BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori - RARAS WIDOWATI BAB II

BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Rasa Ingin Tahu Menurut Mustari (2011:104), rasa ingin tahu adalah emosi yang

  dihubungkan dengan perilaku mengorek secara alamiah seperti eksplorasi, investigasi, dan belajar. Rasa ingin tahu terdapat pada pengalaman manusia dan binatang. Istilah itu juga dapat untuk menunjukkan perilaku itu sendiri yang diseababkan oleh emosi rasa ingin tahu. Emosi ini mewakili kehendak untuk mengetahui hal-hal baru, rasa ingin tahu diibaratkan “bensin” atau “kendaraan” ilmu dan disiplin lain dalam Saudi yang dilakukan oleh manusia.

  Menurut fitri (2012:41) rasa ingin tahu mempunyai 2 indikator, yaitu: a.

  Sistem pembelajaran diarahkan untuk mengeksplorasi keingin tahuan siswa.

  b.

  Sekolah memberikan fasilitas, baik melalui media cetak maupun elektronik, agar siswa dapat mencari informasi yang baru.

  Menurut Wibowo (2012;102), rasa ingin tahu merupakan sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Pengertian rasa ingin tahu dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

  9   rasa ingin tahu merupakan suatu sikap atau perbuatan yang bertujuan untuk mengetahu hal-hal baru atau lebih memahami hal yang telah dikuasai atau diketahui serta adanya pemecahan masalah yang ditimbulkan dari keingintahuan berdasarkan pengamatan dan pengalaman.

2. Belajar

  Menurut Sagala (2011:11-12), belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi). Teori-teori yang dikembangkan dalam komponen ini meliputi antara lain teori tentang tujuan pendidikan, organisasi kurikulum, isi kurikulum, dan modul-modul pengembangan kurikulum. Kegiatan atau tingkah laku belajar terdiri dari kegiatan psikis dan fisis yang saling bekerjasama secara terpadu dan komprehensif integral. Sejalan dengan itu, belajar dapat dipahami sebagai berusaha atau berlatih supaya mendapat suatu kepandaian. Dalam implementasinya, belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku dan ketrampilan dengan cara mengolah bahan belajar. Para ahli psikologi dan guru-guru pada umumnya memandang belajar sebagai kelakuan yang berubah, pandangan ini memisahkan pengertian yang tegas antara pengertian proses belajar dengan kegiatan yang semata-mata bersifat hafalan.

  Menurut Slameto (2010:2), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubanahn tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.

  Menurut Hamdani (2010:21-22), belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan. Misalnya, dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan sebagainya. Selain itu, belajar akan lebih baik jika subjek belajar mengalami atau melakukannya. Proses mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru kepada siswa, tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan siswa merekonstruksi sendiri pengetahuannya sehingga mampu menggunakan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari.

  Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan yang terjadi pada sesorang karena berinteraksi dengan lingkungan sebagai hasil dari pengalaman, suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga. Gerak raga seseorang yang ditunjukkan harus sejalan dengan proses jiwa untuk dapat memperoleh suatu perubahan yang lebih baik.

  Perubahan yang didapatkan bukan perubahan fisik melainkan perubahan jiwa sebagai hasil dari proses belajar yang mempengaruhi tingkah laku seseorang.

  3. Prestasi Menurut Arifin (2011:12), kata “prestasi” berasal dari bahasa

  Belanda yaitu prestatie. Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi “prestasi” yang berarti “hasil usaha”. Istilah “prestasi belajar” berbeda dengan “hasil belajar”. Prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak peserta didik. Kata prestasi banyak digunakan dalam berbagai bidang dan kegiatan antara lain dalam kesenian, olahraga, dan pendidikan, khususnya pembelajaran.

  Menururt Hamdani (2010:137), prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan kegiatan. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi merupakan suatu hasil yang diperoleh berdasarkan aktivitas yang dilakukan baik individu maupun kelompok.

  4. Prestasi Belajar Hamdani (2010:138), prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar. Prestasi belajar merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam menerima, menolak, dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses belajar mengajar. Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau rapor setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar.

  Menurut Arifin (2011:12-13), prestasi belajar merupakan suatu masalah yang bersifat perennial dalam sejarah kehidupan manusia, karena sepanjang renatang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing.

  Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang diperoeh seseorang berdasarkan kemampuan yang dimiliki dalam mempelajari materi pelajaran. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tinggi rendahnya prestasi belajar.

  Arifin (2011:12-13), prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain: a.

  Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasi peserta didik.

  b.

  Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. Para ahli psikologi biasanya menyebut hal ini sebagai ‘tendensi keingintahuan’ dan merupakan kebutuhan umum manusia.

  c.

  Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.

  Asumsinya adalah prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi peseta didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berperan sebagai umpan balik dalam meningkatkan mutu pendidikan.

  d.

  Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan. Indikator intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan relevan dengan kebutuhan masyarakat dan anak didik. Indikator ekstern dalam arti bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat kesuksesan peserta didik di masyarakat. Asumsinya adaah kurikulum yang digunakan relevan pua dengan kebutuhan masyarakat.

  e.

  Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap peserta didik.

  Dalam proses pembelajaran, peserta didik menjadi focus utama yang harus diperhatiakan, karena peserta didiklah yang diharapkan dapat menyerap seluruh materi pelajaran.

  Jika diihat dari beberapa fungsi prestasi belajar di atas, maka betapa pentingnya kita mengetahui dan memahami prestasi belajar peserta didik, baik secara perseorangan maupun secara kelompok, sebab fungsi prestasi belajar tidak hanya sebagai indikator keberhasilan dan bidang studi tertentu, tetapi juga sebagai indikator kualitas institusi pendidikan. Di samping itu, prestasi belajar juga bermanfaat sebagi umpan balik bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran sehingga dapat menentukan apakah perlu melakukan diagnosis, penempatamn, atau bimbingan terhadap peserta didik. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Cronbach (1970) bahwa kegunaan prestasi belajar banyak ragamnya, antara lain “sebagai umpan balik bagi guru dalam mengajar, untuk keperluan diagnostik, untuk kepentingan bimbingan dan penyuluhan, untuk keperluan seleksi, untuk keperluan penempatan atau penjurusan, untuk menentukan isi kurikulum, dan untuk menentukan kebijakan sekolah.

5. Metode Discovery a.

  Pengertian Discovery Hamdani (2010:184), mengemukakan bahwa discovery adalah proses mental ketika siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu prinsip. Adapun proses mental, misalnya mengamati, menjelaskan, mengelompokkan, membuat kesimpulan, dan sebagainya. Konsep, misalnya bundar, segitiga, demokrasi, energy, dan sebagainya. Sedangkan prinsip, misalnya setiap logam apabila dipanaskan memuai.

  Suryosubroto (2009:179), discovery adalah suatu metode dimana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan siswa siswinya menemukan sendiri informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan atau deceramahkan saja. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa discovery merupakan proses kegiatan pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara langsung untuk mencari dan menyelidiki suatu masalah yang ada daam proses pembelajaran.

  b.

  Kebaikan dan kelemahan metode Discovery Menurut Suryosubroto (2009:185-186) kebaikan dari metode discovery yaitu:

  1) Dianggap membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa, andaikata siswa itu dilibatkan terus dalam penemuan terpimpin. Kekuatan dari proses penemuan datang dari usaha untuk menemukan, jadi seseorang belajar bagaimana belajar itu.

  2) Pengetahuan diperoleh dari strategi ini sangat pribadi sifatnya dan mungkin merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh dalam arti pendalaman dari pengertian, retensi, dan transfer.

  3) Strategi penemuan membangkitkan gairah pada siswa, misalnya siswa merasakan jeripayah penyelidikannya, menemukan keberhasilan dan kadang – kadang kegagalan.

  4) Metode ini memeberi kesempatan pada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya sendiri.

  5) Metode ini menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga ia lebih merasa terlibat dan bermotivasi sendiri untuk belajar, paling sedikit pada suatu proyek penemuan khusus 6)

  Metode ini dapat membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses- proses penemuan. Dapat memungkinkan siswa sanggup mengatasi kondisi yang mengecewakan.

  7) Strategi ini berpusat pada anak, misalnya member kesempatan kepada mereka dan guru berpartisipasi sebagai sesama dalam mengecek ide. Guru menjadi teman belajar, terutama dalam situasi penemuan yang “jawaban”nya belum diketahui sebelumnya.

  8) Membantu perkembangan siswa menuju skeptisisme yang sehat untuk menemukan kebenaran akhir dan mutlak.

  Menurut Suryosubroto (2009:185-186) kelemahan metode yaitu:

  discovery

  1) Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini. Misalnya, siswa yang lamban mungkin bingung dalam usahanya mengembangkan pikirannya jika berhadapan dengan hal-hal yang abstrak, atau menemukan saling ketergantungan antara pengertian dalam suatu subjek, atau dalam usahanya menyusun suatu hasil penuan dalam bentuk tertulis. Siswa yang lebih pandai mungkin akan memonopoli penemuan dan akan menimbulkan frustasi pada siswa yang lain.

2) Metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar.

  Misalnya sebagian waktu dapat hilang karena membantu seorang siswa menemukan teori-teori, atau menemukan bagaiamana ejaan dari bentuk kata-kata tertentu. 3)

  Harapan yang ditumpahakan pada strategi ini mungkin mengecewakan guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional. 4)

  Mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang sebagai terlalu mementingkan memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan keytampilan. Sedangkan sikap dan ketrampialan diperlukan untuk meperoleh pengertian atau sebagai perkembangan emosiona sosial secara keseluruhan. 5)

  Dalam beberapa ilmu (misalnya IPA) fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide mungkin tidak ada.

  6) Strategi ini mungkin tidak akan memberi kesempatan utnuk berfikir kreatif, kalau berfikir kreatif, kalau pengertian- pengertian yang akan ditemukan telah diseleksi terlebih dahulu oleh guru, demikian pula proses-proses di bawah pembinaanya. Tidak semua pemecahan masalah mejamin penemuan yang penuh arti. Pemecahan masalah dapat membosankan mekanisasi, formalitas, dan pasif seperti bentuk terburuk dari metode ekspositories verbal.

  c.

  Langkah-langkah pelaksanaan metode Discovery Menurut Hanafiah dan C. Suhana (2010:78), langkah-langkah metode discovery adalah sebagai berikut:

  1) Mengidentifikasi kebutuhan siswa

  2) Seleksi pendahuluan terhadap konsep yang akan dipelajari

  3) Seleksi bahan atau masalah yang akan dipelajari

  4) Menentukan peran yang akan diakuakan masing-masing peserta didik

  5) Mencek pemahaman peserta didik terhadap masalah yang akan diselidiki dan ditemukan

  6) Mempersiapkan setting kelas

  7) Mempersiapkan fasilitas yang diperlukan

  8) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan penyelidikan dan penemuan

  9) Menganalisis sendiri atas data temuan

  10) Merangsang terjadinya dialog interaksi antara peserta didik

  11) Memberi penguatan kepada peserta didik untuk giat dalam melakukan penemuan

  12) Memfasilitasi peserta didik dalam merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi atas hasil temuannya

6. Pembelajaran Matematika di SD Berdasarkan KTSP a.

  Pengertian Matematika Menurut Ruseffendi (Heruman,2007:1) matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan dan struktur yang terorganisasi mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan dan akhirnya ke dalil.

  Hariwijaya (2009:29) matematika secara umum didefinisikan sebagai bidang ilmu yang mempelajari pola struktur, perubahan dan ruang. Maka secara informal dapat pula disebut sebagai ilmu tentang bilangan dan angka. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang didapat dari proses berfikir dan logika. Sebuah ilmu yang memuat pola pikir manusia yang dapat dibuktikan secara logis dan sistematis serta menggunakan istilah yang didefinisikan denga cermat dan dengan menggunakan bahasa simbol yang padat.

  Kurikulum dalam proses pendidikan sangatlah penting guna meningkatkan mutu, hal ini menjadi prioritas utama dalam pendidikan, termasuk dalam pembelajaran matematika standar kompetensi menjumlahkan dan mengurangkan bilangan bulat dengan kompetensi dasar menjumlahan bilangan bulat dan mengurangkan bilangan bulat yang terdapat daam silabus. Silabus yang digunakan merupakan bagian dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

  b.

  Materi Bilangan Bulat 1)

  Penjumlahan Bilangan Bulat Contoh:

  a) 3 + 4 = 7 b) 4 + -3= 1 c)

  • 4 + 3 = -1

  d)

  • 2 + -7 =-9 2)

  Pengurangan Bilangan Bulat Contoh:

  a) 3 – 7 = -4 b) 6 – (-3) = 9 c)

  • 3 – 9 = -12

  d)

  • 2 – (-7) = 5 7.

  Alat Peraga Salah satu faktor pendukung keberhasilan belajar siswa yaitu adanya alat peraga dan media pembalajaran yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Media merupakan sesuatu yang dapat digunakan sebagai penyalur informasi dalam kegiatan pembelajaran.

  Menurut Djamarah, (2010:120), media adalah wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan. Bila media adalah sumber belajar, maka secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda, atau peristiwa yang memungkinkan anak didik memperoleh pengetahuan dan ketrampilan.

  Media dan alat peraga mempunyai kedudukan yang penting dalam pembelajaran matematika. Dengan menggunakan media maka alat indera yang terpacu bukan hanya pendengaran dan penglihatan saja, tetapi sekaligus dengan perabaan atau memanipulasi benda. Dengan demikian diharapkan dapat mendorong semangat belajar siswa sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

  Salah satu faktor pendukung keberhasilan belajar siswa yaitu adanya media atau alat peraga yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan dan menggunakan alat peraga lingkungan sekitar yaitu benda- benda yang ada di alam dan yang mudah dilihat di sekitar yang dapat dipakai untuk membantu menjelasklan konsep-konsep matematika di SD. Dalam menentukan jenis alat peraga haruslah cermat, jangan dipaksakan karena tujuan penggunaan alat peraga yaitu agar konsep lebih mudah dipahami bukan menyulitkan siswa dalam memahami konsep. Bila ternyata dengan alat peraga malah menjadi rumit dan menyulitkan siswa maka hindari penggunaannya.

  a.

  Alat Peraga Kartu Pinus Seperti penjelasan tentang alat peraga diatas, bahwa alat peraga adalah suatu alat yang digunakan untuk menunjukan sesuatu yang rill atau nyata sehingga memperjelas pengertian pebelajaran (siswa). Dalam pembelajaran tentang penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat kali ini menggunakan kartu pinus (singkatan dari plus dan minus). Pada alat peraga ini, menggunakan alat berupa kartu yang diberi tanda positif dan negatif didalam kartu tersebut. Bentuk alat peraga yang digunakan untuk operasi hitung penjumlahan dan pengurangan adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kartu Pinus

  Keterangan : : Kartu yang berwarna hijau bertanda plus mewakili bilangan positif ( + ) : Kartu yang berwarna kuning bertanda minus mewakili bilangan negatif ( - )

B. Penelitian yang Relevan 1.

  Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sri Muryaningsih (2011) dengan judul “Peningkatan Belajar Matematika Materi Bangun Datar Melalui Metode Penemuan Terbimbing Di Kelas Vb SD Negeri Karanglo Tahun Pelajaran 2010/2011. Pada penelitian itu dikatakan telah berhasil secara kualitatif dan kuantitatif karena hasil rata-rata dapat disimpulkan sebagai berikut: a.

  Aspek Kognitif Pada aspek ini terjadi peningkatan dari siklus I ketuntasan klasikal mencapai 46,5% dari 26 siswa 12 siswa sudah tuntas dan 14 siswa yang belum tuntas KKM, namun pada siklus II terjadi peningkatan menjadi 76,92% dan jumlah anak yang sudah mencapai KKM 20 siswa dan 6 siswa belum mencapai KKM. Pada silklus ke III naik menjadi 88,5% dan hanya 3 anak yang belum tuntas KKM.

  b.

  Aspek Afektif Pada aspek afektif pada setiap siklus mengalami kenaikan yaitu pada siklus I mencapai 58,23% dan pada siklus II mencapai 73,60% sedangkan pada siklus III mencapai 86,25%.

  c.

  Aspek Psikomotor Pada aspek psikomotor juga terjadi kenaikan dalam setiap siklusnya, pada siklus I nilai rata – rata 63,17 dan pada siklus II 65,66 sedangkan pada siklus III 86,35.

  2. Berdasarkan penelitian yang dilakuakan oleh Yusnita Kusumawati dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Ipa Materi Kelistrikan Dan Penanaman Nilai Karakter Kreatif Serta Rasa Ingin Tahu Melalui Pendekatan Contextual Teaching And Learning Menggunakan Kit Listrik Pada Siswa Kelas IX D SMP Negeri 6 Semarang Semester I Tahun Pelajaran 2011/2012”, nilai karakter rasa ingin tahu yang dikembangkan hanya menyisakan 6,67% siswa yang belum terlihat, 10,00% siswa mulai terlihat rasa ingin tahunya untuk mempelajari materi kelistrikan khususnya listrik dinamis, 50% siswa mulai berkembang, dan 33,33% siswa rasa ingin tahunya dalam belajar telah membudaya.

C. Kerangka Berpikir

  Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang di anggap sulit oleh siswa, sebagian siswa banyak yang menggangap matematika adalah mata pelajaran yang penuh dengan rumus-rumus yang sulit untuk di hitung. Padahal matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang menjadi dasar dari ilmu-ilmu pengarahuan lain. Siswa yang menyukai mata pelajaran matematika cenderung akan menyukai pelajaran yang lainnya. Tetapi jika siswa tidak menyukai mata pelajaran matematika maka akan tidak suka dengan pelajarana yang lain seperti kimia, fisika kerena barhubungan dengan angka-angka.

  Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar merupakan pembelajaran awal, dimana pada anak usia SD tahap pembelajarannya dari pengenalan benda-benda yang konkrit atau nyata menuju yang abstrak. Oleh sebab itu dalam pembelajaran matematika di butuhkan alat peraga sebagai media bantu untuk meningkatkan rasa ingin tahu dan prestasi belajar siswa dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) menggunakan alat peraga. Untuk meningkatkan rasa ingin tahu dan prestasi belajar siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, strategi dan pendekatan yang digunakann oleh guru guna mencapai tujuan dan sarana pendidikan. Salah satunya adalah dengan menerapkan metode pembelajaran discovery. Disamping itu metode ini juga diupayakan meningkatkan rasa ingin tahu dan prestasi belajar siswa dalam mempelajari materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.

D. Hipotesis Tindakan

  Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka berfikir di atas, maka dalam penelitian tindakan ini diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut :

  1. Rasa ingin tahu siswa kelas IV SD Negeri 1 Sanggreman Kecamatan Rawalo Kabupaten Banyumas tahun pelajaran 2012/2013 materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dapat ditingkatkan melalui metode pembelajaran discovery.

  2. Prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri 1 Sanggreman Kecamatan Rawalo Kabupaten Banyumas tahun pelajaran 2012/2013 materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dapat ditingkatkan melalui metode pembelajaran discovery.