BAB II TINJAUAN PUSTAKA - BAB II Dedy Apriyanto

  2. Landasan Teori Penelitian tentang analisis pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas,

  financial leverage dan dividend payout ratio terhadap kemungkinan

  perataan laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI membutuhkan kajian teori sebagai berikut:

  2.1. Teori Agensi Teori ini menyatakan bahwa praktik manajemen laba dipengaruhi konflik kepentingan antara manajemen (agent) dan pemilik (principal) yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya (Noviana dan Yuyetta, 2011). Asumsi dalam teori agensi yaitu bahwa tiap-tiap individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara pemilik dan manajemen. Konflik kepentingan tersebut terjadi karena adanya asimetri informasi.

  Asimetri Informasi terjadi karena manajer memiliki informasi internal perusahaan relatif lebih banyak dan mengetahui informasi tersebut relatif lebih cepat dibandingkan dengan pihak eksternal

  

10

  (Widhianingrum, 2012). Asimetri antara agent dan principal dapat memicu manajer untuk melakukan disfuctional behavior, yakni menggunakan informasi yang diketahui untuk merekayasa laporan keuangan dalam usaha memaksimalkan kemakmuran (Noviana dan Yuyetta, 2011).

  2.2. Perataan Laba Perataan laba merupakan salah satu bentuk dari manajemen laba yang dilakukan pihak manajemen sebagai agent dalam perusahaan

  (Atarwaman, 2011). Zen dan Herman (2007), menyimpulkan bahwa perataan laba merupakan usaha manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba antara suatu periode dengan periode sebelumnya yang dilakukan untuk mengurangi kenaikan atau penurunan laba yang terlalu tajam antar periode. Sedangkan Christiana (2012), mendefinisikan perataan laba adalah teknik rekayasa laba untuk membuat laba yang dilaporkan tidak terlalu fluktuatif. Dari beberapa pengertian mengenai perataan laba dapat disimpulkan bahwa perataan laba merupakan upaya yang dilakukan manajemen untuk membuat laba yang dilaporkan tidak terlalu fluktuatif dari periode sebelumnya.

  Dilakukannya tindakan perataan laba ini biasanya untuk mengurangi pajak terutang, meningkatkan kepercayaan diri manajer yang bersangkutan karena penghasilan yang stabil mendukung kebijakan dividend yang stabil juga dan meningkatkan hubungan antara manajer dan karyawan karena pelaporan penghasilan yang meningkat tajam memberikan kemungkinan munculnya tuntutan kenaikan gaji dan upah (Salno, 2000) dalam (Putra dan Rahmanti, 2013). Tindakan perataan laba memiliki dua tipe yaitu perataan laba yang dilakukan secara sengaja dan perataan laba yang terjadi secara alami (Pradipta dan Susanto, 2012). Perataan laba secara alami merupakan sebuah proses yang dilakukan secara langsung oleh manajemen tanpa adanya rekayasa, sementara perataan laba yang disengaja terjadi karena adanya campur tangan dari pihak manajemen (Butar dan Sudarsi, 2012).

  Perataan laba dengan cara disengaja dapat dapat dilakukan dengan teknik perataan laba riil atau perataan laba artifisial. Perataan laba riil adalah perataan laba yang dilakukan melalui transaksi yang sesungguhnya untuk dilakukan atau tidak dilakukan berdasarkan pengaruhnya terhadap laba, sedangkan perataan laba artifisial adalah perataan laba dengan menerapkan prosedur akuntansi yang dilakukan dengan memindahkan biaya atau pendapatan dari suatu periode ke periode yang lain (Kustono dan Sari, 2012).

  Praktek perataan laba merupakan fenomena yang umum terjadi sebagai usaha manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan (Cahyani, 2012). Adanya perataan laba sebenarnya memperlihatkan bahwa manajer berusaha untuk menyembunyikan informasi ekonomi perusahaan kepada stockholder (Syafriont, 2008). Praktek perataan laba banyak menjadi perdebatan berbagai pihak. Oleh berbagai pihak tindakan perataan laba dinilai merugikan karena laba yang dilaporkan tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya. Pada intinya tindakan perataan laba diharapkan dapat memberikan pengaruh yang menguntungkan bagi pihak manajemen yang kinerjanya diukur dari informasi tersebut.

  Dalam penelitian ini perataan laba diproksi menggunakan Indeks

  

Eckel . Adapun untuk menghitung Indeks Eckel dapat menggunakan

  rumus sebagai berikut (Christiana, 2012) : Indeks Perataan Laba =

  Dimana CV ∆I dan CV ∆S dapat dihitung sebagai berikut :

  ∆S =

  ∑ ̅

  CV ∆S =

  √ ̅

  ∆I =

  ∑ ̅

  CV ∆I =

  √ ̅

  Keterangan : CV ∆I : Koefisien variasi untuk perubahan laba CV ∆S : Koefisien variasi untuk perubahan penjualan

  : Perubahan laba dalam suatu periode ∆I I t : Laba tahun yang diamati

  : Perubahan penjualan dalam suatu periode ∆S S t : Penjualan tahun yang diamati

  : Rata-rata perubahan penjualan ̅

  : Rata-rata perubahan laba ̅ n : Banyaknya tahun yang diamati.

  Berdasarkan Indeks Eckel, Perusahaan diklasifikasikan sebagai suatu perusahaan perataan laba bila hasil dari pembagian CV ∆I dan

  CV ∆S kurang dari 1 (Christiana, 2012). Dalam penelitian ini variabel perataan laba diukur dengan menggunakan variabel

  dummy. Kategori perusahaan yang melakukan perataan laba diberi

  nilai dummy 1, dan perusahaan yang tidak melakukan perataan laba diberi nilai dummy 0.

  2.3. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan merupakan nilai yang menunjukan besar kecilnya perusahaan. Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar atau kecilnya perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain (Atarwaman, 2011). Perusahaan dengan size besar mempunyai insentif yang besar untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan kecil, karena perusahaan yang memiliki aktiva dalam jumlah yang besar akan lebih diperhatikan oleh publik dan pemerintah (Butar & Sudarsi, 2012).

  Perusahaan besar diperkirakan akan menghindari fluktuasi laba yang terlalu drastis, sebab kenaikan laba akan menyebabkan bertambahnya pajak dan sebaliknya penurunan laba yang drastis akan memberikan image yang kurang baik (Arfan & Wahyuni, 2010).

  Semakin besar besar perusahaan maka biaya yang dibebankan pemerintah terhadap perusahaan tersebut akan semakin besar juga karena biaya tersebut dianggap sesuai dengan kemampuan perusahaan (Syafriont, 2008). Oleh karena itu perusahaan cenderung untuk melakukan perataan laba agar tidak terjadi penurunan maupun kenaikan laba yang cukup drastis. Laba yang rata dari tahun ke tahun sangat disukai oleh manajemen dan investor karena laba yang rata mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut kuat dan stabil (Atik, 2008) dalam (Noviana dan Yuyetta, 2011). Ukuran perusahaan dapat diukur dengan rumus sebagai berikut (Butar dan Sudarsi, 2012) :

  Ukuran perusahaan = Ln Total Aktiva

  2.4. Profitabilitas Profitabilitas merupakan ukuran penting yang sering kali digunakan oleh investor sebagai dasar untuk mengambil keputusan menjual atau membeli saham suatu perusahaan. Profitabilitas merupakan komponen laporan keuangan perusahaan yang bertujuan untuk menilai kinerja manajemen, membantu mengestimasi kemampuan laba yang representative dalam jangka panjang dan manaksir resiko dalam investasi atau meminjam dana (Dwiatmini dan Nurkholis, 2001) dalam (Cahyani, 2012). Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri (Butar dan Sudarsi, 2012),

  Profitabilitas yang tinggi atau meningkat merupakan motivasi untuk melakukan praktik perataan penghasilan, karena manajemen mengatahui kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba pada masa mendatang sehingga mudah mengatur laba yang diinginkan (Kustono & Sari, 2012). Keuntungan yang dimiliki manajemen apabila profitabilitas perusahaan yang stabil, yaitu mengamankan posisi atau jabatan dalam perusahaan. Selain itu profitabiltas perusahaan yang stabil juga memberikan keyakinan pada investor atas investasi yang dilakukan karena perusahaan dinilai baik dalam menghasilkan laba. Rasio profitabilitas menurut Sartono (2000:68) dapat diproksikan menggunakan :

  1. Gross Profit Margin =

  2. Net Profit Margin =

  3. Return On Assets =

  4. Return on Net Worth =

  2.5. Financial leverage

  Financial leverage menunjukan tingkat kemampuan perusahaan

  dalam memenuhi kewajibannya membayar hutang dengan ekuitas yang ada (Syafriont, 2008). Financial leverage merupakan perbandingan antar hutang dan aktiva yang menunjukan berapa bagian aktiva yang digunakan untuk menjamin hutang (Butar & Sudarsi, 2012). Adanya hutang maka perusahaan berkewajiban mambayar secara periodik atas beban bunga dan pokok hutang.

  Keuntungan dari penggunaan hutang adalah bunga yang dibayar dapat mengurangi pajak yang dibayarkan perusahaan. Akan tetapi disisi lain penggunaan hutang juga memiliki kelemahan. Penggunaan hutang yang tinggi akan menyebabkan kenaikan resiko perusahaan, kenaikan resiko yang tinggi akan menyebabkan pihak debtholder/kreditur juga menetapkan suku bunga yang tinggi pada pinjamannya kepada perusahaan (Bringham dan Houston, 1998) dalam (Indrajaya et al, 2011).

  Tingginya rasio financial leverage menggambarkan semakin banyak pembiayaan-pambiayaan yang dibayari oleh hutang (Christiana, 2012). Hal tersebut merupakan kondisi yang kurang baik bagi investor karena resiko yang dihadapi akan semakin besar. Semakin tinggi resiko keuangan (financial leverage) maka perusahaan cenderung untuk melakukan praktek perataan laba, karena perusahaan berusaha untuk menghindari pelanggaran kontrak perjanjian hutang (Cahyani, 2012).

  Rasio financial leverage dapat diproksi menggunakan debt to total

  assets, debt to equity ratio dan times interest earned . Adapun rumusnya

  adalah sebagai berikut (Sartono, 2000:66) :

  1. Debt to Total Assets =

  2. Debt to Equity Ratio =

  3. Times Interest Earned =

  2.6. Dividend Payout Ratio

  Dividend payout ratio merupakan persentase laba perusahaan yang

  dibayar sebagai dividend kas kepada pemegang saham (Widiantari, 2011). Menurut Christiana (2012), dividend payout ratio merupakan rasio besarnya dividend yang diberikan kepada pemegang saham. Rasio ini menunjukan persentase laba yang dibayarkan kepada pemegang saham dalam bentuk kas (Noviana dan Yuyetta, 2011). Pembagian

  dividend kepada pemegang saham diakukan pada saat perusahaan

  mengalami laba dan besar kecilnya dividend tergantung oleh besar kecilnya laba yang diperoleh perusahaan.

  Bagi investor dividend payout ratio salah satu yang dijadikan sebagai pertimbangan investasinya. Pada umumnya investor lebih menyukai kebijakan dividend payout ratio yang tinggi. Hal ini mendorong perusahaan untuk menerapkan kebijakan dividend payout

  ratio yang tinggi, padahal hal tersebut memiliki tingkat resiko yang

  besar apabila terjadi fluktuasi dalam laba, sehingga perusahaan cenderung melakukan tindakan perataan laba (Noviana dan Yuyetta, 2011). Rasio dividend payout ratio menurut Atmaja (2003) dapat diproksi menggunakan rumus :

  Dividend Payout Ratio =

  2.7. Kerangka Pemikiran Berdasarkan kenyataan yang ada, seringkali perhatian pengguna laporan keuangan hanya tertuju pada informasi laba tanpa memperhatikan darimana perusahaan memperoleh laba tersebut. Adanya kecenderungan lebih memperhatikan laba dalam laporan keuangan disadari oleh manajemen, sehingga mendorong timbulnya perilaku menyimpang yaitu perataan laba.

  Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk menguji pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas, financial leverage dan dividend

  payout ratio terhadap perataan laba. Penelitian yang dilakukan oleh

  (Antarwaman, 2011), (Widhianungrum, 2012), (Butar dan Sudarsi, 2012), (Widiyantari, 2011) dan (Sari, 2011) yang menunjukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap perataan laba. Penelitian dengan menggunakan variabel profitabilitas dalam pengaruhnya terhadap perataan laba dilakukan oleh (Kustono dan Sari, 2012),

  (Atarwaman, 2011), (Syafriont, 2008), (Sari, 2011) dan (Cahyani, 2012) yang menyimpulkan bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap perataan laba. Selanjutnya penelitian dilakukan oleh (Tuti dan Indrawati, 2007), (Syafriont, 2008) dan (Cahyani, 2012) yang menyimpulkan bahwa financial leverage berpengaruh terhadap perataan laba. Penelitian dengan menggunakan variabel dividend

  

payout ratio dalam pengaruhnya terhadap perataan laba pernah

  dilakukan oleh (Purwanto, 2005) dalam (Noviana dan Yuyetta, 2011), (Noviana dan Yuyetta, 2011) dan (Budiasih, 2009) yang menyimpulkan dividend payout ratio berpengaruh terhadap perataan laba.

  Dari landasan teori, tujuan penelitian dan hasil penelitian sebelumnya serta permasalahan yang sudah ditemukan maka sebagai dasar untuk merumuskan hipotesis, berikut ini disajikan kerangka pemikiran yang dituangkan dalam model penelitian pada gambar dibawah ini yang menunjukan kemungkinan pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen yaitu perataaan laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2009-2012.

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

  2.8. Hipotesis Atas dasar kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  H1 : Ukuran perusahaan secara parsial kemungkinan berpengaruh terhadap perataan laba.

  H2 : Profitabilitas secara parsial kemungkinan berpengaruh terhadap perataan laba.

  H3 : Financial leverage secara parsial kemungkinan berpengaruh terhadap perataan laba.

  H4 : Dividend payout ratio secara parsial kemungkinan berpengaruh terhadap perataan laba.

  H4 H3 H2 H1

  Ukuran Perusahaan (X1) Profitabilitas (X2) Financial Leverage (X3) Dividen Payout Ratio (X4)

  Perataan Laba (Y)