2.1 Konsep Perencanaan dan Pelaksanaan Program Ditjen Cipta Karya - DOCRPIJM 15013496593. B 2 Konsep Perencanaan RPI2 JM

II-1

LAPORAN AKHIR

2.1

Konsep Perencanaan dan Pelaksanaan Program Ditjen Cipta Karya

Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan,
terdapat banyak faktor yang turut menentukan keberhasilannya. Secara normatif, beberapa
faktor yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan pembangunan pada umumnya,
khususnya perencanaan Bidang Cipta Karya adalah; peraturan perundangan dan amanat
perencanaan pembangunan serta isu-isu strategis yang perlu diadopsi. Faktor-faktor
pertimbangan yang dimaksud perlu diformulasikan, yang secara konsepsional dirumuskan
sebagaimana diperlihatkan pada Gambar II.1.
Rumusan Konsep Perencanaan Bidang Cipta Karya sebagaimana yang diperlihatkan pada
Gambar II.1 tersebut adalah untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan pada
umumnya, khususnya bidang permukiman. Melalui pertimbangan keterpaduan tersebut,
diharapkan penyelenggaraan pembangunan dapat saling bersinergis, baik yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.
Gambar 2.1

Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya
Amanat Penataan Ruang
/Spasial:
- UU No. 26 Tahun 2007
Tentang Penataan Ruang
- RTRW Nasional/KSN
- RTRW pulau Sumatera
- RTRW Provinsi Bengkulu
- RTW Kabupaten Kaur

Kondisi Eksiting
Pembangunan
Bidang Cipta Karya

Isu-Isu Strategis:
- Bencana Alam
- Perubahan Iklim
- Kemiskinan
- Reformasi Birokrasi
- Kepadatan Penduduk

Perkotaan
- Pengarusutamaan Gender
- Green Economy

Amanat Pembangunan
Nasional:
- RPJP 2005 - 2025
- RPJMN 2009 – 2014
- UU/PP (UU 32 2004/
PP 38 2007, dll
- MP3EI
- KEK
- Direktif Presiden

Amanat Pembangunan Bidang Cipta Karya:
- UU No. 1/2011 Tentang Rumah Susun
- UU 28/2002 Tentang Bangunan Gedung
- UU 18/2008 Tentang Pengelolaan
Persampahan
- UU 7/2004 Tentang SDA

- PP 16/2005 Pengembangan SPAM
- PP 81/2012 Tentang Pengelolaan Sampah
Rumahtangga dan Sampah Sejenis
- PP 36/2005 Tentang Peraturan Pelaksana
UU Bangunan Gedung
- Standar Pelayanan Minimal Bidang PU dan
Penataan Ruang

A. Rencana dan Program Bidang
Cipta Karya
B. Pelaksanaan Pembangunan
Bidang Cipta Karya

Permasalahan dan
Potensi Daerah

Amanat Internasional:
- Agenda Habitan
- RIO + 20
- MDGs

- SDG

Permukiman yang Layak
Huni dan Berkelanjutan

Dukungan Stakeholders:
- Daerah (Prov./Kota/Kab.
- Dunia Usaha
- Masyarakat

Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

LAPORAN AKHIR

II-2
II-2

Selaras dengan upaya mewujudkan lingkungan permukiman yang layak huni dan

berkelanjutan, Pemerintah Pusat CQ Direkorat Jenderal Cipta Karya dalam periode tahun
2015 – 2019 mempunyai tageline 100 – 0 -100, yang menjadi target capaian yang harus
diwujudkan yaitu:
 Meningkatnya akses penduduk terhadap air minum layak menjadi 100% dan sanitasi
layak menjadi 100%
 Berkurangnya Proporsi rumah tangga yang menempati hunian dan permukiman tidak
layak menjadi 0,00%.
2.2

Amanat Pembangunan Nasional Terkait Bidang Cipta Karya

Amanat pembanguna nasional terkait Bidang Cipta Karya yang akan dijelaskan disini
adalah; Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
2.2.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 - 2025
Beberapa aspek yang diamanatkan dalam RPJPN yang terkait dengan Bidang Cipta Karya
adalah:
a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan
penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya
kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti

industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong
pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan
tanggap kebutuhan (demand responsive approach) dan pendekatan terpadu dengan
sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta kesehatan.
b.

Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka
Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi
diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam
penyediaan air minum dan sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan
sanitasi dasar bagi masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayananair minum dan sanitasi
yang kredibel dan profesional, dan (4) penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah
dalam pelayanan airminum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.

c.

Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan
berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana
dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa
permukiman kumuh. Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan

kebijakan pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran swasta dalam
penyediaan sarana dan prasarana akan makin ditingkatkan terutama untuk proyekproyek yang bersifat komersial.

Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

LAPORAN AKHIR

d.

II-3
II-3

Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap tahapan
RPJMN, yaitu:
 RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh
masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan
jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin
mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh.

 RPJMN ke 4 (2020-2024): terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi
dengan prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa
permukiman kumuh.

2.2.2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015- 2019
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indoneia No. 2 Tahun 2015 Tentang Rencana
Pembangunan jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode tahun 2015 - 2019,
diprioritaskan pada upaya mencapai kedaulatan pangan, kecukupan energi dan pengelolaan
sumber daya maritim dan kelautan. Selain dari itu, pembangunan periode 2015 – 2019
diarahkan kepada kondisi peningkatan kesejahteraan berkelanjutan, warganya
berkepribadian dan berjiwa gotong royong, dan masyarakatnya memiliki keharmonisan
antar kelompok sosial, dan postur perekonomian makin mencerminkan pertumbuhan yang
berkualitas, yakni bersifat inklusif, berbasis luas, berlandaskan keunggulan sumber daya
manusia serta kemampuan iptek sambil bergerak menuju kepada keseimbangan antarsektor
ekonomi dan antarwilayah, serta makin mencerminkan keharmonisan antara manusia dan
lingkungan.
Agenda prioritas pembangunan nasional yang terkait dengan penyediaan infrastruktur
dasar adalah meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Bentuk dukungan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terhadap hal tersebut diwujudkan
melalui:

1. Meningkatnya dukungan layanan infrastruktur dasar permukiman dan perumahan;
2. Meningkatnya cakupan pelayanan dan akses permukiman yang layak. Dengan sasaran
program yaitu:
(1) Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan air minum bagi masyarakat;
(2) Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan hunian dan permukiman
yang layak;
(3) Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan akses sanitasi bagi masyarakat.
Sedangkan strateginya dilakukan melalui:
a.

Pencapaian target 100% pelayanan air minum bagi seluruh penduduk Indonesia pada
akhir periode perencanaan (2019), akan dicapai melalui strategi utama:
 Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dan SPAM khusus.

Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

LAPORAN AKHIR


II-4
II-4

 Pengembangan SPAM PDAM terfasilitasi untuk 174 PDAM dan 522 kawasan
MBR, dan pengembangan SPAM non PDAM terfasilitasi untuk 50 Non PDAM
dan 106 Kawasan MBR.
 Pembinaan penyelenggaraan SPAM/penyehatan sebanyak 13 Laporan.
 Pendampingan restrukturisasi utang pada 75 PDAM.
 Fasilitasi Opsi pembiayaan SPAM (perbankan) sebanyak 113 Laporan.
 Fasilitasi kepengusahaan SPAM (pendampingan KPS dan B to B) sebanyak 112
Laporan.
b.

Pengentasan permukiman kumuh perkotaan :
 Peningkatan kualitas permukiman kumuh seluas 38.431 Ha.
 Pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman perdesaan di 5.238
Kawasan.
 Pembangunan dan pengembangan kawasan perbatasan dan pulau-pulau kecil
terluar di 86 Kawasan serta pembangunan dan pengembangan kawasan rawan
atau paska bencana di 63 Kawasan.


c.

Peningkatan akses penduduk terhadap sanitasi layak (air limbah domestik, sampah dan
drainase lingkungan) menjadi 100% pada tingkat kebutuha dasar, melalui strategi:
 Pembangunan sarana prasarana pengelolaan air limbah domestik, yaitu dengan
penambahan infrastruktur air limbah sistem terpusat di 12 Kota/Kab, penambahan
pengolahan air limbah komunal di 5.200 Kawasan, penambahan IPAL skala
kawasan sebanyak 200 Kawasan, serta peningkatan pengelolaan lumpur tinja
melalui pembangunan IPLT di 222 Kota/Kab.
 Pembangunan sarana prasarana pengelolaan persampahan, yaitu dengan
pembangunan TPA di 163 Kawasan, penyediaan fasilitas 3R komunal di 850
Kawasan, fasilitas pengolahan sementara sampah di 45 Kawasan.
 Pembangunan sarana prasarana drainase, yaitu dengan pembangunan infrastruktur
drainase perkotaan di 170 Kota/Kab.

d.

Peningkatan keamanan dan keselamatan bangunan gedung di kawasan perkotaan,
melalui strategi:
 Penyusunan peraturan penataan bangunan dan lingkungan sebanyak 18 NSPK.
 Dukungan legalisasi Perda Gedung di 139 Kabupaten/Kota dan pendampingan
penyusunan 22 Ranperda bangunan Gedung.
 Penyelenggaraan bangunan Gedung pada 115 Bangunan Gedung dan
penyelenggaraan penataan bangunan di 454 Kawasan.

2.2.3 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
Dalam rangka transformasi ekonomi menuju negara maju, pemerintah menyusun MP3EI
yang ditetapkan melalui Perpres No. 32 Tahun 2011. Dalam dokumen tersebut
pembangunan setiap koridor ekonomi dilakukan sesuai tema pembangunan masing-masing
Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

LAPORAN AKHIR

II-5
II-5

dengan prioritas pada kawasan perhatian investasi (KPI MP3EI). Ditjen Cipta Karya
diharapkan dapat mendukung penyediaan infrastruktur permukiman pada KPI Prioritas
untuk menunjang kegiatan ekonomi di kawasan tersebut. Kawasan Perhatian Investasi atau
KPI dalam MP3EI adalah adalah satu atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi
yang terikat atau terhubung dengan satu atau lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK.
Pendekatan KPI dilakukan untuk mempermudah identifikasi, pemantauan, dan evaluasi
atas kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat dengan faktor konektivitas dan
SDM IPTEK yang sama.
2.2.4 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia
Sesuai dengan agenda RPJMN 2015 - 2019, pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi
dengan upaya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk itu, telah ditetapkan
MP3KI dimana semua upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mempercepat
laju penurunan angka kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan tingkat
kemiskinan di semua daerah dan di semua kelompok masyarakat. Dalam mencapai misi
penanggulangan kemiskinan pada tahun 2025, MP3KI bertumpu pada sinergi dari tiga
strategi utama, yaitu:
a. Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh, terintegrasi,dan
mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan,
b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya
manusia di masa mendatang,
c. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) masyarakat
miskin dan rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di tingkat lokal dan
regional dengan memperhatikan aspek. Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya
Ditjen Cipta Karya, berperan penting dalam pelaksanaan MP3KI, terutama terkait
dengan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat (PNPMPerkotaan/ P2KP,
PPIP, Pamsimas, Sanimas dsb) serta Program Pro Rakyat
2.2.5 Kawasan Ekonomi Khusus
UU No. 39 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Kawasan Ekonomi Khusus adalah kawasan
dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas
tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan
geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor,
impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing
internasional. Di samping zona ekonomi, KEK juga dilengkapi zona fasilitas pendukung
dan perumahan bagi pekerja. Ditjen Cipta Karya dalam hal ini diharapkan dapat
mendukung infrastruktur permukiman pada kawasan tersebut sehingga menunjang
kegiatan ekonomi di KEK.
Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

LAPORAN AKHIR

2.3

II-6
II-6

Peraturan Perundangan Bidang PU/Cipta Karya

Ditjen Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya selalu dilandasi peraturan
perundangan yang terkait dengan bidang Cipta Karya, antara lain UU No. 1 Tahun 2011
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung, UU No. 7 tahun 2008 tentang Sumber Daya Air, dan UU No. 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Persampahan.
2.3.1 UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
UU Perumahan dan Kawasan Permukiman membagi tugas dan kewenangan Pemerintah
Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah Kabupaten/Kota
dalam penyelenggaraan permukiman mempunyai tugas:
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di
bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan
strategi nasional dan provinsi.
b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan
kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman,
lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.
d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan
perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.
f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan
strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat
kabupaten/kota.
g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.
h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukimannberpedoman pada kebijakan nasional.
i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan
kawasan permukiman.
j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.
Adapun wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menjalankan tugasnya yaitu:
a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada
tingkat kabupaten/kota.
b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan
dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

LAPORAN AKHIR

c.
d.

e.
f.
g.

h.
i.

II-7
II-7

Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundangundangan serta
kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada
tingkat kabupaten/kota.
Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan
permukiman bagi MBR.
Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat
kabupaten/kota.
Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah
kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman.
Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan
permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.
Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman
kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

Di samping mengatur tugas dan wewenang, UU ini juga mengatur penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan
peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan
tanah pendanaan dan pembiayaan, hak kewajiban dan peran masyarakat.
UU ini mendefinisikan permukiman kumuh sebagai permukiman yang tidak layak huni
karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas
bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Untuk itu perlu
dilakukan upaya pencegahan, terdiri dari pengawasan, pengendalian, dan pemberdayaan
masyarakat, serta upaya peningkatan kualitas permukiman, yaitu pemugaran, peremajaan,
dan permukiman kembali.
2.3.2 UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Undang-Undang Bangunan Gedung menjelaskan bahwa penyelenggaraan bangunan
gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan
pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran.
Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis
sesuai dengan fungsi bangunan gedung. Persyaratan administratif meliputi persyaratan
status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan.
Sedangkan persyaratan teknis meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan
keandalan bangunan gedung. Persyaratan tata bangunan meliputi persyaratan peruntukan
dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan
pengendalian dampak lingkungan, yang ditetapkan melalui Rencana Tata Bangunan dan
Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

LAPORAN AKHIR

II-8
II-8

Lingkungan (RTBL). Disamping itu, peraturan tersebut juga mengatur beberapa hal
sebagai berikut:
a. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya
harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka
hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya. Di samping itu, sistem
penghawaan, pencahayaan, dan pengkondisian udara dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energi dalam bangunan gedung (amanat green
building).
b. Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan dilestarikan. Pelaksanaan
perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta pemeliharaan atas bangunan gedung dan
lingkungannya hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau
karakter cagar budaya yang dikandungnya.
c. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia
merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung.
2.3.3 UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
UU Sumber Daya Air pada dasarnya mengatur pengelolaan sumber daya air, termasuk
didalamnya pemanfaatan untuk air minum. Dalam hal ini, negara menjamin hak setiap
orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi
kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif. Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air
minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum
dimana Badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah menjadi
penyelenggaranya. Air minum rumah tangga tersebut merupakan air dengan standar dapat
langsung diminum tanpa harus dimasak terlebih dahulu dan dinyatakan sehat menurut hasil
pengujian mikrobiologi Selain itu, diamanatkan pengembangan sistem penyediaan air
minum diselenggarakan secara terpadu dengan pengembangan prasarana dan sarana
sanitasi.
2.3.4 UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
UU No. 18 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pengelolaan sampah bertujuan untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah
sebagai sumber daya. Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah
rumah tangga dilakukan dengan pengurangan sampah, dan penanganan sampah. Upaya
pengurangan sampah dilakukan dengan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang
sampah, dan pemanfaatan kembali sampah. Sedangkan kegiatan penanganan sampah
meliputi:
a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis,
jumlah, dan/atau sifat sampah,

Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

LAPORAN AKHIR

b.
c.

d.
e.

II-9
II-9

pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber
sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu,
pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat
penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju
ke tempat pemrosesan akhir,
pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik,komposisi, dan jumlah sampah,
pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil
pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman. Undang-undang tersebut
juga melarang pembuangan sampah secara terbuka di tempat pemrosesan akhir. Oleh
karena itu, Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang
menggunakan sistem pembuangan terbuka dan mengembangkan TPA dengan sistem
controlled landfill ataupun sanitary landfill.

2.3.5 UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
Dalam memenuhi kebutuhan hunian yang layak, Ditjen Cipta Karya turut serta dalam
pembangunan Rusunawa yang dilakukan berdasarkan UU No. 20 Tahun 2011. Dalam
undang-undang tersebut Rumah susun didefinisikan sebagai bangunan gedung bertingkat
yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang
distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan
merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara
terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda
bersama, dan tanah bersama. Peraturan ini juga mengatur perihal pembinaan, perencanaan,
pembangunan, penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan, pengelolaan, peningkatan
kualitas, pengendalian, kelembagaan, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan
dan sistem pembiayaan, dan peran masyarakat.
2.4

Amanat Internasional

Pemerintah Indonesia secara aktif terlibat dalam dialog internasional dan perumusan
kesepakatan bersama di bidang permukiman. Beberapa amanat internasional yang perlu
diperhatikan dalam pengembangan kebijakan dan program bidang Cipta Karya meliputi
Agenda Habitat, Konferensi Rio+20, Millenium Development Goals, serta Agenda
Pembangunan Pasca 2015.
2.4.1 Agenda Habitat
Pada tahun 1996, di Kota Istanbul Turki diselenggarakan Konferensi Habitat II sebagai
kelanjutan dari Konferensi Habitat I di Vancouver tahun 1976. Konferensi tersebut
menghasilkan Agenda Habitat, yaitu dokumen kesepakatan prinsip dan sasaran
pembangunan permukiman yang menjadi panduan bagi negara-negara dunia dalam
menciptakan permukiman yang layak dan berkelanjutan. Salah satu pesan inti yang
menjadi komitmen negara-negara dunia, termasuk Indonesia, adalah penyediaan tempat
Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

LAPORAN AKHIR

II-10
II-10

hunian yang layak bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali, serta meningkatkan akses air
minum, sanitasi, dan pelayanan dasar terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan
kelompok rentan.
2.4.2 Konferensi Rio+20
Pada Juni 2012, di Kota Rio de Janeiro, Brazil, diselenggarakan KTT Pembangunan
Berkelanjutan atau lebih dikenal dengan KTT Rio+20. Konferensi tersebut menyepakati
dokumen The Future We Want yang menjadi arahan bagi pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan di tingkat global, regional, dan nasional. Dokumen memuat kesepahaman
pandangan terhadap masa depan yang diharapkan oleh dunia (common vision) dan
penguatan komitmen untuk menuju pembanguna berkelanjutan dengan memperkuat
penerapan Rio Declaration 1992 dan Johannesburg Plan of Implementation 2002. Dalam
dokumen The Future We Want, terdapat 3 (tiga) isu utama bagi pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan, yaitu: (i) Ekonomi Hijau dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan
pengentasan kemiskinan, (ii) pengembangan kerangka kelembagaan pembangunan
berkelanjutan tingkat global, serta (iii) kerangka aksi dan instrumen pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan. Kerangka aksi tersebut termasuk penyusunan Sustainable
Development Goals (SDGs) post- 2015 yang mencakup 3 pilar pembangunan
berkelanjutan secara inklusif, yang terinspirasi dari penerapan Millennium Development
Goals (MDGs). Bagi Indonesia, dokumen ini akan menjadi rujukan dalam pelaksanaan
rencana pembangunan nasional secara konkrit, termasuk dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional 2014-2019, dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (2005-2025).
2.4.3 Millenium Development Goals
Pada tahun 2000, Indonesia bersama 189 negara lain menyepakati Deklarasi Millenium
sebagai bagian dari komitmen untuk memenuhi tujuan dan sasaran pembangunan
millennium (Millenium Development Goals). Konsisten dengan itu, Pemerintah Indonesia
telah mengarusutamakan MDGs dalam pembangunan sejak tahap perencanaan sampai
pelaksanaannya sebagaimana dinyatakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang
2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 serta Rencana
Kerja Tahunan berikut dokumen penganggarannya. Sesuai tugas dan fungsinya, Ditjen
Cipta Karya memiliki kepentingan dalam pemenuhan target 7C yaitu menurunkan hingga
setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap sumber air minum
layak dan fasilitas sanitasi dasar layak hingga tahun 2015. Di bidang air minum, cakupan
pelayan air minum saat ini (2013) adalah 61,83%, sedangkan target cakupan pelayanan
adalah 68,87% yang perlu dicapai pada tahun 2015. Di samping itu, akses sanitasi yang
layak saat ini baru mencapai 58,60%, masih kurang dibandingkan target 2015 yaitu
62,41%. Selain itu, Ditjen Cipta Karya juga turut berperan serta dalam pemenuhan target
7D yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di
Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

LAPORAN AKHIR

II-11
II-11

permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2020. Pemerintah Indonesia
menargetkan luas permukiman kumuh 6%, padahal data terakhir (2009) proporsi penduduk
kumuh mencapai 12,57%. Untuk memenuhi target MDGs di bidang permukiman,
diperlukan perhatian khusus dari seluruh pemangku kepentingan, baik di tingkat
pusat maupun daerah. Oleh karena itu, pemerintah kabupaten/kota perlu melakukan
optimalisasi kegiatan penyediaan infrastruktur permukiman dalam rangka percepatan
pencapaian target MDGs.
2.4.4 Agenda Pembangunan Pasca 2015
Pada Juli 2012, Sekjen PBB membentuk sebuah Panel Tingkat Tinggi untuk memberi
masukan kerangka kerja agenda pembangunan global pasca 2015. Panel ini diketuai
bersama oleh Presiden Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Ellen
Johnson Sirleaf dari Liberia, dan Perdana Menteri David Cameron dari Inggris, dan
beranggotakan 24 orang dari berbagai negara. Pada Mei 2013, panel tersebut
mempublikasikan laporannya kepada Sekretaris Jenderal PBB berjudul “A New Global
Partnership: Eradicate Poverty and Transform Economies Through Sustainable
Development”. Isinya adalah rekomendasi arahan kebijakan pembangunan global pasca2015 yang dirumuskan berdasarkan tantangan pembangunan baru, sekaligus pelajaran yang
diambil dari implementasi MDGs. Dalam dokumen tersebut, dijabarkan 12 sasaran
indikatif pembangunan global pasca 2015, sebagai berikut:
a. Mengakhiri kemiskinan
b. Memberdayakan perempuan dan anak serta mencapai kesetaraan genderPedoman
Penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya 37
c. Menyediakan pendidikan yang berkualitas dan pembelajaran seumur hidup
d. Menjamin kehidupan yang sehat
e. Memastikan ketahanan pangan dan gizi yang baik
f. Mencapai akses universal ke Air Minum dan Sanitasi
g. Menjamin energi yang berkelanjutan
h. Menciptakan lapangan kerja, mata pencaharian berkelanjutan, dan pertumbuhan
berkeadilan
i. Mengelola aset sumber daya alam secara berkelanjutan
j. Memastikan tata kelola yang baik dan kelembagaan yang efektif
k. Memastikan masyarakat yang stabil dan damai
l. Menciptakan sebuah lingkungan pemungkin global dan mendorong
m. pembiayaan jangka panjang
Dari sasaran indikatif tersebut, Ditjen Cipta karya berkepentingan dalam pencapaian
sasaran 6 yaitu mencapai akses universal ke air minum dan sanitasi. Adapun target yang
diusulkan dalam pencapaian sasaran tersebut adalah:

Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)

LAPORAN AKHIR

a.
b.

c.

d.

II-12
II-12

Menyediakan akses universal terhadap air minum yang aman di rumah, dan di sekolah,
puskesmas, dan kamp pengungsi,
Mengakhiri buang air besar sembarangan dan memastikan akses universal ke sanitasi
di sekolah dan di tempat kerja, serta meningkatkan akses sanitasi di rumah tangga
sebanyak 100%,
Menyesuaikan kuantitas air baku (freshwater withdrawals) dengan pasokan air
minum, serta meningkatkan efisiensi air untuk pertanian, industri sebanyak dan
daerah-daerah perkotaan sebanyak 10%,
Mendaur ulang atau mengolah semua limbah cair dari daerah perkotaan dan dari
industri sebelum dilepaskan badan air. Selain memperhatikan sasaran dan target
indikatif, dokumen laporan tersebut juga menekankan pentingnya kemitraan baik
secara global maupun lokal antar pemangku kepentingan pembangunan. Kemitraan
yang dimaksud memiliki prinsip inklusif, terbuka, dan akuntabel dimana seluruh pihak
duduk bersama-sama untuk bekerja bukan tentang bantuan saja, melainkan juga
mendiskusikan kerangka kebijakan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.

Penyusunan Dokumen
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM)