BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Populasi dan Sampel - BAB IV EGA TRI HANDOYO

  HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Populasi dan Sampel

  Sampel penelitian ini yaitu laporan realisasi anggaran pemerintah daerah dari kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah yang tersedia tahun 2014-2016 yang diambil menggunakan metode studi pustaka. Terdapat 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dengan 3 tahun amatan serta menggunakan 4 variabel independen, sehingga total data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 105 data. Daftar sampel penelitian bisa dilihat di lampiran 1.

  2. Metode Analisis Data Penelitian a. Analisis Statistik Deskripsi Tabel 4.2 Deskripsi Variabel Penelitian Deskriptif Statistik

  N Minimum Maximum Mean Std.

  Deviation KK 105 0,68 1,08 0,8763 0,06648 Ln_BM 105 24,67 27,66 26,3901 0,48429 Ln_UPD 105 28,00 30,99 28,7049 0,49392 Ln_IR 105 25,82 28,29 27,6287 0,42845 Ln_PAD 105 25,69 28,03 26,2745 0,38329 Valid N (listwise)

  105 Sumber : Data sekunder yang diolah tahun 2017 (Lampiran 7) KK = Kinerja Keuangan BM = Belanja Modal UPD = Ukuran Pemerintah Derah

  IR = Intergovernmental Revenue PAD = Pendapatan Asli Daerah

  Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel 4.2 diatas diketahui bahwa variabel kinerja keuangan diperoleh mean sebesar 0,8763 dengan standar deviasi 0,06648 yang artinya sebaran data kecil karena nilai mean lebih besar dari standar deviasi, sehingga simpangan data pada variabel kinerja keuangan ini dapat dikatakan baik. Nilai maximum sebesar 1.08 yang berarti bahwa nilai kinerja keuangan tertinggi mencapai 108% didapat oleh Kabupaten Banyumas Tahun 2015. Hal tersebut didukung dengan keberhasilan menuyusun dan menyajikan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dengan capaian standar tertinggi dalam akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah sehingga memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) selama enam kali berturut-turut yaitu dari tahun 2010-2016 Sedangkan nilai minimum kinerja keuangan yaitu sebesar 0,68 yang berarti bahwa kinerja keuangan terendah mencapai 68% yang didapat oleh Kabupaten Wonogiri Tahun 2015. Hal tersebut diduga karena tiga SKPD yaitu Dishubkominfo, Disperindagkop dan UMKM, dan DPPKAD Keuangan (BPK). Ketiga SKPD tersebut dinilai tidak tertib administrasi penyetoran pendapatan retribusi parkir di tepi jalan umum dan Pasar Kota Wonogiri (www.solopos.com).

  Variabel belanja modal menunjukkan nilai mean sebesar 26,39 dengan standar deviasi sebesar 0,48429 yang artinya variabel belanja modal mempunyai sebaran kecil karena standar deviasi lebih kecil daripada nilai mean, sehingga simpangan data pada variabel belanja modal ini dapat dikatakan baik. Nilai maximum sebesar 27,66 atau 1026716904816 yang berarti bahwa pengeluaran tertinggi untuk belanja daerah kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah didapat oleh Kota Semarang Tahun 2016 dengan pengeluaran belanja modal sebesar Rp. 1.026.716.904.816.

  Sedangkan nilai minimum belanja modal sebesar 24,67 atau 51980727019 yang berarti bahwa belanja modal terendah didapat oleh Kabupaten Rembang Tahun 2015 dengan pengeluaran belanja modal sebesar Rp. 51.980.727.019.

  Variabel ukuran pemerintah daerah menunjukan nilai mean sebesar 28,70 dengan standar deviasi sebesar 0,49392 yang artinya variabel ukuran pemerintah daerah mempuyai sebaran kecil karena standar deviasi lebih kecil daripada nilai mean, sehingga simpangan data pada variabel ukuran pemerintah daerah ini dapat dikatakan baik. Nilai maximum ukuran pemerintah daerah sebesar di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah didapat oleh Kota Semarang tahun 2016 sebesar Rp. 28.793.140.180.037. Sedangkan nilai minimum ukuran pemerintah daerah sebesar 28,00 atau 1450840887158 yang berarti bahwa total aset terendah di dapat oleh Kabupaten Rembang Tahun 2014 sebesar Rp.

  1.450.840.887.158.

  Variabel intergovernmental revenue menunjukkan nilai

  

mean sebesar 27,63 dan nilai standar deviasi sebesar 0,42845 yang

  artinya variabel intergovernmental revenue mempunyai sebaran kecil karena standar deviasi lebih kecil daripada nilai mean, sehingga simpangan data pada variabel intergovernmental revenue ini dapat dikatakan baik. Nilai maximum sebesar 28,29 atau 1941145933885 yang berarti bahwa sumber dana dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah tertinggi di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah didapat oleh Kabupaten Cilacap tahun 2016. Dengan jumlah dana perimbangan sebesar Rp. 1.941.145.933.885. Sedangkan nilai minimum dana perimbangan sebesar 25,82 atau 163166074000 yang berarti bahwa sumber dana dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah terendah didapat oleh Kabupaten Temanggung tahun 2014 dengan dana perimbangan sebesar Rp.

  163.166.074.000. sebesar 26,27 dan standar deviasi sebesar 0,38329 yang artinya variabel pendapatan asli daerah mempunyai sebaran kecil karena standar deviasi lebih kecil daripada nilai mean, sehingga simpangan data pada variabel pendapatan asli daerah ini dapat dikatakan baik. Nilai maximum sebesar 28,03 atau 1491645900065 yang berarti bahwa pendapatan asli daerah tertinggi yang diperoleh pemerintah daerah di Provinsi Jawa Tengah didapat oleh Kota Semarang tahun 2016 dengan memperoleh pendapatan asli daerah sebesar Rp. 1.491.645.900.065. Sedangkan nilai minimum pendapatan asli daerah sebesar 25,69 atau 144065424017 yang berarti bahwa pendapatan asli daerah terendah didapat oleh Kota Pekalongan tahun 2014 dengan memperoleh pendapatan asli daerah sebesar Rp. 144.065.424.017.

   Uji Asumsi Klasik 1) Uji Normalitas Sebelum Casewise Tabel 4.3 Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

  Sumber : Data sekunder yang diolah tahun 2017 (Lampiran 8) Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan SPSS dari data diatas, data terdistribusi tidak normal dengan nilai sig.

  0,001 yang kemudian untuk memperbaikinya dengan cara Casewise dengan menggunakan standar deviasi 3 terdapat data outlier sejumlah 2 (dua) data dengan signifikan 0,127 yang berarti data terdistribusi normal.

Tabel 4.4 Casewise Diagnotics

  Sumber: Data Sekunder yang diolah tahun 2017 (Lampiran 9) Unstandardized

  Residual N

  105 Normal Parameters

  a,b

  Mean 0,0000000 Std. Deviation

  0,06216087 Most Extreme Differences

  Absolute 0,117 Positive 0,080 Negative -0,117

  Test Statistic 0,117 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,001

  c

  Case Number Std. Residual KK Predicted

  Value Residual 38 -3,360 0,68 0,8930 -0,21301 86 3,578 1,08 0,8532 0,22681 melalui tahap casewise menggunakan standar deviasi tiga dengan nilai signifikan 0,127 yang berarti > 0,05, dan bebas dari multikolinearitas, bebas autokorelasi dan bebas heterokedastisitas sehingga data terakhir yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sejumlah 103 data.

  Uji Normalitas Setelah Casewise

Tabel 4.5 Uji Normalitas

  

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

  Unstandardized Residual

  N 103

  a,b

  Normal Parameters Mean 0,0000000 Std. Deviation 0,05436620

  Most Extreme Absolute 0,078 Differences Positive 0,055

  Negative -0,078 Test Statistic 0,078

  c

  Asymp. Sig. (2-tailed) 0,127 Sumber : Data sekunder yang diolah tahun 2017 (Lampiran 10)

  Berdasarkan tabel 4.5 hasil uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov menunjukan nilai

  

asymptotic significance (2-tailed) sebesar 0,127 atau lebih dari

  0,05 artinya terdistribusi normal. Hal ini berarti bahwa data tersebut dapat digunakan untuk menguji pengaruh variabel belanja modal, ukuran pemerintah daerah, intergovernmental revenue dan pendapatan asli daerah terhadap kinerja keuangan.

   Uji Multikolinearitas Tabel 4.6 Uji Multikolinearitas a Coefficients

  Collinearity Statistics

  Model Tolerance VIF 1 (Constant) Ln_BM 0,505 1,979 Ln_UPD 0,384 2,605 Ln_IR 0,687 1,456 Ln_PAD 0,355 2,819

  Sumber : Data sekunder yang diolah tahun 2017 (Lampiran 11) Keterangan : BM = Belanja Modal UPD = Ukuran Pemerintah Derah

  IR = Intergovernmental Revenue PAD = Pendapatan Asli Daerah

  Dari hasil analisis tabel 4.6 diatas dapat dilihat bahwa pengujian tolerance menunjukan nilai tolerance belanja modal sebesar 0,505, ukuran pemerintah daerah sebesar 0,384,

  

intergovernmental revenue sebesar 0,687 dan pendapatan asli

  daerah sebesar 0,355. Dari hasil pengujian multikolinearitas tidak ada variabel bebas yang memiliki tolerance kurang dari 0,10 (10%). Sementara nilai VIF, belanja modal sebesar 1,979, ukuran pemerintah daerah sebesar 2,605, intergovernmental revenue sebesar 1,456 dan pendapatan asli daerah sebesar 2,819. Dari hasil perhitungan VIF juga menunjukan bahwa tidak ada satu variabel disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antara variabel dalam regresi

3) Uji Heterokedastisitas

Tabel 4.7 Uji Heterokedastisitas

  a

Coefficients

Model Sig.

  1 (Constant) 0,393 Ln_BM 0,633 Ln_UPD 0,949 Ln_IR 0,538 Ln_PAD 0,146

  Sumber : Data sekunder yang diolah tahun 2017 (Lampiran 12) Keterangan : BM = Belanja Modal UPD = Ukuran Pemerintah Derah

  IR = Intergovernmental Revenue PAD = Pendapatan Asli Daerah

  Berdasarkan tabel 4.7 diatas dapat dilihat belanja modal memperoleh nilai signifikan sebesar 0,633, ukuran pemerintah daerah sebesar 0,949, intergovernmental revenue sebesar 0,538 dan pendapatan asli daerah sebesar 0,146. Dari hasil uji heterokedastisitas tersebut dapat disimpulkan secara keseluruhan memperoleh nilai signifikan > 0,05 artinya data terbebas dari masalah heterokedastisitas.

   Uji Autokorelasi Tabel 4.8 Uji Autokorelasi

  Durbin- Model Watson 1 2,179

  Sumber : Data sekunder yang diolah tahun 2017 (Lampiran 13) Berdasarkan tabel 4.8 diperoleh nilai dw sebesar 2,179.

  Dengan jumlah predictors sebayak 4 buah (k-4) dan sampel sebanyak 103 (n=103), berdasarkan tabel D-W dengan tigkat signifikan 5%, maka dapat ditentukan nilai (dl) adalah sebesar 1,5993 dan nilai (du) adalah sebesar 1,7603 dengan demikian nilai du<dw<4-du yaitu 1,760<2,179<2,230 yang menandakan bahwa tidak terdapat autokorelasi positif dan negatif dalam model regresi, atau dengan kata lain variabel belanja modal, ukuran pemerintah daerah, intergovernmental revenue dan pendapatan asli daerah dalam penelitian ini telah terbebas dari masalah autokorelasi.

c. Analisis Regresi Linier Berganda

  Analisis regresi linier berganda dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan analisis regresi linier berganda yang memperoleh gambaran menyeluruh mengenai pengaruh belanja modal, ukuran pemerintah daerah, intergovernmental revenue dan pendapatan asli daerah. Hasil uji regresi linier berganda dapat dilihat pada tabel berikut :

  Uji Regresi Linier Berganda a Coefficients

  Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model B Std. Error Beta T Sig.

  1 (Constant) 1,102 0,433 2,547 0,012 Ln_BM 0,057 0,016 0,453 3,575 0,001 Ln_UPD -0,016 0,018 -0,129 -0,889 0,376 Ln_IR 0,020 0,015 0,138 1,272 0,207 Ln_PAD -0,069 0,024 -0,428 -2,834 0,006

  Sumber : Data sekunder yang diolah tahun 2017 (Lampiran 14) Keterangan : BM = Belanja Modal UPD = Ukuran Pemerintah Derah

  IR = Intergovernmental Revenue PAD = Pendapatan Asli Daerah

  Berdasarkan tabel 4.8 menghasilkan perumusan : KK = 1,102 + 0,057 BM

  • – 0,016 UPD + 0,020 IR – 0,069 PAD + e Dari persamaan hasil diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :

  Koefisien konstanta sebesar 1,102 dengan nilai α = positif, ini dapat diartikan bahwa kinerja keuangan

  (KK) akan bernilai 1,102 apabila masing-masing variabel belanja modal, ukuran pemerintah daerah,

  intergovernmental revenue dan pendapatan asli daerah bernilai 0.

  Variabel belanja modal memiliki koefisien regresi β 1= sebesar 0,057. Nilai koefisien regresi positif menunjukan bahwa jika setiap kenaikan satu persen tetap maka akan menaikan kinerja keuangan sebesar 0,057%.

  Variabel ukuran pemerintah daerah memiliki β 2= koefisien regresi sebesar

  • –0,016. Nilai koefisien regresi negatif menunjukan bahwa jika setiap kenikan satu persen variabel ukuran pemerintah daerah dengan asumsi variabel lain tetap maka akan menurunkan kinerja keuangan sebesar 0,016%. Variabel intergovernmental revenue memiliki

  β 3= koefisien sebesar 0,020. Nilai koefisien regresi positif menunjukan bahwa jika setiap kenaikan satu persen variabel intergovernmental revenue dengan asumsi variabel lain tetap maka akan menaikan kinerja keuangan sebesar 0,020%.

  Variabel pendapatan asli daerah memiliki koefisien β 4= regresi sebesar

  • –0,069. Nilai koefisien regresi negatif menunjukan bahwa jika setiap kenaikan satu persen variabel pendapatan asli daerah dengan asumsi variabel lain tetap maka akan menurunkan kinerja keuangan sebesar 0,069%.

   Uji Kelayakan Model

  

2

1) ) Uji Koefisien Determinasi ( R

  Koefisisen determinasi mengukur seberapa jumlah kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Hasil uji determinasi dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

  Tabel 4.10

  2 ) Hasil Koefisien Determinasi ( R Model Summary

  Adjusted R Model Square 1 0,173

  Sumber: Data Sekunder yang diolah tahun 2017 (Lampiran 15) Berdasarkan tabel 4.10 pada kolom Adjusted R

  2 Square, diperoleh nilai koefisien determinasi (R ) sebesar

  0,173 atau 17,3% hal ini menunjukan bahwa variabel kinerja keuangan dapat dijelaskan oleh variabel belanja modal, ukuran pemerintah daerah, intergovernmental revenue dan pendapatan asli daerah sedangkan sisanya 0,827 atau 82,7% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini.

   Uji Model (Uji Statistik F) Uji F ini digunakan untuk menguji kelayakan model penelitian.

  Hasil uji F dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.11 Hasil Uji F a ANOVA Model Sig.

  b

  1 Regression 0,000 Residual Total

  Sumber: Data sekunder diolah tahun 2017 (Lampiran 16) Berdasarkan tabel 4.11 diatas dapat diketahui bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model persamaan regresi yang digunakan dan dapat digunakan untuk memprediksi pengaruh belanja modal, ukuran pemerintah daerah, intergovernmental revenue dan pendapatan asli daerah.

3) Uji Signifikansi Parameter (Uji Statistik t)

  Uji t merupakan pengujian koefisien masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2013).

  Hasil Uji t a Coefficients

  Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model B Std. Error Beta T Sig.

  1 (Constant) 1,102 0,433 2,547 0,012 Ln_BM 0,057 0,016 0,453 3,575 0,001 Ln_UPD -0,016 0,018 -0,129 -0,889 0,376 Ln_IR 0,020 0,015 0,138 1,272 0,207 Ln_PAD -0,069 0,024 -0,428 -2,834 0,006

  Sumber: Data sekunder diolah tahun 2017 (Lampiran 17) Keterangan : BM = Belanja Modal UPD = Ukuran Pemerintah Derah

  IR = Intergovernmental Revenue PAD = Pendapatan Asli Daerah

  Berdasarkan tabel 4.12, dapat diketahui bahwa hasil uji statistik t menunjukan adanya dua variabel yang memiliki nilai t dengan arah negatif yaitu variabel ukuran pemerintah daerah sebesar -0,889 dan pendapatan asli daerah sebesar -0,428. Serta ada dua variabel yang memiliki nilai t dengan arah positif yaitu variabel belanja modal sebesar 3,575 dan intergovernmental

  revenue sebesar 1,272. Sedangkan variabel dengan nilai signifikan

  <0,05 ada dua variabel yaitu variabel belanja modal sebesar 0,001 dan pendapatan asli daerah sebesar 0,006. Serta variabel dengan nilai signifikan >0,05 ada dua variabel yaitu variabel ukuran pemerintah daerah sebesar 0,376 dan intergovernmental revenue sebesar 0,207.

   Pembahasan 1. Hasil Pengujian Hipotesis a. Hasil Pengujian Hipotesis Pertama

  H

  1 : Variabel belanja modal tidak berpengaruh positif

  : β ≤ 0 terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.

  H

  1 > 0 : Variabel belanja modal berpengaruh positif

  : β

  α terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.

  Berdasarkan tabel 4,9 dapat diketahui bahwa variabel belanja modal memperoleh koefisien regresi sebesar 0,057 dengan arah positif, nilai signifikan 0,000 kurang dari 0,05 dan nilai t

  hitung

  (3,575) > t tabel (1,66071) sehingga menunjukan bahwa H a diterima dan H ditolak. Hipotesis yang pertama yang menyatakan belanja modal berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan diterima.

  Penelitian ini didukung dengan data statistik deskriptif pada

tabel 4.2 yang menunjukan bahwa nilai mean belanja modal sebesar 26,3901 mendekati nilai maximum dan jauh dari nilai

  minimal. Nilai maximum sebesar 27,66% dan nilai minimum sebesar 24,67%. Jadi dapat dikatakan bahwa belanja modal berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan.

  Hasil tersebut menunjukan bahwa kenyataan pemerintah daerah dengan semakin meningkatnya alokasi belanja modal, maka semakin tinggi kinerja keuangan daerah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah yang manfaatnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat dirasakan oleh masyarakat. Dengan ketersediaannya infrastruktur yang baik maka dapat menciptakan efisiensi di berbagai sektor dan produktivitas masyarakat menjadi semakin tinggi dan pada gilirannya dapat terjadi peningkatan pertumbuhan kesejahteraan.

  Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Mulia (2016) yang menunjukan hasil bahwa belanja modal berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan. Namun bertentangan dengan penelitian Fauzan (2016) bahwa belanja modal tidak berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan.

b. Hasil Pengujian Hipotesis Kedua

  H

  2 : Variabel ukuran pemerintah daerah tidak

  : β ≤ 0 berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.

  H

  2 > 0 : Variabel ukuran pemerintah daerah berpengaruh

  : β

  α positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.

  Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa variabel ukuran pemerintah daerah memperoleh nilai koefisien -0,016 dengan arah negative, memiliki nilai signifikan 0,376 lebih dari 0,05 dan nilai t hitung (-0,889) < t tabel (1,66071), sehingga menunjukan bahwa H diterima dan H a ditolak. Maka hipotesis kedua yang menyatakan ukuran pemerintah daerah berpengaruh bahwa besar kecilnya ukuran pemerintah daerah tidak mempengaruhi tinggi rendahnya rasio efisiensi kinerja keuangan.

  Sehingga tidak menunjukan baik buruknya kinerja keuangan.

  Penelitian ini didukung dengan data statistik deskriptif pada

tabel 4.2 yang menunjukan bahwa nilai mean ukuran pemerintah daerah sebesar 28,7049 tidak mendekati nilai minimum maupun

  nilai maximum. Nilai maximum sebesar 27,66% dan nilai minimum sebesar 24,67%. Jadi dapat dikatakan bahwa ukuran pemerintah daerah tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan.

  Pemerintah daerah perlu mengungkapkan lebih lanjut tentang daftar aset yang dimiliki, pemeliharaan, dan pengelolaannya (Suhardjanto, dkk. 2010 dalam Gita, 2015). Pemerintah daerah dalam melakukan pengungkapan atas laporan kinerjanya akan lebih terdorong untuk mengungkapkan hal-hal yang bersifat good news. Good news tersebut dapat berupa laporan mengenai baiknya kinerja pemerintah daerah tersebut sehingga meningkatkan kinerja keuangannya. Tujuan utama dari pemerintah daerah adalah memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan sumber daya dan fasilitas yang memadai untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat (Sudarsana, 2013). yang menunjukan hasil bahwa ukuran pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan. Namun hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Marfiana (2013) yang menunjukan hasil bahwa ukuran pemerintah daerah tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan.

c. Hasil Pengujian Hipotesis Ketiga

  H

  3 : Variabel intergovernmental revenue tidak

  : β ≤ 0 berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.

  H > 0 : Variabel intergovernmental revenue berpengaruh

  3 α : β

  positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.

  Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa variabel ibtergovernmental revenue memperoleh nilai koefisien 0,020 dengan arah positif, memiliki nilai signifikansi 0,20 lebih dari 0,05 dan nilai t (1,272) > t (1,66071) sehingga

  hitung tabel

  menunjukan H diterima dan H a ditolak. Maka, hipotesis ketiga yang menyatakan intergovernmental revenue berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan ditolak. Hal ini menunjukan bahwa besar kecilnya intergovernmental revenue tidak mempengaruhi tinggi rendahnya rasio efisiensi kinerja keuangan. Sehingga tidak menunjukan baik buruknya kinerja keuangan.

  Penelitian ini didukung dengan data statistik deskriptif pada

tabel 4.2 yang menunjukan bahwa nilai mean intergovernmental nilai maximum. Nilai maximum sebesar 28,29% dan nilai minimum sebesar 25,82%. Jadi dapat dikatakan bahwa

  

intergovernmental revenue tidak berpengaruh terhadap kinerja

keuangan.

  Intergovernmental Revenue tidak berpengaruh terhadap

  kinerja keuangan mengindikasikan bahwa semakin tinggi atau rendahnya intergovernmental revenue tidak memperngaruhi kinerja keuangan pemerintah daerah yang merupakan transfer dana pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (Patrick, 2007).

  Besarnya intergovernmental revenue menunjukan bahwa tersedianya dana yang dapat digunakan pemerintah daerah untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dapat lebih baik.

  Simanullang (2013), dana perimbangan ini merupakan hasil kebijakan pemerintah pusat di bidang desentralisasi fiskal demi keseimbangan fiskal antara pusat dan daerah, yang terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintah antara pusat dan daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintah antar daerah. hasil bahwa intergovernmental revenue berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan. Hal ini menunjukan bahwa semakin besar intergovernmental revenue maka pengawasan dari pemerintah pusat semakin ketat kinerja keuangan semakin baik yang diukur dengan rasio efisiensi.

  Hal ini juga didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Riesty (2016) bahwa intergovernmental revenue tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan.

d. Hasil Pengujian Hipotesis Keempat

  H

  4 : Variabel pendapatan asli daerah tidak berpengaruh

  : β ≤ 0 positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.

  H

  4 > 0 : Variabel pendapatan asli daerah berpengaruh

  : β

  α positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.

  Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa variabel pendapatan asli daerah memperoleh nilai koefisien -0,069 dengan arah negative, memiliki nilai signifikansi 0,006 kurang dari 0,05 dan nilai t (-2,834) > t (1,66071) sehingga menunjukan

  hitung tabel

  bahwa H o diterima dan Ha ditolak. Maka, hipotesis keempat yang menyatakan bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan ditolak. Hal ini menunjukan bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan. Artinya, dengan pendapatan yang besar maka rasio bahwa kinerja keuangan buruk.

  Hal penelitian ini didukung dengan data statistik deskriptif pada tabel 4.2 yang menunjukan bahwa nilai mean pendapatan asli daerah sebesar 26,2745 mendekati nilai minimum dan jauh dari nilai maximum. Nilai minimum sebesar 25,69% dan nilai maximum sebesar 28,03%. Jadi dapat dikatakan bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan.

  Telah diketahui bahwa PAD merupakan salah satu sumber pendanaan yang digunakan pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan daerah yang diimplikasikan pada pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Sehingga sudah seharusnya pemerintah daerah harus meningkatkan PAD daerahnya masing- masing guna peningkatan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Baik atau buruknya kinerja keuangan suatu daerah dapat ditentukan dari pemdapatan yang diterima daerah tersebut.

  Hasil ini membuktikan bahwa semakin tinggi penerimaan PAD suatu daerah maka dapat meningkatkan kinerja keuangan daerah tersebut.

  Juliawati (2012) menyatakan bahwa kemampuan suatu daerah dalam menggali PAD akan mempengaruhi perkembangan dan pengembangan daerah tersebut. Disamping itu semakin besar kontribusi PAD terhadap APBD, maka akan semakin kecil pula

  (2010) menjelaskan bahwa peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan faktor pendukung dari kinerja ekonomi makro.

  Hal tersebut menunjukan, semakin besar PAD maka akan semakin tinggi kinerja keuangan yang diukur dari rasio efisiensi.

  Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fauzan (2014) yang menunjukan bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan. Hal ini menunjukan bahwa semakin besar pendapatan asli daerah maka kinerja keuangan semakin buruk yang diukur dengan rasio efisiensi.

  Namun hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sesotyaningtyas (2012) yang menunjukan hasil bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan.