BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjaun Teori 1. Diare - Senowati Dwi Komalasari BAB II

BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjaun Teori 1. Diare

  a. Definisi Diare 1) Depkes RI (2011), menyatakan bahwa diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih) dalam satu hari.

  2) Arifianto (2012), menyatakan bahwa diare adalah produksi tinja yang lebih cair dibandingkan biasanya dan frekuensi buang air besar (BAB) menjadi lebih sering. Umumnya,anak- anak mengalami BAB tidak mencapai tiga kali sehari sehingga frekuensi lebih dari tiga kali sering digunakan sebagai patokan diare meskipun tidak selalu.

  3) Yayasan Spiritia (2015), menyatakan bahwa diare adalah peningkatan frekuensi buang air besar, serta pada kandungan air dan volume kotoran tersebut. Diare dapat menjadi masalah yang berat. Diare yang berat juga dapat menyebabkan dehidrasi atau masalah gizi yang berat. 4) Wong (2008), menyatakan bahwa diare dapat disebebkan oleh transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus.

  Diseluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang

  13 menderita diare `setiap tahunnya dan 20% dari seluruh kematian pada anak yang hidup dinegara berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat melibatkan lambung dan usus (Gastroenteritis), usus halus (Enteritis), kolon (kolitis) atau kolon dan usus (Enterokolitis).

  5) Aden (2010), menyatakan bahwa diare merupakan buang air besar dalam bentuk cair lebih dari tiga kali dalam sehari, dan biasanya berlangsung sampai dua hari atau lebih.

  b. Klasifikasi Klasifikasi diare menurut pedoman dari laboratorium/UPF

  Ilmu Kesehatan Anak, Universitas Airlangga (1996) dalam Susilaningrum (2013), dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu : 1) Diare akut, yaitu diare yang terjadi mendadak dan berlangsung paling lama 3-5 hari. Akibat dari diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.

  Diare akut atau diare disebabkan oleh infeksi usus yang bersifat mendadak, dapat terjadi pada semua umur dan apabila menyerang bayi umunya disebabkan oleh

  gastroenteritisinfantile . Diare akut adalah diare yang timbul

  secara mendadak dan berhenti cepat atau maksimal sampai 2 minggu. Sebagai salah satu penyebab penting dari diare akut pada bayi dan anak (yang bukan disebabkan oleh infeksi) adalah enteropati karena sensitive terhadap protein susu sapi atau „Cow’smilk protein sensitive enteropathy (CMPSE)‟ atau lebih dikenal dengan alergi terhadap susu sapi atau „Cow’s milk

Allergy (CMA)‟

  Suraatmaja (2007) menyatakan bahwa diare akut, yaitu diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Penyebab diare akut biasa disebabkan oleh makanan dan minuman yang terkontraminasi oleh kuman penyakit. 2) Diare kronik yaitu apabila diare berlangsung lebih dari 14 hari.

  Akibat dari diare kronik adalah penurunan berat badan dan ganguan metabolisme.

  Diare kronik umumnya bersifat menahun. Penyebabnya diakibatkan oleh luka radang usus, tumor ganas dan sebaginya.

  Diare kronik lebih komplek dan faktor-faktor yang menimbulkannya ialah infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi, malnutrisi dan lain-lain.

  Menurut Sudaryat (2007) menyatakan bahwa diare diare kronik dibagi dibagi menjadi 5 yaitu: a. Diare parsisten : Diare yang disebabkan oleh infeksi.

  b. Protacted diare : Diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu dengan tinja cair dan frekuensi lebih dari 4x atau lebih perharinya.

  c. Diare Intraktabel : Diare yang timbul berulang kali dalam waktu yang singkat.

  d. Prolonged Diare : Diare yang berlangsung lebih dari 7 hari.

  e. Chronic non spesific dearrhea : Diare yang berlangsung lebih dari 3 minggu tetapi tidak disertai dengan gangguan pertumbuhan dan tidak ada tanda-tanda infeksi.

  Pedoman MTBS (2008) dalam Susilaningrum (2013), menunjukkan bahwa diare dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

  1) Diare dengan dehidrasi berat Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut : a) Letargis atau tidak sadar.

  b) Mata cekung.

  c) Tidak bisa minum atau malas minum d) Cubitan kulit perut kembali sangat lambat.

  2) Diare dengan dehidrasi sedang Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut : a) Gelisah, rewel/ mudah marah.

  b) Mata cekung. c) Haus, minum dengan lahap.

  d) Cubitan kulit perut kembali lambat. 3) Diare dengan dihidrasi ringan

  Tidak cukup tanda-tanda seperti yang terdapat pada klasifikasi diare dengan dehidrasi berat, dan sedang.

  c. Etiologi Diare dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti infeksi, malabsorbsi, makanan, dan psikologi (Dewi, 2011).

  1) Infeksi

  a) Enteral, yaitu infeksi yang terjadi dalam saluran pencernaan dan merupakan penyebab utama terjadinya diare, infeksi enternal meliputi: (1) Infeksi bakteri: Vibrio, E. Coli, Salmonella,

  Shigella compylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.

  (2) Infeksi virus: enterovirus, seperti virus ECHO, coxsackie, poliomyelitis, adenovirus, rotavirus, astrovirus, dan sebagainya. (3) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichiuris,

  , dan ),

  Oxyuris Strongylodies protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia , dan Trichomonas hominis) , serta jamur (Candida albicans ) b) Parenteral, yaitu infeksi dibagian tubuh lain di luar alat pencernaan, misalnya Otitis Media Akut (OMA), tosilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya.

  2) Malabsorbi Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorbsi karbohidrat dan lemak.

  a) Malabsorbsi Karbohidrat, pada bayi kepekaan terhadap lactoglobulis dalam susu formula dapat menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau sangat asam dan sakit didaerah perut.

  b) Malabsorbsi lemak, terjadi apabila dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micells yang siap diabsorpsi oleh usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak tidak diserap dengan baik.

  3) Makanan Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, muntah (sayuran). Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada bayi dan balita.

  4) Psikologis Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak bayi dan balita, umunya terjadi pada anak yang lebih besar.

  d. Tanda dan Gejala Gejala diare menurut Putra (2012) adalah tinja encer dengan frekuensi 4 kali atau lebih dalam sehari, yang terkadang disertai bebrapa hal sebagai berikut :

  1) Muntah 2) Badan lesu atau lemh 3) Panas 4) Tidak nafsu makan 5) Darah dan lendir dalam kotoran 6) Cengeng 7) Gelisah 8) Feses cair dan berlendir, kadang juga diserati dengan adanya dara, kelamaan feses ini akan berwarna hijau dan asam.

  9) Suhu meningkat. 10) Dehidrasi, apabila menjadi dehidrasi berat akan terjai penurunan volume dan tekanan darah, nadi cepat dan kecil, peningkatan denyut jantung, penurunan kesadaran, dan diakhiri dengan syok.

  11) Berat badan turun. 12) Anus lecet. 13) Turgor kulit menurun. 14) Mata dan ubun ubun cekung. 15) Selaput lendir dan mulut serta kulit menjadi kering.

  e. Patofisiologi Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi apabila (Sudaryat, 2007) : 1) Kehilangan air (dehidrasi)

  Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan air (input), merupakan penyebab terjadinya kemtian pada diare. 2) Gangguan keseimbangan asam-basa a) Kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja.

  b) Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh.

  c) Terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anoksida jaringan.

  d) Produksi metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria).

  e) Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam caairan intraseluler.

  3) Hipoglikemia Hipoglikemia terjadi antara 2-3% dari anak-anak yang menderita diare. Pada anak-anak dengan gizi baik/cukup, hipoglikemia ini jarang terjadi tetapi lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya pernah menderita KKP. Hal ini terjadi karena : a) Penyimpanan/persediaan glikogen dalam hati terganggu.

  b) Adanya gangguan absorbsi glukosa (walaupun jarang terjadi).

  Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadarglukosa darah menurun sampai 40mg% pada bayi dan 50mg% pada anak-anak. Gejala lemah, apatis, peka rangsang, berkeringat, pucat, syok, kejang, sampai dengan koma.

  Terjadinya hipoglikemia ini perlu dipertimbangkan jika terjadi kejang yang tiba-tiba tanpa adanya panas atau penyakit lain yang disertai kejang atau penderita dipuasakan dalam waktu yang lama.

  4) Gangguan Gizi Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. Hal ini desebabkan oleh : a) Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntahnya akan bertambah cepat. Orang tua hanya sering memberikan teh saja (teh diit).

  b) Walaupun susu diteruskan, tetapi sering diberikan dengan pengenceran dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama.

  c) Makanan yang diberikan sering tidak dicerna dan diabsorpsi dengan baik dengan adanya hiperperistaltik.

  5) Ganggguan Sirkulasi Sebagai akibat diare disertai dengan muntah, dapat terjadi gangguan sirkulasi darah berupa renjatan (syok) hipovolemik.

  Akibat perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah hebat, dan dapat mengakibatkan perdarahan pada otak dan kesadarn menurun (soporakmateus) dan apabila tidak segera ditolong maka penderita akan meninggal.

  f. Jenis-jenis Diare Menurut Hidayat (2008) ada 3 jenis diare :

  a) Diare cair akut Diare cair akut memiliki tiga ciri utama : gejalanya dimulai secara tiba-tiba , tinjanya encer dan cair, pemulihan biasanya terjadi dalam waktu 3-7 hari. Kadang- kadang juga gejalanya bisa berlangsung sampai 14 hari. Lebih dari75% orang yang terkena diare mengalami diare cair akut.

  b) Disentri Disentri memiliki dua ciri utama : adanya darah dalam tinja, dan mungkin disertai dengan kram perut, berkurangnya nafsu makan dan penurunan berat badan yang cepat. Sekitar 10-15% anak-anak dibawah usia lima tahun (balita) mengalami disentri.

  c) Diare yang menetap atau persisten Diare yang menetap atau persisten memiliki tiga ciri utama yaitu pengeluaran tinja encer disertai darah, gejala berlangsung lebih dari 14 hari dan ada penurunan berat badan. Derajat dehidrasi akibat diare menurut Widoyono (2008) dibedakan menjadi tiga, yaitu : a) Tanpa dehidrasi , biasanya anak merasa normal, tidak rewel, masih bisa bermain seperti biasa. Umumnya karena diarenya tidak berat, anak masih mau makan dan minum seperti biasa

  b) Dehidrasi ringan atau sedang, menyebabkan ank\ank rewel atau gelisah, mata sedikit cekung, turgor kulit masih kembali dengan cepat jika dicubit.

  c) Dehidrasi berat, anak apatis (kesadran berkabut), mata cekung, pada cubitan kulit turgor kembali lambat, nafas cepat, anak terlihat lemah. g. Komplikasi Menurut Maryunani (2010) sebagai akibat dari diare akan terjadi beberapa hal antara lain sebagi berikut :

  1) Kehilangan air (dehidrasi) Dehidrasi terjadi karena kehilangan aitr (output) lebih banyak dari pemasukan (input), merupakan penyabab terjadinya kematian pada diare. 2) Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis) Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja.

  Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria atau anuria) dan terjadinyapemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.

  3) Hipoglikemia Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita Kekurangan Kalori Protein (KKP). Hal ini terjadi karena adanya gangguan penyimpanan atau penyediaan glikogen dalam hati adan adanya gangguan etabol glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40% pada bayi dan 50% pada anak-anak.

  4) Gangguan gizi Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh makanan sering dihentikan oelh orang tua karena takut diare atau muntah yang bertambah hebat, walaupun susu diteruskan dan sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang encer diberikan terlalu lama, makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik. 5) Gangguan sirkulasi sebagian akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan apabila tidak segera diatasi pasien akan meninggal.

  h. Pencegahan diare Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah (Kemenkes, 2011):

  1) Perilaku sehat

  a) Pemberian ASI

  b) Makanan pendamping ASI

  c) Mencuci tangan

  d) Menggunakan air bersih yang cukup

  e) Menggunakan jamban f) Membuang tinja yang benar

  g) Pemberian imunisasi campak 2) Kesehatan lingkungan

  a) Penyediaan air bersih

  b) Pengelolaan sampah c) Sarana pembangunan air limbah. i. Penatalaksanaan

  Prinsip perawatan diare menurut Dewi (2011) adalah sebagai berikut : 1) Pemberian cairan (rehidrasi awal dan rumatan) 2) Diatetik (pemberian makanan) 3) Obat-obatan

  a) Jumlah cairan yang diberikan adalah 100 ml/kgBB/hari sebanyak 1 kali setiap 2 jam, jika diare tanpa dehidrasi.

  Sebanyak 50% cairan ini diberikan dalam 4 jam pertama dan sisanya adlibitum.

  b) Sesuaikan dengan umur anak:

  a) <2 tahun diberikan ½ gelas

  b) 2-6 tahun diberikan 1 gelas

  c) 6 tahun diberikan 400 cc (2 gelas)

  d) Apabila dehidrasi ringan dan diarenya 4 kali sehari, maka diberikan cairan 25-100 ml/kgBB dalam sehari atau setiap jam 2 kali. e) Oralit diberikan sebanyak 100 ml/kgBB setiap 4-6 jam pada kasus dehidrasi sampai berat.

  Beberapa cara untuk membuat cairan rumah tangga (cairan RL).

  a) Larutan gula garam (LGG): 1 sendok teh gula pasir + ½ sendok teh garam dapur halus + 1gelas air masak atau air teh hangat.

  b) Air tajin (2 liter + 5 g garam).

  (1) Cara tradisional 3 liter air + 100 g atau 6 sendok makan beras dimasak selama 45-60 menit. (2) Cairan biasa 2 liter air + 100 g tepung beras + g garam dimasak hingga mendidih. 4) Teruskan pemberian ASI karena bisa membantu meningkatkan daya tahan tubuh anak.

  Penatalaksanaaan penderita diare menurut Maryunani (2013) anatara lain dengan : 1) Anamnesis

  Kepada penderita atau keluarganya perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit, antara lain : a) Lamanya sakit/diare/sudah berapa jam, hari.

  b) Frekuensinya (berapa kali sehari) c) Banyaknya/volumenya (berapa banyak setiap kali BAB, misalnya berapa ml/popok penuh).Warnanya (biasa, kuning, berlendir, berdarah, seperti air cucian beras).

  d) Baunya (amis, busuk).

  e) Buang air kecil (banyaknya, warnanya, kapan terakhir buang air kecil).

  f) Ada tidaknya batuk, panas, pilek, dan kejang (sebelum, selama, atau setelah diare).

  g) Jenis, bentuk dan banyaknya makanan dan minuman sebelum dan sesudah diare).

  h) Adakah penderita diare disekitar rumah. i) Berat badan sebelum sakit (bila diketahui). 2) Pemeriksaan fisik

  Pemeriksaan fisik pada kasus diare meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

  3) Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium pada kasus diare meliputi pemeriksaan tinja, pemeriksaan darah, Hb, dan pemeriksaan urine. 4) Pengobatan yang sesuai

  Prinsip pengobatan diare, meliputi terapi cairan, ditetik (cara pemberian makanan), terapi suportif, dan edukasi.

  Tujuan pengobatan :

  a) Mencegah dehidrasi

  b) Mengatasi dehidrasi yang telah ada

  c) Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan setelah diare.

  d) Mengurangi lama dan beratnya diare, serta berulangnya episode diare, dengan memberikan suplemen zinc.

  e) Zinc merupakan komponen > 300 enzim dan dibutuhkan untuk sintesis DNA, pembelahan sel dan sintesis protein.gejala dan tanda defisiensi zinc (seng)tidak jelas, terutama pada yang ringan. Prevalensi defisiensi Zn (zinc) di Indonesia cukup tinggi, berkisar antara 44-60%. Angka kejadian diare 47% lebih tinggi pada anak dengan difisiensi zinc. Penelitian membuktikan bahwa suplemen zinc dapat menurunkan angka kejadian diare akut dan persisten. Penelitian suplementasi Zinc di Negara berkembang (india, Meksiko, Papua Nugini, Peru, Vietnam, Guatemala, Bnagladesh, Pakistan, Jamaica) memperlihatkan menurunnya secara bermakna angka kejadian diare akut, diare persiten, dan pneumonia. Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF setelah mempelajari berbagai penelitian di seluruh dunia, menganjurkan pemberian Zn pada anak

  f) dengan diare 20 mg per hari selama 10-14 hari. Pada < 6 bulan 10 mg per hari selama 10-14 hari.

  Untuk mengatasi diare,tidak selalu harus dirujuk. Hsl ini disesuaikan dengan klasifikasinya. Ada tindakan yang dapat dilakukan sendiri oleh petugas lapangan. Anak baru dirujuk apabila keadaan anak tidak membaik. Sesuai dengan klasifikasi pada pedoman MTBS (2008), tindakan yang diperlukan adalah sebagai berikut:

  1) Diare dengan dehidrasi ringan

  a) Beri cairan tambahan sebanyak anak mau. Saat berobat, orang tua perlu diberi oralit beberapa bungkus untuk diberikan keoada anak yang ada dirumah. Juga perlu penjelasan. (1) Beri ASI lama pada setiap kali pemberian (bila masih diberi

  ASI) (2) Jika deberi ASI eksklusif, berikan oralit atau air matang sebagai tambahan.

  (3) Jika tidak memperoleh ASI ekslusif, berikan salah satu cairan berikut ini yaitu oralit, kuah sayur, air tajin, air matang. (4) Ajarkan cara membuat dan memberikan oralit dirumah :

  (a) Satu bungkus oralit masukan ke dalam 200 ml (satu gelas) air matang.

  (b) Usia sampai satu tahun berikan 50-100 ml oralit setiap habis BAB.

  (c) Berikan oralit sedikit demi sedikit dengan sendok.

  Apabila muntah, tunggu sepuluh menit, kemudian berikan lagi.

  b) Lanjutkan pemberian makan sesuai dengan usianya.

  c) Apabila keadaan anak tidak membaik dalam waktu lima hari atau bahkan memburuk, maka dianjurkan untuk dibawa ke rumah sakit. Selama perjalanan kerumah sakit, oralit tetap diberikan.

  2) Diare dengan dehidrasi sedang

  a) Berikan oralit dan observasi diklinik selama 3 jam dengan jumlah sekitar 75 ml/kgBB atau berdasarkan usia anak.

  Pemberian oralit pada bayi sebaiknya

  b) dengan menggunakan sendok. Adapun jumlah pemberian oralit berdasarkan usia atau berat badan dalam 3 jam pertama adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Pemberian Oralit berdasarkan usia

  4 bulan (<6 kg) 4-12 bulan (6-<10 kg)

  12-24 bulan (10-<12 kg) 2-5 tahun (12-19 kg)

  200-400 ml 400-700 ml Sampai 700- 900 ml 900-1400 ml

  Sumber: Susilaningrum (2013) Apabila anak menginginkan lebih, dapat diberikan. Anak dibawah enam bulan yang sudah tidak minum ASI, berikan juga air matang sekitar 100-200 ml selama periode ini.

  c) Ajarkan pada ibu cara membuat dan memberikan oralit, yaitu satu bungkus oralit dicampur dengan satu gelas (ukuran 200 ml) air matang.

  d) Lakukan penilaian setelah anak diobservasi tiga jam. Apabila membaik, pemberian oralit dapat diteruskan dirumah sesuai dengan penanganan diare tanpa dehidrasi. Bila memburuk, segera pasang infuse dan rujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan segera. 3) Diare dengan dehidrasi berat a) Jika anak menderita penyakit berat lainnya, segera rujuk.

  b) Jika tidak ada penyakit berat lainnya, perlu tindakan sebagai berikut: c) Jika dapat memasang infuse, segera berikan cairan RL atau

  NaCL secepatnya secara intravena sebanyak 100 ml/BB dengan pedoman sebagai berikut:

Tabel 2.2 Pemberian infuse untuk dehidrasi

  Umur Jumlah pemberian,

30ml/kgBB,selama

Pemberian berikutnya,70 ml/kgBB,selama Bayi

  (<12 bulan) Anak (12 bulan-5 tahun)

  1 jam pertma

30 menit pertama

5 jam berikutnya 2,5 jam berikutnya

  Sumber: Susilaningrum (2013) Keterangan : Periksa kembali setelah 1-2 jam, jika status hidrasi belum membaik (nadi lemah atau tidak teraba), ulangi pemberian pertama. Jika kondisi membaik, teruskan penanganan seperti pada dehidrasi ringan/sedang.

  (1) Jika tidak dapat memasang infuse tetapi dapay memasang sonde, berikan oralit melalui nasogastrik dengan jumlah 20 ml/kg BB/jam selama enam jam.jika anak muntah terus menerus dan perut kembung, berikan oralit lebih lambat.

  Jika keadaan membaik setelah enam jam, teruskan penanganan seperti dehidrasi ringan/sedang. Jika keadaan memburuk, segera lakukan rujukan. (2) Jika tidak dapat memasang infuse maupun sonde, rujuk segera. Jika anak dapat minum, anjurkan ibu untuk memberikan oralit sedikit demi sedikit selama dalam perjalanan.

  Adapun untuk mengatasi permasalahan selanjutnya, perencanaan yang diperlukan adalah sebagai berikut: 1) Kekurangan volume cairan

  a) Pantau tanda dan gejala dehidrasi (kulit membrane mukosa kering, kenaikan berat jenis urine tiap empat jam, rasa haus). b) Pantau keluaran dan masukan dengan cermat meliputi frekuensi, warna, dan konsistensi.

  c) Pantau ketidakseimbangan elektrolit (Natrium klorida, kalium).

  d) Timbang berat badan setiap hari.

  e) Monitor tanda-tanda vita (suhu,nadi) setiap empat jam.

  f) Monitor pemeriksaan labortorium (elektrolit, berat jenis urine, nitrogen urea darah).

  g) Lakukan tindakan untuk mengurangi demam (ganti pakaian katun da kompres dingin) h) Kolaborasi dengan dokter tentang rehidrasi terutama untuk dehidrasi dan terdapatnya penyakit berat lainnya.

  2) Perubahan nutrisi

  a) Pelihara input dan ouput yang tepat dengan meneruskan nutrisi per oral.

  b) Observasi muntah dan berak tiap 4 jam.

  c) Berikan makanan secara bertahan menaikkan dari diet lunak ke diet biasa.

  d) Timbang berat badan setiap hari.

  Pengukuran berat badan digunakan untuk menilai hasil peningkatan atau penururnan semua jaringan yang ada pada tubuh, misalnya tulang, otot, lemak, organ tubuh, dan cairan tubuh sehingg dapat diketahui status keadaan gizi dan tumbuh kembang anak, berat badan juga dapat digunakan sebagai dasar perhitungkan dosis dan makan yang diperlukan dalam tindakan pengobatan. Penilaian berat badan berdasarkan usia menurut WHO dengan standar NCHS (Nationaal Center for Health Statistics) yaitu menggunakan persentil sebagai berikut : Persentil ke 50-3 dikatakan normal, sedangkan persentil kurang atau sama dengan tiga termasuk kategori malnutrisi.

  Penilaian berat badan berdasarkan tinggi badan menurut WHO yaitu menggunakan presentase dari median: 80-100% dikatakan malnutrisi sedang dan m 80% dikatakan malnutrisi akut (wasting). Penilaian berat badan berdasarkan tinggi badan menurut standar baku NCHS yaitu menggunakan persentil: 75-25 dikatakan normal, persentil 10-5 dikatakan malnutrisi sedang, dan kurang dari persentil 5 dikatakan malnutrisi berat. Selain penggunaan standar baku NCHS juga dapat digunakan kartu menuju sehat (KMS). Sebagaimana penelitian Anwar (2003), dengan adanya KMS perkembangan anak dapat dipantau secara praktis, sederhana, dan mudah (Alimul, 2008). Prosedur mengukur Berat Badan Bayi menurut Heller (2009) bertujuan untuk mendapatkan pengukuran yang akurat dari berat badan bayi dan merencanakan pada grafik pertumbuhan.

  Nilai jumlah kalori bahan makanan 1000-2400 kal/hari sesuai dengan berat badan.

  e) Kolaborasi dengan ahli gizi

  f) Berikan penyuluhan pada orangtua tentang makanan/diet selama diare, cara pembuatan oralit, tetap memberikan ASI.

  3) Perubahan integritas kulit

  a) Jaga daerah popok bersih daan kering

  b) Periksa dan ganti popok setiap jam atau basah

  c) Gunakan sarung tangan dan cuci tangan sebelum dan setelah mengganti popok.

  d) Berikan daerah perineal dengan air dan sabun yang lembut setiap BAB e) Bubuhi krim/salep/lotion pada daerah ruam dipantat

  f) Hindari penggunaan bedak bila telah terjadi lecet

  g) Gunakan popok kain yang terbuka daripada popok disposable h) Yakinkan pemenuhan kebutuhan nutrisi sesegera mungkin untuk mendukung penyambuhan jaringan

  4) Gaangguan rasa nyaman

  a) Baringkan pasien dalan posisi terlentang dengan bantalan penghangat diatas abdomen b) Berikan input jumlah kecil dan sering dari cairan jernih dingin (tidak terlalu dingin atau panas), misalnya, teh encer, agar-agar, 30-60 ml tiap 30-60 menit

  c) Singkirkan pemandangan yang tidak menyenangkan dan bau tidak sedap dari lingkungan klien d) Beri penjelasan padaa orangtua untuk menghindari beberapa hal, yaitu: a) Pemberian cairan yang sangat dingin dan panas

  b) Makanan yang mengandung lemak dan serat (misalnya, susu, buah) c) Makanan yang mengandung kafein

  5) Kurangnya pengetahuan orang tua

  a) Bahas proses penyakit dengan istilah yang dapaat dipahami jelaskan tentang agen penyakit, tindakan pencegahan, dan pebtingnya cuci tangan sampai bersih

  b) Jelaskan pembatasan diet, yaitu makanan tinggi serat (buah segar), makanan tinggi lemak (susu), dan air yang sangat panas atau dingin

  c) Ajarkan orangtua untuk melaporkn gejala urine coklat gelap selama lebih 12 jam dan tinja berdarah d) Jelaskan tentang pentingnya mempertahankan keseimbangan antara masukan dan keluaran cairan, manfaaat istirahat dan tindakan pencegahan diare (misalnya, penyimpanan makanan yang tepat, cuci tangan sebelum dan sesudah memegang makanan). j. Pemeriksaan penunjang

  1) Pemeriksaan tinja : a) Makrosopis dan mikroskopis.

  b) pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinistes, jika diduga terdapat intoleransi gula.

  c) Jika perlu dilakukan pemeriksaan pembiakan pada uji resistem.

  2) Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang) (Sujianti, 2011).

  1. Definisi dehidrasi Dehidrasi adalah suatu keadaan kesembangan cairan yang negatif atau terganggu yang bisa disebabkan oleh berbagai jenis penyakit (Huang, 2009). Dehidrasi terjadi karena kehilangan air

  (output ) lebih banyak daripada pemasukan air (input) (Suraatmaja,

  2010). Cairan yang keluar biasanya disertai dengan elektrolit (Latief, 2005)Pada dehidrasi gejala yang timbul berupa rasa haus, berat badan turun, kulit bibir dan lidah kering, saliva menjadi kental. Turgor kulit dan tonus berkurang, anak menjadi apatis, gelisah kadang-kadang disertai kejang. Akhirnya timbul gejala asidosis dan renjatan dengan nadi dan jantung yang berdenyut cepat dan lemah, tekanan darah menurun, kesedaran menurun, dan pernapasan kussmaul (Latief, 2005).

  2. Klasifikasi Dehidrasi

  a. Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik Dehidrasi adalah keadaan yang paling berbaya karena dapat menyebabkan penurunan volume darah sampai kematian apabila tidak cepat ditangani. Dehidrasi dapat dibagi menjadi dihidrasi ringan, sedang dan berat seperti pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.1 Klasifikasi Dehidrasi Berdasarkan Gejala Klinis dan

  Pemeriksaan Fisik (Huang, 2005)

  

Gejala/tanda Ringan(3-5%) Sedang (6-9%) Berat (10% atau lebih

Tingkat kesadaran Pengisian kembali kapiler Membran mukosa Denyut jantung Laju pernapasan Tekanan darah Denyut nadi Turgor kulit Fontanella Mata Keluaran urin Sadar

  2 detik Normal Sedikit meningkat Normal Normal Normal Kembali normal Normal Normal Menurun

  Latargi 2-4 detik Kering Meningkat Meningkat Normal, ortostatik Kembali Cepat dan lemah Kembali lambat Agak cekung Cekung Oliguria

  Tidak sadar Lebih dari 4 detik Sangat kering Sangat meningkat Meningkat dan hiperapnea Menurun Sangat lemah/ samar atau tidak teraba Tidak segera kembali Cekung Sangat cekung Anuria b. Berdasarkan gambaran elektrolit serum, dehidrasi dapat dibagi menjadi : 1) Dehidrasi Hiponatremik atau Hipotonik

  Dehidrasi hiponatremik merupakan kehilangan natrium yang relatif lebih besar daripada air, dengan kadar natrium kurang dari 130 mEq/L. Apabila terdapat kadar natrium serum kurang dari 120 mEq/L, maka akan terjadi edema serebral dengan segala akibatnya, seperti apatis, anoreksia, nausea, muntah, agitasi, gangguan kesadaran, kejang dan koma (Garna, dkk., 2000). Kehilangan natrium dapat dihitung dengan rumus : Defisit natrium (mEq) = (135

  • – kadar Na serum) air tubuh total (dalam L) ( 0,6 x berat badan dalam kg) Kadar Na serum berarti konsentrasi natrium serum yang terukur, sedangkan 135 adalah nilai normal rendah natrium serum. Pada dehidrasi hipotonik atau hiponatremik, cairan ekstraseluler relatif hipotonik terhadap cairan intraselukler, sehingga air bergerak dari kompartemen ekstraseluler ke intraseluler. Kehilangan volume akibat kehilangan eksternal dalam bentuk dehidrasi ini akan semakin diperberat dengan perpindahan cairan ekstraseluler ke kompartemen intraseluler. Hasil akhirnya adalah penurunan volume ekstraseluler yang dapat mengakibatkan kegagalan sirkulasi (Behrman et al, 2000).

  2) Dehidrasi Isonatremi atau Isotonik Dehidrasi isinatremik (isotonik) terjadi ketika yang cukuphilangnya cairan sama dengan konsentrasi natrium dalam darah. Kehilangan natrium dan air adalah sama jumlahnya/besarnya dalam kompartemen cairan ekstravaskular maupun intravaskular. Kadar natrium pada dehidrasi isonatremik 130-150 mEq/L (Huang, 2009).

  Tidak ada perubahan konsentrasi elektrolit darah pada dehidrasi isonatremik (Latief, 2005).

  3) Dehidrasi Hipernatremik atau Hipertonik Dehidrasi Hipernatremik (hipertonik) terjadi ketika cairan yang hilang mengandung lebih sedikit natrium daripada darah (kehilangan cairan hipotonik), kadar natrium serum > 150 mEq/L. Kehilangan natrium serum lebih sedikit daripada air, karena natrium serum tinggi, cairan di ekstravaskuler pindah ke intravaskular meminimalisir penurunan volume intravskular (Huang, 2009). Dehidrasi hipertonik dapat terjadi karena pemasukan (intake) elektrolit lebih banyakn daripada air (Suharyono, 2008). Cairan rehidrasi oral yang pekat, susu formula pekat,larutan gula garam yang tidak tepat takar merupakan faktor resiko yang cukup kuat terhadap kejadian hipernatremia. Terapi cairan untuk dehidrasi hipernatremik dapat sukar karena hiperosmolalitas berat dapat mengakibatkan kerusakan serebrum dengan pendarahan dan trombosit serebral luas, serta efusi subdural. Jejas serebri ini dapat mengakibatkan defisit neurologis menetap.

  B. Kerangka Teori

  Patofisiologis Etiologi a. Kehilangan air dan

  a. Infeksi elektrolit (dehidrasi) b. Malabsorbsi

  b. Hipoglikemia

  c. Makanan

  c. Gangguan gizi

  d. paikologis

  d. Gangguan sirkulasi Klasifikasi dehidrasi a. Berdasarkan gejala klinis  Ringan  Sedang  Berat

  b. Berdasarkan gambaran elektrolit

  Penanganan Awal DIARE  Dehidrasi

  Diare pada Anak hiponatremik/ hipotonik.  Dehidrasi isonatremi/isot onik

   Dehidrasi hipernatremik/ hipertoni

Gambar 2.1 Kerangka Teori

  Sumber : Huang (2005), Aden (2010), Dewi (2011), Sulisnadewi, dkk (2012)

C. Kerangka Konsep

  Kerangka konsep merupakan dasar pemikiran yang memberikan penjelasan tentang yang tercantum dalam hipotesa (Saryono, 2010).

  VARIABEL BEBAS

  VARIABEL TERIKAT Status dehidrasi

  Penanganan awal diare

Gambar 2.2 Kerangka Konsep D.

Hipotesis

  Hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara yang kebenarannya perlu diteliti lebih lanjut (Notoatmodjo, 2010). Hipotesis penelitian ini adalah : Ho : Tidak ada hubungan antara status dehidrasi dengan penanganan awal diare pada anak H1 : Ada hubungan hubungan antara status dehidrasi dengan penanganan awal diare pada anak.