UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) TERHADAP Streptococcus mutans

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) TERHADAP Streptococcus mutans SECARA In vitro SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Muhamad Muamar G.0008132

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2011

Skripsi dengan judul : Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.) terhadap Streptococcus mutans Secara In vitro

Muhamad Muamar, NIM : G.0008132, Tahun : 2011

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Kamis, Tanggal 22 September Tahun 2011

Pembimbing Utama

Nama : Hudiono, Drs., MS. NIP : 19580206 198601 1 001 ………………………

Pembimbing Pendamping

Nama : Leli Saptawati, dr., Sp.MK. NIP : 19761227 200501 2 001 .……………………...

Penguji Utama

Nama : Marwoto, dr., M.Sc., Sp.MK. NIP : 19590203 198601 1 004 ………………………

Anggota Penguji

Nama : Dr. Pradipto Subiyantoro, drg., Sp.BM. NIP : 19570629 198403 1 003 ………………………

Surakarta,

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., M.Kes. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM

NIP 19660702 199802 2 001

NIP 19510601 197903 1 002

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 22 September 2011

Muhamad Muamar NIM: G.0008132

Muhamad Muamar, G.0008132, 2011. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.) terhadap Streptococcus mutans secara In vitro. Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan Penelitian: Ekstrak daun pepaya memiliki kandungan senyawa latex yang di dalamnya terdapat enzim papain (complex mixture chemical), senyawa alkaloid karpain, polifenol, saponin, dan flavonoid. Senyawa-senyawa tersebut diduga memiliki efek antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak daun pepaya terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans secara In vitro.

Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan the post test only controlled group design . Subjek penelitian adalah ekstrak daun papaya (Carica papaya L.) dengan sampel penelitian adalah bakteri Streptococcus mutans yang diambil dari usap rongga mulut dan gigi pasien dengan caries dentis. Teknik sampling dengan non random incidental sampling sebanyak 20 sampel pada setiap kelompok perlakuan. Uji sensitivitas menggunakan metode difusi cakram dengan media Muller Hinton agar. Data dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis dilanjutkan uji Post Hoc (Mann-Whitney) dan juga menggunakan uji-t untuk membandingkan data sampel dengan kuman standar.

Hasil Penelitian: Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan adanya perbedaan daya hambat yang bermakna (p < 0,05) antara kontrol negatif (aquadest), ekstrak daun pepaya 50 %, 75 %, 100 % dan kontrol positif (disk penicillin). Namun, tidak dijumpai perbedaan daya hambat yang bermakna antara kontrol negatif (aquadest) dan ekstrak daun pepaya 25 %. Ekstrak daun pepaya 50 % telah memiliki daya hambat terhadap Streptococcus mutans dan peningkatan konsentrasi sebanding dengan peningkatan zona hambatan kuman. Hasil penelitian juga menunjukkan tidak adanya perbedaan daya hambat yang bermakna (p > 0,05) antara sampel penelitian dengan kuman Streptococcus mutans standar.

Simpulan Penelitian: Ekstrak daun pepaya terbukti memiliki aktifitas daya hambat terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans yang sudah tampak pada pemberian ekstrak daun pepaya konsentrasi 50 %. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun pepaya yang digunakan, maka semakin besar daya hambat antibakterinya. Bila dibandingkan dengan efek antibakteri penicillin, ekstrak daun pepaya dosis berapapun masih lebih rendah daya hambatnya dibandingkan dengan antibiotik penicillin terhadap Streptococcus mutans.

Kata kunci: ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.), antibakteri, Streptococcus mutans

Muhamad Muamar, G.0008132, 2011. The Antibacterial Activity Test of the Papaya Leaf Extract (Carica papaya L.) Toward Streptococcus mutans In vitro. Script, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.

Objectives: Papaya leaf extract contains compounds which are considered to have antibacterial effects, such as the latex compounds that contain papain enzyme (complex chemical mixtures) , carpain alkaloid compounds, polyphenols, saponins, and flavonoids. The aim of this study is to determine the antibacterial activity of papaya leaf extract toward the growth of Streptococcus mutans In vitro.

Methods: This experimental research used a laboratory setting with the post test only controlled group design. Subjects were papaya leaf extract (Carica papaya L. ) and the samples were Streptococcus mutans from teeth and oral cavity swabs of patients with dental caries. The non random incidental sampling was used as much as 20 samples in each treatment group. The sensitivity test was using disc- diffusion method with the Muller Hinton agar media. Data were analyzed by using the Kruskal-Wallis test followed by post hoc test (Mann-Whitney test) and also were analyzed by using t-test to compare samples and standard bacteria. .

Result: The results of the Kruskal-Wallis test showed significant differences in inhibitory activities (p < 0.05) between the negative controls (the distilled water), papaya leaf extracts 50 %, 75 %, 100 % and the positive controls (the penicillin disc). However, hadn’t found significant difference in inhibitory activities between the negative controls (distilled water) and papaya leaf extracts 25 %. Papaya leaf extracts 50 % had minimal inhibitory activities against Streptococcus mutans and an increase in concentration of this sample is proportional to the increase in germ barrier zone. The results didn’t show significant difference in inhibitory activities (p > 0.05) between the study sample with the standardized Streptococcus mutans .

Conclusions: The papaya leaf extract showed to have inhibitory activities against the growth of Streptococcus mutans which has been shown in papaya leaf extracts of a concentration of 50 %. The higher concentration of papaya leaf extracts used, the greater the antibacterial inhibitory activities. When compared to the antibacterial effect of penicillin, all doses of papaya leaf extracts against Streptococcus mutans are still lower compared to penicillin antibiotic. .

Keyword: papaya leaf extract (Carica papaya L.), antibacterial, Streptococcus mutans

Segala puji bagi Allah, tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi selain Allah, dengan rahmat dan pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.) terhadap Streptococcus mutans secara In vitro. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan orang-orang yang senantiasa mengikuti sunnahnya.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemui kendala dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan serta bantuan berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikannya. Untuk itu dengan setulus hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Tri Nugraha Susilawati, dr., M.Med., selaku Pembimbing I awal yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, saran dan arahan dalam penelitian ini.

4. Hudiono, Drs., MS., selaku Pembimbing I pengganti yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, saran dan arahan dalam penelitian ini.

5. Leli Saptawati, dr., Sp.MK, selaku Pembimbing II pengganti yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, saran dan arahan dalam penelitian ini.

6. Marwoto, dr., Sp.MK., M.Sc., selaku Penguji I yang telah berkenan menguji serta memberikan saran dan masukan dalam penelitian ini.

7. Dr. Pradipto Subiyantoro, drg., Sp.BM., selaku Penguji II yang telah berkenan menguji serta memberikan saran dan masukan dalam penelitian ini.

8. Seluruh Staf Bagian Skripsi dan Staf Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.

9. Ibu dan Ayah tercinta, Elli Iriana, S.Pd, serta Ir. Abil Huda; atas doa, saran, dan motivasi di setiap waktu pada penulis.

10. Penyemangat utama penulis yang tiada hentinya memberikan yang terbaik bagi penulis, MAP.

11. Teman-teman yang senantiasa membantu dalam skripsi ini: Ahmad, Ali, Yasjudan, Afandi, Alfin, Tenri, Deni, Iyas, Nafika, Rifki, Tri, Wegig, dan Syamsu.

12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang

berkepentingan khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Surakarta, 22 September 2011

Tabel 1. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat (mm) Pertumbuhan

Streptococcus mutans pada Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun Pepaya, Kontrol Positif, dan Kontrol Negatif.

Tabel 2. Perbandingan antara Rerata Zona Hambat pada 20 Sampel yang Diteliti

dengan Bakteri Streptococcus mutans Standar. Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Tabel 4. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Setelah Dilakukan Transformasi Data.

Tabel 5. Hasil Uji Kruskall-Wallis. Tabel 6. Hasil Uji Mann-Whitney. Tabel 7. Hasil Uji Shapiro-Wilk. Tabel 8. Hasil Uji-t Tidak Berpasangan.

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran. Gambar 2. Skema Prosedur Penelitian.

Gambar 3. Populasi Sampel Menurut Umur dan Jenis Kelamin. Gambar 4. Zona Hambat Rerata Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.)

terhadap Streptococcus mutans Sampel dan Standar.

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian dan Pengambilan Sampel Lampiran 2. Surat Ijin Peminjaman Alat Pemeriksaan Gilut Lampiran 3. Surat Ijin Pembuatan Ekstrak. Lampiran 4. Lembar Kerja Uji Ekstraksi Lampiran 5. Ethical Clearance. Lampiran 6. Informed consent Subjek Penelitian. Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian. Lampiran 8. Uji Statistik

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Streptococcus mutans adalah agen utama penyebab caries dentis dan dipercayai sebagai penyebab tersering terjadinya proses cariogenic (pembentukan caries dentis) dibandingkan jenis Streptococcus lain. Streptococcus mutans yang melekat pada permukaan gigi akan memetabolisme berbagai macam karbohidrat, sisa makanan, yang menempel di gigi. Dari hasil perombakan karbohidrat, bakteri ini memproduksi asam yang menyebabkan terjadinya caries dentis (Karyn, 2002).

Caries dentis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh adanya interaksi antara bakteri, plak, dan lapisan email gigi. Plak gigi terutama disebabkan oleh bakteri Streptococcus mutans dan Lactobacillus (Kidd dan Joyston, 1992).

Streptococcus mutans banyak menyerang penduduk di seluruh dunia. Berdasarkan penelitian di negara – negara maju terdapat 8 – 35 % penderita caries dentis yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus mutans (Karyn, 2002). Persentase penyakit caries dentis di Indonesia tergolong tinggi, 63 % orang Indonesia menderita caries dentis aktif, dengan prevalensi usia tertinggi pada kelompok usia 11-20 tahun (Probosari dan Pradopo, 2004).

Pengetahuan tentang agen penyebab caries dentis ini merupakan suatu hal yang penting dalam melakukan tindakan preventif terhadap penyakit ini. (Kidd dan Joyston, 1992). Pencegahan caries dentis disertai peningkatan kesehatan gigi telah lama menjadi tujuan utama dalam dunia kedokteran gigi sejak diketahui bahwa plak gigi merupakan faktor yang mendominasi penyebab rusaknya gigi oleh karena caries dentis (Da Silva dkk., 2004).

Pengendalian plak dapat dilakukan dengan cara pembersihan plak secara mekanis dan kimiawi. Secara mekanis, menyikat gigi membantu mengontrol plak dan merupakan langkah awal untuk mengontrol caries dentis Pengendalian plak dapat dilakukan dengan cara pembersihan plak secara mekanis dan kimiawi. Secara mekanis, menyikat gigi membantu mengontrol plak dan merupakan langkah awal untuk mengontrol caries dentis

Berbagai antibiotik telah banyak diteliti untuk menangani masalah caries dentis ini. Erythromycin, penicillin, methicillin, lincomycin, tetracycline, vancomycin, gentamicin, streptomycin, neomycin, kanamycin, bacitracin, dan polymyxin B merupakan jenis antibiotik yang telah banyak diujicobakan sebagai terapi antibakteri pada Streptococcus mutans. Banyak dilaporkan kasus resistensi Streptococcus mutans terhadap jenis antibiotik erythromycin (Cowan, 1999).

Dewasa ini mulai ada kecenderungan untuk menggantikan bahan- bahan kimia. Beberapa negara maju kini telah mulai menekuni gaya hidup untuk kembali ke alam (back to nature). Para peneliti di Indonesia pun giat menggalakkan program pemanfaatan tanaman obat asli Indonesia. Dengan demikian obat tradisional asli Indonesia dapat berperan aktif dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat (Mursito, 2000). Selain murah dan mudah didapat, obat tradisional yang berasal dari tumbuhan relatif tidak menimbulkan efek samping (Fauziah, 1997).

Penelitian terkini pada terapi antibakteri mulai dikembangkan untuk menemukan bahan-bahan baru dari alam yang memiliki potensi terhadap daya antibakteri. Hal ini didasarkan pada kenyataan telah banyaknya resistensi terhadap berbagai antibiotik.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Oladimeji dkk (2007), ekstrak daun pepaya memiliki aktivitas antibakteri secara In vitro terhadap bakteri Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Salmonella typhi, dan Klebsiella pneumoniae dengan metode difusi padat Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Oladimeji dkk (2007), ekstrak daun pepaya memiliki aktivitas antibakteri secara In vitro terhadap bakteri Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Salmonella typhi, dan Klebsiella pneumoniae dengan metode difusi padat

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Apakah ekstrak daun pepaya (Carica papaya L) memiliki aktivitas antibakteri terhadap Streptococcus mutans secara In vitro?

2. Berapa kadar ekstrak daun pepaya (Carica papaya L) yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap Streptococcus mutans secara In vitro?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan:

1. Mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) terhadap Streptococcus mutans secara In vitro.

2. Mengetahui kadar ekstrak daun pepaya (Carica papaya L) yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap Streptococcus mutans secara In vitro?

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah pengetahuan tentang khasiat obat bahan alam

b. Memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh aktivitas antibakteri ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) terhadap Streptococcus mutans secara In vitro.

Mengetahui daya antibakteri ekstrak daun pepaya (Carica papaya L. ) sebagai penelitian pendahuluan untuk dapat dikembangkan sebagai antibakteri terhadap Streptococcus mutans agen penyebab caries dentis dalam rangka peningkatan kesehatan masyarakat.

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Tanaman pepaya (Carica papaya L)

a. Sistematika

Tanaman pepaya dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom

Sub divisio : Angiospermae Class

: Carica papaya L. (Steenis, 2002)

b. Nama Lain

Pepaya disebut juga gedang (Sunda), kates (Jawa), peute, betik, ralempaya, punti kayu (Sumatra), pisang malaka, bandas, manjan (Kalimantan), kalujawa (Kalimantan) serta kapalaya kaliki dan uti jawa (Sulawesi). Selain nama daerah pepaya juga mempunyai nama asing yaitu : papaw tree, papaya, papayer, melonenbaum, fan mu gua (Muhlisah, 2001).

Tanaman pepaya merupakan tanaman semak berbentuk pohon dengan batang lurus, bulat silindris, di bagian atas bercabang atau terkadang tidak, sebelah dalam batang serupa spons dan berongga, di luar batang terdapat tanda bekas daun yang banyak, tinggi 2,5 - 10 meter.

Daun berjejal pada ujung batang dan ujung cabang, tangkai daun bulat telur, bertulang dan jemari, berdaun menjari, ujung runcing dan pangkal berbentuk jantung, garis tengah 25-75 cm, taju selalu berlekuk menyirip tidak beraturan.

Bunga hampir selalu berkelamin satu dan berumah dua, tetapi terkadang terdapat juga bunga berkelamin dua pada karangan bunga yang jantan. Bunga jantan pada tandan yang serupa malai dan bertangkai panjang, berkelopak sangat kecil, mahkota berbentuk terompet, putih kekuningan, dengan tepi yang bertaju 5 dan tabung yang panjang, langsing, taju terputar dalam kuncup, kepala sari bertangkai pendek dan dengan posisi duduk. Bunga betina kebanyakan berdiri sendiri, daun mahkota lepas atau hampir lepas, berwarna putih kekuningan, bakal buah beruang satu, kepala putik 5, posisi duduk.

Buah bulat telur memanjang atau lonjong, berdaging dan berisi cairan; biji banyak, dibungkus oleh selaput yang berisi cairan, di dalamnya berduri tempel (Steenis, 2002).

d. Kandungan kimia

Daun, akar, dan kulit batang Carica papaya L mengandung alkaloid, saponin, dan flavonoid. Di samping itu daun dan akar juga mengandung Daun, akar, dan kulit batang Carica papaya L mengandung alkaloid, saponin, dan flavonoid. Di samping itu daun dan akar juga mengandung

A, vitamin C (Rahardjo, 2006).

2. Tinjauan Umum Bakteri Streptococcus mutans

a. Klasifikasi

: Streptococcus mutans (Bergey, 1998).

b. Deskripsi

Streptococcus viridans meliputi S. mitis, S. mutans, S. salivarius, S. sanguis , dan lain-lain. Ciri khas organisme ini adalah sifat α-hemolitik, tetapi dapat juga nonhemolitik (Brooks, dkk., 2007)

Streptococcus mutans adalah bakteri gram positif. Bakteri ini tumbuh dalam suasana fakultatif anaerob yang sering ditemukan dalam rongga mulut manusia dan merupakan bakteri yang paling umum menyebabkan caries

2004; Loesche, 1996) Bakteri ini mensintesis polisakarida dekstran atau levans dari sukrosa dan berperan penting menyebabkan terjadinya caries dentis (Brooks, dkk., 2007). Pembentukan dekstran oleh bakteri ini hanya ketika ada sukrosa dan diperantarai oleh enzim dekstransukrase (Madigan dan Martinko, 2006). Morfologi dan sifat pembenihan Streptococcus mutans adalah kokus gram positif, terdapat berpasangan dan dalam rantai, tidak berkapsul, tidak berspora, tidak bergerak, fakultatif anaerob, dan ditemukan di plak gigi (Pelczar dan Chan, 1998)

Streptococcus

mutans menghasilkan

dua

enzim, yaitu glikosiltransferase dan fruktosiltransferase. Enzim-enzim ini bersifat spesifik untuk subtsrat sukrosa yang digunakan untuk sintesa glukan dan fruktan. Pada metabolisme karbohidrat, enzim glikosiltransferase menggunakan sukrosa untuk mensintesa molekul glukosa dengan berat molekul tinggi yang terdiri dari ikatan glukosa alfa (1-6) dan alfa (1-3). Ikatan glukosa alfa (1-3) bersifat sangat pekat seperti lumpur, lengket dan tidak larut dalam air. Kelarutan ikatan glukosa alfa (1-3) dalam air sangat berpengaruh terhadap pembentukan koloni Streptococcus mutans pada permukaan gigi. Ikatan glukosa alfa (1-3) berfungsi pada perlekatan dan peningkatan koloni bakteri ini dalam kaitannya dengan pembentukan plak dan terjadinya caries dentis (Roeslan dan Melanie, 1998).

CO 2 , dan 18 - 21% O 2 ); bakteri fakultatif anaerob dapat tumbuh sama baik pada kondisi ada atau tidak ada O 2 (10 - 15 %). Bakteri mikroaerofilik tidak dapat tumbuh sama sekali atau tumbuh dengan buruk pada kadar ruangan, tetapi, dapat tumbuh pada kadar O 2 di bawah 10 %. Sedangkan bakteri anaerob dibagi menjadi dua, strict anaerob dapat tumbuh pada kadar kurang dari 0,5 % O 2 , dan moderate anaerob pada kadar 2 - 8 % O 2 . (Brooks, dkk., 2007) Dalam keadaan fakultatif anaerob, bakteri ini memerlukan O 2 dengan kadar 10 - 15% , juga memerlukan CO 2 dan amonia sebagai sumber nitrogen agar dapat bertahan hidup dalam lapisan plak yang tebal (Ryan, 2004). Pertumbuhan sebagian besar Streptococcus hemolitik paling baik pada suhu 37°C (Brooks, dkk., 2007)

3. Caries Dentis

Caries dentis sudah dikenal sejak 5000 tahun SM dikenal sebagai penyakit pada gigi yang disebabkan oleh ulat yang menghisap darah pada gigi dan akhirnya membuat lubang gigi (Situmorang, 2005). Pada zaman sekarang setelah banyak dilakukan penelitian maka diketahui bahwa caries dentis adalah kerusakan jaringan keras gigi yang disebabkan oleh asam yang ada dalam karbohidrat melalui perantara mikroorganisme yang ada dalam saliva. Caries tersebut disebabkan oleh 4 komponen yang saling berinteraksi yaitu komponen gigi dan air ludah, mikroorganisme yang mampu menghasilkan asam melalui peragian, makanan, dan waktu (Julianti, dkk., 2008). Mekanisme Caries dentis sudah dikenal sejak 5000 tahun SM dikenal sebagai penyakit pada gigi yang disebabkan oleh ulat yang menghisap darah pada gigi dan akhirnya membuat lubang gigi (Situmorang, 2005). Pada zaman sekarang setelah banyak dilakukan penelitian maka diketahui bahwa caries dentis adalah kerusakan jaringan keras gigi yang disebabkan oleh asam yang ada dalam karbohidrat melalui perantara mikroorganisme yang ada dalam saliva. Caries tersebut disebabkan oleh 4 komponen yang saling berinteraksi yaitu komponen gigi dan air ludah, mikroorganisme yang mampu menghasilkan asam melalui peragian, makanan, dan waktu (Julianti, dkk., 2008). Mekanisme

Caries dentis bersifat kronis dan dalam perkembangannya membutuhkan waktu lama sehingga sebagian besar penderita mempunyai potensi mengalami gangguan seumur hidup (Situmorang, 2005). Prevalensi penyakit gigi dan mulut di Indonesia cukup tinggi, sekitar 63% orang Indonesia menderita caries dentis aktif sehingga perlu adanya perhatian serius untuk menanganinya (Probosari dan Pradopo, 2004).

4. Antibakteri

a. Definisi

Antibakteri adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membasmi bakteri, khususnya bakteri yang bersifat merugikan manusia (Jawetz dkk., 2005). Kadar minimal yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri atau membunuh masing-masing dikenal sebagai Kadar Hambat Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM). Antibakteri tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM (Gan dkk., 1997).

Antibiotika berasal dari bahasa latin yang terdiri dari “anti = lawan”, “bios = hidup”. Maksudnya adalah zat-zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi dan bakteri, yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain, sedang toksisitasnya terhadap manusia relatif

mikroorganisme yang menginvasi host tanpa merusak sel host) dan toksisitas relatif (perlu kontrol konsentrasi obat secara hati-hati sehingga dapat ditolerir tubuh). Aktivitas antibiotik umumnya dinyatakan dalam satuan berat (mg) kecuali yang belum sempurna permurniannya dan terdiri dari campuran beberapa macam zat, atau karena belum diketahui struktur kimianya, aktivitasnya dinyatakan dalam satuan internasional = Internasional Unit (IU). Dasar pertimbangan (ideal) pemberian antibiotik adalah Identifikasi & sensitivitas organisme, tempat infeksi, status pasien (umur, BB, keadaan patologis, kehamilan & laktasi), keamanan antibiotik, biaya. Dalam pemberian antibiotika harus diperhatikan :

1) Dosis : kadar obat di tempat infeksi harus melampaui MIC kuman. Untuk mencapai kadar puncak obat dalam darah, kalau perlu dengan loading dose (ganda) dan dimulai dengan injeksi kemudian diteruskan obat oral.

2) Frekuensi pemberian : tergantung waktu paruh (t½) obat. Bila t½ pendek, maka frekuensi pemberiannya sering.

3) Lama terapi : harus cukup panjang untuk menjamin semua kuman telah mati & menghindari kekambuhan. Lazimnya terapi diteruskan 2-3 hari setelah gejala penyakit lenyap.

Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas antibakteri In vitro:

a) pH Lingkungan

b) Komponen-komponen perbenihan

c) Stabilitas obat c) Stabilitas obat

f) Aktivitas metabolik mikroorganisme (Jawetz dkk., 2005).

b. Klasifikasi Antibiotik

Antibiotika dapat digolongkan berdasarkan aktivitas daya hambat, cara kerja, spektrum maupun struktur kimianya.

1) Berdasarkan daya hambatnya Bakteriostatika :

a) Menahan pertumbuhan & replikasi bakteri pada kadar serum yang

dapat dicapai tubuh pasien.

b) Membatasi penyebaran infeksi saat sistem imun tubuh bekerja

memobilisasi & mengeliminasi bakteri patogen.

c) Misalnya : Sulfonamid, Kloramfenikol, Tetrasiklin, Makrolid,

Linkomisin.

Bakterisid :

a) Membunuh bakteri serta jumlah total organisme yang dapat hidup &

diturunkan.

b) Pembagian :

1) Bekerja pada fase tumbuh kuman, misalnya : Penisilin,

Sefalosporin, Kuinolon, Rifampisin, Polipeptida

2) Bekerja pada fase istirahat, misalnya : Aminoglikosid, INH,

Kotrimoksazol, Polipeptida (Katzung dkk., 2005).

Berdasarkan cara kerjanya kerja antibiotik dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :

a) Antibiotik menghambat sintesis dinding sel mikroba

Dinding sel bakteri menentukan bentuk karakteristik dan berfungsi melindungi bagian dalam sel terhadap perubahan tekanan osmotik dan kondisi lingkungan lainnya. Di dalam sel terdapat sitoplasma dengan membran sitoplasma yang merupakan tempat berlangsungnya proses biokimia sel (Katzung dkk., 2005).

Dinding sel bakteri terdiri dari beberapa lapisan. Pada bakteri gram positif struktur dinding selnya relatif sederhana dan gram negatif relatif lebih komplek. Dinding sel bakteri gram positif tersusun atas lapisan peptidoglikan relatif tebal, dikelilingi lapisan teichoic acid dan pada beberapa species mempunyai lapisan polisakarida. Dinding sel bakteri gram negatif mempunyai lapisan peptidoglikan relatif tipis, dikelilingi lapisan lipoprotein, lipopolisakarida, fosfolipid dan beberapa protein. Peptidoglikan pada kedua jenis bakteri merupakan komponen yang menentukan rigiditas pada gram positif dan berperanan pada integritas gram negatif. Oleh karena itu gangguan pada sintesis komponen ini dapat menyebabkan sel lisis dan dapat menyebabkan kematian sel (Katzung dkk., 2005).

Antibiotik yang menyebabkan gangguan sintesis lapisan ini aktivitasnya akan lebih nyata pada bakteri gram positif. Aktivitas

pertumbuhan sel dan aktivitasnya dapat ditiadakan dengan menaikkan tekanan osmotik media untuk mencegah pecahnya sel. Bakteri tertentu seperti mikobakteria dan halobakteria mempunyai peptidoglikan relatif sedikit, sehingga kurang terpengaruh oleh antibiotik grup ini. Sel selama mensintesis peptidoglikan memerlukan enzim hidrolase dan sintetase. Untuk menjaga sintesis supaya normal, kegiatan kedua enzim ini harus seimbang satu sama lain. Biosintesis peptidoglikan berlangsung dalam beberapa stadium dan antibiotik pengganggu sintesis peptidoglikan aktif pada stadium yang berlainan. Sikloserin terutama menghambat enzim racemase dan sintetase yang berperan dalam pembentukan dipeptida. Vankomisin bekerja pada stadium kedua diikuti oleh basitrasin, ristosetin dan diakhiri oleh penisilin dan sefalosporin yaitu menghambat transpeptidase (Katzung dkk., 2005).

Perbedaan antara sel mamalia dan bakteri yaitu dinding sel luar bakteri tebal dengan membran sel menentukan bentuk sel dan memberi ketahanan terhadap tekanan osmotik. Karena struktur dinding sel mamalia tidak sama dengan dinding sel bakteri, maka antibiotik yang mempunyai aktivitas mengganggu sintesis inding sel mempunyai toksisitas selektif sangat tinggi. Oleh karena itu antibiotik tipe ini merupakan antibiotik yang sangat berharga (Katzung dkk., 2005).

Yang termasuk ke dalam antibotik golongan ini adalah Beta- laktam, Penicillin, Polypeptida, Cephalosporin, Ampicillin, Oxasilin.

pada enzim DD-transpeptidase yang memperantarai dinding peptidoglikan bakteri, sehingga dengan demikian akan melemahkan dinding sel bakteri Hal ini mengakibatkan sitolisis karena ketidakseimbangan tekanan osmotis, serta pengaktifan hidrolase dan autolysins yang mencerna dinding peptidoglikan yang sudah terbentuk sebelumnya. Namun Beta-laktam (dan Penicillin) hanya efektif terhadap bakteri gram positif, sebab keberadaan membran terluar (outer membran) yang terdapat pada bakteri gram negatif membuatnya tak mampu menembus dinding peptidoglikan.

(2) Penicillin meliputi natural Penicillin, Penicillin G dan Penicillin V, merupakan antibiotik bakterisidal yang menghambat sintesis dinding sel dan digunakan untuk penyakit-penyakit seperti sifilis, listeria, atau alergi bakteri gram positif/Staphilococcus/Streptococcus. Namun karena Penicillin merupakan jenis antibiotik pertama sehingga paling lama digunakan telah membawa dampak resistansi bakteri terhadap antibiotik ini. Namun demikian Penicillin tetap digunakan selain karena harganya yang murah juga produksinya yang mudah.

(3) Polypeptida meliputi Bacitracin, Polymixin B dan Vancomycin. Ketiganya bersifat bakterisidal. Bacitracin dan Vancomycin sama- sama menghambat sintesis dinding sel. Bacitracin digunakan untuk bakteri gram positif, sedangkan Vancomycin digunakan untuk bakteri

untuk bakteri gram negatif. (4) Cephalosporin (masih segolongan dengan Beta-laktam) memiliki mekanisme kerja yang hampir sama yaitu dengan menghambat sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri. Normalnya sintesis dinding sel ini diperantarai oleh PBP Penicillin Binding Protein (PBP) yang akan berikatan dengan D-alanin-D-alanin, terutama untuk membentuk jembatan peptidoglikan. Namun keberadaan antibiotik akan membuat PBP berikatan dengannya sehingga sintesis dinding peptidoglikan menjadi terhambat.

(5) Ampicillin memiliki mekanisme yang sama dalam penghancuran dinding peptidoglikan, hanya saja Ampicillin mampu berpenetrasi kepada bakteri gram positif dan gram negatif. Hal ini disebabkan keberadaan gugus amino pada Ampicillin, sehingga membuatnya mampu menembus membran terluar (outer membran) pada bakteri gram negatif.

(6) Penicillin jenis lain, seperti Methicillin dan Oxacillin, merupakan antibiotik bakterisidal yang digunakan untuk menghambat sintesis dinding sel bakteri. Penggunaan Methicillin dan Oxacillin biasanya untuk bakteri gram positif yang telah membentuk kekebalan (resistansi) terhadap antibiotik dari golongan Beta-laktam (Katzung dkk., 2005).

sasaran yang lebih luas, yaitu Carbapenems, Imipenem, Meropenem. Ketiganya bersifat bakterisidal.

b) Antibiotik mengganggu membran sel mikroba.

Di bawah dinding sel bakteri adalah lapisan membran sel lipoprotein yang dapat disamakan dengan membran sel pada manusia. Membran ini mempunyai sifat permeabilitas selektif dan berfungsi mengontrol keluar masuknya substansi dari dan ke dalam sel, serta memelihara tekanan osmotik internal dan ekskresi waste products. Selain itu membran sel juga berkaitan dengan replikasi DNA dan sintesis dinding sel. Oleh karena itu substansi yang mengganggu fungsinya akan sangat lethal terhadap sel (Katzung dkk., 2005).

Beberapa antibiotik yang dikenal mempunyai mekanisme kerja mengganggu membran sel yaitu antibiotik peptida (polimiksin, gramisidin, sirkulin, tirosidin, valinomisin ) dan antibiotik polyene (amphoterisin, nistatin, filipin). Membran sel merupakan lapisan molekul lipoprotein yang dihubungkan dengan ion Mg. Sehingga agen chelating yang berkompetisi dengan Mg selama pembentukan membran, dapat meningkatkan permeabilitas sel atau menyebabkan sel lisis. Beberapa antibiotik bersatu dengan membran dan berfungsi sebagai iondphores.yaitu senyawa yang memberi jalan masuknya ion abnormal. Proses ini dapat mengganggu biokimia sel, misalnya gramicidin.

pada fosfolipid membran sel. Sehingga polimiksin lebih aktif terhadap bakteri gram negatif daripada gram positif yang mempunyai jumlah fosfor lebih rendah. Antibiotik polyene hanya bekerja pada fungi tetapi tidak aktif pada bakteri. Dasar selektivitas ini, karena antibiotik bekerja berikatan dengan sterol yang ada pada membran fungi dan organisme yang lebih tinggi lainnya. Secara In vitro polyene dapat menyebabkan hemolisis, karena diduga membran sel darah merah mengandung sterol sebagai tempat aktivitas antibiotik polyene. Amfoterisin B juga dapat digunakan untuk infeksi sistemik tetapi sering disertai efek samping anemia hemolitik. Kerusakan membran sel dapat menyebabkan kebocoran sehingga komponen-komponen penting di dalam sel seperti protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-lain dapat mengalir keluar. Diduga struktur membran ini ada pada mamalia, oleh karena itu antibiotik ini mempunyai toksisitas selektif relatif kecil dibanding antibiotik yang bekerja pada dinding sel bakteri, sehingga dalam penggunaan sistemik antibiotik ini relatif toksik; untuk mengurangi toksisitasnya dapat digunakan secara topikal (Katzung dkk., 2005).

c) Antibiotik menghambat sintesis protein mikroba

Penghambatan sintesis protein dapat berlangsung di dalam ribosom. Berdasarkan koefisien sedimentasinya, ribosom dikelompokkan dalam 3 grup.

60s dan 40s. (2) Ribosom 70s, didapatkan pada sel prokariot dan eukariot. Partikel ini terdiri dari subunit 50s dan 30s. (3) Ribosom 55s, hanya terdapat pada mitokondria mamalia dan menyerupai ribosom bakteri baik fungsi maupun kepekaannya terhadap antibiotik. Untuk memelihara kelangsungan hidupnya, sel mikroba perlu mensintesis protein yang berlangsung di dalam ribosom bekerja sama dengan mRNA dan tRNA; gangguan sintesis protein akan berakibat sangat fatal dan antimikroba dengan mekanisme kerja seperti ini mempunyai daya antibakteri sangat kuat (Katzung dkk., 2005).

Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Macrolide, Aminoglycoside,

Tetracycline,

Chloramphenicol, Kanamycin, Oxytetracycline . (1) Macrolide, meliputi Erythromycin dan Azithromycin, menghambat

pertumbuhan bakteri dengan cara berikatan pada subunit 50S ribosom, sehingga dengan demikian akan menghambat translokasi peptidil tRNA yang diperlukan untuk sintesis protein. Peristiwa ini bersifat bakteriostatis, namun dalam konsentrasi tinggi hal ini dapat bersifat bakteriosidal. Macrolide biasanya menumpuk pada leukosit dan akan dihantarkan ke tempat terjadinya infeksi. Macrolide biasanya digunakan untuk Diphteria, Legionella mycoplasma, dan Haemophilus.

merupakan antibiotik bakterisidal yang berikatan dengan subunit 30s/50s sehingga menghambat sintesis protein. Namun antibiotik jenis ini hanya berpengaruh terhadap bakteri gram negatif.

(3) Tetracycline merupakan antibiotik bakteriostatis yang berikatan dengan subunit ribosomal 16S-30S dan mencegah pengikatan aminoasil-tRNA dari situs A pada ribosom, sehingga dengan demikian akan menghambat translasi protein. Namun antibiotik jenis ini memiliki efek samping yaitu menyebabkan gigi menjadi berwarna dan dampaknya terhadap ginjal dan hati.

(4) Chloramphenicol merupakan antibiotik bakteriostatis yang menghambat sintesis protein dan biasanya digunakan pada penyakit akibat kuman Salmonella . (Katzung dkk., 2005)

d) Antibiotik menghambat sintesis asam nukleat mikroba

Asam nukleat merupakan bagian yang sangat vital bagi perkembangbiakan sel. Untuk pertumbuhannya, kebanyakan sel tergantung pada sintesis DNA, sedang RNA diperlukan untuk transkripsi dan menentukan informasi sintesis protein dan enzim. Ada beberapa jenis RNA yaitu t-RNA, r-RNA, m-RNA, masing-masing mempunyai peranan pada sintesis protein. Begitu pentingnya asam nukleat bagi sel, maka gangguan sintesis DNA atau RNA dapat memblokir pertumbuhan sel. Namun antimikroba yang mempunyai mekanisme kegiatan seperti ini pada

Antimikroba ini umumnya bersifat sitotoksik terhadap sel mamalia. Sehingga penggunaan antimikroba jenis ini harus hati-hati dan selektif yaitu yang sifat sitotoksiknya masih dapat diterima. Seperti asam nalidiksat dan rifampisin, karena aktivitasnya sangat kuat dalam menghambat pertumbuhan, maka antimikroba dengan mekanisme seperti ini sering digunakan sebagai anti-tumor. (Katzung dkk., 2005)

Antimikroba yang mempengaruhi sintesis asam nukleat dan protein mempunyai mekanisme kegiatan pada tempat yang berbeda, antara lain: (1) Antimikroba mempengaruhi replikasi DNA, seperti bleomisin,

phleomisin, mitomisin, edeine, porfiromisin . (2) Antimikroba mempengaruhi transkripsi, seperti aktinomisin,

kromomisin, ekonomisin, rifamisin, korisepin, streptolidigin . (3) Antimikroba mempengaruhi pembentukan aminoacyl-tRNA, seperti borrelidin . (4) Antimikroba mempengaruhi translasi, antara lain kloraphenikol, streptomisin, neomisin, kanamisin, karbomisin, crytromisin, linkomisin, fluidic acid, tetrasiklin.

Antimikroba yang mempengaruhi sintesis protein dan asam nukleat, mayoritas aktif pada bagian translasi dan di antaranya banyak yang berguna dalam terapi. Karena mekanisme translasi antara sel bakteri dan sel eukariot berbeda, maka mungkin antimikroba akan memperlihatkan toksisitas selektif (Katzung dkk., 2005).

Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Sulfa atau Sulfonamide, Trimetophrim, Azaserine. (1) Pada bakteri, Sulfonamide bekerja dengan bertindak sebagai inhibitor

kompetitif terhadap enzim dihidropteroate sintetase (DHPS). Dengan dihambatnya enzim DHPS ini menyebabkan tidak terbentuknya asam tetrahidrofolat bagi bakteri. Tetrahidrofolat merupakan bentuk aktif asam folat, di mana fungsinya adalah untuk berbagai peran biologis di antaranya dalam produksi dan pemeliharaan sel serta sintesis DNA dan protein. Biasanya Sulfonamide digunakan untuk penyakit Neiserria meningitis.

(2) Trimetophrim juga menghambat pembentukan DNA dan protein melalui penghambatan metabolisme, hanya mekanismenya berbeda dari Sulfonamide. Trimetophrim akan menghambat enzim dihidrofolate reduktase yang seyogyanya dibutuhkan untuk mengubah dihidrofolat (DHF) menjadi tetrahidrofolat (THF).

(3) Azaserine (O-diazo-asetyl-I-serine) merupakan antibiotik yang dikenal sebagai purin-antagonis dan analog-glutamin. Azaserin mengganggu jalannya metabolisme bakteri dengan cara berikatan dengan situs yang berhubungan sintesis glutamin, sehingga mengganggu pembentukan glutamin yang merupakan salah satu asam amino dalam protein (Katzung dkk., 2005).

Daya antibakteri ekstrak daun pepaya disebabkan oleh adanya kandungan senyawa latex yang di dalamnya terdapat enzim papain (complex mixture chemical ), senyawa alkaloid karpain, polifenol, saponin, dan flavonoid (Hutapea, 2000).

Enzim papain dapat mendenaturasi protein sel dengan mekanisme memproduksi senyawa

koagulan yang

mampu mengimobilisasi mikroorganisme sehingga sel fagosit dapat menghancurkan bakteri. Senyawa alkaloid karpain mampu mengganggu sintesis DNA bakteri. Polifenol mampu mendenaturasi protein dan merusak membran sel. Mekanisme kerjanya dengan memproduksi enzim inhibisi dari senyawa yang dioksidasi, kemungkinan melalui reaksi sulfihidril atau interaksi nonspesifik dengan protein sel. Proses ini mengakibatkan struktur tiga dimensi protein berubah dan berubah dan terbuka menjadi struktur acak tanpa adanya kerusakan pada stuktur kerangka kovalen , sehingga protein terdenaturasi. Deret asam amino tersebut tetap utuh setelah denaturasi, namun aktivitas biologisnya menjadi rusak sehingga protein tidak dapat melakukan fungsinya (Cowan, 1999)

Senyawa flavonoid memiliki efek antibakteri dengan mekanisme ikatan dengan complex protein dan dinding sel sehingga mampu mendenaturasi protein dan dinding sel bakteri. Sedangkan senyawa saponin yang merupakan jenis terpenoid belum diketahui mekanisme pastinya dalam menghambat pertumbuhan bakteri, tetapi diperkirakan karena mekanisme perusakan membran sel oleh sifatnya yang lipofilik (Cowan, 1999)

6. Uji Aktivitas Antibakteri

Penentuan kepekaan bakteri patogen terhadap antimikroba dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode pokok yakni dilusi atau difusi. Penting dalam menggunakan metode standar untuk mengendalikan semua faktor yang mempengaruhi aktivitas antibakteri (Jawetz dkk., 2005).

a. Metode Dilusi

Metode ini menggunakan antibakteri dengan kadar yang menurun secara bertahap, baik dengan media cair atau padat. Kemudian media diinokulasi bakteri uji dan dieramkan. Tahap akhir metode ini, antibakteri dilarutkan dalam kadar yang menghambat atau mematikan. Uji kepekaan cara dilusi cukup memakan waktu dan penggunaannya dibatasi pada keadaan tertentu saja. Uji kepekaan cara dilusi cair dengan menggunakan tabung reaksi, tidak praktis dan jarang dipakai. Namun, kini ada cara yang lebih sederhana dan banyak dipakai, yakni menggunakan microdilution plate (Jawetz dkk., 2005).

b. Metode Difusi

Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar. Cakram kertas saring berisi sejumlah obat atau senyawa tertentu ditempatkan pada medium padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya. Setelah diinkubasi, diameter zona hambat sekitar cakram untuk dipergunakan mengukur kekuatan hambatan obat terhadap organisme uji. Metode ini dipengaruhi beberapa faktor fisik dan kimia, selain faktor antara obat dan organisme (misalnya sifat medium dan kemampuan difusi, ukuran Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar. Cakram kertas saring berisi sejumlah obat atau senyawa tertentu ditempatkan pada medium padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya. Setelah diinkubasi, diameter zona hambat sekitar cakram untuk dipergunakan mengukur kekuatan hambatan obat terhadap organisme uji. Metode ini dipengaruhi beberapa faktor fisik dan kimia, selain faktor antara obat dan organisme (misalnya sifat medium dan kemampuan difusi, ukuran

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ukuran zona penghambatan dan harus dikontrol adalah :

1) Konsentrasi bakteri pada permukaan medium. Semakin tinggi konsentrasi mikroba maka zona penghambatan akan semakin kecil.

2) Kedalaman medium pada cawan petri. Semakin tebal medium pada cawan petri maka zona penghambatan akan semakin kecil.

3) Nilai pH dari medium. Beberapa antibiotika bekerja dengan baik pada kondisi asam dan beberapa basa kondisi alkali/ basa.

4) Kondisi aerob/ anaerob. Beberapa antibakterial kerja terbaiknya pada kondisi anaerob dan yang lainnya pada kondisi aerob (Cowan, 1999)

7. Metode Penyarian

Ekstrak adalah sediaan yang dapat berupa kering, kental, dan cair, dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, di luar pengaruh cahaya matahari secara langsung. Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Cowan, 1999). Ada beberapa metode ekstraksi untuk penyarian di antaranya adalah maserasi, perkolasi, sokletasi, dan infundasi. Penyarian di samping memperhatikan sifat fisik simplisia dan sifat zat aktifnya, juga harus memperhatikan zat-zat yang terdapat dalam simplisia seperti protein, Ekstrak adalah sediaan yang dapat berupa kering, kental, dan cair, dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, di luar pengaruh cahaya matahari secara langsung. Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Cowan, 1999). Ada beberapa metode ekstraksi untuk penyarian di antaranya adalah maserasi, perkolasi, sokletasi, dan infundasi. Penyarian di samping memperhatikan sifat fisik simplisia dan sifat zat aktifnya, juga harus memperhatikan zat-zat yang terdapat dalam simplisia seperti protein,

a. Tujuan Ekstraksi

Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan masa komponen zat padat ke dalam pelarut di mana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antarmuka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut.

Secara umum, terdapat empat situasi dalam menentukan tujuan ekstraksi:

1) Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari organisme. Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dibuat modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses atau menyesuaikan dengan kebutuhan pemakai.

2) Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu, misalnya alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia sebetulnya dari senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui. Dalam situasi seperti ini, metode umum yang dapat digunakan untuk senyawa kimia yang diminati dapat diperoleh dari pustaka. Hal ini diikuti dengan uji kimia atau kromatografik yang sesuai untuk kelompok senyawa kimia tertentu

3) Organisme (tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan tradisional, dan biasanya dibuat dengan cara, misalnya Tradisional Chinese Medicine (TCM) seringkali membutuhkan herbal yang dididihkan dalam air dan dicampur dalam air untuk diberikan sebagai obat. Proses ini 3) Organisme (tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan tradisional, dan biasanya dibuat dengan cara, misalnya Tradisional Chinese Medicine (TCM) seringkali membutuhkan herbal yang dididihkan dalam air dan dicampur dalam air untuk diberikan sebagai obat. Proses ini

4) Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan cara apapun. Situasi ini (utamanya dalam program skrining) dapat timbul jika tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara acak atau didasarkan pada penggunaan tradisional untuk mengetahui adanya senyawa dengan aktivitas biologi khusus.

Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel.

b. Prinsip ekstraksi Maserasi

Ekstraksi maserasi adalah penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.

setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.

Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor. Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap, dan tidak mudah terbakar, selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki, tidak mempengaruhi zat berkhasiat dan diperbolehkan oleh peraturan (Cowan, 1999).

Ekstrak Daun Pepaya

Variable luar tak

terkendali

1. Asal tanaman 2. Umur 3. Musim

Daya Antibakteri

Variable luar terkendali

1. Suhu 2. Kelembaban 3. pH 4. Aerogenesis

Hambatan pertumbuhan Streptococcus mutans

C. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah: Ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) memiliki daya hambat terhadap