BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Rasa Ingin Tahu - RATIH HAYU ANGGOROWATI BAB II

BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Rasa Ingin Tahu Rasa ingin tahu merupakan salah satu bagian dari 18 nilai

  karakter Bangsa yang terkandung dalam pendidikan karakter yang di dalamnya terkandung pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral. Di SD Muhammadiyah Cipete siswa masih kurang melibatkan dirinya dalam proses pembelajaran berakibat pada kurangnya rasa ingin tahu siswa yang akan berdampak pada kurangnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan.

  Rasa ingin tahu menurut Hasan (2010 : 10) adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Rasa ingin tahu (curiosity) merupakan keinginan untuk menyelidiki dan mencari pemahaman terhadap rahasia alam sedangkan menurut Samani (2012:104) rasa ingin tahu akan memotivasi diri untuk terus mencari dan mengetahui hal-hal yang baru sehingga akan memperbanyak ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam kegiatan belajar. Rasa ingin tahu menurut Mustari (2011:103) yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat dan didengar. Suyadi mengemukakan (2013 : 89-

  7

  90) bagi peserta didik yang belajar dengan strategi pembelajaran kontekstual, menguasai materi pelajaran yang diberikan guru di kelas saja tidak cukup. Secara alamiah peserta didik akan terus mencari tahu, apa dan bagaimana materi tersebut berhubungan dan dapat digunakan sebagai pemecah masalah. Memang banyak ide maupun gagasan yang muncul, tetapi dalam prakteknya tidak sedikit peserta didik yang gagal dan harus mencari ide lain untuk menghubungkan dan menggunakan materi yang telah dikuasai tersebut sebagai problem solver. Kegagalan demi kegagalan tidak akan menyurutkan peserta didik untuk memecahkan masalah, karena peserta didik akan terus berusaha mencari cara lain yang dapat ditempuh. Hal ini menunjukkan bahwa strategi pembelajaran kontekstual mampu menanamkan nilai karakter, khususnya menumbuhkan rasa ingin tahu.

  Pengertian rasa ingin tahu dapat disimpulkan bahwa suatu perasaan yang dapat membangkitkan rasa penasaran manusia untuk mengetahui sesuatu yang baru. Dengan adanya rasa ingin tahu, manusia dapat menyelidiki atau memecahkan masalah yang membuatnya ingin memperluas pengetahuan yang dimiliki. Berikut indikator rasa ingin tahu dapat dilihat pada tabel 2.1:

Tabel 2.1. Indikator Rasa Ingin Tahu NILAI

INDIKATOR 4-6

  Rasa ingin tahu: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.

  Bertanya atau membaca sumber di luar buku teks tentang materi yang terkait dengan pelajaran. Membaca atau mendiskusikan gejala alam yang baru terjadi. Bertanya tentang beberapa peristiwa alam, sosial, budaya, ekonomi, politik, teknologi yang baru didengar. Bertanya tentang sesuatu yang terkait dengan materi pelajaran tetapi di luar yang dibahas di kelas. Sumber : Hasan, 2010 : 34

  Berdasarkan berbagai uraian tentang rasa ingin tahu maka dapat disimpulkan bahwa sikap rasa ingin tahu perlu ditanamkan kepada siswa.

  Pembiasaan dapat dilakukan dengan memulai bertanya kepada guru jika ada materi yang belum dipahami, berdiskusi dengan siswa lain terkait materi pelajaran dan senantiasa mempelajari hal-hal yang baru untuk memperdalam ilmu pengetahuannya.

2. Prestasi Belajar

  Dalam Aktivitas kehidupan manusia sehari-hari hampir tidak pernah dapat terlepas dari kegiatan belajar, baik ketika seseorang melaksanakan Aktivitas sendiri, baik ketika seseorang melaksanakan aktivitas sendiri, maupun dalam kelompok tertentu. James O. Whittaker dalam Aunurrahman (2011 : 35) mengemukakan belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya.

  Howard L. Kingskey dalam Djamarah (2008 : 13) mengatakan bahwa learning is the process by which behavior (in the broader sense)

  is originated or changed trough practice or training . Belajar adalah

  proses dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan. Cronbach dalam Djamarah (2008: 13) berpendapat bahwa learning is shown by change in behavior as a result

  of experience . Belajar suatu Aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan

  tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Belajar menurut Syah (201 : 63) adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan.

  Ini berarti, bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.

  Menurut J. Bruner dalam Slameto (2010 : 11) belajar tidak untuk mengubah tingkah laku seseorang tetapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar lebih banyak dan mudah. Di dalam proses belajar Bruner mementingkan partisipasi aktif dari setiap siswa dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk meningkatkan proses belajar perlu lingkungan yang dinamakan “discovery learning environment”, ialah lingkungan di mana siswa dapat melakukan explorasi, penemuan- penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Teori belajar Bruner dapat digolongkan menjadi 3 yaitu (a) enactive, seperti belajar naik sepeda yang harus didahului dengan bermacam keterampilan motorik; (b) iconic, seperti mengenal jalan yang menuju ke pasar mengingat dimana bukunya yang penting diletakkan; (c) symbolic, seperti menggunakan kata-kata menggunakan formula. Jadi dapat disimpulkan, belajar merupakan kegiatan sadar secara jasmani dan rohani oleh seseorang untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang dibuktikan dengan adanya perubahan tingkah laku yang berbeda antara sesudah belajar dan sebelum belajar .

a. Prinsip-Prinsip Belajar

  Prinsip-prinsip belajar menurut Slameto (2010 : 27-28) yaitu prinsip belajar yang dapat dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang berbeda dan oleh setiap siswa secara individual. Prinsip-prinsip dalam belajar diantaranya: 1) Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar

  a) Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional.

  b) Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional. c) Belajar perlu lingkungan yang menantang dimana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif.

  d) Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya. 2) Sesuai hakikat belajar

  a) Belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya.

  b) Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan discovery .

  c) Belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan pengertian yang diharapkan. Stimulus yang diberikan menimbulkan respon yang diharapkan.

  3) Sesuai materi/ bahan yang harus dipelajari

  a) Balajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memililki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya.

  b) Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya.

  4) Syarat keberhasilan belajar

  a) Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar dengan tenang.

  b) Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertian/ keterampilan/ sikap itu mendalam pada siswa.

b. Prestasi Belajar

  Prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukkan watak peserta didik. Kata prestasi banyak digunakan dalam berbagai bidang dan kegiatan antara lain dalam kesenian, olahraga, dan pendidikan, khususnya pembelajaran.

  Prestasi belajar menurut Arifin (2013 : 12-13) merupakan suatu masalah yang bersifat perenial dalam sejarah kehidupan manusia, karena sepanjang rentan kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing.

  Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa menurut Syah (2011 : 216) adalah mengetahui garis-garis besar indikator (petunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur

  Prestasi belajar (achievement) menurut Arifin (2013 : 12-13) mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain : 1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik.

  2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. 3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.

  4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan.

  5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) pada peserta didik.

  Fungsi prestasi belajar yang telah disebutkan dapat dilihat bahwa betapa pentingnya kita mengetahui dan memahami prestasi belajar peserta didik, baik secara perseorangan maupun secara kelompok, sebab fungsi prestasi belajar tidak hanya sebagai indikator keberhasilan dalam bidang studi tertentu, tetapi juga sebagai indikator kualitas institusi pendidikan. Prestasi belajar bermanfaat sebagai umpan balik bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran sehingga dapat menentukan apakah perlu melakukan diagnosis, penempatan atau bimbingan terhadap peserta didik. Kesimpulan dari beberapa pendapat ahli bahwa prestasi belajar adalah hasil atau taraf kemampuan yang telah dicapai siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar dalam waktu tertentu baik berupa perubahan tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dan kemudian akan diukur dan dinilai yang kemudian diwujudkan dalam angka atau pernyataan.

3. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

  IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada di permukaan bumi, di dalam perut bumi dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati indera maupun yang tidak dapat diamati dengan indra. Menurut Aly (2010: 18) memaparkan bahwa IPA merupakan suatu ilmu teoritis, tetapi teori tersebut didasarkan atas pengamatan, percobaan- percobaan terhadap gejala-gejala alam. Suatu teori dirumuskan tidaklah dapat dipertahankan kalau tidak sesuai dengan hasil-hasil pengamatan atau observasi. Fakta-fakta tentang gejala kebendaan atau alam diselediki dan diuji berulang-ulang melalui percobaan-percobaan (eksperimen), kemudian berdasarkan hasil eksperimen itulah dirumuskan keterangan ilmiahnya (teorinya). IPA adalah suatu pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu melakukan observasi eksperimen, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimen, observasi dan demikian seterusnya kait-mengait antara yang satu dengan yang lain. Menurut Jasin (2000 : 1) ilmu alam merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang gejala-gejala dalam alam semesta, termasuk di muka bumi ini, sehingga terbentuk konsep dan prinsip-prinsip dasar yang esensial saja. Dari definisi yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa pengertian IPA adalah ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum yang teruji kebenarannya dan melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah.

  a. Tujuan IPA

  IPA mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Secara khusus tujuan

  IPA berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi menurut Depdiknas (2013 : 2) dalam Trianto (2010 : 138) adalah sebagai berikut: 1) Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

  2) Mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah. 3) Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi.

  4) Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.

  b. Ruang lingkup Pembelajaran IPA di SD

  IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat sekolah dasar diharapkan ada penekanan pembelajaran yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.

  Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tingkat Sekolah Dasar, ruang lingkup bahan kajian IPA untuk meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

  1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan

  2. Benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas

  3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana

  4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

c. Materi IPA Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

  Standar Kompetensi : 5. Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta fungsinya.

  Kompetensi Dasar : 5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat. Indikator :

  • Siklus I Pertemuan 1

  5.2.1 Pesawat sederhana jenis pengungkit atau tuas dan kegunaannya

  • Siklus I Pertemuan 2

  5.2.2 Pesawat sederhana jenis bidang miring dan kegunaannya

  • Siklus II Pertemuan 1

  5.2.3 Pesawat sederhana jenis katrol dan kegunaannya

  • Siklus II Pertemuan 2

  5.2.4 Pesawat Sederhana jenis roda berporos dan kegunaannya

  1) Pesawat sederhana Pesawat adalah alat-alat yang dapat memudahkan pekerjaan manusia. Pesawat ada yang rumit dan ada yang sederhana. Pesawat rumit tersusun atas pesawat-pesawat sederhana. Pada prinsipnya, pesawat sederhana terbagi menjadi empat macam, yaitu pengungkit, bidang miring, katrol, dan roda berporos.

  2) Jenis-jenis pesawat sederhana

  a) Pengungkit atau Tuas (1) Pengungkit Golongan I

  Tuas golongan pertama, kedudukan titik tumpu terletak di antara beban dan kuasa. Contoh tuas golongan pertama ini di antaranya adalah gunting, linggis, jungkat-jungkit, palu, dan linggis.

  (2) Pengungkit Golongan II

  Pada tuas golongan kedua, kedudukan beban terletak di antara titik tumpu dan kuasa. Contoh tuas golongan kedua ini diantaranya adalah gerobak beroda satu, alat pemotong kertas, dan alat pemecah kemiri, pembuka tutup botol. (3) Pengungkit Golongan III Pada tuas golongan ketiga, kedudukan kuasa terletak di antara titik tumpu dan beban. Contoh tuas golongan ketiga ini adalah sekop yang biasa digunakan untuk memindahkan pasir, alat pancing, pinset dan steples. b) Bidang Miring

  Bidang miring dalam kehidupan sehari-hari digunakan untuk menaikan benda yang berat dari tempat rendah ke lebih tinggi. Tujuan menggunakandalah untuk mengurangi tenaga yang dibutuhkan untuk memindahkan benda tersebut. Bidang miring juga memiliki kelemahan, yaitu jarak yang di tempuh untuk memindahkan benda menjadi lebih jauh. Prinsip kerja bidang miring dapat ditemukan temukan pada beberapa perkakas, contohnya kapak, pisau, pahat, obeng, dan sekrup. Berbeda dengan bidang miring lainnya, pada perkakas yang bergerak adalah alatnya.

  c) Katrol Ada beberapa jenis katrol sebagai berikut.

  (1) Katrol tetap : katrol yang tidak berubah posisinya ketika digunakan untuk memindahkan benda. (2) Katrol bebas : katrol yang berubah posisinya ketika digunakan untuk memindahkan benda. (3) Katrol rangkap : katrol yang terdiri dari lebih dari satu katrol yang disusun berjajar.

  (4) Katrol ganda : katrol yang terdiri dari beberapa katrol yang disatukan dengan tali.

d) Roda Berporos

  Roda berporos merupakan salah satu jenis pesawat sederhana yang banyak ditemukan pada alat-alat seperti setir mobil, setir kapal, roda sepeda, roda kendaraan bermotor, dan gerinda.

4. Learning Cycle 7E

  Learning Cycle adalah suatu model pembelajaran yang berpusat

  pada siswa (student centered). Model pembelajaran Learning Cycle merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis, pengetahuan dibangun dari pengetahuan siswa itu sendiri.

  Learning Cycle menurut Ngalimun (2014 : 145) merupakan

  rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif

  A Learning Cycle comes from the discipline itself; it represents science. If science is to be taught in a manner that leads students to construct knowledge, they must make a quest. The Learning Cycle leads students on that quest for knowledge. Renner and

  Marek (1988, p. 170) dalam Moyer (2007 : 23) Dapat diartikan belajar siklus berasal disiplin ilmu itu sendiri.

  Jika sains diajarkan dengan cara yang mengarahkan siswa untuk membangun pengetahuan, maka mereka harus mencari pengetahuan.

  Kegiatan siklus belajar siswa mengarah pada pencarian untuk ilmu pengetahuan.

  Menurut Warsono (2012 : 100-101) ada tahapan model Learning

  Cycle

  7E adalah sebagai berikut : a Engage (melibatkan), pokok pembelajaran bertumpu pada upaya bagaimana meningkatkan minat siswa sambil menilai pemahaman awal para siswa terhadap topik yang dibahas, misalnya melaui suatu kegiatan apersepsi. Fase ini siswa membuat hubungan antara pengalaman belajar masa lalunya dengan pengalaman belajarnya sekarang. Hal ini dapat dilaksanakan melalui suatu diskusi kelas.

  b. Explore (eksplorasi), pada tahap ini kegiatan pokok pembelajaran adalah melibatkan siswa dalam pokok bahsan atau topik pembelajaran, memberikan kesempatan kepada mereka untuk membangun pemahaman sendiri. Pada tahap ini siswa terlibat secara langsung dengan fenomena yang diselidiki dan bahan-bahan kajian. Siswa bekerja sama dalam satu tim, lalu mengalami pengalaman bersama dengan saling berbagi dan berkomunikasi tentang esensi pokok pembelajaran.

  c. Explain (menjelaskan), pada kesempatan ini siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan apa yang telah dipelajarinya sejauh ini dan menjelaskan maksudnya.

  d. Evaluate (evaluasi), pada fase ini siswa maupun guru menilai sejauh mana terjadi pembelajaran dan pemahaman. Dalam hal ini guru menilai sejauh mana para siswa memperoleh pemahaman tentang konsep-konsep pokok bahan ajar dan memperoleh pengalaman baru. e. Extend (memperluas), pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk menerapkan pengetahuan barunya dan secara berkesinambungan melakukan explorasi dari implikasi ini. Pada tahap ini siswa mengembangkan konsep-konsep yang telah dipelajarinya, membuat jalinan dengan konsep terkait lainnya, kemudian mengaplikasikan pemahamannya ini dalam dunia nyata.

  Tahapan selanjutnya dipaparkan oleh Paramita dkk, (2012) yaitu :

f. Elicit (mendatangkan pengetahuan awal siswa), memperoleh

  informasi, guru mengajukan pertanyaan untuk mengetahui pengetahuan awal siswa. Fase ini dimulai dengan pertanyaan mendasar yang berhubungan dengan pelajaran yang akan dipelajari dengan mengambil contoh mudah yang diketahui siswa seperti kejadian sehari-hari secara umum memang terjadi.

  g. Elaborate (menerapkan), pengetahuan yang sudah dibangun oleh siswa dielaborasi dengan konsep awal siswa dan menyimpulkan konsep baru dengan pemahaman sendiri.

  Langkah-langkah model pembelajaran Learning Cycle 7E dapat dijelaskan sebagai berikut:

  a.

   Elecit Guru berusaha mendatangkan pengetahuan awal siswa.

  Tahap ini guru dapat mengetahui sejauh mana pengetahuan awal siswa terhadap materi yang akan dipelajari, merangang pengetahuan awal siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan.

  b.

   Engage

  Kegiatan pada tahap ini bertujuan untuk mendapatkan perhatian siswa, mendorong kemampuan berpikirnya, dan membantu siswa meningkatkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya.

  c.

   Explore

  Tahap eksplorasi siswa diberi kesempatan untuk belajar baik secara mandiri maupun secara berkelompok. Siswa melakukan kegiatan seperti percobaan, melakukan pengamatan, mengumpulkan data, sampai pada membuat kesimpulan dari percobaan yang dilakukan. Dalam kegiatan ini guru berperan sebagai fasilitator.

  d.

   Explain

  Kegiatan pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan atau menyampaikan pendapat apa yang telah dipelajarinya dengan membuat ringkasan-ringkasan.

  e.

   Elaboration

  Dalam kegiatan elaborasi, guru mendorong siswa membaca, menuliskan atau menyampaikan hasil diskusi, mendengar pendapat, untuk lebih mendalami materi yang dipelajarinya.

  f.

   Evaluate

  Evaluasi merupakan tahap dimana guru mengevaluasi dari hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Guru menilai sejauh mana siswa memperoleh pemahaman-pemahaman dalam proses pembelajaran g. Extend Tahapan akhir ini, siswa dituntut untuk berpikir, mencari, menemukan, dan menjelaskan contoh penerapan konsep dan keterampilan yang telah dipelajari.

  Lingkungan belajar yang perlu diupayakan agar model Learning

  Cycle

  7E berlangsung kontruktivis seperti yang dipaparkan Hudojo (2011) dalam Ngalimun (2014 : 152) adalah:

  a. Tersedianya pengalaman belajar yang berkaitan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.

  b. Tersedianya berbagai alternatif pengalaman belajar jika memungkinkan.

  c. Terjadi transmisi sosial, yakni interaksi dan kerjasama individu dengan lingkungannya.

  d. Tersedianya media pembelajaran

  e. Kaitkan konsep yang dipelajari dengan fenomena sedemikian rupa sehingga siswa terlibat secara emosional dan sosial yang menjadikan pembelajaran berlangsung menarik dan menyenangkan.

  Adapun kekurangan dan kelebihan menurut Soebagyo (2000) dalam Ngalimun (2014 : 150) a. Kelebihan model pembelajaran Learning Cycle 7E

  1) meningkatkan motivasi belajar karena pebelajar dilibatkan secar aktif dalm proses pembelajran 2) membantu mengembangkan sikap ilmiah siswa 3) pembelajaran lebih bermakna. b. Kekurangan model pembelajaran Learning Cycle 7E 1) efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran.

  2) menunut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran.

  Cara untuk mengatasi kekurangan model pembelajaran Learning

  Cycle

  7E yaitu, sebelum guru menerapkan model pembelajaran Learning

  Cycle

  7E guru hendaknya sudah mempelajari secara mendalam tentang penerapan model pembelajaran Learning Cycle 7E. Guru berupaya mencari banyak informasi dari berbagai sumber terkait dengan model, karena penggunaan model pembelajaran Learning Cycle 7E guru dituntut kreatif dan dapat mengelola pembelajaran dengan baik.

B. Penelitian Yang Relevan

  Berbagai penelitian telah dilakukan kaitannya dengan penerapan menggunakan model pembelajaran Learning Cycle Rachman dalam penelitian tentang “Implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle 7e Sebagai Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas XI TITL 2 Smk N

  2 Pengasih” menunjukkan hasil bahwa penerapan model pembelajaran cycle 7E pada mata pelajaran PLC dengan standar kompetensi

  learning

  mengoperasikan mesin produksi dengan kendali PLC di kelas XI TITL 2 SMK Negeri 2 Pengasih dapat meningkatkan prestasi belajar siswa baik dari penilaian afektif siswa maupun dari penilaian hasil tes belajar siswa.

  Diperoleh hasil bahwa peningkatan Prestasi ditunjukkan dengan persentase nilai ketuntasan siswa saat post test siklus I yaitu 77,42% dan post test siklus

  II 87,10% jadi peningkatan prestasi dari siklus I ke siklus II yaitu meningkat 9,68%. Selain itu, peningkatan juga dapat dilihat dari hasil perhitungan evaluasi proses pembelajaran yang dilakukan dengan model pembelajaran

  learning cycle 7E mengalami peningkatan dengan ditunjukkan oleh nilai

  rerata sebesar 78,11 pada siklus I dan 84,01 pada siklus II. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajarannya menggunakan learning

  cycle dapat meningkatkan kemampuan afektif dan hasil belajar siswa.

  Penelitian lain oleh Pebriana, Drs. Asim, M.Pd, Drs. Bambang Tahan S., M.Pd dalam penelitiannya tentang “Penerapan Model Pembelajaran

  Learning Cycle 7E Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Fisika Dan Hasil

  Belajar Siswa Kelas X-2 Man 2 Malang Kota Batu ”Penerapan pembelajaran pembelajaran LC 7E melalui tujuh tahapan elicit, engagement, exploration,

  explanation, elaboration , evaluation, dan extand pada siklus I belum

  terlaksana secara maksimal, yaitu dengan persentase sebesar 59,36%, pada siklus II penerapan pembelajaran tersebut telah terlaksana dengan persentase sebesar 81,00%. Penerapan pembelajaran LC 7E dapat meningkatkan. Penerapan pembelajaran LC 7E dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dari siklus I ke siklus II dengan persentase sebesar 14,39%. Penerapan pembelajaran LC 7E yang dilakukan pada siklus I dan siklus II terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa, meningkatkan hasil belajar kognitif sebesar 1,97%, peningkatan hasil belajar afektif sebesar 3,24%, hasil belajar psikomotorik dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan 3,17%.

  Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran menggunakan model pembelajaran siklus belajar 7E memberikan pengaruh baik terhadap motivasi belajar siswa dan hasil belajar Fisika. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran

  Learning Cycle

  7E dapat meningkatkan hasil belajar siswa, sehingga memberikan dasar yang kuat pemilihan model Learning Cycle untuk diterapkan dalam PTK ini.

C. Kerangka Berpikir

  Dari hasil observasi ditemukan masalah yang terjadi dalam pembelajaran IPA pada umumnya dan materi pesawat sederhana pada khususnya. Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah dijelaskan dalam latar belakang, diharapkan dengan penerapan model Learning Cycle

  7E dapat mengatasi permasalahan dalam pembelajaran di SD Muhammadiyah Cipete serta dapat meningkatkan rasa ingin tahu pada siswa dan prestasi belajar siswa dapat meningkat. Penelitian Tindakan Kelas ini akan dilakukan selama 2 siklus, setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan.

  Kerangka berpikir penelitian untuk meningkatkan rasa ingin tahu siswa dan prestasi belajar siswa dalam proses pembelajaran melalui model

  Learning Cycle 7E . K.D 5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat

  membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut :

Bagan 2.1. Gambar Kerangka Berpikir

  Kondisi Awal.

  Kondisi Akhir. Tindakan.

  Sebelum pelaksanaan pembelajaran dengan model

  Learning Cycle

  7E

  Rendahnya rasa ingin tahu dan prestasi belajar siswa

  Guru menerapkan model

  

Learning Cycle 7E

  Diduga melalui model

  Learning Cycle

  7E dapat meningkatkan rasa ingin tahu dan prestasi belajar siswa

  Siklus I.

  Siklus II.

D. Hipotesis Tindakan

  Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir penelitian yang telah disebutkan dapat dirumuskan hipotesis tindakan penelitian sebagai berikut :

  1. Melalui penerapan model pembelajaran Learning Cycle 7E, maka rasa ingin tahu siswa SD Muhammadiyah Cipete dapat meningkat.

  2. Melalui penerapan model pembelajaran Learning Cycle 7E, maka prestasi belajar siswa SD Muhammadiyah Cipete dapat meningkat.