya (Setiadi, 2008)

  Dukungan sosial keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial. Dalam semua tahap, dukungan sosial keluarga menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal, sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka dalam kehidupan (Setiadi, 2008).

  2.2.2 Bentuk dukungan keluarga

  Menurut Friedman (1998), bentuk dukungan keluarga terdiri dari empat macam dukungan yaitu:

1. Dukungan penghargaan (Appraisal Support) merupakan suatu dukungan

  sosial yang berasal dari keluarga atau lembaga atau instansi terkait dimana pernah berjasa atas kemampuannya atau keahliannya amaka mendapatkan

  

2. Dukungan materi (Tangible Assistance) adalah dapat berupa servis

  (pelayanan), bantuan keuangan dan pemberian barang-barang. Pemberian dukungan materi dapat dicontohkan dalam sebuah keluarga atau persahatan.

  3. Dukungan informasi (Information Support) merupakan dukungan yang

  berupa pemberian informasi, saran dan umpan balik tentang bagaimana seseorang untuk mengenal dan mengatasi masalahnya dengan lebih mudah.

  4. Dukungan emosional (Emosional Support) merupakan keluarga sebagai

  tempat yang aman dan dami untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Dukungan emosional dapat mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan misalnya penegasan, reward, pujian, dan sebaginya.

2.2.3 Jenis dukungan keluarga

  Setiadi, 2008 mengemukakan bahwa ada 4 jenis dukungan keluarga :

  

1) Dukungan instrumental, yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan

praktis dan kongkrit.

  

2) Dukungan informasional, yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor

dan disseminator (penyebar informasi).

  3) Dukungan penilaian yaitu keluarga bertindak sebagai sebuah umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan validator identitas keluarga. 4) Dukungan emosional yaitu keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.

2.2.4 Ciri-ciri bentuk dukungan keluarga

  Menurut Setiadi, 2008 setiap bentuk dukungan sosial keluarga mempunyai cirri-ciri antara lain :

  

1) Informative, yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan

  oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan-persoalan yang dihadapi, meliputi pemberian nasihat, pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan dan informasi ini dapat disampaikan kepada orang lain yang mungkin mengahadapi persoalan yang sama atau hamper sama.

  2) Perhatian Emosional, setiap orang pasti membutuhkan bantuan afeksi dari orang lain, dukungan ini berupa dukungan simpatik dan empati, cinta, kepercayaan, dan penghargaan. Dengan demikian seseorang yang menghadapi persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau mendengar segala keluhan, bersimpati, dan empati terhadap persoalan yang dihadapinya bahkan mau membantu memecahkan masalah yang dihadapinya.

  

3) Bantuan instrumental, bantuan bentuk ini bertujuan untuk mempermudah

  seseorang dalam melakukan aktivitasnya berkaitan dengan persoalan- persoalan yang dihadapinya, atau menolong secara langsung kesulitan yang dihadapi, misalnya dengan menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi penderita, menyediakan obat – obat yang dibutuhkan dan lain-lain.

  

4) Bantuan Penilaian, yaitu suatu bentuk penghargaan yang diberikan

seseorang kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita.

  Penilaian ini bisa positif dan negative yang mana pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang. Berkaitan dengan dukungan sosial keluarga maka penilaian sangat membantu adalah penilaian positif.

5) Efek dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan berfungsi

  bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan emosi. Disamping itu, pengaruh positif dari dukungan sosial keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan stress (Setiadi, 2008).

2.3 Pengertian Operasi

  Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh (Smeltzer dan Bare, 2002). Preoperatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi atau pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi (Smeltzer dan Bare, 2002).

  Menurut fungsinya (tujuannya), Potter & Perry ( 2005 ) membagi menjadi: 1) Diagnostik : biopsi, laparotomi eksplorasi 2) Kuratif (ablatif) : tumor, appendiktom 3) Reparatif : memperbaiki luka multiple 4) Rekonstruktif : mamoplasti, perbaikan wajah.

  5) Paliatif : menghilangkan nyeri, 6) Transplantasi : penanaman organ tubuh untuk menggantikan organ atau struktur tubuh yang malfungsi (cangkok ginjal, kornea).

  Sedangkan Smeltzer and Bare ( 2001 ), membagi operasi menurut tingkat a. Menurut tingkat urgensinya :

  1)

  Kedaruratan, klien membutuhkan perhatian dengan segera, gangguan yang diakibatkannya diperkirakan dapat mengancam jiwa (kematian atau kecacatan fisik), tidak dapat ditunda.

  2)

  Urgen, klien membutuhkan perhatian segera, dilaksanakan dalam 24 – 30 jam.

  3)

  Diperlukan, klien harus menjalani pembedahan, direncanakan dalam beberapa minggu atau bulan.

  4)

  Elektif, klien harus dioperasi ketika diperlukan, tidak terlalu membahayakan jika tidak dilakukan.

5) Pilihan, keputusan operasi atau tidaknya tergantung kepada klien (pilihan pribadi klien).

  b. Menurut Luas atau Tingkat Resiko :

  2)

  Mayor, operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai tingkat resiko yang tinggi terhadap kelangsungan hidup klien.

3) Minor, operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko komplikasi lebih kecil dibandingkan dengan operasi mayor.

  Faktor resiko terhadap pembedahan menurut Potter & Perry ( 2005 ) antara lain :

  1)

  Usia, pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut mempunyai resiko lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada usia tua sudah sangat menurun, sedangkan pada bayi dan anak-anak disebabkan oleh karena belum matur-nya semua fungsi organ.

2) Nutrisi, kondisi malnutrisi dan obesitas/kegemukan lebih beresiko

  terhadap pembedahan dibandingakan dengan orang normal dengan gizi baik terutama pada fase penyembuhan. Pada orang malnutrisi maka orang tersebut mengalami defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan untuk proses penyembuhan luka. Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah protein, kalori, air, vitamin C, vitamin B kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan untuk sintesis protein).

  Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama pembedahan jaringan lemak, terutama sekali sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan permasalahan teknik dan mekanik.Oleh karenanya defisiensi dan infeksi luka, umum terjadi.Pasien obes sering sulit dirawat karena tambahan berat badan; pasien bernafas tidak optimal saat berbaring miring dan karenanya mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonari pasca operatif. Selain itu, distensi abdomen, flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit biliari terjadi lebih sering pada pasien obesitas. 3) Penyakit Kronis pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM

  (Penyakit Paru Obstruksi Menahun), dan insufisiensi ginjal menjadi lebih sukar terkait dengan pemakaian energi kalori untuk penyembuhan primer.

  Dan juga pada penyakit ini banyak masalah sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi pembedahan maupun pasca pembedahan sangat tinggi.

  Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin pada pasien yang mengalami gangguan fungsi endokrin, seperti diabetes mellitus yang tidak terkontrol, bahaya utama yang mengancam hidup pasien saat dilakukan pembedahan adalah terjadinya hipoglikemia yang mungkin terjadi selama pembiusan akibat agen anestesi, atau juga akibat masukan karbohidrat yang tidak adekuat pasca operasi atau pemberian insulin yang berlebihan. Bahaya lain yang mengancam adalah asidosis atau glukosuria. Pasien yang mendapat terapi kortikosteroid beresiko mengalami insufisinsi adrenal. Penggunaan obat-obatan kortikosteroid harus sepengetahuan dokter anestesi dan dokter bedah.

4) Merokok, pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami

  gangguan vaskuler, terutama terjadi arterosklerosis pembuluh darah, yang akan meningkatkan tekanan darah sistemik.

  Alkohol dan obat-obatan, individu dengan riwayat alkoholik kronik

  5)

  seringkali menderita malnutrisi dan masalah-masalah sistemik, seperti gangguan ginjal dan hepar yang akan meningkatkan resiko pembedahan.

2.4 Kerangka Teori Penelitian

  Kerangka teori ini disimpulkan berdasarkan tinjauan kepustakaan diatas yaitu menurut Setiadi (2008) sebagai berikut:

  1. Dukungan Instrumental

  2. Dukungan Informasional Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi

  3. Dukungan Penilaian Persalinan

  4. Dukungan Emosional

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian

2.5 Kerangka Konsep Penelitian

  Berdasarkan tujuan penelitian dan tinjauan kepustakaan, maka kerangka konsep dapat digambarkan sebagai berikut: Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

  Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi

  Persalinan Dukungan Informasional

  Dukungan Penilaian Dukungan Emosional

BAB III METODE PENELITIAN

  

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

  Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat analitik dengan rancangan cross sectional yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk mengetahui hubungan variabel independen dengan variabel dependen yaitu untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya (Sugiyono, 2013).

  3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya.

  Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 16 juni-01 Agustus 2016.

  3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

  3.3.1 Populasi Penelitian

  Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien pre operasi persalinan yang terdata di Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya sebanyak 212 orang dari bulan Januari sampai dengan Mei 2016.

  3.3.2 Sampel Penelitian

  Untuk mengambil sampel didasarkan pada rumus yang dikemukakan oleh Slovin dalam (Sugiyono, 2013). n = N

  2

  1 + N (d ) n = 212 1 + 212 (0,1)² n = 212 1 + 212 (0,01) n = 212

  1 + 2,12 n = 212 3,12 n = 67,9 dibulatkan menjadi 68 responden

  Dimana : N : Besar populasi n : Besar Sampel d : Tingkat Kepercayaan yang diinginkan 0,1 (10%) Berdasarkan rumus diatas sampel yang diambil adalah 68 orang.

  Selanjutnya sampel ini diambil menggunakan teknik Accidental Sampling.

3.4 Metode Pengumpulan Data

  3.4.1 Data Primer

  Data yang diperoleh peneliti melalui kuesioner dengan mengunjungi pasien yang terdata di Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya.

  3.4.2 Data Sekunder

  Data yang diperoleh melalui buku-buku kepustakaan yang berhubungan dengan penelitian dan data dari Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya.

3.5 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Variabel Penelitian

  Definisi Cara Alat Hasil Skala No Variabel Operasional Ukur Ukur Ukur Ukur

Variabel Independen

  keluarga berfungsi sebagai sebuah Baik

  Dukungan 1 kolektor dan Wawancara Kuesioner Kurang Ordinal Informasional disseminator Baik

  (penyebar informasi) keluarga bertindak sebagai sebuah

  Baik Dukungan umpan balik,

  2 Wawancara Kuesioner Kurang Ordinal Penilaian membimbing

  Baik dan menengahi pemecahan masalah keluarga sebagai tempat yang aman dan damai

  Baik Dukungan untuk istirahat

  3. Wawancara Kuesioner Kurang Ordinal Emosional dan pemulihan

  Baik serta membantu penguasaan terhadap emosi.

  

Variabel Dependen

  Tidak ada Tingkat Tingkat gejala Kecemasan Kekhawatiran Ringan

  1. Pasien Pre Pasien Pre Wawancara Kuesioner Sedang Ordinal Operasi Operasi Berat Persalinan Persalinan Sangat

  Berat

3.6 Aspek Pengukuran Variabel

  Aspek pengukuran yang digunakan dalam pengukuran variabel pada penelitian ini adalah skala Guddman yaitu memberi skor dari nilai tertinggi ke nilai terendah berdasarkan jawaban responden (Notoatmodjo, 2003).

  1. Dukungan Informasional :

  Penilaian pengetahuan dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu :

  a. Baik, Jika responden mendapatkan nilai >4 dari total skor

  b. Kurang Baik, Jika responden mendapatkan nilai ≤ 4 dari total skor

  2. Dukungan Penilaian :

  Penilaian sikap dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu :

  a. Baik, Jika responden mendapatkan nilai > 3 dari total skor

  b. Kurang Baik, Jika responden mendapatkan nilai ≤ 3 dari total skor

  3. Dukungan Emosional :

  Penilaian tindakan dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu :

  a. Baik, Jika responden mendapatkan nilai >4 dari total skor

  b. Kurang Baik, Jika responden mendapatkan nilai ≤ 4 dari total skor

  4. Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Persalinan

  Penilaian Kadar Kolesterol dalam Darah dikategorikan menjadi 3 yaitu :

  a. Tidak ada gejala, Jika responden mendapatkan nilai ˂ 14 dari total skor

  b. Ringan, Jika responden mendapatkan nilai 14-20 dari total skor

  c. Sedang, Jika responden mendapatkan nilai 21-27 dari total skor

  d. Berat, Jika responden mendapatkan nilai 28-41 dari total skor

  e. Sangat berat, Jika responden mendapatkan nilai 42-56 dari total skor

3.6 Metode Pengolahan Data

  Menurut Notoatmodjo (2007) cara pengolahan data terdiri atas :

  1. Editing

  Dilakukan pengecekan kelengkapan data yang telah terkumpul bila terdapat kesalahan atau kekurangan dalam pengumpulan data akan diperbaiki dengan pemeriksaan dan pendataan ulang.

  2. Coding

  Data yang diperoleh diklasifikasikan kemudian diberi kode tertentu untuk memudahkan pengolahan data.

  3. Transfering

  Data yang telah diber kode disusun secara berurutan sesuai dengan klasifikasi data.

  4. Tabulating Data yang telah dikumpulkan dimasukkan dalam tabel distribusi frekuensi.

3.8 Analisis Data

  3.7.1 Analisis Univariat

  Analisis Univariat yaitu untuk mendapatkan distribusi frekuensi dari seluruh variabel penelitian dengan menggunakan program komputerisasi.

  3.7.2 Analisis Bivariat

  Analisis Bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan dependen, dengan menggunakan uji Chi-Square, dengan derajat kepercayaan/CI 90% dan α=0,05. Persamaan rumus Chi-Square adalah sebagai berikut (Sugiyono, 2013) :

  X2 =∑ (O-E)2 E

  E = Total Baris x Total Kolom Grand Total Dimana : X2 = Chi-Square O = Nilai Observasi (Nilai yang diamati) E = Nilai Expected

  Dalam melakukan uji Chi-Square ada syarat-syarat yang harus dipenuhi : Sampel dipilih acak dan data yang tersedia dalam bentuk jumlah atau distrit. semua pengamatan dilakukan independen..

  Kesimpulan dari uji statistik ini adalah :

  1. Apabila hasil uji didapat P value > α = 0,05 berarti tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

  2. Apabila hasil uji tersebut didapat P value < α = 0,05 bearti ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

  Dalam melakukan uji Chi-square adapun ketentuan yang harus di pakai adalah :

  1. Bila 2 x 2 dijumpai nilai expected (harapan) kurang dari 5, maka yang digunakan adalah Fisher’s test,

  2. Bila 2 x 2 dan nilai E > 5, maka uji yang dipakai sebaliknya Contuinty Correction,

  3. Bila tabel lebih dari 2 x 2 misalnya 2 x 3, 3 x 3 dan seterusnya, maka digunakan uji Pearson Chi-square.

  4. Uji “Likelihood”, biasanya digunakan untuk keperluan lebih spesifik, misalnya analisis stratifikasi pada bidang epidemiologi dan juga untuk mengetahui hubungan linier dua variabel kategorik, sehingga kedua jenis ini jarang digunakan.