BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Nani Nurhayati Bab II
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Diabetes Melitus Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (Purnamasari, 2014). World Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.
Kriteria diagnosis diabetes melitus atau yang biasa disebut hiperglikemia adalah kadar glukosa puasa ≥ 126 mg/dL atau pada 2 jam setelah makan ≥ 200 mg/dL atau HbA1c ≥ 8% (Sukandar et al., 2008). Hiperglikemia disebabkan oleh defisiensi insulin, seperti yang dijumpai pada diabetes tipe 1, atau karena penurunan responsibilitas sel terhadap insulin, seperti yang dijumpai pada diabetes tipe 2 (Corwin, 2009).
Hipoglikemia adalah jika kadar glukosa 2 jam setelah makan >140 mg/dL tetapi lebih kecil dari 200 mg/dL dinyatakan glukosa toleransi lemah (Elin et al., 2008). Hipoglikemia dapat disebabkan oleh puasa atau khususnya puasa yang disertai olahraga, karena olahraga dapat meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel-sel otot rangka.
Kebanyakan hipoglikemia lebih sering disebabkan oleh kelebihan dosis insulin pada pengidap dependen insulin (Corwin, 2009). a. Klasifikasi diabetes melitus
American Diabetes Association (ADA) dalam Standar of
Medical Care Diabetes (2009) memberikan klasifikasi diabetes
melitus berdasarkan pengetahuan mutakhir mengenai patogenesi sindrom diabetes dan gangguan toleransi glukosa. Ada empat klasifikasi diabetes melitus yaitu: 1) Diabetes melitus tipe-1
DM tipe 1 banyak menghinggapi orang-orang di bawah usia 30 tahun dan paling sering dimulai pada usia 10-13 tahun. Penyebab dari DM tipe 1 ini belum diketahui dengan jelas, namun terdapat indikasi kuat bahwa jenis DM ini disebabkan oleh suatu infeksi virus yang menimbulkan reaksi autoimun berlebihan untuk menanggulangi virus. Akibatnya sel-sel pertahanan tubuh tidak hanya membasmi virus, melainkan juga turut merusak dan memusnahkan sel-sel Langerhans. Dalam satu tahun setelah diagnosa 80-905 penderita tipe 1 memperlihatkan antibodi sel beta dalam memegang peranan. Pada tipe ini, faktor keturunan juga memegang peran. Virus yang dicurigai adalah virus Coxsackie-B, Epstein-Barr, morbilli (meales) dan virus parotitis ( “bof”) (Tan dan Rahardja, 2008). 2) Diabetes melitus tipe-2
Penyebab tipe-2 ini akibat dari proses menua, banyak penderita jenis ini mengalami penyusutan sel-sel beta yang progresif serta penumpukan amyloid di sekitarnya. Pada tahun 2006 telah ditemukan enzim yang bertanggungjawab untuk perombakan amyloid ini dan insulin. Sel-sel beta yang tersisa pada umumnya masih aktif, tetapi sekresi insulinnya semakin berkurang. Selain itu, kepekaan reseptornya juga menurun. Hipofungsi sel-sel beta ini bersama resistensi insulin yang meningkat mengakibatkan gula-darah meningkat (hiperglikemia). Mungkin juga sebabnya berkaitan dengan suatu infeksi virus pada masa muda. Diperkirakan bahwa pada penderita tanpa overweight resistensi insulin tidak memegang peranan (Tan dan Rahardja, 2008). 3) Diabetes melitus gestasional
Diabetes melitus gestasional adalah diabetes yang timbul selama kehamilan. Ini meliputi 2-5% dari seluruh diabetes. Jenis ini sangat penting diketahui karena dampaknya pada janin kurang baik bila tidak ditangani dengan benar (Suyono, 2014).
b. Pemeriksaan diabetes melitus Pemeriksaan terhadap gula darah dalam vena pada saat pasien puasa 12 jam sebelum pemeriksaan GDP (Gula Darah Puasa) atau 2 jam setelah makan. Nilai normal Dewasa : 70-110 mg/dl Wholeblood : 60-100 mg/dl Bayi baru lahir : 30-80 mg/dl Anak : 60-100 mg/dl Nilai normal kadar gula 2 jam setelah makan (post-prandial): Dewasa : <140 mg/dl Anak : <120 mg/dl.
c. Pengobatan diabetes melitus Tujuan terapi DM adalah untuk mengurangi atau menghilangkan gejala hiperglikemia, menurunkan onset dan progresivitas komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular, menurunkan angka kematian, dan memperbaiki pola hidup (Wells et
., 2009). Secara umum, keadaan glukosa normal menurunkan
al
resiko komplikasi mikrovaskular, tetapi adanya pengaturan yang sangat ketat pada hal-hal yang beresiko atau berhubungan dengan kardiovaskular seperti merokok, terapi antiplatelet, tekanan darah tinggi, terapi dyslipidemia sangat dibutuhkan karena berpengaruh pada penurunan resiko penyakit makrovaskular (Wells et al., 2009). Para ahli medis juga menyarankan kepada para pasien DM selain pengobatan farmakologi juga melakukan pengobatan nonfarmakologi seperti diet untuk menjaga berat badan tetap normal dan berolahraga.
Terapi farmakologi pada diabetes ada beberapa, antara lain yaitu dengan terapi insulin dan antidiabetika oral. Insulin merupakan obat utama pada diabetes melitus tipe I dan pada beberapa diabetes tipe 2. Tujuan pemberian insulin pada DM tidak hanya untuk menormalkan glukosa darah tetapi juga memperbaiki semua aspek metabolisma dan inilah yang sulit untuk dicapai. Selain dengan insulin bisa juga dengan antidibetika oral, seperti golongan sulfonilurea, meglitinid, biguanida
, thiazolidion, inhibitor α glukosidase, dan vidagliptin (Gunawan, 2007). Pada pengobatan diabetes melitus tipe 2, dapat digunakan kombinasi antara insulin dan antidiabetika oral (Goldstein, 2008).
2. Daun Sirsak (Annona muricata L.)
a. Sitematika tanaman sirsak (Sunarjono, 2005) Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivision : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Polycarpiceae Famili : Annonaceae Genus : Annonaceae Species : Annona muricata L.
Gambar 1. Daun sirsak b. Nama daerah Di berbagai daerah di Indonesia dikenal sebagai nangka sebrang (Jawa tengah), sirsak/nangka walanda (Sunda), nangka buris/nangkelan (Madura), srikaya jawa (Bali), boh lana (Aceh), durian betawi (Minangkabau), jambu landa (Lampung).
c. Morfologi tanaman Morfologi dari daun sirsak adalah berbentuk bulat dan panjang, bentuk daun menyirip, ujung daun meruncing, permukaan daun mengkilap, serta berwarna hijau muda sampai hijau tua. Terdapat banyak putik di dalam satu bunga sehingga diberi nama bunga berpistil majemuk. Sebagian bunga terdapat dalam lingkaran, dan sebagian lagi membentuk spiral atau terpencar, tersusun secara hemisiklis. Mahkota bunga yang berjumlah 6 sepalum yang terdiri dari dua lingkaran, bentuknya hampir segitiga, tebal, dan kaku, berwarna kuning keputih-putiham, dan setelah tua mekar dan lepas dari dasar bunganya. Bunga umumnya keluar dari ketiak daun, cabang, ranting, atau pohon bentuknya sempurna (hermaprodit) (Sunarjono, 2005).
d. Kegunaan tanaman Seluruh bagian dari pohon sirsak dimanfaatkan dalam obat alami di daerah tropis, termasuk kulit, daun, akar, buah, dan biji buah. Sifat yang berbeda dan menggunakan diberikan ke bagian yang berbeda dari pohon. Umumnya, buah dan jus buah diambil untuk cacing dan parasit, untuk demam dingin, sebagai lactagogue (untuk meningkatkan ASI setelah melahirkan), dan sebagai zat untuk diare dan disentri, dan terutama pada daun sirsak untuk mengobati batuk, rematik, mual, luka dan kanker (Kandaswami et al, 2000).
3. Daun Belimbing Wuluh (Avverhoa bilimbi L.)
a. Sistematika tanaman (Syamsuhidayat dan Hutapea, 2001) Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Geraniales Suku : Oxalidaceae Genus : Averrhoa Species : Avverhoa bilimbi L.
Gambar 2. Daun belimbing wuluh
b. Nama daerah Belimbing wuluh mempunyai nama yang berbeda-beda di setiap daerah. Di daerah Aceh dengan nama limeng, selemeng
(Gayo), belimbing (Batak Karo), balimbing (Minangkabau, Lampung), belimbing asam (Melayu), balimbing (Sunda), blimbing wuluh (Jawa Tengah), bhalingbhing bulu (Madura), blimbing buloh (Bali), lembitue (Gorontalo), lumbituko (Buol), bainang (Makasar), calene (Bugis), taprera (Buru), malibi (Halmahera).
c. Morfologi tanaman Batang berbentuk tegak, permukaan kasar, banyak tonjolan, hijau kotor. Babitus berbentuk pohon tinggi 5-10 meter. Daun berbentuk daun majemuk, menyirip, anak daun 25-45 helai, bulat telur, ujung meruncing, pangkal membulat, panjang 7-10 cm, lebar 1-3 cm, bertangkai pendek, pertulangan menyirip, hijau. Bunga berbentuk majemuk, bentuk malai (bintang), ungu, pada tonjolan batang dan cabang, menggantung, panjang 5-20 cm, kelopak lebih kurang 6 mm, daun mahkota bergandengan, bentuk lanset. Akar: tunggang, coklat kehitaman. Buah berbentuk buni, bulat, panjang 4-6 cm, hijau kekuningan (Syamsuhidayat dan Hutapea, 2001). d. Kegunaan tanaman Batang digunakan untuk mengobati penyakit gondok. Daun belimbing yang dilumatkan digunakan untuk mengatasi demam dan obat luar. Rebusan daun untuk menanggulangi peradangan usus besar dan mengobati diabetes melitus. Gerusan tangkai muda dan bawang merah sebagai obat oles pada sakit gondongen. Daun muda dicampur beberapa rempah-rempah untuk encok. Daun untuk menanggulangi bisul. Cairan dari bunga untuk obat batuk, sariawan. Buah dapat menyebabkan gigi nyeri bila digigit, menurunkan tekanan darah dan dapat dibuat untuk manisan atau asinan. Buah yang dibuat selai untuk penderita sariawan, usus dan memperlancar pengeluaran getah empedu yang kurang baik (Sudarsono et al., 2002).
4. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan penyaringan. Ekstrak awal sulit dipisahkan melalui teknik pemisahan tunggal untuk mengisolasi senyawa tunggal. Oleh karena itu, ekstrak awal perlu dipisahkan ke dalam fraksi yang memiliki polaritas dan ukuran molekul yang sama (Mukhriani, 2014). Ada beberapa metode ekstraksi, yaitu:
a. Cara dingin Maserasi adalah proses pengekstraksian simplisia dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan (Depkes, 2000).
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Depkes, 2000).
b. Cara panas Ekstraksi cara panas ada beberapa macam, di antaranya adalah refluks, soxhletasi, digesti, infusa, dan dekoktasi. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperature titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkes, 2000). Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinue dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes, 2000). Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengaduk continue) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar) yaitu secara umum dilakukan
o
pada temperature 40-50 C (Depkes, 2000). Infusa adalah proses
o penyarian dengan pelarut air pada suhu 90 C selama 15 menit.
Dekoktasi adalah infusa pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik mendidih (Depkes, 2000).
5. Aloksan
Aloksan adalah suatu substrat yang secara struktural merupakan derivat pirimidin sederhana. Aloksan diperkenalkan sebagai hidrasi aloksan pada larutan encer. Aloksan murni diperoleh dari oksidasi asam urat oleh asam nitrat. Aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi diabetes pada binatang percobaan. Pemberian aloksan adalah cara yang cepat untuk menghasilkan kondisi diabetik eksperimental (hiperglikemik) pada binatang percobaan. Tikus hiperglikemik dapat dihasilkan dengan menginjeksi 120-150 mg/kgBB. Aloksan dapat diberikan secara intravena, intraperitoneal, atau subkutan pada binatang percobaan (Yuriska, 2009).
B. Kerangka Konsep
Gambar 3. Kerangka konsep efek pemberian kombinasi ekstrak daun sirsak (Anonna muricata L.) dan daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi aloksan .
Ekstrak etanol daun sirsak dapat menurunkan kadar glukosa darah (Sovia, 2016)
Pemberian kombinasi ekstrak etanol daun sirsak dan daun belimbing wuluh
Kombinasi dapat meningkatkan efektivitas penurunan kadar glukosa darah dibandingkan dengan penggunaan secara tunggal. Kombinasi ekstrak memberikan efek yang sinergis
Ekstrak etanol daun belimbing wuluh dapat menurunkan kadar glukosa darah (Pratama, 2014)
Penurunan kadar glukosa darah
C. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Kombinasi ekstrak etanol daun sirsak dan daun belimbing wuluh mempunyai efek antihiperglikemia terhadap tikus putih yang diinduksi aloksan.
2. Kombinasi ekstrak etanol daun sirsak dan daun belimbing wuluh mempunyai efek antihiperglikemia yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan ekstrak etanol daun sirsak dan daun belimbing wuluh secara tunggal terhadap tikus putih yang diinduksi aloksan.