KESETARAAN GENDER DALAM NOVEL GADIS PANTAI KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER (Analisis Wacana Menggunakan Metode Sarah Mills) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

  

KESETARAAN GENDER

DALAM NOVEL GADIS PANTAI

KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER

(Analisis Wacana Menggunakan Metode Sarah Mills)

SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Bagus Saputro

  

NIM: 11713024

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM (KPI)

FAKULTAS DAKWAH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

TAHUN 2017

  

KESETARAAN GENDER

DALAM NOVEL GADIS PANTAI

KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER

(Analisis Wacana Menggunakan Metode Sarah Mills)

SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Bagus Saputro

  

NIM: 11713024

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM (KPI)

FAKULTAS DAKWAH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

TAHUN 2017

  MOTTO

  

﴾ ۱۱ٗ ﴿ رﱠ

اًمْلِع ْيِنْدِز ِّب

My Lord! Increase me in knowledge

(Surah Taha/20:114)

  ﴾ ٕٔ٘ ﴿ ْ ُ ْ ُ ْاَ ْيِنْ ُ ُ ْااَ

So remember Me, I will remember you

(Surah Al Baqarah/2:152)

  

When you have eliminated all which is impossible, then whatever

remains, however improbable, must be the truth

( Arthur Conan Doyle, the case-book of sherlock holmes )

It is a great thing to start life with a small number of really good

books which are your very own

( Arthur Conan Doyle )

  

PERSEMBAHAN

Skripsi ini merupakan wujud dari sebuah ikhtiar yang tidak akan pernah selesai

tanpa dukungan dari berbagai pihak.

  

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

  

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

Ibu dan Bapak, Partilah-Kokok Saputro yang doa, kasih sayang, serta

dukungannya senantiasa menjadi napas disetiap langkah.

Bibi dan Om, Amalia Suciati-Haryanto yang selalu menjadi penyemangat.

  

Motivasi dari kalian telah menjadi penerang digelapnya hati.

Nenek yang tidak pernah lelah dalam menyayangi cucu-cucunya.

KATA PENGANTAR

  Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

  Segala puji disertai pengagungan hanya kepada Allah. Rabb alam semesta, penggenggam jiwa, pencipta langit dan bumi beserta isinya. Hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan dan perlindungan. Tempat berkeluh kesah serta muara dari segala doa. Beriring nikmat Islam, iman, dan hidayah-Nya maka skripsi yang berjudul

  “KESETARAAN GENDER DALAM NOVEL GADIS

PANTAI KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER (Analisis Wacana

Menggunakan Metode Sarah Mills)” dapat terselesaikan. Tidak lupa shalawat

  serta salam peneliti haturkan kepada panutan dalam segala perbuatan, Nabi Agung Muhammad SAW., rasul akhir zaman.

  Sesungguhnya peneliti menyadari bahwasanya dalam menyelesaikan skripsi mengalami kesulitan. Sehingga peneliti tidak bekerja sendiri melainkan bekerja sama dan mendapatkan bantuan berupa bimbingan dan motivasi dari banyak pihak. Maka dengan terselesaikannya skripsi ini, peneliti mngucapkan terima kasih kepada: 1.

  Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd selaku Rektor IAIN Salatiga.

  2. Dr. Mukti Ali, M.Hum selaku dekan Fakultas Dakwah IAIN Salatiga.

  3. Dra. Maryatin, M. Pd selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

  4. Drs. Muh. Choderin selaku dosen pembimbing akademik.

  5. Dr. Rifqi Aulia Erlangga, S.Fil., M. Hum. selaku pembimbing skripsi yang telah sudi meluangkan waktunya untuk membimbing dalam penulisan skripsi.

  6. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

  7. Kepada teman-teman fakultas Dakwah angkatan 2013 khususnya jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam yang telah berbagi suka dan duka selama menjadi mahasiswa, semoga kita senantiasa bersahabat.

  8. Sekali lagi peneliti ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah terlibat dalam penulisan skripsi ini, yang mana peneliti tidak dapat menyebutkannya satu-satu.

  Akhirnya, semuanya kembali kepada Allah SWT. Semoga bantuan pihak- pihak yang telah membantu dicatat sebagia sebuah ibadah di sisi-Nya dan dibalas dengan pahala berlipat ganda. Serta skripsi ini mudah-mudahan dapat memberikan manfaat dan kebaikan.

  Âmîn yâ Rabbal’alamin.

  Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

  Salatiga, 9 Agustus 2017 Penulis, Bagus Saputro 11713024

  

ABSTRAK

  Saputro, Bagus. 2017. Kesetaraan Gender Dalam Novel Gadis Pantai Karya

  Pramoedya Ananta Toer (Analisis Wacana Menggunakan Metode Sarah Mills) . Skripsi Fakultas Dakwah Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam

  (KPI). Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Dr. Rifqi Aulia Erlangga S. Fil, M. Hum.

  

Kata Kunci: Kesetaraan Gender, Novel Gadis Pantai, Analisis Wacana Sarah

Mills.

  Kesetaraan Gender merupakan sebuah wacana dan konsep mengenai kedudukan perempuan terhadap laki-laki. Namun masih banyak orang yang belum mengetahui istilah dari “kesetaraan gender”, akibatnya adalah banyaknya orang yang memposisikan kesetaraan gender dengan jenis kelamin atau sex. Kondisi ini lah yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian terhadap nove

  

Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer yang diterbitkan oleh Lentera

  Dipantara Jakarta pada tahun 2003, karena novel tersebut memuat kesetaraaan dan ketidakadilan gender. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengungkap representasi perempuan dalam novel Gadis Pantai. 2) Mengetahui nilai-nilai kesetaraan dan ketidakadilan gender pada novel Gadis Pantai. 3) Menjelaskan pesan yang ingin disampaikan Pramoedya Ananta Toer melalu struktur teori analisis wacana metode Sarah Mills dalam novel Gadis Pantai.

  Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis (descriptive of analyze research). Data yang diperoleh peneliti dianalisis menggunakan analisis wacana Sara Mills. Langkah-langkah yang ditempuh peneliti dalam menganalisis data adalah: 1) Membaca dan memahami novel Gadis Pantai. 2) Menganalisi kata demi kata novel Gadis Pantai. 3) Menganalisis novel menggunakan teori Sarah Mills. 4) Menyimpulkan hasil penelitian.

  Hasil penelitian ini adalah: 1) Dalam novel tersebut perempuan digambarkan dalam tiga golongan, yakni perempuan desa, priyayi, dan kota. Perempuan kota dan priyayi dianggap sebagai wanita terhormat. Berbeda dengan perempuan desa yang identik dengan kemiskinan, kebodohan, kotor, dan pekerja kasar. 2) Terdapat diskriminasi dan kesetaraan terhadap perempuan, dimana keduanya dipengaruhi oleh status sosial dan budaya patriarki. 3) Pembaca secara aktif disapa, yakni dengan sapaan “sahaya” yang terdapat pada novel.

  

DAFTAR ISI

  SAMPUL .............................................................................................................. i LEMBAR LOGO................................................................................................. ii JUDUL ............................................................................................................... iii PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... iv PENGESAHAN KELULUSAN........................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN............................................................ vi MOTTO............................................................................................................. vii PERSEMBAHAN ............................................................................................. viii KATA PENGANTAR ........................................................................................ ix ABSTRAK ......................................................................................................... xi DAFTAR ISI ..................................................................................................... xii DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvi

  

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................................... 6 C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 6 D. Manfaat Penelitian.................................................................................... 7 E. Penegasan Istilah ...................................................................................... 7 F. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 13 G. Metode Penelitian ................................................................................... 16

  H.

  Sistematika Penulisan ............................................................................. 18

  

BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................... 20

A. Analisis Wacana Kritis ........................................................................... 20 B. Analisis Wacana Model Sarah Mills ....................................................... 24 C. Komunikasi Massa ................................................................................. 26 D. Gender ................................................................................................... 35 E. Feminisme .............................................................................................. 40

BAB III GAMBARAN UMUM NOVEL GADIS PANTAI ............................ 45

A. Pramoedya Ananta Toer ......................................................................... 45 B. Novel Gadis Pantai ................................................................................. 50 C. Sinopsis Novel Gadis Pantai ................................................................... 51 .......................................................................................... D.

  56 Kerangka Analisis

  

BAB IV HASIL PENELITIAN ....................................................................... 59

A. Representasi Perempuan Dalam Novel Gadis Pantai ............................... 59 B. Nilai-nilai Kesetaraan dan Ketidak Adilan Gender Pada Novel Gadis Pantai ..................................................................................................... 67 C. Pesan yang Ingin Disampaikan Pramoedya Ananta Toer ....................... 86

BAB V PENUTUP ........................................................................................... 88

A. Kesimpulan ............................................................................................ 88 B. Saran ...................................................................................................... 90 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

  

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kerangka ananalisis wacana Sarah Mills ............................................ 26Tabel 2.2 Elements of interpersonal communication and mass communication compared ...................................................

  29 Tabel 2.3 Fungsi komunikasi massa Tan ............................................................ 33

  

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Komunikasi massa model Gamble dan Gamble .............................. 31Gambar 2.2 Model komunikasi massa Schramm ............................................... 31Gambar 2.3 Komunikasi massa model Black dan Whitney ................................. 32Gambar 2.4 Faktor individu ............................................................................... 34Gambar 2.5 Faktor sosial ................................................................................... 34Gambar 2.6 Perbedaan sex dan gender ............................................................... 36Gambar 2.7 Klasifikasi teori feminisme ............................................................. 41

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1 Curriculum Vitae peneliti Lampiran 2 Foto Pramoedya Ananta Toer Lampiran 3 Sampul Novel Gadis Pantai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesetaraan gender merupakan sebuah wacana yang sering

  dikemukakan dewasa ini. Namun banyak orang memahami konsep kesetaraan gender mengacu kepada kesetaraan wanita dan laki-laki dalam hal kedudukan. Hal ini diakibatkan oleh pandangan orang bahwa perempuan memiliki tingkatan di bawah laki-laki, yang mana pihak perempuan dianggap sebagai pihak lemah. Perempuan adalah pihak yang keberadaannya tidak boleh lebih menonjol daripada laki-laki.

  Diskriminasi terhadap perempuan banyak dianut oleh negara yang masih mempertahankan budaya patriarki, yakni keadaan sosial yang meletakkan laki-laki pada sisi otoritas. Beberapa sejarah juga mencerminkan diskriminasi yang dialami oleh perempuan. Kondisi ini terlihat diberbagai sisi, M. Quraish Shihab dalam Umar (2010:xxiv) memaparkan kondisi tersebut,

  Pada era peradapan Yunani, laki-laki menjadikan perempuan sebagai alat pemuas nafsu sex. Perempuan dipuja hanya untuk hal tersebut dan laki-laki diberi keleluasaan untuk memenuhi selera dan kebutuhan itu. Peradaban Romawi menempatkan ayah dan suami sebagai pemegang kekuasaan atas perempuan. Sebelum menikah perempuan berada di bawah kekuasaan ayah dan setelah menikah kekuasaan berada pada suaminya. Kekuasaan ini mencakup kewenangan menjual, mengusir, menganiaya, dan membunuh, keadaan ini berlangsung sampai abad V Masehi. Peradapan Cina dan Hindu beranggapan bahwa hak hidup seorang perempuan telah berakhir ketika suaminya meninggal, sehingga pada saat itu juga ia harus dibakar hidup-hidup. Kondisi ini terjadi sampai abad XVII Masehi. Perempuan dianggap sebagai pembantu pada pandangan Yahudi. Mereka juga menganggap perempuan sebagai penyebab diusirnya Adam dari surga serta sebagai sumber laknat. Keadaan tersebut telah berlangsung berabat-abad lalu dan kini telah mengalami pergeseran budaya, kebiasaan lama yang tidak bermoral telah banyak ditinggalkan. Namun budaya patriarki ini masih dapat dijumpai dibeberapa Negara. Setiap wilayah memiliki budaya patriarki yang berbeda- beda, hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Budaya patriarki masih dapat kita jumpai di Indonesia. Patriarki di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti sistem budaya, ekonomi, sosial, dan politik.

  Perempuan sering digambarkan sebagai makhluk yang lemah lembut, penuh dengan kehalusan, seorang yang lamban, dan emosional. Perempuan juga dianggap sebagi “objek” bagi laki-laki. Keadaan yang telah diterima oleh masyarakat ini menempatkan laki- laki sebagai “subjek”. Laki-laki memiliki kekuasaan lebih atas perempuan, sehingga menempatkan perempuan pada posisi yang pantas untuk ditindas, hilangnya hak untuk berbicara, dan hilangnya hak untuk mengembangkan diri. Kondisi tersebut juga didasari oleh ketidakadilan gender, disamping hal-hal yang telah disebutkan di atas. Ketidakadilan gender mengakibatkan: 1) Terjadinya marjinalisasi terhadap perempuan, perempuan menjadi pihak yang dipinggirkan. 2) Subordinasi terhadap wanita, keadaan ini menganggap wanita tidak penting dan kedudukan wanita berada di bawah laki-laki. 3) Beban kerja yang berlebihan.

  4) Streotipe terhadap perempuan. 5) Kekerasan terhadap wanita (TIM PSGK IAIN SALATIGA, 2012:12).

  Namun kita dapat melihat kondisi masyarakat saat ini, banyak perempuan yang dipandang memiliki kemampuan melebihi laki-laki. Oleh sebab itu, wacana kesetaraan gender tidak hanya menjadi konsep para ahli/aktifis pengerak kesetaraan gender. Konsep ini telah menyebar kepada masyarakat luas. Sementara itu, masih banyak orang yang belum mengetahui istilah dari “kesetaraan gender”, akibatnya adalah banyak orang yang memposisikan kesetaraan gender dengan jenis kelamin atau sex.

  Peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki- laki dan perempuan di dalam masyarakat merupakan perbedaan yang dibentuk oleh konsep kultural dan diartikan sebagai gender (Umar, 2010:30). Pendapat ini menjelaskan bahwa posisi laki-laki dan perempuan dalam konsep kesetaraan gender bukan terletak pada jenis kelamin melainkan pada sosial-budaya. Gender menempatkan perbedaan laki-laki dan perempuan pada kondisi yang dapat dirubah. Sementara itu, sex menempatan laki-laki dan perempuan pada kondisi sebaliknya, yakni tidak dapat dirubah.

  Diskriminasi terhadap perempuan juga terjadi dalam produk budaya, dimana perempuan mendapat posisi sebagai pihak yang tertindas. Seperti dalam film, sastra, dongeng, hukum, dan agama. Keadaan yang menggambarkan ketertindasan perempuan tersebut terjadi dengan berkelanjuta dan terlihat sudah berjalan dengan wajar. Media massa juga menempatkan perempuan dalam posisi yang sama, baik media massa elektronik atau pun cetak.

  Media massa yang merupakan produk dari budaya, memberikan peran sebagai kontrol sosial. Peran media massa sebagai pihak yang dapat mengontrol atau mengarahkan opini publik, sehingga berdampak pada kehidupan sosial, budaya dan ekonomi. Oleh sebab itu, apa saja yang disampaikan oleh media massa akan dianggap sebagai kebenaran yang dapat menciptakan pola pikir dan mempengaruhi kehidupan sosial dengan cara mengubah pandangan, sikap dan perilaku keseharian.

  Buku juga merupakan bentuk dari media massa, sehingga memiliki peran yang siknifikan dalam membentuk pola pikir masyarakat. Oleh karena itu, buku dipandang sebagai bahan referensi dan bahan ajar yang dapat dipercaya. Buku juga merupakan produk atau bentuk dari wacana.

  Sobur (2012:10) mengatakan, sebuah tulisan merupakan sebuah wacana. Lebih tepatnya tulisan adalah bentuk dari wacana tulis, yang mana wacana tulis dapat kita temukan dalam bentuk buku, berita koran, artikel, makalah dan sebagainya (Rani, 2006:26). Oleh sebab itu, novel dapat kita kategorikan sebagai wacana. Novel sendiri merupkan sebuah karangan yang berbentuk prosa panjang. Danesi (2010:75) mengatakan, novel adalah sebuah naratif kisah yang mempresentasikan suatu situasi yang dianggap mencerminkan kehidupan nyata atau untuk merangsang imajinasi.

  Sementara itu wacana merupakan semua tulisan yang teratur, yang menurut urutan-urutan yang semestinya, dan logis (Sobur, 2012:10). Menurut J. S. Badudu dalam Eriyanto (2001:2), wacana merupakan kesatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan maupun tertulis.

  Novel merupakan salah satu produk dari wacana media massa yang banyak memaparkan suatu masalah atau tema. Politik, percintaan, budaya, sosial dan agama merupakan tema-tema yang sering diungkapkan dalam novel. Tema merupakan hal pokok yang harus ada di dalam novel, karena tema akan menentukan kemana jalan pikiran pembaca.

  Pramoedya Ananta Toer menyajikan sebuah novel dengan tema perempuan. Novel dengan judul Gadis Pantai memaparkan kehidupan seorang perempuan muda yang lahir dan tumbuh disebuah kampung nelayan di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Gadis yang dipersunting seorang

  priayi Jawa ini menghadapi permasalahan-permasalahan budaya.

  Budaya tidak memihak gadis pantai yang merupakan wakil dari rakyat kecil (wong cilik), sehingga Gadis Pantai mencoba melawan ketidak berdayaan dan pertentangan-pertentangan stratifikasi sosial yang dialaminya.

  

Cultural yang sudah terlanjur diterima oleh masyarakat dan dianggap sebagai

  hal biasa apabila wong cilik tunduk terhadap priayi. Kehendak priyayi diartikan sebagai sebuah keharusan yang tidak boleh ditolak.

  Novel Gadis Pantai menyajikan konfllik cultural yang dialami oleh perempuan, sehingga diperlukan kajian yang lebih mendalam mengenai novel

  

Gadis Pantai . Melalui metode analisis wacana Sarah Mills peneliti tertarik

  untuk menelitinya dalam bentuk skripsi dengan judul: Kesetaraan Gender

  Dalam Novel Gadis Pantai Karya Pramoedya Ananta Toer (Analisis Wacana Menggunakan Metode Sarah Mills).

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang diatas, rumuasn masalah pada penelitian ini adalah:

  1. Bagaimana representasi perempuan dalam novel Gadis Pantai? 2.

  Terdapat dimanakah nilai-nilai kesetaraan dan ketidakadilan gender pada novel Gadis Pantai?

  3. Apa pesan yang ingin disampaikan Pramoedya Ananta Toer melalui struktur teori analisis wacana metode Sarah Mills dalam novel Gadis

  Pantai ? C.

   Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan dan untuk menyajikan informasi yang jelas, maka penelitian ini bertujuan:

  1. Untuk mengungkap representasi perempuan dalam novel Gadis Pantai.

  2. Untuk mengetahui nilai-nilai kesetaraan dan ketidakadilan gender pada novel Gadis Pantai.

  3. Untuk menjelaskan pesan yang ingin disampaikan Pramoedya Ananta Toer melalu struktur teori analisis wacana metode Sarah Mills dalam novel

  Gadis Pantai .

D. Manfaat Penelitian

  Aspek teoritis maupun praktis merupakan manfaat yang hendak dicapai oleh peneliti dalam penelitian ini. Manfaat tersebut adalah:

  1. Manfaat Teoritis Penelitian yang menggunakan analisis kualitatif ini diharapkan mampu berkontribusi dan memperkaya bahan kajian untuk perkembangan ilmu komunikasi. Study analisis wacana yang digunakan peneliti dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan dalam analisis wacana, terutama dalam analisis wacana metode Sarah Mills.

  2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini tidak lepas dari manfaat praktis. Penelitian ini merupakan syarat bagi Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam,

  Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga dalam meraih gelar Sarjana (S1). Serta hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai kedudukan perempuan dalam novel Gadis Pantai.

E. Penegasan Istilah

  Analisis wacana terdiri dari d ua kata, yakni “analisis” dan “wacana”. Kata analisis diambil dari bahasa Yunani, analyein yang bermakna menyelesaikan atau menguraikan (Siswantoro, 2011:7). Analisis dapat diartikan sebagai kegiatan yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran melalui cara mengelompokkan atau memberikan makna. Kegiatan ini didasarkan pada fungsi dan hubungan setiap unsur yang ada. Guna memeperoleh kebenaran dari suatu hal, menguraikannya menjadi bagian yang lebih sederhana adalah hal utama.

  Berbeda dengan analisis, kata wacana diambil dari bahasa Ingris, yaitu “discourse”. Sementara itu, kata discourse diserap dari bahasa latin discursus yang bermakna lari kian-kemari (Sobur, 2012:9). Syamsuddin (2008:4) menjelaskan, dalam Collins Concise English Dictionary, 1988, wacana disebut discourse, yang memiliki arti:

  Komunikasi verbal, ucapan, pecakapan.Sebuah perlakuan formal dari subyek dalam ucapan atau tulisan. Sebuah yunit teks yang digunakan oleh linguis untuk menganalisis satuan lebih dari kalimat, sedangkan dalam kamus Longman Dictionary of the English Language, 1984, menjelaskan antara lain arti wacana: 1) Sebuah percakapan khusus yang alamiah formal dan pengungkapannya diaturpadaide dalam ucapan dan tulisan. 2) Pengungkapan dalam sebuah nasihat, risalah, dan sebagainya; sebuah unit yang dihubungkan ucapan atau tulisan.

  Vass (1992) dalam Titscher (2009:42) memandang lebih jauh, dari segi etimologis yang diadopsi dari bahasa latin tersebut, makawacana memiliki makna discurrere (mengalir ke sana kemari) dari nominalisasi kata

  discursus

  (“mengalir secara terpisah” yang ditransfer maknanya menjadi “terlibat dalam sesuatu”, atau “memberi informasi tentang sesuatu”).Wacana merupakan suatu unit bahasa yang tersusun dari kalimat atau pun sebagai pembicaraan (diskursus). Syamsuddin (2008:2) berpendapat, wacana adalah sarana transaksaksi sosial antara sumber dan penerima, dimana keduanya saling menentukan bentuk, makna dan muatan, serta bentuk lain sesuai kebutuahan sosilal yang berupa komunikasi lisan, tulis, dan semiotik.

  Analisis wacana dapat diartikan sebagai analisis terhadap bahasa yang digunakan, sehingga analisis wacana tidak dapat dibatasi pada deskripsi bentuk bahasa yang terikat pada tujuan atau fungsi yang dirancang untuk menggunakan bentuk tersebut dalam urusan-urusan manusia (Syamsuddin, 2008:2). McCarthy, Zellig Haris mengatakan bahwa perkembang analisis wacana terjadi pada tahun 60-andan pada awal 70-an (Rani, 2004:10).

  Sementara itu menurut Coulthard, analisis wacana berawal dari pemikiran tentang linguistik konstektual oleh Firth (Rani, 2004:12). Stubbs dalam Rani (2004:9), menjelaskan bahwa kajian bahasa yang digunakan secara alamiah, baik lisan maupun tulis merupakan objek penelitian dari analisis wacana.

  Oleh sebab itu, kegiatan menganalisis wacana tidak akan lepas dari menganalisis bahasa. Sementara itu, bahasa adalah penghubung atau alat dalam berkomunikasi yang dibutuhkan oleh setiap orang. Ketika individu berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya dilakukan dengan lisan, melainkan dapat dilakukan melalui tulisan. Bahasa yang memiliki sifat arbitrer mengakibatkan terjadinya noise dalam penyampaian pesan. Namun dengan sifatnya itu, bahasa memiliki banyak bentu (beragam).

  Keberagaman dalam bahasa dapat kita lihat di Indonesia, setiap daerah di Indonesia memiliki bahasa daerahnya sendiri. Akibatnya adalah terdapat beberapa penyebutan untuk sebuah benda yang sama. Keberagam bahasa juga mengakibatkan lahirnya berbagai dialek, yang biasanya menjadi salah satu penyebab terjadinya gangguan dalam berkomunikasi. Serta setiap daerah memiliki anturan-aturan tersendiri dalam penggunaan bahasa mereka.

  Walaupun terdapat keberagam bahasa, masyarakat di Indonesia memiliki satu budaya dalam bertutur kata. Budaya tersebut adalah sopan santun dalam berkomunikasi pada situasi apa pun. Sebagai contoh: Masyarakat Jawa, di daerah tersebut sopan santun dalam bercakap-cakap sangat dijunjung tinggi. Orang Jawa menggunakan istilah ungah ungguh bahasa, dimana istilah tersebut merupakan aturan dalam berkomunikasi.

  Keberagaman bahasa dapat melahirkan keberagaman sastra. Oleh sebab itu, satra hanya dimiliki pengarangnya. Hal ini dapat diartikan bahwa sastrawan memiliki gaya bahasa tersendiri dalam penulisan karyanya. Keadaan tersebut mengakibatkan terjadinya kesulitan dalam penterjemahan sastra ke dalam bahasa lain (Samsuri, 1981:25). Sementara itu, baik linguistik maupun estetik, sastra memiliki sifat kreatif (Pei:1971:255).

  Bahasa dan Sastra dapat melahirkan beberapa produk seperti novel, puisi, dan cerpen. Rampan (2013:278) mengatakan, bahwa sebuah karangan yang berbentuk prosa panjang dapat disebut sebagai karya sastra dalam bentuk novel. Novel merupakan sebutan dalam bahasa Inggris yang telah diadaptasi kedalam bahasa Indonesia. Prancis lebih mengenalnya dengan sebutan roman, sebutan ini juga digunakan di Belanda. Sebagai karangan yang berupa prosa panjang, novel atau roman dapat diartikan sebagai karya yang menguraikan cerita secara panjang dan komplek serta memiliki kisah fiktif. Kisah yang diceritakan secara panjang dan detail, menjadikannya sebuah karya yang memiliki tokoh atau pemeran lebih dari satu dan tokoh utamanya pun dapat terdiri dari beberapa pemeran (Rampan, 2013:278).

  Novel yang merupakan sebuah karya sastra, memiliki tema/ide. Tema sendiri memiliki arti sebagai gagasan utama yang menyusun isi novel, yakni merupakan sebuah persoalan yang pengarang tampilkan. Persoalan tersebut dapat menyangkut beberapa aspek kehiduan manusia, baik itu berupa masalah kemanusiaan, cinta, kasih sayang, kekuasaan, dan sebagainya. Karya ini mampu menyajikan perkembangan karakter, kondisi sosial, hubungan yang terjadi anta karakter, serta menyajikan beberapa peristiwa pada masa silam dengan detail (Dewojati, 2015:4). Memahami sebuah topik dalam novel memerlukan waktu yang tidak singkat. Oleh sebab itu, novel tidak memiliki tanggung jawab dalam menyampaikan topiknya secara cepat.

  Begitu pula dengan novel karya Pramoedya Ananta Toer yang berjudul Gadis Pantai. Novel ini sejatinya berbentuk trilogi. Namun dua buku lanjutannya hilang ditelan keganasan penguasa. Gadis Pantai merupakan novel pertama dari rangkaian trilogi ini mengisahkan kehidupan gadis belia yang lahir dan tinggal di kampung nelayan. Seorang perempuan yang belum dewasa dan cukup umur, harus mengakhiri masa mudanya dengan menerima pinangan seorang lelaki kaya yang jauh lebih tua darinya. Menjadi istri seorang priyayi Jawa menjadikannya dipanggil Bendoro Putri oleh orang lain, baik itu dari tetangga maupun orang tuanya. Pernikan ini hanya menjadikannya seorang wanita yang berperan sebagai perempuan pemuas kebutuhan sex suaminya. Keadaan ini akan berlangsung sampai sang suami menikah dengan perempuan yang sederajat atau sekelas dengannya. Peran Bendoro Putri tidak hanya sampai disitu, ia harus membantu mengurus keadaan rumah.

  Pernikahan Gadis Pantai telah menaikan derajatnya diantara penduduk kampung nelayan. Perkawinan yang meberikan prestise kepadanya harus dibayar denga mahal, ia harus menikmati pernikahan dalam waktu singkat. Dia harus rela diusir dari rumah Priyayi tersebut, meninggalkan anak perempuan satu-satunya. Hidup sebatang kara karena menanggung malu harus dicerakan oleh suaminya. Keadaan ini menjadikannya seorang yang tidak memiliki pekerjaan, sehingga membuatnya pergi meninggalkan kampung halaman.

  Melalui novelnya ini, Pramoedya mengisahkan kehidupan perempuan yang kurang beruntung karena budaya patriarki. Perempuan tidak memiki peran yang dianggap penting dalam kehidupan masyrakat. Tidak adanya kesetaraan dalam gender inilah yang mengakibatkan kedudukan perempuan lemah dimata masyarakat. Pelemahan peran perempuan terjadi diberbagai aspek, seperti dalam politik, pekerjaan, sastra, dll. Ketika isu-isu kesetaraan gender ditampilkan dalam sebuah sastra/wacana, maka analisis wacana dapat dijadikan landasan dalam mencari permasalah yang terkandung didalamnya.

  Analisis wacana yang menjadikan sastra/wacana sebagai objek penelitian dapat digunakan berbagai teori, yakni metode Theo Van Leeuwe, Sarah Mills, Teun A. Van Dijk, dan lain sebagainya. Sementara itu metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis wacana Sarah Mills. Metode Sarah Mills menitik beratkan pada wacana feminisme, yakni sebuah analisis mengenai perempuan, dimana perempuan dicerminkan atau digambarkan dalam sebuah teks yang berupa novel, berita dan dapat berbentuk gambar maupun foto (Eriyanto, 2001:199).

F. Tinjauan Pustaka

  Sebelum menentukan judul penelitian ini, peneliti terlebih dahulu melakukan tinjauan pustaka ke perpustakaan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Tinjauan pustaka disini berguna sebagai informasi dasar bagi peneliti untuk menyusun penelitiannya, guna menghindari penulisan yang sama. Oleh sebab itu, peneliti menyajikan beberapa rujukan.

  Elfa Rafika, 2016, skripsi dengan judul “Nilai-nilai Pendidikan

  

Akidah Dalam Novel Bumi Cinta Karya Habiburrahman El-Shirazy

”.

  Rafika melakuakan penelitian terhadap novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El-Shirazy dengan tujuan: 1) Untuk mengetahui bentuk pendidikan akidah yang terkandung di dalam novel Bumi Cinta. 2) Untuk mendeskripsikan karakter tokoh yang terdapat dalam novel Bumi Cinta. Menjadikan novel sebagai objek penelitian, sehingga tergolong menjadi penelitian kepustakaan (library research). Serta dalam penulisan skripsinya, Rafika menggunakan content analysis dalam menganalisis data yang diperoleh. Sehingga penelitian ini menghasilkan sebuah kesimpulan, yakni: (1) Terdapatnya nilai-nilai pendidikan akidah dalam novel Bumi Cinta. Nilai- nilai tersebut diperlihatkan oleh Ayyas selaku tokoh utama. Sikap Ayyas dalam meyakini Allah Maha Esa dalam Zat-Nya, sifat-sifat-Nya, perbuatan- perbuatan-Nya, wujud-Nya, serta Allah Maha Esa dalam menerima ibadah dan dalam menerima hajat manusia. Tidak hanya itu, Ayyas juga mencerminkan sikap kepercayaan dan keyainan terhadap rukun iman. (2) Terdapat beberapa karakter yang ditampilkan dalam novel Bumi Cinta. Serta Ayyas yang memiliki sikap taat kepada Allah dan baik hati, Yelena dan Linor merupakan seorang non muslim yang tidak percaya adanya Tuhan, Devid seorang toko yang memiliki kepribadian mudah terpengaruh, Anastasia sebagai seorang doktor yang taat terhada Kristen Ortodok sebagi keyakinannya.

  Nur Latifah, 2017, penelitian dengan judul “Nilai-nilai Pendidikan

  Akhlak Dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah Karya Tere Liye ”.

  Penelitain yang bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan akhlak, bagaimana karakter tokoh yang patut diteladani, mendeskripsikan implikasi nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere Liye. Penelitian yang termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan (library research) ini menggunakan pendekatan deskriptif analisis (descriptive of analyze research). Dengan melakukan penelitian terhadap novel Moga Bunda disayang Allah, Latifah memperoleh kesimpulan: 1) Bahwasanya anak-anak berkebutuhan khusus berhak mendapatkan pendidikan. 2) Novel tersebut juga menampilkan nilai- nilai pendidikan akhlak dalam kehidupan sehari-hari, seperti percaya kepada Allah, sabar, jujur, bersyukur, saling berkasih sayang, dan lain sebagainya. 3) Nilai-nilai tersebut digambarkan melalui tokoh-tokoh dalam novel yang memiliki karakter ramah, sabar, pekerja keras, penyayang. 4) Pendidikan

  Akhlak hendaknya ditanamkan kepada anak-anak sejak dini dengan menggunakan bahasa yang baik dan mudah dimengerti.

  Rizki Septianingtiyas, 2017, skripsi yang berjudul “Nilai-nilai

  

Pendidikan Kasih Sayang Dalam Novel Jilbab In Love Karya Asma

Nadia

  ”. Septianingtyas menyusun skripsinya dengan tujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan kasih sayang, bagaiman karakter tokok, relevansi nilai-nilai pendidikan kasih sayang dalam novel Jilbab In Love karya Asma Nadia. Tidak jauh berbeda dengan penelitian yang telah disebutkan, penelitian ini juga menggunakan library research dan deskriptif analisis (descriptive of analyze research) dalam penyusunannya. Hasil yang diperoleh Septianingtyas dalam penelitiannya adalah: 1) Nilai-nilai Kasih sayang yang terdapat dalam novel meliputi kasih sayang terhadap Allah, orang tua, lingkungan/masyarakat, dan diri sendiri. 2) Sifat dan nilai-nilai kebaikan ditunjukan oleh Aisyah Putri sebagai tokoh utama, sifat tersebut meliputi peduli, bijaksana, suka tersenyum, rendah hati. 3) Nilai-nilai kasih sayang yang diperlihatkan dalam novel relevan dengan keidupan dalam berbagai kegiatan.

  Beberapa penelitian diatas memperlihatkan kesamaan dalam bidang sumber data pe nelitian, yakni “novel”. Kesamaan dalam metode yang digunakan, metode kualitatif. Hal itu juga yang digunakan peneliti dalam penelitian kali ini, akan tetapi terdapat beberapa perbedaan, diantaranya adalah dalam fokus penelitiannya. Penelitian kali ini berfokus pada analisis wacana dengan menerapkan analisis wacana teori Sarah Mills, sehingga hasil penelitian ini memiliki perbedaaan yang siknifikan dengan penelitian lainnya.

G. Metode Penelitian 1.

  Pendekatan dan Jenis Penelitian Study kepustakaan merupakan kategori yang dipilih oleh peneliti.

  Kategori tersebut merupakan bagian dari jenis penelitian kualitatif. Menggunakan metode kualitatif dapat memberi hasil penelitian berupa data deskriptif (Bogdan, 1992:21). Oleh sebab itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis (descriptive of

  analyze research ) dengan cara mengumpulkan data, pengolahan data,

  dan analisis data. Peneliti menggunakan analisis wacana Sara Mills dalam menganalisis datanya. Fokus dari analisis Sarah Mills adalah analisi teks yang menggambarkan seorang perempuan, sehingga teks tersebut dipandang sebagai objek penelitian.

  Analisis ini juga tidak digunakan untuk mencari data frekuensi, melainkan untuk menganalisis data yang tampak, sehingga analisis ini digunakan untuk memahami fakta (Jumroni, 2006:33). Peneliti dalam penelitian ini berperan sebagai pengumpul data, baik dibantu orang lain atau pun sendiri.

2. Sumber Data

  Data yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk kata-kata yang berwujud buku, dokumen, dan lain-lain. Kesemua data yang digunakan merupakan data tulis. Penelitian ini tidak hanya menggunakan data tulis yang tercetak, melainkan juga menggunakan data tulis elektronik.

  Keseluruhan data tersebut dipergunakan oleh peneliti untuk menunjang penelitian ini, namun data primer atau data yang utama dari penelitian ini adalah buku. Oleh karena itu, data primer merupakan data yang memiliki kedudukan yang utama dalam penelitian (Yahya, 2010:83). Data primer merupakan data yang didapat dari subjek penelitian dengan memakai alat ukur atau alat pengambilan data langsung dari subjek sebagai sumber informasi yang dicari (Azwar, 2005: 91).

  Sumber data yang digunakan adalah Novel: Judul : Gadis Pantai.

  Karya : Pramoedya Ananta Toer. Penerbit : Lentera Dipantara, Jakarta. Tahun Terbit : 2003 3. Teknik Pengumpulan Data

  Masalah-masalah yang diungkap dalam penelitian ini memicu peneliti untuk dapat mengumpulkan data sesuai dengan permasalahan tersebut. Data tersebut dipergunakan untuk menganalisis dan mengkaji permasalahan yang ada. Tahapan yang dilakukan penulis dalam mengumpukan data adalah: 1) Mengumpulkan data berupa novel Gadis

  Pantai karya Pramoedya Ananta Toer dan beberapa data yang berkaitan degan objek penelitian. 2) Mempelajari dan mengkaji berbagai literatur yang berkaitan dengan objek penelitian.

  4. Analisis Data Analisis data merupakan proses dalam menyusun urutan data, menggolongkannya dalam satu pola, kategori dan satu uraian dasar

  (Moleong, 2011:103). Peneliti dalam menganalisis data penelitian, telah memulainya sejak pengumpulan data. Serta dengan mempergunakan analisi wacana Sarah Mills, peneliti melakukan analisi secara mendalam dan intensif terhadap novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer.

  Tahapan yang dilakukan peneliti dalam menganalisis data adalah: 1) Membaca dan memahami novel Gadis Pantai. 2) Menganalisi kata demi kata novel Gadis Pantai, sehingga menemukan pesan yang terkandung didalamnya. 3) Menganalisis novel menggunakan teori Sarah Mills. 4) Menyimpulkan hasil penelitian.

  5. Pengecekan Keabsahan Data Menggunakan literatur dan referensi dari buku, e-book, internet yang berkaitan dengan judul penelitian sebagai bahan pengecekan keabsahan data peneliti.

H. Sistematika Penulisan

  Guna mengetahui apa saja yang diuraikan peneliti dalam penelitian ini, kita dapat mengetahuinya dari sistematika penulisan. Peneliti menuangkan sistematika penulisan ke dalam tiga kategori. Bagian awal/pembukaan, bagian isi/inti, dan bagian akhir/penutup merupakan sistematika dalam penelitian ini. Bagian awal dari penelitian ini memuat sampul, lembar logo, judul, nota pembimbing, pengesahan kelulusan, pernyataan keaslian tulisan, motto, persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, dan daftar gambar.

  Bagian isi/inti, peneliti menuangkan kedalam lima bab. Setiap bab memiliki fokus masing-masing dan saling berhubungan. Bab I merupakan pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II berisi landasan teori atau konsep yang mendukung penelitian. Bab III yang berfokus kepada gambaran umum novel Gadis Pantai. Kemudia terdapat Bab IV yang menampilkan analisis dan hasil penelitian. Bab V, penelitian ini memuat kesimpulan dan saran.

  Untuk bagian terakhir pada penelitian ini, termuat daftar pustaka, lampiran, dan riwayat hidup penulis.

BAB II LANDASAN TEORI A. Analisis Wacana Kritis Analisis merupakan sebuah kata yang berasal dari bahasa Yunani, yakni analyein yang bermakna menguraikan, menyelesaikan (Siswantoro, 2011:7). Berbeda dengan kata analisis, kata wacana diambil dari bahasa Inggris

  “discourse”. Kata discourse berasal dari “discursus yang mana kata tersebut berasal dari bahasa Latin dengan arti lari kian-kemari (Sobur, 2012:9).

  Sementara itu wacana merupakan istilah mengenai peristiwa komunikasi yang mengacu kepada rekaman kebahasaan yang utuh (Cahyono, 1995:227). Pemikiran yang hampir sama dikemukakan oleh Samsuri dalam Sobur (2012:10), bahwa wacana tersusun atas seperangkat kalimat dimana maknanya saling terkait dan merupakan hasil dari rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi.

  Ismail Marahimin dalam Sobur (2012:10), mendefinisikan wacana sebagai hasil pemikiran dengan bentuk lisan maupun tulisan yang resmi dan teratur, serta memiliki kemampuan untuk maju sesuai dengan urutan-urutan yang teratur dan semestinya. Penggunaan kata “wacana” merupakan ide umum mengenai penataan bahasa dalam pola-pola tertentu sesuai dengan wilayah kehidupan sosial pengguna bahasa, seperti wacana medis dan wacana politik (Jorgensen, 2007:1). Hal ini menjelaskan bahwa wacana memiliki arti yang luas sesuai dengan lingkup dan disiplin ilmu yang mempergunakan istilah wacana tersebut (Eriyanto, 2001:1).

  Menurut Henry Tarigan (1993:23) dalam Sobur (2012:10) bahwa istilah wacana tidak hanya mengenai percakapan saja, akan tetapi tulisan, pembicaraan di muka umum, dan sandiwara atau lakon termasuk di dalamnya. Menurut Teun A. Van Dijk, wacana merupakan sebuah bukti yang harus diuraikan secara empiris serta sering dilihat sebagai teks dalam konteks (Titscher, 2009:43). Wacana juga diartikan sebagai komunikasi tulis atau lisan yang dipandang dari sudut nilai, kepercayaan, dan semua yang masuk di dalamnya; kepercayaan pada pengertian ini mewakili pandangan dunia; sebuah organisasi atau representasi dari pengalaman (Eriyanto, 2001:2).