BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka - RANCANG BANGUN SISTEM INKUBATOR PENETAS TELUR AYAM MELALUI PENGATURAN SUHU DAN KELEMBABAN DENGAN KENDALI PID - repository perpustakaan

BAB II DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

  Sistem pengaturan suhu memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan ini. Sebagai contoh dalam dunia peternakan, khususnya peternakan unggas diperlukan pengaturan suhu yang tepat dan stabil untuk proses inkubasi telur tetas. Disamping itu kondisi kelembaban juga harus diperhatikan, dalam proses penetasan telur, kelembaban ruangan memegang peranan yang sangat penting, maka dari itu pengontrolan kelembaban udara harus dilakukan secara teliti. Hal ini diperlukan untuk menjaga hilangnya kandungan air dari dalam telur secara berlebihan. Oleh karena itu diperlukan suatu alat yang bisa mengatur suhu dan kelembaban pada inkubator penetas telur. Sensor suhu dan kelembaban DHT11 membaca suhu dan kelembaban pada inkubator kemudian diubah dalam bentuk sinyal digital yang menjadi masukan bagi mikrokontroler untuk mengatur

  heater dan kipas ventilasi, agar bekerja sesuai dengan kondisi yang diharapkan.

  Selain faktor suhu dan kelembaban, proses pemerataan panas telur juga tidak bisa diabaikan. Karena inkubator berfungsi untuk menggantikan proses pengeraman yang dilakukan oleh indukan. Dalam proses penetasan telur dibutuhkan kondisi panas yang merata ke seluruh permukaan telur. Untuk mengoptimalkan pemerataan suhu maka diperlukan proses pemutaran telur.

  Penelitian tentang pembuatan inkubator otomatis yang dibuat oleh Gunawan Prangbakti (2011) dalam Tugas Akhir yang berjudul “Rancang bangun

  6 mesin penetas telur otomatis berbasis mikrokontroler ”. Dalam Tugas Akhir tersebut hanya digunakan sistem kontrol on

  • – off dengan rentang suhu antara

  37 ℃ sampai dengan 39℃. Dalam Tugas Akhir kali ini dikembangkan lagi dengan menggunakan sistem kontrol yang lebih stabil yaitu dengan menggunakan kontrol

  PID disamping itu juga diterapkanya setpoint sehingga suhu yang diharapkan bisa ditentukan.

  Dalam Tugas Akhir yang disusun Basuki Aji (2015) menyimpulkan bahwa algoritma kontrol PID terbukti bisa menghasilkan respon kontrol yang lebih stabil jika dibandingkan dengan kontrol On/Off karena mampu menjaga suhu sesuai dengan referensinya.

  Penelitian lainnya dilakukan oleh Murie Dwiyaniti (2013) menyimpulkan bahwa tuning parameter PID dengan menggunakan metode Ciancone sangat mudah, sederhana, dan telah berhasil mengendalikan suhu pada plant heat

  exchanger . Kesimpulan tersebut diperoleh dari Tugas Akhirnya yang meneliti

  tentang “Tuning Parameter PID dengan Metode Ciancone pada Plant Heat Exchanger ”.

  Tulisan tersebut dijadikan acuan dalam konsep pembuatan Tugas Akhir ini, akan tetapi banyak perbedaan dari segi perancangan sistem, perangkat keras, perangkat lunak dan teknik pemrograman mikrokontroler. Selain itu juga dilakukan proses tunning PID dengan metode trial and error dan juga Integral of

  Absolute Error untuk menentukan nilai konstanta PID agar kinerja kontrol bisa

  maksimal. Perancangan sistem inkubator penetas telur pada Tugas Akhir ini didesain fleksibel dalam pengaturan parameter suhu dan kelembaban, range o o

  pengaturan suhu bisa disetting 30 C sampai dengan 40

  C. Sedangkan range pengaturan kelembaban bisa disetting 40% sampai dengan 70%, menggunakan

  interface LCD dan potensiometer untuk mempermudah mengatur setpoint suhu dan kelembaban pada inkubator penetas telur ini.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Inkubator Penetas Telur

  Inkubator penetas telur berfungsi untuk menggantikan proses pengeraman yang dilakukan oleh indukan. Dengan menggunakan inkubator, keuntungan yang diperoleh adalah kapasitas penetasan yang lebih besar, tentunya tergantung pada kapasitas inkubator itu sendiri.

  Standar suhu pengeraman telur ayam adalah 38 ℃ disamping itu telur

  • – biasanya diputar sebanyak 4 - 6 kali dalam sehari dengan derajat pemutaran 30 ° 45 °. Selain itu kondisi kelembaban relatif (relative humidity) pada inkubator 18 hari pertama harus dijaga pada 45
  • – 55 %. Dan pada hari 19 – 21 sebelum penetasan, kelembaban harus dinaikan menjadi 60 – 65 %. (Rudi, 2014)

  Dalam proses penetasan telur dibutuhkan kondisi-kondisi yang optimal untuk mendapatkan prosentase keberhasilan yang baik. Kondisi yang disyaratkan adalah distribusi suhu, kondisi kelembaban, dan juga jumlah putaran telur untuk memberikan panas yang merata pada permukaan telur. Untuk itu pemasangan sensor harus sesuai, lebih baik ditempatkan di sisi telur dengan jarak tidak lebih dari 5cm dari kulit telur. Disamping itu inkubator juga harus tertutup, untuk menghindari pengaruh suhu di luar inkubator sehingga bisa mencegah terjadinya perubahan suhu yang drastis dan bisa mempengaruhi perkembangan embrio telur. Tapi bukan berarti harus tertutup total, lubang ventilasi juga sangat diperlukan sebagai jalan masuknya dan keluarnya karena pada dasarnya telur juga

  2

  2 adalah makhluk hidup yang memerlukan oksigen untuk perkembangan embrio.

  Toleransi suhu ±1 ℃ tidaklah menjadi masalah, tetapi pengontrolan berkala juga perlu sekali dilakukan untuk memastikan suhu tetap berada di batas aman.

  Sebagai catatan suhu sekitar 42 ℃ selama 30 menit dapat mematikan embrio di dalam telur. Sedangkan suhu dibawah 35

  ℃ selama 3 – 4 jam dapat memperlambat perkembangan embrio dalam telur. (Rudi, 2014) Kondisi kelembaban yang rendah akan menyebabkan anak ayam sulit memecah kulit telur karena lapisannya akan menjadi keras dan berakibat anak ayam melekat/lengket di selaput bagian dalam telur sehingga menyebabkan kematian. Sedangkan kelembaban yang terlalu tinggi dapat menyebabkan anak ayam sulit untuk memecah kulit telur, kalaupun kulit telur dapat dipecahkan maka anak ayam akan tetap berada didalam kulit ari telur yang akan mengakibatkan kematian karena tenggelam dalam cairan telur itu sendiri. Untuk meningkatkan kelembaban bisa ditambahkan dengan memberikan nampan berisi air, dan apabila diperlukan bisa juga ditambahkan sponge di dalam nampan untuk meningkatkan kelembaban udara. Atau pada prinsipnya, menaikan kelembaban bisa dengan cara menambahkan luas penampang airnya. Sebagai acuan bisa dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kondisi inkubator

2.2.2 Sensor Suhu dan Kelembaban DHT11

  Sensor DHT11 adalah komponen elektronika yang memiliki fungsi untuk mendeteksi suhu dan kelembaban udara secara kompleks. Sinyal output yang dihasilkan dari sensor ini adalah sinyal digital yang sudah terkalibrasi. Teknologi penyensoran sinyal digital pada DHT11 sudah terakuisisi secara terpisah antara suhu dan kelembaban, juga dapat dipastikan sensor ini tahan uji dan memiliki kestabilan yang baik dalam jangka waktu yang lama. Sensor ini menggunakan nilai resistansi untuk membaca nilai kelembaban dan menggunakan komponen NTC (Negative Suhue Coefficient) untuk membaca nilai suhu, yang dikoneksikan pada mikrokontroler 8-bit, memberikan kualitas yang baik, respon cepat, minim gangguan/noise, dan juga dengan harga yang relatif lebih murah.

Gambar 2.1 Sensor DHT11 Setiap elemen pada sensor DHT11 sudah terkalibrasi sehingga keakurasian dalam pembacan kelembaban sudah cukup baik. Koefisiensi kalibrasi sudah diprogramkan dalam OTP (One Time Programming) memory, yang berarti pendeteksian/pembacaan nilai kelembaban dilakukan dalam komponen tersebut.

  Sensor ini dilengkapi dengan interface data secara serial sehingga proses pengiriman sinyal bisa lebih cepat dan lebih mudah. Komponen ini relatif kecil sehingga tidak terlalu memakan tempat dalam penggunaannya. Selain itu juga hanya membutuhkan daya kecil namun memiliki kemampuan pengiriman sinyal dalam jarak yang jauh ±20meter sehingga bisa mudah diaplikasikan. Komponen ini memiliki 4-pin, namun untuk saat ini juga sudah diproduksi hanya dengan 3- pin saja, tentunya dengan kemampuan yang sama persis, sehingga bisa dapat lebih mudah dan praktis dalam penggunaannya.

Gambar 2.2 Koneksi pin DHT11Tabel 2.2 Karakteristik DHT11 Power sensor DHT11 menggunakan 3 - 5,5volt DC. Satu jalur data digunakan untuk komunikasi dan mensinkronkan antara mikrokontroler dan sensor DHT11. Sekali proses memakan waktu sekitar 4ms. DHT11 akan berubah dari low power consumption mode ke running mode ketika mikrokontroler mengirim sinyal trigger. Setelah sinyal trigger selesai dikirim, DHT11 akan merespon dengan mengirim balik sinyal 40-bit yang berisi informasi data kelembaban dan suhu ke mikrokontroler. Setelah data selesai dikirim, DHT11 akan merubah kembali ke low power consumption mode sampai mikrokontroler mengirimkan sinyal trigger kembali.

Gambar 2.3 Proses komunikasi DHT11

  Saat terdeteksi sinyal trigger dari mikrokontroler, sensor DHT11 akan merespon dengan mengirim sinyal low level selama 80 s. Kemudian data akan dikirimkan lagi melalui single bus yang berupa sinyal low level voltage dan high

  level voltage . Saat DHT11 mengirimkan sinyal ke mikrokontroler, setiap bit data

  akan diawali dengan sinyal low selama 50 s dan akan di ikuti oleh sinyal high, menyesuaikan bit data “0” ataupun “1” (lihat gambar 2.4 dan gambar 2.5).

Gambar 2.4 Pengiriman data bit “0”Gambar 2.5 Pengiriman data bit “1”

  Jika sinyal respon dari DHT11 selalu berada di level high, bisa diartikan sensor tidak merespon, koneksi yang tidak baik, maupun sensor rusak.

2.2.3 Kontrol PID Digital

  Di dalam sistem kontrol PID terdapat adanya beberapa macam aksi kontrol, yaitu aksi kontrol proporsional, aksi kontrol integral dan aksi kontrol

  derivative. Masing-masing aksi kontrol ini mempunyai keunggulan-keunggulan

  tertentu dan aksi yang berbeda, dimana aksi kontrol proporsional mempunyai keunggulan rise time yang cepat, aksi kontrol integral mempunyai keunggulan untuk memperkecil error, dan aksi kontrol derivative mempunyai keunggulan untuk memperkecil error atau meredam overshot/undershot. Untuk itu agar dapat menghasilkan output dengan rise time yang cepat dan error seminimal mungkin dapat dengan menggabungkan ketiga aksi kontrol ini menjadi aksi kontrol PID.

  Pada awalnya, kontroler PID umumnya diimplementasikan dengan menggunakan rangkaian elektronika analog. Seiring dengan berkembangnya dunia digital (memasuki era mikroprosesor dan mikrokontroler), algoritma kontrol PID dapat direalisasikan ke dalam bentuk persamaan PID digital. Sinyal referensi kontrol (biasanya dalam bentuk analog) dan sinyal hasil sampling keluaran sensor dibandingkan sehingga akan didapatkan sinyal selisih (error), sinyal error inilah menjadi masukan bagi kontroler. Selanjutnya kontroler akan mengolah sinyal error menjadi sinyal kendali digital yang akan diubah menjadi sinyal kendali analog oleh D/A konverter. Sinyal keluaran D/A konverter (biasanya dalam bentuk PWM) ini nantinya akan digunakan untuk mengendalikan

  plant . Tanggapan dari plant dibaca oleh sensor, keluaran sensor kemudian akan dijadikan referensi kembali dan selanjutnya proses akan berulang terus menerus.

  Sehingga nantinya dapat ditentukan jenis kendali yang akan diterapkan untuk mendapatkan kontrol yang diharapkan. Jika kendali PID dapat dimodelkan dalam bentuk analog maka versi digitalnya juga dapat dibuat. Secara analisa matematis rumusan fungsi alih sistem dalam bentuk laplace diubah ke model diskrit lewat pencuplikan, kemudian diubah lagi ke bentuk z menggunakan transformasi z.

  Pada intinya secara matematis proses proporsional, integral dan diferensial dapat diimplementasikan dengan pendekatan numeris. Jika diimplementasikan, kontrol kendali PID hanya berupa sebuah program saja yang ditanamkan ke dalam

  embedded system (mikroprosesor atau mikrokontroler) Kontrol Proporsional (P)

  Kontrol proporsional merupakan perkalian antara konstanta proposional dengan nilai error yang didapatkan pada sistem, atau dalam artian nilai output sebanding dengan besarnya nilai error sehingga akan mempercepat keluaran sistem mencapai titik referensi. Hubungan antara input kontroler u(t) dengan sinyal error e(t) terlihat pada Persamaan berikut.

  

u(t) = Kp e(t) (Persamaan 2.1)

  Apabila persamaan diatas diubah dalam bentuk diskrit maka akan menjadi:

  

u(t) = Kp e(k) (Persamaan 2.2)

  Secara eksperimen, pengguna pengontrol proporsional harus memperhatikan ketentuan-ketentuan berikut ini :

  1. Jika nilai Kp kecil, pengontrol proposional hanya mampu melakukan koreksi kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem yang lambat.

  2. Jika nilai Kp tepat/sesuai, respon sistem menunjukan semakin cepat mencapai setpoint dan keadaan stabil.

  3. Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebihan, akan mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil, atau respon sistem akan berisolasi.

  Kontrol Integral (I)

  Kontrol integral pada prinsipnya bertujuan untuk menghilangkan kesalahan keadaan tunak (offset) yang biasanya dihasilkan oleh kontrol proporsional. Kontrol integral dapat memperbaiki respon sistem untuk menjamin keluaran sistem dengan kesalahan keadaan stabilnya nol. Output sangat dipengaruhi oleh perubahan yang sebanding dengan nilai error. Hubungan antara

  output kontrol integral u(t) dengan sinyal error e(t) terlihat pada persamaan berikut.

u(t) = dt (Persamaan 2.3)

  ( ) Apabila persamaan diatas diubah ke dalam bentuk diskrit maka akan menjadi:

  u(k) = =0 u(k) = = [e(0) + e(1). . +e(k

  • – 1) + e(k)]

  =0

u(k) = [e (k (Persamaan 2.4)

  • – 1) + e(k)]

  Dimana :

  Tc = waktu pencuplikan (sampling time)

  Integral (

  ʃ ) adalah suatu operator matematis dalam kawasan kontinyu,

  jika didiskritkan maka akan menjadi sigma (

   ). Fungsi dari operator sigma

  adalah menjumlahkan nilai ke-1 sampai dengan nilai ke-k. Berdasarkan perhitungan diatas, variabel error (e) yang di integralkan dalam kawasan diskrit akan menjadi e(0)+e(1)+....+e(k-1)+e(k), atau dengan kata lain error yang diperoleh sebelumnya akan dijumlahkan dengan error yang sekarang.

  Kontrol derivatif (D)

  Kontrol derivatif dapat disebut juga dengan pengendali laju, karena output kontroler sebanding dengan laju perubahan sinyal error. Perubahan yang mendadak pada masukan pengontrol, akan mengakibatkan perubahan sinyal kontrol yang besar dan cepat. Hubungan antara output kontrol derivatif u(t) dengan sinyal error e(t) terlihat pada persamaan berikut.

  ( )

  (Persamaan 2.5)

  u(t) =

  Apabila persamaan diatas diubah menjadi bentuk diskrit maka akan menjadi:

  • – ( −1)

  u(t) =

  (Persamaan 2.6) dimana:

  Tc = waktu pencuplikan (sampling time)

  Derivatif (dx/dt) adalah suatu operator matematis pada area kontinyu, apabila diubah menjadi bentuk diskrit maka akan menjadi limit. Fungsi dari operator limit adalah mengurangi nilai ke-k dengan nilai ke-[k-1].

  Aksi kontrol Proporsional + Integral + Derivatif (PID) Gambungan dari ketiga kontroler tersebut disebut dengan “kontroler PID”.

  Diagram Blok dari kontroler PID ditunjukan pada Gambar berikut.

Gambar 2.6 Blok sistem kontrol PID

  Kontroler ini dapat digunakan untuk memperbaiki respon transien dengan memprediksi error yang akan terjadi. Aksi kontrol gabungan ini menghasilkan performasi serta keuntungan dari aksi kontrol sebelumnya. PID mempunyai karakteristik reset control dan rate control yaitu meningkatkan respon dan stabilitas sistem serta mengeliminasi atau memperkecil steady state error.

  Berikut ini adalah kombinasi dari ketiga aksi kontrol P, I, dan D:

  ( )

Vo = Kp e(t) + dt + (Persamaan 2.7)

  ( ) Dari persamaan 2.7 dapat dirumuskan menjadi bentuk PID digital sehingga diperoleh bentuk digital diskritnya menjadi:

  1

  • + u(k) = Kp e(k) + ( ) (Persamaan 2.8)

  −

  −1

2.2.4 Pemodelan Sistem Orde 1 dengan Metode Ciancone

  Identifikasi sistem digunakan untuk menentukan model dari suatu sistem yang disusun berdasarkan kurva reaksi yang diperoleh dari uji tanggapan sistem terbuka(open loop) dengan fungsi step. Dari data sampel sistem terbuka maka bisa dibuat grafik dengan model ciancone. Selanjutnya dari grafik sistem tersebut akan didapatkan model matematis dengan pendekatan sistem orde satu. Model grafik reaksi kurva ciancone ditunjukkan pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 (a) Reaksi kurva metode I (b) Reaksi kurva metode II

  Langkah

  • – langkah untuk menentukan pemodelan matematis sistem adalah sebagai berikut:

  a. Melakukan pendekatan orde 1 terhadap data dengan pemodelan grafik ciancone dengan menghitung penguatan proporsional (Kp) yang merupakan nilai keluaran (PV) pada saat mapan dibagi n ilai masukan(δ).

  = (Persamaan 2.9)

  b. Menentukan konstanta waktu(τ) dengan mencari waktu yang diperlukan untuk mencapai 28% dari keadaan mapan (t28%) dan waktu yang diperlukan untuk mencapai 63% keadaan mapan (t63%).

  • 63% 28%

  ) (Persamaan 2.10) τ = 1,5( c.

  Mencari waktu tunda(θ) dengan persamaan: τ (Persamaan 2.11)

  • 63%

  θ =

  d. Membuat model orde 1 dengan persamaan:

  − .

  = (Persamaan 2.12)

  ( )

  • 1

2.2.5 Mikrokontroler AT-MEGA328

  AT-MEGA328 adalah mikrokontroler keluaran dari atmel yang memiliki arsitektur RISC (Reduce Instruction Set Computer) yang dimana setiap proses data dieksekusi lebih cepat daripada arsitektur CISC (Completed Instruction Set Computer ). AT-MEGA328 merupakan mikrokontroler keluarga AVR 8-bit.

  Beberapa tipe mikrokontroler yang sama dengan AT-MEGA328 ini antara lain AT-MEGA8, AT-MEGA16, AT-MEGA32, AT-MEGA8535, yang membedakan antara mikrokontroler antara lain adalah, ukuran memori, banyaknya GPIO (input-output pin), periperal (USART, timer, counter, etc). Dari segi ukuran fisik, ATMega328 memiliki ukuran fisik lebih kecil dibandingkan dengan beberapa mikrokontroler diatas. Namun untuk segi memori dan periperial lainnya ATMega328 tidak kalah dengan yang lainnya karena ukuran memori dan periperialnya relatif sama dengan ATMega8535, ATMega32, hanya saja jumlah GPIO lebih sedikit dibandingkan mikrokontroler diatas.

  Mikrokontroler AT-MEGA328 memiliki beberapa fitur antara lain: 1. 130 macam instruksi yang hampir semuanya dieksekusi dalam satu siklus clock .

  2. 32 x 8-bit register serba guna.

  3. Kecepatan mencapai 16 MIPS dengan clock 16MHz. 4. 32 KB Flash memory dan pada arduino memiliki bootloader yang menggunakan 2 KB dari flash memori sebagai bootloader.

  5. Memiliki EEPROM (Electrically Erasable Programmable Read Only

  Memory ) sebesar 1KB sebagai tempat penyimpanan data semi permanent karena EEPROM tetap dapat menyimpan data meskipun catu daya dimatikan.

  6. Memiliki SRAM(Static Random Access Memory) sebesar 2KB.

  7. Memiliki pin I/O digital sebanyak 14 pin 6 diantaranya PWM (Pulse Width Modulation ) output.

  8. Master / Slave SPI Serial interface.

  Mikrokontroler AT-MEGA328 memiliki arsitektur Harvard, yaitu memisahkan memori untuk kode program dan memori untuk data sehingga dapat memaksimalkan kerja dan parallelism. Instruksi-instruksi dalam memori program dieksekusi dalam satu alur tunggal, dimana pada saat satu instruksi dikerjakan instruksi berikutnya sudah diambil dari memori program. Konsep inilah yang memungkinkan instruksi-instruksi dapat dieksekusi dalam setiap satu siklus clock.

  32 x 8-bit register serba guna digunakan untuk mendukung operasi pada ALU (Arithmatic Logic unit ) yang dapat dilakukan dalam satu siklus. 6 dari register serbaguna ini dapat digunakan sebagai 3 buah register pointer 16-bit pada mode pengalamatan tidak langsung untuk mengambil data pada ruang memori data.

  Ketiga register pointer 16-bit ini disebut dengan register X ( gabungan R26 dan R27 ), register Y ( gabungan R28 dan R29 ), dan register Z ( gabungan R30 dan R31 ). Hampir semua instruksi AVR memiliki format 16-bit. Setiap alamat memori program terdiri dari instruksi 16-bit atau 32-bit.

  Selain register serba guna di atas, terdapat register lain yang terpetakan dengan teknik memory mapped I/O selebar 64 byte. Beberapa register ini digunakan untuk fungsi khusus antara lain sebagai register control Timer/

Counter , Interupsi, ADC, USART, SPI, EEPROM, dan fungsi I/O lainnya.

  Register-register ini menempati memori pada alamat 0x20h- 0x5Fh.

Gambar 2.8 Diagram blok arsitektur MCU AVR

2.2.6 TRIAC

  Triac, atau Triode for Alternating Current (Trioda untuk arus bolak- balik) adalah sebuah komponen elektronik yang ekivalen dengan dua SCR yang disambungkan antiparalel dan kaki gerbangnya disambungkan bersama. Nama resmi untuk Triac adalah Bidirectional Triode Thyristor. Ini menunjukkan saklar dua arah yang dapat mengalirkan arus listrik ke kedua arah ketika dipicu (dihidupkan). Triac dapat dinyalakan baik dengan tegangan positif ataupun negatif pada elektrode gerbang. Triac tersusun dari lima buah lapis semikonduktor yang banyak digunakan pada penyaklaran elektronik. Berbeda dengan SCR yang hanya melewatkan tegangan dengan polaritas positif saja, Triac banyak digunakan pada rangkaian pengendali dan pensaklaran.

Gambar 2.9 Konfigurasi pin Triac

  Jika terminal MT1 dan MT2 diberi tegangan jala-jala PLN dan gate dalam kondisi mengambang maka tidak ada arus yang dilewatkan oleh Triac (kondisi idlle) sampai pada tegangan break over Triac tercapai. Kondisi ini dinamakan kondisi off Triac. Apabila gate diberi arus positif atau negatif maka tegangan break over ini akan turun. Semakin besar nilai arus yang masuk ke gate maka semakin rendah pula tegangan break over-nya. Kondisi ini dinamakan sebagai kondisi on Triac. Apabila Triac sudah on maka Triac akan dalam kondisi on selama tegangan pada MT1 dan MT2 di atas nol volt. Apabila tegangan pada MT1 dan MT2 sudah mencapai nol volt maka kondisi kerja Triac akan berubah dari on ke off. Apabila Triac sudah menjadi off kembali, Triac akan selamanya off sampai ada arus trigger ke gate dan tegangan MT1 dan MT2 melebihi tegangan break over -nya.

  Triac akan aktif ketika polaritas pada anoda lebih positif daripada katodanya. Dan gate-nya diberi polaritas positif, begitu juga sebaliknya. Setelah terkonduksi, sebuah Triac akan tetap bekerja selama arus yang mengalir pada Triac (IT) lebih besar dari arus penahan (IH) walaupun arus gate dihilangkan.

  Satu-satunya cara untuk membuka (meng-off-kan) Triac adalah dengan paralel bolak-balik, sehingga dapat melewatkan arus dua arah. Kurva karakteristik dari Triac dapat dilihat pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Kurva karakteristik Triac Kelebihan dari penggunaan Triac: 1. Dapat mengalirkan arus listrik dari dua arah.

  2. Dapat digunakan untuk mengendalikan tegangan listrik AC (Alternating Current ).

  3. Dapat digunakan sebagai interface antara sistem kendali digital pada beban dengan tegangan AC.

2.2.7 Optocoupler MOC 3022

  MOC3022 adalah driver Triac yang didalamnya menggunakan isolasi optis (optocoupler). Driver ini menjembatani sinyal trigger yang berasal dari kontroler yang umumnya memiliki level tegangan dan arus kecil dengan bagian beban yang memiliki tegangan dan arus yang relatif tinggi. Skema dalam MOC3022 ini terlihat di Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Skema dan pin seri MOC3020

  • – MOC3023 Komponen ini memiliki 6 kaki dengan 2 kaki yang tidak digunakan. Kaki anoda (1) dihubungkan ke Vcc, kaki katoda (2) dihubungkan dengan pulsa trigger

  

active low . Fungsi trigger dengan active low ini adalah untuk menghindari kontroler melakukan sourcing(mengeluarkan arus) sehingga tidak membebani kontroler yang umumnya hanya mampu mengeluarkan arus yang sangat kecil.

  Kaki 4 dan 6 dihubungkan dengan beban. Kaki 3 dan 5 tidak digunakan.

  Pada saat ada pulsa low di kaki 2 maka dioda dalam MOC3022 akan memancarkan cahaya sehingga arus dari beban dapat mengalir dari kaki 6 melalui

  

driver dan keluar melalui kaki 4 yang akan mentrigger kaki gate Triac yang

  bersangkutan. Pada saat itulah Triac dalam keadaan ON sehingga dapat mengalirkan daya sesuai dengan waktu firing-nya. Lebih jelasnya dalam penggunaannya bisa dilihat pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12 skema penggunaan MOC3022 pada kontrol beban resistive

2.2.8 Zero Crossing Detector

  Zero crossing detector adalah rangkaian yang digunakan untuk

  mendeteksi apakah tegangan fasa berada pada posisi positif atau negatif dilihat dari acuan netral dan berfungsi untuk memulai melakukan pemicuan dan berapa besar sudut picu yang akan disulutkan pada thyristor. Prinsip kerja zero detector adalah dengan membandingkan tengangan AC dengan tegangan referensi nol volt.

  Apabila tegangannya tidak sama dengan nol volt maka output zero detector akan

  

high dan apabila sama dengan nol volt maka outputnya akan low. Perubahan

kondisi low inilah saat terjadi zero.

Gambar 2.13 Rangkaian zero crossing detectorGambar 2.13 merupakan rangkaian zero-crossing-detector yang menggunakan sistem terisolasi dengan menggunakan transformer step down.

  Teknik ini paling aman digunakan namun biaya pembuatannya relatif lebih mahal

karena masih menggunakan transformer. Disamping itu juga digunakan

optocoupler

  4N25 untuk mengisolasi rangkaian mikrokontroler dengan bagian rangkaian listrik AC.

Gambar 2.14 Optocoupler 4N25 Dengan adanya rangkaian sistem interface antara arus AC dan arus DC

menggunakan optocoupler, maka kerusakan port mikrokontroler atau PC karena

mendapat imbas tegangan tinggi bisa diminimalisir.

2.2.9 Relay

  Relay adalah saklar mekanik yang dikendalikan atau dikontrol secara elektronik (elektromagnetik). Saklar pada relay akan terjadi perubahan posisi off ke on pada saat diberikan energi elektromagnetik pada armature relay tersebut. Relay pada dasarnya terdiri dari 2 bagian utama yaitu bagian kumparan dan

  

contact point . Ketika kumparan diberikan tegangan DC, maka akan terbentuklah

  medan elektromagnetik yang mengakibatkan contact point akan mengalami

  switch ke bagian lain. Keadaan ini akan bertahan selama arus masih mengalir pada

  kumparan relay. Contact point akan kembali switch ke posisi semula jika tidak ada lagi arus yang mengalir pada kumparan relay. Relay memiliki kondisi contact

  point dalam 2 posisi. Kedua posisi ini akan berubah pada saat relay mendapat

  tegangan sumber pada kumparan. Kedua posisi tersebut adalah:

  1. Posisi NO (Normally Open), yaitu posisi contact point yang terhubung ke terminal NO (Normally Open). Kondisi ini akan terjadi pada saat relay mendapat tegangan sumber pada elektromagnetnya.

  2. Posisi NC (Normally Close), yaitu posisi contact point yang terhubung ke terminal NC (Normally Close). Kondisi ini terjadi pada saat relay tidak mendapat tegangan sumber pada elektromagnetnya. Jika dilihat dari desain saklarnya maka relay dibedakan menjadi:

  1. SPST (Single Pole Single Throw), relay ini memiliki 4 terminal yaitu 2 terminal untuk input kumparan elektromagnetik dan 2 terminal saklar. Relay ini hanya memiliki posisi NO (Normally Open) saja.

  2. SPDT (Single Pole Double Throw), relay ini memiliki 5 terminal yaitu terdiri dari 2 terminal untuk input kumparan elektromagnetik dan 3 terminal saklar, relay jenis ini memiliki 2 kondisi NO dan NC.

  3. DPST (Double Pole Single Throw), relay jenis ini memiliki 6 terminal yaitu terdiri dari 2 terminal untuk input kumparan elektromagnetik dan 4 terminal saklar untuk 2 saklar yang masing-masing saklar hanya memiliki kondisi NO saja.

  4. DPDT (Double Pole Double Throw), relay jenis ini memiliki 8 terminal yang terdiri dari 2 terminal untuk kumparan elektromagnetik dan 6 terminal untuk 2 saklar dengan 2 kondisi NC dan NO untuk masing- masing saklarnya.

Gambar 2.15 Skema relay

2.2.10 LCD 16x2

  Banyak sekali kegunaan LCD (liquid crystal display) dalam perancangan suatu sistem yang menggunakan mikrokontroler. LCD berfungsi menampilkan suatu nilai hasil sensor, menampilkan teks, atau menampilkan menu pada aplikasi mikrokontroler. LCD yang digunakan adalah jenis LCD 16x2. LCD 16x2 merupakan modul LCD dengan tampilan 16 kolom dan 2 baris dengan konsumsi daya rendah. Modul tersebut dilengkapi dengan mikrokontroler yang didesain khusus untuk mengendalikan LCD. LCD ini dapat menampilkan total 32 karakter termasuk spasi. Adapun konfigurasi pin nya yakni terdapat 16 pin yang harus dicocokkan agar mendapatkan keluaran yang sesuai. Fungsi pin-pin pada LCD 16x2 adalah: 1. Pin 1 dihubungkan ke Ground.

  2. Pin 2 dihubungkan ke Vcc +5V.

  3. Pin 3 dihubungkan ke bagian tengah daerah potensiometer 10 kOhm sebagai pengatur kontras.

  4. Pin 4 memberitahu LCD bahwa sinyal yang dikirim adalah data, jika pin 4 ini diset ke logika 1 (high, +5) atau memberitahu bahwa sinyal yang dikirim adalah perintah jika pin ini diset dengan logika 0 (low, 0V).

  5. Pin 5 berfungsi mengatur fungsi LCD. Jika diset ke logika 1, (high, +5) maka LCD berfungsi untuk menerima data (membaca data) dan berfungsi untuk mengeluarkan data. Jika pin ini diset ke logika 0 (low, 0V). Namun kebanyakan aplikasi hanya digunakan untuk menerima data sehingga pin 5 ini selalu dihubungkan ke Gnd.

  6. Pin 6 dihubungkan ke enable. Berlogika 1 setiap kali penerimaan/pembacaan data.

  7. Pin 7-14 dihubungkan ke data 8 bit data bus (aplikasi ini menggunakan 4 bit MSB saja, sehingga pin data yang digunakan hanya pin 11 sampai pin 14).

  8. Pin 15-16 adalah tegangan untuk menyalakan lampu LCD.

Gambar 2.16 Konfigurasi LCD 16x2

2.2.11 Motor AC low-rpm

  Motor listrik AC adalah motor listrik yang digerakkan oleh arus listrik AC (Alternating Current) atau arus bolak-balik. Umumnya motor listrik AC terdiri dari dua komponen yaitu stator dan rotor. Seperti pada motor DC, stator adalah bagian yang diam dan terletak pada bagian luar. Pada stator terdapat coil yang nantinya akan dialiri arus listrik dan akan menghasilkan medan magnet yang berputar. Bagian kedua yaitu rotor. Bagian ini terletak di bagian dalam dan nantinya akan berputar. Rotor dapat berputar dikarenakan adanya torsi yang bekerja pada poros, dimana torsi tersebut dihasilkan oleh medan magnet yang berputar.

Gambar 2.17 Rotor dan Stator

  Dalam motor AC low-rpm terdapat juga komponen tambahan berupa gear-

  

set yang sudah disusun didalamnya sehingga motor akan memiliki torsi yang

  besar namun dengan kecepatan rpm kecil, kemampuan inilah yang banyak digunakan sebagai penggerak mekanik yang memiliki beban besar. Sebagai contoh, motor ini juga digunakan pada penggerak leher kipas angin yang memerlukan gerakan yang lambat namun teratur.

Gambar 2.18 Motor AC low-rpm

2.2.12 Lampu Pijar

  Lampu pijar adalah sumber cahaya buatan yang dihasilkan melalui penyaluran arus listrik yang dialirkan melewati kawat filamen yang kemudian memanas dan menghasilkan cahaya. Dikarenakan didalam bola kaca tidak terdapat udara (hampa udara) maka kawat filamen tidak akan mudah terbakar dan rusak karena tidak terjadinya proses oksidasi.