BAB II TINJAUAN PUSTAKA - AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAN FRAKSI BATANG SEREH (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf) TERHADAP BAKTERI Streptococcus mutans - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tumbuhan Sereh Menurut Muhlisah (1999), Cymbopogon citratus (DC.) Stapf

  diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Sub-Kingdom : Tracheobionta Superdivisio : Spermatophyta Divisio : Magnoliophyta Classis : Liliopsida Sub-classis : Commelinidae Ordo : Poales Familia : Poaceae Genus : Cymbopogon Species : Cymbopogon citratus (DC.) Stapf

  1. Nama Daerah Nama daerah dari tanaman sereh dapur adalah Sereh (Sunda), Sere

  (Jawa tengah), Sere (Madura), Serai (Ambon), Garamakusu (Ternate), Lauwariso (Seram), Bisa (Buru). Bubu (Halmahera), Baramakusu (Tidore), Sare (Makassar), Garamakusu (Manado), Sere (Bugis), Thrueue (Aceh), Sere (Gayo), Sangge-sangge (Batak), Sarae arun (Minangkabau), Sorae (Lampung), Sere (Melayu), See (Bali), Pataha (Bima), Kedaungwitu (Sumba) (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

  2. Morfologi Tanaman Habitus sereh dapur (Cymbopogon citratus) berupa tanaman tahunan (parennial) yang hidup secara meliar dan stolonifera (berbatang semu) yang membentuk rumpun tebal dan tinggi hingga mencapai 1-2 meter, serta mempunyai aroma yang kuat dan wangi. Sistem perakaran tanaman sereh memiliki akar yang besar. Morfologi akarnya merupakan

  4 jenis akar serabut yang berimpang pendek dan akarnya berwarna coklat muda (Sastrapradja, 1978).

  Batang tanaman sereh bergerombol dan berumbi, serta lunak dan berongga. Isi batangnya merupakan pelepah umbi untuk pucuk dan berwarna putih kekuningan atau kemerahan. Selain itu, batang tanaman sereh juga bersifat kaku dan mudah patah. Batang tanaman ini tumbuh tegak lurus di atas tanah atau condong, membentuk rumpun, pendek, dan bulat (silindris).

  Merupakan tanaman tahunan berbentuk rumput-rumputan, dengan tinggi 50-100 cm. Batangnya tidak berkayu, beruas-ruas pendek, dan berwarna putih. Daunnya tunggal, memanjang seperti pita, lanset, berwarna hijau, berpelepah, pangkal pelepah, memeluk batang, ujung runcing tepi rata, panjang 25-75 cm, lebar 5-15 cm dengan pertulangan sejajar. Bunga majemuk, berbentuk malai, karangan bunga berselundang, terletak dalam satu tangkai, berwarna putih. Bulir kecil benang sari berlepasan dan kepala putik muncul dari sisi. Buahnya berbentuk seperti padi, bulat panjang, pipih, berwarna putih kekuningan. Bijinya bulat panjang, berwarna cokelat. Akarnya serabut, berwarna putih kekuningan (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

  3. Kandungan Kimia Sereh mengandung minyak atsiri seperti geraniol, citronnelal, eugenol-metil eter, sitral, dipenten, eugenol, kadinen, kadinol dan limonen

  (Muhlisah, 1999). Beberapa peneliti juga berhasil mengisolasi dan mengidentifikasi zat dari daun, akar, dan batang sereh, terdapat alkaloid, saponin, asistosterol, terpen, alkohol, keton, flavonoid, asam cholorogenic, asam caffeic, asam p-coumaric dan gula (Negrelle, R.R.B dan Gomes,

  .

  E.C 2007).

B. Metabolit Sekunder Sebagai Agensia Fitoaleksin

  Metabolit sekunder didefenisikan sebagai senyawa non-nutrisi yang dihasilkan oleh suatu tanaman, yang dapat memberikan dampak pada pertumbuhan, kesehatan, maupun perilaku pada spesies organisme lainnya. Senyawa ini dalam tanaman itu sendiri tidak berfungsi dalam proses metabolisme, pada umumnya berlaku sebagai sarana untuk pertahanan dan perlindungan diri, serta terdapat dalam bentuk yang tidak mempengaruhi dirinya. Metabolit sekunder dihasilkan di berbagai organ atau jaringan yang bervariasi dalam jumlah dan jenisnya pada setiap spesies tanaman, yaitu di daun, bunga, buah, biji, batang, akar atau rhizoma, dan dilepas ke lingkungan berupa minyak yang mudah menguap, eksudat akar atau dekomposisi residu tanaman ( Nilasari, 1998).

  Pada umumnya senyawa-senyawa metabolit sekunder suatu tanaman mempunyai aktivitas biologis, sehingga sering disebut sebagai senyawa- senyawa bioaktif, artinya senyawa aktif penyebab efek racun atau efek yang bermanfaat yang ditunjukkan oleh ekstrak tanaman bila diuji dengan sistem biologi (Harborne, 1987). Berbagai senyawa bioaktif dari metabolit sekunder suatu tanaman yang bersifat toksik terhadap mikroba tertentu telah ditemukan sejak tahun 1960-an. Kelompok senyawa tersebut dinamakan sebagai fitoaleksin (Salisbury and Ross, 1992). Menurut Salisbury and Ross (1992), golongan senyawa terpenoid, fenol, dan alkaloid merupakan tiga golongan senyawa yang disintesis oleh tanaman sebagai agensia fitoaleksin yang cukup penting. Lebih lanjut dijelaskan bahwa sebagian besar fitoaleksin adalah fenilpropanoid fenol yang digunakan tanaman untuk mencegah penyakit (Salisbury and Rose, 1992; Harborne, 1987). Harborne (1987) juga menambahkan bahwa fitoaleksin dapat berupa: seskuiterpenoid (risitin dari

  Solanum tuberosum ), isoflavonoid (pipsatin dari Pisum sativum), asetilena

  (asam wieron dari Vicia faba) atau senyawa fenol (Orkinol dari Orchis militaris ).

C. Bakteri Streptococcus mutans

  Klasifikasi Streptococcus mutans adalah sebagai berikut: Divisio : Protophyta Classis : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Familia : Lactobacillaceae Genus : Streptococcus Species : Streptococcus mutans (Salle, 1961)

  Genus Streptococcus merupakan bakteri berbentuk seperti bola atau telur dengan diameter 0,5-2,0 µm, ketika tumbuh membentuk rantai menjadi dua bagian dalam medium cair, kadang memanjang di tengah seperti bentuk pisau. Genus Streptococcus bersifat non motil, tidak berspora, gram positif, katalase negatif, dan fakulatif anaerob. Genus Streptococcus membutuhkan media tumbuh yang kaya nutrisi dan mengandung 5% CO2. Metabolisme sel secara fermentasi dengan hasil utama laktat tapi bukan gas. Suhu pertumbuhan genus Streptococcus antara 25-45°C atau optimum pada suhu 37°C (Holt dkk, 1994).

  Streptococcus adalah mikroorganisme bulat, tersusun secara khas

  dalam rantai dan tersebar luas dalam alam. Beberapa diantaranya adalah anggota flora normal manusia, lainnya dihubungkan dengan penyakit-penyakit penting pada manusia yang bertalian sebagian dengan infeksi dengan

  

Streptococcus sebagian karena sensitisasi terhadapnya. Kuman ini untuk

  menghemolisis sel-sel darah merah sampai berbagai tingkat adalah salah satu dasar penting untuk klasifikasi. Kebanyakan Streptococcus bersifat fakulatif anaerob dan tumbuh dalam media padat sebagai koloni discoid, biasanya diameternya 1-2mm. Energi pada dasarnya diperoleh dari penggunaan gula. Pertumbuhan Streptococcus cenderung menjadi kurang subur pada pembenihan padat atau dalam kaldu kecuali diperkaya darah atau cairan jaringan (Jawetz dkk, 1995).

  Streptococcus mutans , Streptococcus salivaru, Streptococcus varidans,

Preptococcus salivarus paling banyak menghuni lapisan-lapisan organik yang amorf yang disebut partikel, terdiri atas glikoprotein yang diendapkan oleh saliva (ludah) dan terbentuk segera setelah penyikatan gigi. Terdapat kolerasi yang kuat antara adanya S. mutans dan karies pada tempat-tempat email. S. dapat merangsang pembentuk plak dan karies gigi. S. mutans

  mutans

  merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhan (Jawetz dkk, 1995).

  S. mutans yang mempunyai habitat utama di plak gigi merupakan

  kuman yang dominan penyebab karies gigi. S. mutans di dalam plak gigi akan memetabolisme gula atau karbohidrat menjadi asam, adanya hasil fermentasi bakteri ini merupakan awal untuk terjadinya demineralisasi email yang lebih lanjut menjadi karies (Pratiwi dkk, 2001).

D. Antibakteri

  Pertumbuhan mikroorganisme dapat dikendalikan melalui proses fisik dan kimia. Pengendalian dapat berupa pembasmian dan penghambatan populasi mikroorganisme. Menurut Pelczar dan Chan (1988), zat antimikrobial adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan dan metabolisme melalui mekanisme penghambatan pertumbuhan mikroorganisme atau bahkan membunuh mikroba. Apabila mikroorganisme yang dimaksud adalah bakteri, maka antimikroba lebih sering disebut dengan bahan antibakteri (Pelczar dan Chan, 1986).

  Pemakaian bahan antimikroba merupakan suatu usaha untuk mengendalikan mikroorganisme dengan tujuan mencegah penyakit dan infeksi, membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi, serta mencegah pembusukan dan kerusakan bahan oleh mikroorganisme. Menurut Pelczar dan Chan (1988), cara kerja zat antimikroba dalam melakukan efeknya terhadap mikroorganisme adalah sebagai berikut:

  1. Merusak dinding sel Struktur dinding sel dapat dirusak dengan cara menghambat pembentukannya atau dengan mengubahnya setelah selesai dibentuk. Pada konsentrasi rendah, bahan antimikroba yang ampuh akan menghambat pembentukan ikatan glikosida sehingga pembentukan dinding sel baru terganggu. Pada konsentrasi tinggi bahan akan menyebabkan ikatan glikosida menjadi terganggu dan pembentukan dinding sel terhenti. Dinding sel bakteri gram positif tersusun atas lapisan peptidoglikan relatif tebal, dikelilingi lapisan teichoic acid dan pada beberapa spesies memiliki lapisan polisakarida.

  2. Merubah protein dan asam nukleat Gangguan apapun yang terjadi pada pembentukan atau fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan total pada sel.

  3. Merubah permeabilitas sel

  4. Menghambat kerja enzim

  5. Menghambat sintesis DNA, RNA, dan protein E.

   Cara Pengukuran Daya Hambat Zat Antibakteri

  Ada 2 metode pengukuran daya hambat antibakteri yaitu:

  a. Metode dilusi Merupakan metode yang menggunakan berbagai variasi waktu kontak antara suspensi yang diuji dengan larutan obat pengujian dilakukan dengan mengencerkan secara seri larutan obat yang berkontak dengan bakteri selama waktu yang telah ditentukan, kemudian daya antimikroba ditentukan dengan cara membandingkan jumlah koloni bakteri yang tumbuh permilimeter dari larutan obat dan larutan kontrol.

  b. Metode difusi Pengujian dilakukan dengan cara menanam bakteri yang akan diuji dalam media plat agar, kemudian diatasnya diletakkan kertas saring yang berbentuk disk (cakram). Cara lainnya membuat lubang sumuran dalam media plat agar padat yang kemudian diisi dengan bahan antibakteri.

  Daerah yang dihambat kemudian diukur, sehingga diperoleh 2 zona yaitu:

  1. Zona radikal, yaitu daerah disekitar lubang sumuran yang sama sekali tidak ditemukan pertumbuhan bakteri.

2. Zona irradikal, yaitu suatu daerah di sekitar lubang sumuran yang pertumbuhan bakterinya dihambat tetapi tidak mati (Jawetz dkk, 1995).

F. Kromatografi Lapis Tipis

  Kromatografi lapis tipis digunakan pada pemisahan zat secara cepat, dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba rata pada lempeng kaca. Lempeng yang dilapis, dapat dianggap sebagai “kolom kromatografi terbuka” dan pemisahan didasarkan pada penyerapan, pembagiaan, atau gabungannya, tergantung dari jenis zat penyerap dan cara pembuatan lapisan zat penyerap dan jenis pelarut (Anonim, 1989).

  Pada penilaian visual kromatogram, hal yang dapat diamati adalah:

  1. Jarak pengembangan komponen larutan cuplikan dibandingkan dengan jarak pengembangan larutan pembanding.

  2. Fluoresensi/pemadaman fluoresensi (warna)

  3. Perbandingan dan luas bercak memberikan informasi angka banding kuantitatif (Stahl, 1985).

  Menurut Robinson (1995) jika tidak ada pigmen yang mengganggu, jaringan tumbuhan (misalnya daun bunga putih) dapat diuji mengenai adanya flavon dan flavonol dengan diuapi uap amonia. Warna kuning menunjukkan adanya senyawa ini. Kalkon dan auron berubah dari kunung menjadi merah pada uji ini. Jika ekstrak dalam air dibasakan, berbagai perubahan warna dapat terlihat, meskipun perubahan pada pigmen yang satu dapat menutupi perubahan pada pigmen lain:

  Tabel 1. Reaksi warna pada golongan senyawa flavonoid Senyawa Warna

  Antosianin lembayung-biru Flavon, Flavonol, xanton Kuning Flavonon tanpa warna, menjadi merah jingga

  (terutama jika dipanaskan) Kalkon dan auron segera lembayung merah Flavon coklat-jingga