BAB II TINJAUAN PUSTAKA - ANA MAZIYAH BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Winancy et al

  (2015) dimana melakukan penelitian mengenai “Perbandingan penerapan metode

  brainstorming dan buzz group terhadap peningkatan pengetahuan suami ibu hamil

  tentang tanda bahaya kehamilan, persalinan, dan nifas” jenis penelitian ini menggunakan quasi experiment dengan rancangan non randomized pretest

  posttest design . Hasil penelitian didapatkan bahwa bahwa pengetahuan responden

  sebelum dan segera setelah proses Pendidikan Kesehatan mengalami peningkatan (p<0,001). Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa peningkatan nilai median pengetahuan responden pada kelompok buzz group adalah lebih baik dibandingkan brainstorming. Persamaan dengan rencana penelitian yang akan dilakukan adalah quasi experiment dengan rancangan non randomized pretest

  posttest design dan menggunakan metode edukasi brainstorming dan buzz group.

  Perbedaan dengan rencana penelitian yang akan dilakukan adalah variabel penelitian adalah pengetahuan suami ibu hamil tentang bahaya kehamilan, persalinan dan nifas dan responden penelitian suami yang istrinya sedang hamil.

  5

  B. Gambaran Umum Skabies

  1. Definisi Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya pada tubuh (Djuanda, 2011). Di Indonesia skabies sering disebut kudis, orang jawa menyebutnya gudik, sedangkan orang sunda menyebutnya budug (Cakmioki, 2007). Skabies adalah penyakit zoonosis yang menyerang kulit, dapat mengenai semua golongan diseluruh dunia yang disebabkan oleh tungau (kutu atau mite) Sarcoptes scabiei (Al-falakh, 2009).

Gambar 2.1 Gambaran umum lesi skabies dan terowongan pada sela-sela jari dan buku-buku jari. Sumber : F

  itzpatrick’s Dermatology in general medicine, 2012.

  2. Epidemiologi Skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit yang tersering di Indonesia. Menurut data dari Departemen Kesehatan Republik

  Indonesia prevalensi skabies berdasarkan data dari Puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 2008 adalah 5,6%-12,95%. Beberapa faktor yang dapat membantu penyebaran penyakit ini adalah kemiskinan, hygiene yang jelek, seksual promiskuitas, diagnosis yang salah, demografi, ekologi dan derajat sensitasi individual. Selain itu faktor penularannya bisa melalui tidur bersama dalam satu tempat tidur, lewat pakaian, perlengkapan tidur

  6 atau benda-benda lainnya. Seperti yang terjadi di Pondok Pesantren. Sebagian besar Santri mempunyai kebiasaan untuk bertukar pakaian, alat sholat ataupun alat mandi dengan teman sehingga penyebaran penyakit skabies menjadi sangat mudah mengingat salah satu penyebab penularan skabies adalah hygiene yang jelek (Djuanda, 2011).

  3. Etiologi Penyebabnya penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun lalu sebagai akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei atau pada manusia disebut Sarcoptes scabiei varian hominis. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Acarina, super famili

  Sarcoptes (Djuanda, 2011).

  4. Morfologi

Gambar 2.2 Morfologi sarcoptes scabiei (Siregar, 2012)

  Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata, tungau ini transluen, berwarna putih dan tidak bermata. Tungau betina panjangnya 330-450 mikron, sedangkan tungau jantan lebih kecil kurang lebih setengahnya yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Stadium dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang merupakan kaki depan dan 2 pasang lainnya kaki belakang. Siklus hidup dari telur sampai menjadi dewasa berlangsung satu bulan. Sarcoptes scabiei betina terdapat cambuk pada pasangan kaki ke-3

  7 dan ke-4. Sedangkan pada yang jantan bulu cambuk tersebut hanya dijumpai pada pasangan kaki ke-3 saja (Asra, 2010).

  5. Cara penularan Penularan biasanya melalui Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang-kadang oleh larva. Dikenal pula Sarcoptes scabiei

  

var. Animalis yang kadang-kadang menulari manusia (Djuanda, 2011).

  Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama disatu tempat yang relatif sempit. Penularan skabies terjadi ketika orang- orang tidur bersama disatu tempat tidur yang sama dilingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan pondokan serta fasilitas-fasilitas yang dipakai oleh masyarakat luas dan fasilitas umum lain yang dipakai secara bersama-sama di Lingkungan padat penduduk (Wardhani, 2007).

  6. Patogenesis

eksreta tungau yang kira-kira memerlukan waktu sebulan setelah infestasi.

  Pada saat ini kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya

  

paula , vesikel, urtika, dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi,

ekskorisasi (lecet sampai epidermis dan berdarah), krusta (cairan tubuh

  yang mengering pada permukaan kulit) dan infeksi sekunder (Djuanda, 2011).

  7. Gambaran klinis Keluhan pertama yang dirasakan penderita adalah rasa gatal terutama pada gatal yang hebat terutama pada malam hari sebelum tidur.

  Adanya tanda : papula (bintil), pustula (bintil bernanah), ekskorisasi (bekas garukan), bekas-bekas lesi yang berwarna hitam (Sudirman, 2006). Diagnosa dapat ditegakkan dengan menentukan 2 dari 4 tanda dibawah ini (Al-falakh, 2009) :

  a. Pruritus noktural yaitu gatal pada malam hari karena aktifitas tungau yang lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas.

  8

  9

  b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam keluarga biasanya seluruh anggota keluarga, perkampungan yang padat penduduknya, sebagian tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal dengan hiposensitisasi yang seluruh anggota keluarganya terkena.

  c. Adanya kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat yang dicurigai berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papula (tonjolan padat) atau vesikel (kantung cairan). Jika ada infeksi sekunder, timbul

  poli morf (gelembung leokosit).

  d. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostig. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.

  8. Diagnosis Diagnosis penyakit skabies sampai saat ini masih menjadi masalah dermatologi (Sudirman, 2006). Penetapan diagnosa skabies berdasarkan sakit seperti penderita (ini menunjukan adanya penularan). Pemeriksaan fisik yang penting adalah dengan melihat bentuk tonjolan kulit yang gatal dan area penyebarannya. Untuk memastikan diagnosa skabies adalah dengan pemeriksaan mikroskop untuk melihat ada tidaknya kutu sarcoptes

  scabiei atau telurnya (Cakmioki, 2007).

  9. Klasifikasi Menurut (Sudirman, 2006) skabies dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

  a. Skabies pada orang bersih (Scabies in the clean) Tipe ini sering ditemukan bersamaan dengan penyakit menular lain.

  Ditandai dengan gejala minimal dan sukar ditemukan terowongan. Kutu biasanya menghilang akibat mandi secara teratur.

  b. Skabies pada bayi dan anak kecil Gambaran klinis tidak khas, terowongan sulit ditemukan namun vesikel lebih banyak, dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki.

  c. Skabies noduler (Noduler Scabies)

  Lesi berupa nodul coklat kemerahan yang gatal pada daerah tertutup.

  Nodul dapat bertahan beberapa bulan hingga beberapa tahun walaupun telah diberikan obat anti skabies.

  d. Skabies in cognito Skabies akibat pengobatan dengan menggunakan kortikosteroid topikal atau sistemik. Pemberian obat ini hanya dapat memperbaiki gejala klinik (rasa gatal) tapi penyakitnya tetap ada dan tetap menular.

  e. Skabies yang ditularkan oleh hewan (Animal transmited scabies) Gejala ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi terutama terdapat pada tempat-tempat, dapat sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi yang bersih.

  f. Skabies krustosa (Crustes scabies/scabies keratorik) Tipe ini jarang terjadi, namun bila ditemui kasus ini, dan terjadi keterlambatan diagnosis maka kondisi ini akan sangat menular.

  g. Skabies terbaring ditempat tidur (Bed ridden) di tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.

  h. Skabies yang disertai penyakit menular seksual yang lain Apabila ada skabies didaerah genital perlu dicari kemungkinan penyakit menular seksual yang lain, dimulai dengan pemeriksaan biakan atau

  gonore dan pemeriksaan serologi untuk sifilis.

  i. Skabies Aquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) Ditemukan skabies atipik dan pneumonia pada seorang penderita. j. Skabies dishidrosiform

  Jenis ini ditandai oleh lesi berupa kelompok vesikel dan pustule pada tangan dan kaki yang sering berulang dan selalu sembuh dengan obat anti skabies (Sudirman, 2006).

  10. Pencegahan Penyakit skabies ini dapat dicegah dengan cara selalu menjaga kebersihan lingkungan dan menjaga kebersihan diri, mencuci bersih baju, handuk, sprei penderita skabies bahkan lebih baik apabila dicuci

  10 menggunakan air panas kemudian menjemurnya sampai kering, menghindari pemakaian baju, handuk, seprai secara bersama-sama. Dan yang lebih utama adalah dengan memutuskan mata rantai penularan penyakit skabies dengan cara mengobati penderita sampai tuntas (Rochmawati, 2010).

  11. Pengobatan Syarat obat yang ideal yaitu harus efektif terhadap semua stadium tungau, kemudian harus tidak menimbulkan iritasi ataupun toksik, tidak berbau, kotor dan merusak warna pakaian dan mudah diperoleh, dan murah harganya serta seluruh anggota keluarga harus diobati termasuk penderita (Al-falakh, 2009). Menurut Graham Robin et al Merupakan suatu hal yang penting untuk menerangkan kepada pasien dengan sejelas- jelasnya tentang bagaimana cara memakai obat-obatan yang digunakan, dan lebih baik lagi bila disertai penjelasan tertulis.

  Semua anggota keluarga dan orang yang secara fisik berhubungan topikal harus dioleskan mulai daerah leher sampai jari kaki dan pasien diingatkan untuk tidak membasuh tangannya sesudah melakukan pengobatan. Pada bayi, orang-orang lanjut usia dan orang-orang dengan imunokompromasi, terowongan tungau dapat terjadi pada kepala dan leher, sehingga pemakaian obat perlu diperluas pada daerah itu. Sesudah pengobatan rasa gatal tidak dapat segera hilang, tetapi pelan-pelan akan terjadi perbaikan dalam waktu 2-3 minggu, saat epidermis superfisial yang mengandung tungau alergenik terkelupas. Obat antigatal topikal seperti krim eurax-hydrokortison (0,25%) dapat digunakan pada tempat- tempat yang masih terasa gatal. Tidak diharuskan untuk melakukan „disinfeksiā€Ÿ pada pakaian, karpet dan seprai tetapi pakaian dalam dan baju tidur perlu dicuci. Obat obat yang bisa dipakai :

  a. Lindane 1% Lindane adalah gamma benzene hexacloride yang termasuk sebagai insektisida. Krim atau lotion lindane adalah pengobatan alternatif jika

  11

  12

  tidak ada permethrin. Efektifitas lindane sama dengan permethrin tetapi lindane dapat menjadi toksik pada susunan saraf pusat. Gejala keracunan yang timbul setelah pemakaian lindane antara lain pusing, sakit kepala, mual, muntah. Terdapat beberapa bukti bahwa lindane mungkin berpengaruh pada gangguan hematologi seperti anemia aplastik, trombositopenia, dan pansitopenia. Lindane tidak direkomendasikan bagi bayi atau anak-anak yang masih kecil. Lindane diaplikasikan selama 12-24 jam dengan dosis anak usia diatas 12 tahun dan dewasa 200 ml untuk setiap pemakaian.

  b. Krim Permetrin 5% Bilas sesudah 8-12 jam. Pemakaian tunggal malation atau permetrin sering efektif, tetapi dianjurkan untuk melakukan pengobatan yang kedua 7 hari sesudahnya.

  12. Kriteria sembuh Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pakai obat serta cara

  personal hygiene ) maka penyakit ini dapat diberantas dan memberi prognosis yang baik (Al-falakh, 2009).

C. Metode Pembelajaran Brainstorming

  1. Definisi metode brainstorming Menurut (Sudjana, 2010), brainstorming adalah “teknik pembelajaran yang dilakukan dalam kelompok yang peserta didiknya memiliki latar belakang pengetahuan dan pengalaman yang berbeda- beda”. Kegiatan ini dilakukan untuk menghimpun gagasan dan pendapat dalam rangka menemukan, memilih, dan menentukan berbagai pernyataan sebagai jawaban terhadap pertanyaan yang berkaitan dengan kebutuhan belajar, sumber-sumber, hambatan, dan lain sebagainya.

  M enurut (Roestiyah, 2008) menjelaskan bahwa “Metode Brainstorming adalah suatu teknik atau mengajar yang dilaksanakan oleh Guru di dalam kelas yaitu dengan melontarkan suatu masalah ke kelas oleh Guru, kemudian Siswa menjawab atau menyatakan pendapat, atau komentar sehingga mungkin masalah tersebut berkembang menjadi masalah baru, atau dapat diartikan pula sebagai satu cara untuk mendapatkan banyak ide dari sekelompok-sekelompok man usia dalam waktu yang singkat.” Dari berbagai pendapat yang dikemukakan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa metode brainstorming adalah suatu teknik mengajar yang melibatkan Siswa dengan cara melontarkan masalah kepada Siswa dan mengajak Siswa ke masalah tersebut sehingga si anak terlibat daya pikir, ide, gagasan bahkan tanggapan yang terjadi secara spontan dan akan memunculkan permasalahan baru lainnya, dan seluruh masukan Siswa tidak boleh di bantah sekalipun ide tersebut tidak berkenaan dengan masalah yang dibahas. Siswa yang kurang aktif dapat terlibat dengan adanya Siswa lain yang berani berkomentar, bertanya, menyampaikan ide, atau membuat masalah baru yang menjadikan pembelajaran menjadi efektif dan bermakna (Roestiyah, 2008).

  

Dalam pelaksanaan metode pembelajaran brainstrorming memiliki

  keunggulan dan kelemahan yang harus diketahui oleh Guru. Menurut (Roestiyah, 2008), keunggulan metode brainstorming sebagai berikut : a. Siswa berfikir untuk menyatakan pendapat.

  b. Melatih siswa berpikir dengan cepat dan tersusun logis.

  c. Meningkatkan partisipasi Siswa dalam menerima pelajaran.

  d. Terjadi persaingan yang sehat.

  e. Siswa merasa bebas dan gembira.

  f. Suasana demokratis dan disiplin dapat ditumbuhkan. Sedangkan kelemahan metode brainstorming menurut (Roestiyah, 2008) sebagai berikut : a. Guru kurang memberi waktu yang cukup kepada Siswa untuk berpikir dengan baik.

  b. Siswa yang kurang pandai selalu ketinggalan.

  c. Siswa tidak segera tahu apakah pendapatnya itu betul atau salah.

  d. Masalah bisa berkembang kearah yang tidak diharapkan.

  13

D. Metode Buzz Group

  1. Pengertian metode buzz group Menurut (Hasibuan & Moedjiono, 2006), diskusi jenis buzz group adalah satu kelompok besar dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, terdiri atas 4-5 orang. Tempat diatur agar Siswa dapat berhadapan muka dan bertukar pikiran dengan mudah. Diskusi dapat dilakukan di tengah atau di akhir pelajaran dengan maksud menajamkan kerangka bahan pelajaran, memperjelas bahan pelajaran, atau menjawab pertanyaan- pertanyaan.

  2. Menurut (Hasibuan dan Moedjiono, 2006) kelebihan dan kelemahan strategi buzz group.

  Setiap metode pembelajaran mempunyai kelebihan maupun kekurangan. Adapun kelebihan dari metode buzz group, antara lain:

  a. Metode ini mampu mendorong individu untuk memberikan sumbangan pemikiran melalui diskusi kelompok.

  c. Metode ini juga mampu menghemat waktu.

  d. Dengan metode ini dapat memberikan variasi dalam kegiatan pembelajaran.

  e. Peserta didik dapat terdorong untuk ikut serta sehingga memunculkan sikap yang percaya diri dalam diri Siswa.

  f. Peserta didik mampu membagi tugas kepemimpinan untuk mengatur semua anggota kelompok. Adapun kelemahan dalam metode buzz group, Menurut (Hasibuan dan Moedjiono, 2006 ) yaitu:

  a. Metode ini mungkin tidak akan berhasil bila anggota kelompok terdiri dari individu-individu yang tidak tahu apa-apa dan kemungkinan jalannya diskusi akan berputar-putar.

  b. Dengan metode ini dapat memboroskan waktu, terutama bila terjadi hal-hal yang bersifat negatif.

  c. Siswa harus belajar terlebih dahulu agar mendapatkan hasil yang maksimal.

  14 d. Pemilihan pemimpin memungkinan mendapatkan pemimpin yang lemah.

  e. Penulisan hasil laporan hasil diskusi kemungkinan tidak tersusun dengan baik.

  f. Kelompok diskusi hanya ada di dalam kelas saja.

E. Pengetahuan

  1. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan meraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012). Pengetahuan yang tercangkup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, antara lain : a. Tahu (know) sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

  Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

  b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Dikatakan paham terhadap objek atau materi ketika seseorang dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya.

  c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

  15 Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atas situasi yang lain.

  d. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen,tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

  e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

  Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang telah ada. Arikunto (2006) membuat kategori tingkat pengetahuan seseorang menjadi tiga tingkatan yang didasarkan pada nilai presentase sebagai berikut :

1) Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya ≥ 75 %.

  2) Tingkat pengetahuan kategori cukup jika nilainya 56-74 %. 3) Tingkat pengetahuan kategori kurang jika nilainya <55 %.

  2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan Ada dua faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu factor internal yang meliputi status kesehatan, intelegensi, perhatian, minat dan bakat. Sedangkan faktor eksternal meliputi keluarga, masyarakat, dan metode pembelajaran (Notoatmodjo, 2011).

  16 Beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang menurut Wawan dan Dewi (2010) antara lain:

  a. Faktor internal 1) Tingkat pendidikan

  Pendidikan adalah bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi yang akhirnya dapat mempengaruhi seseorang. Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi. 2) Pekerjaan

  Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga 3) Umur seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja 4) Informasi

  Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas.

  b. Eksternal 1) Faktor Lingkungan

  Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok. 2) Sosial budaya

  Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

  17

  F. Profil Pondok Pesantren Al-Hikmah

  Lokasi Pendidikan Pondok Pesantren Al Hikmah terletak di Desa Benda Kecamatan Sirampog Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah, antara jalur Tegal Purwokerto, tepatnya 7 km dari Bumiayu. Menempati areal tanah seluas 10 Ha.

  Pondok Pesantren Al-Hikmah menampung para santri-santri dari berbagai daerah, baik dari Jawa maupun luar Jawa. Adapun santri yang bertempat tinggal di Pondok Pesantren Al Hikmah kurang lebih 1470 santri dengan rincian : 1030 Santri putra dan 440 Santri putri.

  G. Profil Sirampog Kabupaten Brebes

  Sirampog adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Indonesia. Kecamatan Sirampog terletak di ujung tenggara wilayah Kabupaten Brebes, dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Tegal. Pusat pemerintahan kecamatan ini berada di desa Mendala. Bagian barat wilayah kecamatan ini merupakan dataran rendah (Seperti Desa Benda, Kaliloka dan Manggis ). Di bagian timur merupakan dataran tinggi dan pegunungan, seperti Desa Mendala, Sridadi, Kaligiri, Dawuhan, Batursari, Igir klanceng dan Sawangan. (Sawangan kini tidak termasuk ke dalam daftar dusun di kecamatan Sirampog. Sawangan termasuk dusun bagian dari kelurahan Kali Pedes, Kec. Bumijawa - Tegal). Kecamatan Sirampog terdiri dari 13 desa yaitu: Batursari, Benda, Buniwah, Dawuhan, Igirklanceng, Kaligiri, Kaliloka, Manggis, Mendala, Mlayang, Plompong, Sridadi, Wanareja.

  18

H. Kerangka konsep

  Kerangka konsep merupakan dasar pemikiran yang memberikan penjelasan tentang dugaan yang tercantum dalam hipotesis (Saryono, 2010). Dalam penelitian ini kerangka konsep dapat dijelaskan pada gambar 2.3 sebagai berikut:

VARIABEL BEBAS

  Edukasi (Metode brainstorming Pengetahuan Santri tentang skabies dan buzz group)

  VARIABEL PENGGANGGU 1) Faktor internal a) Tingkat pendidikan

  b) Pekerjaan

  c) Umur

  d) Informasi 2) Eksternal a) Faktor Lingkungan

  b) Sosial budaya

Gambar 2.3 Kerangka Konsep penelitian

  Keterangan : : Diteliti : Tidak diteliti : Arah hubungan

  19

I. Hipotesis

  Hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara yang kebenarannya perlu diteliti lebih lanjut (Notoatmodjo, 2010). Hipotesis penelitian ini adalah: H : Edukasi menggunakan metode edukasi brainstorming dan buzz group tidak efektif untuk meningkatkan pengetahuan santri tentang penyakit skabies di Pondok Pesantren Al-hikmah Benda Sirampog Kabupaten Brebes. H : Edukasi menggunakan metode edukasi brainstorming dan buzz group

  1

  efektif untuk meningkatkan pengetahuan santri tentang penyakit skabies di Pondok Pesantren Al-hikmah Benda Sirampog Kabupaten Brebes. Seperti penelitian yang pernah dilakukan oleh Winancy et al (2015) yang berjudul “Perbandingan penerapan metode brainstorming dan

  buzz group terhadap peningkatan pengetahuan suami ibu hamil tentang

  tanda bahaya kehamilan, persalinan, dan nifas ” terbukti efektif, bermakna antara sebelum dan sesudah pemberian intervensi.

  20